Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi adalah struktur ekonomi yang berimbang, yaitu industri maju yang didukung oleh pertanian yang tangguh. Untuk mencapai sasaran tersebut, pemerintah senantiasa meningkatkan pembangunan khususnya di sektor pertanian. Program-program pemerintah di bidang pertanian sudah intensif dilaksanakan sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I. Program intensifikasi, ekstensifikasi, pembangunan sarana irigasi dan program-program lainnya yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan produksi pangan, khususnya beras sehingga berhasil mencapai swasembada beras pada pertengahan 1980-an. Meskipun demikian, petani masih tetap berpenghasilan rendah. Lahan yang diusahakan mereka umumnya relatif sempit dan jumlah rumah tangga yang mengusahakan tanah kurang dari 0,5 hektar mencapai 13,25 juta petani atau 64,4% dari total RT pertanian pengguna lahan yang besarnya 20,57 juta RT. Perkembangan data antar sensus, juga menunjukkan semakin banyaknya RT pertanian setiap periodenya. Jumlah tenaga kerja di bidang pertanian meningkat dari 40,68 juta pada tahun 2000 menjadi 41,81 juta pada tahun Tidak jelas benar status para tenaga kerja ini, apakah produsen pengolah dan pemiliki usahatani atau hanya buruh tani. Kondisi alam yang bervariasi juga menyebabkan bervariasinya usaha yang dimiliki oleh RT pertanian antar daerah. Pulau Sumatera, yang mempunyai areal yang luas dan iklim yang cocok untuk tanaman perkebunan, sehingga memiliki relatif lebih banyak rumah tangga yang mengusahakan tanaman perkebunan. Pulau Jawa yang tradisi dan kondisi alamnya relatif cocok untuk usaha pertanian pangan dan hortikultura memiliki lebih banyak rumah tangga untuk komoditas tersebut. Sedangkan, Nusa Tenggara mempunyai relatif banyak usaha peternakan, dan Maluku sangat kaya dengan usaha perikanan. Dengan bervariasinya jenis usaha pertanian, kebijakan pemerintah dibidang pertanian dituntut untuk lebih spesifik agar lebih berhasil guna. Untuk itu, data dan informasi yang lebih spesifik tentang pertanian khususnya ketenagakerjaan, kondisi RT pertanian dan pengelolaan lahan sangat diperlukan. Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian. Hasil analisis yang dilaporkan disusun berdasarkan pengolahan dan analisa data sekunder hasil Sensus Pertanian. Data dasar yang digunakan sebagian besar adalah hasil Sensus Pertanian 1983, 1993 dan Pengolahan lanjutan yang dilakukan adalah (i) pemisahan/penelusuran sampai dengan tingkat kabupaten; (ii) pengidentifikasian jumlah buruh tani dari total tenaga kerja yang ada di sektor pertanian; (iii) penelusuran rumah tangga pertanian yang hanya menguasai komoditi pertanian tunggal seperti padi dan palawija saja. Data hasil Sensus Pertanian 2003 yang telah di publikasikan tidak termasuk propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, untuk itu agar data hasil Sensus Pertanian 1983 dan 1993 dapat dibandingkan, maka propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dikeluarkan dari analisis. Pada beberapa bagian dari laporan ini, hasil Sensus Pertanian 2003 dianalisis lebih lanjut melalui pengolahan data dasar yang diperoleh dari hasil pencacahan rumah tangga pertanian. Analisis lebih lanjut diantaranya adalah penelusuran seberapa besar rumah tangga pertanian yang menguasai 1

2 satu komoditi tunggal, seperti banyaknya rumah tangga pertanian yang hanya menguasai komoditi padi dan palawija, hortikultura dan sebagainya. Secara garis besar sumber data yang digunakan dalam laporan ini adalah sebagai berikut: a. Tenaga kerja dalam Bab II, menggunakan sumber data dari hasil Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) BPS yang diolah lebih lanjut untuk mengetahui jumlah tenaga kerja di sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura. Selain itu dilakukan pula analisis antar variabel seperti status pekerjaan utama dengan pendidikan. Konsep tenaga kerja yang digunakan adalah konsep penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu. b. Rumah tangga pertanian, menggunakan publikasi hasil Sensus Pertanian tahun 1983, 1993 dan Khusus untuk hasil Sensus Pertanian tahun 2003 juga dilakukan pengolahan dari data dasar untuk memperoleh jumlah rumah tangga pertanian yang menguasai komoditi pertanian tunggal misalnya rumah tangga pertanian yang hanya menguasai komoditi padi dan palawija. c. Luas lahan, menggunakan publikasi hasil Survei Pertanian tentang luas lahan menurut penggunaan di Indonesia tahun (tidak termasuk propinsi Maluku dan Papua). Publikasi ini merupakan kerjasama antara Badan Pusat Statistik dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan Departemen Pertanian. Hasil yang dilaporkan adalah berdasarkan analisis deskriptif. Data hanya disajikan dalam bentuk tabel dan analisis dilakukan dengan melihat pola sebaran, pertumbuhan dan mengamati hal-hal penting yang ditunjukkan oleh data tersebut. Penjelasan lengkap mengenai berbagai fenomena penting atau yang menyimpang dari pendapat umum hanya dilakukan sejauh tersedia informasi pendukungnya. Dalam bab II diuraikan tentang gambaran umum ketenagakerjaan yang meliputi ketenagakerjaan pertanian dan non pertanian. Pola sebaran tenaga kerja pertanian menurut sub-sub sektor pertanian dan perkembangannya dibahas pula untuk melihat perubahan tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun. Bab III menguraikan jumlah rumah tangga pertanian dan kontribusinya terhadap total rumah tangga di Indonesia (tidak termasuk NAD), perkembangan rumah tangga pertanian antar Sensus Pertanian serta pembahasan jenis rumah tangga pertanian lainnya seperti rumah tangga pertanian pengguna lahan, rumah tangga petani gurem dan sebagainya. Pada Bab IV, diuraikan gambaran umum tentang luas lahan pertanian yang meliputi luas lahan pertanian dan luas lahan bukan untuk pertanian. Selain itu, juga digambarkan tentang luas lahan untuk sawah dan luas lahan bukan untuk sawah serta perkembangan antar tahun. Dalam penutup disampaikan beberapa kesimpulan penting dari setiap bab. 2

3 BAB II KETENAGAKERJAAN SEKTOR PERTANIAN 2.1. Tenaga Kerja Sektor Pertanian Hasil analisis tenaga kerja secara umum dan untuk sektor pertanian dilakukan berdasarkan data sekunder survei tenaga kerja nasional (Sakernas), Badan Pusat Statistik. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja di Indonesia dari tahun 2000 sampai 2005 menunjukkan pertambahan yang relatif kecil. Dalam 5 (lima) tahun, jumlah tenaga kerja bertambah sebanyak 5,11 juta orang yaitu dari 89,84 juta orang (2000) menjadi 94,95 juta orang (2005) atau naik rata-rata sebesar 1,11% per tahun (Tabel 2.1). Dari 89,84 juta tenaga kerja di tahun 2000 tersebut, 45,28% diantaranya bekerja disektor pertanian. Pada tahun 2005 tenaga kerja di sektor pertanian meningkat menjadi 41,81 juta orang atau bertambah sebanyak 1,13 juta, atau 22% dari pertambahan tenaga kerja secara total. Namun secara persentase, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian menurun dari 45,28% menjadi 44,04%. Tabel 2.1. Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu Menurut Wilayah dan Sektor, Tahun 2000 dan 2005 WILAYAH SEKTOR Rata-rata Pertumbuhan (ribu (ribu % % (%) orang) orang) Kota Tan. Pangan, Perkeb. & Hortikultura , ,01 5,28 Peternakan 242 0, ,44 11,63 Kombinasi Pertan,Perkeb, Peternakan 0 0, ,04 - Jasa Pertan, Perkebunan & Peternakan 67 0, ,07 (0,24) Perburuan & Penangkaran Satwa Liar 0 0, ,03 - Kehutanan 27 0, ,04 7,34 Perikanan 566 0, ,47 (4,55) Jumlah Pertanian , ,11 4,75 Indonesia , ,72 2,02 Desa Tan. Pangan, Perkeb. & Horti , ,27 (0,08) Peternakan , ,14 4,68 Kombinasi Pertan,Perkeb, Peternakan 5 0, ,28 120,92 Jasa Pertan, Perkebunan & Peternakan , ,39 (18,00) Perburuan & Penangkaran Satwa Liar 2 0, ,03 69,45 Kehutanan 429 0, ,54 3,60 Perikanan , ,28 2,07 Jumlah Pertanian , ,93 0,07 Indonesia , ,28 0,54 Jumlah Tan. Pangan, Perkeb. & Horti , ,28 0,41 Peternakan , ,58 5,70 Kombinasi Pertan,Perkeb, Peternakan 5 0, ,32 127,02 Jasa Pertan, Perkebunan & Peternakan , ,46 (16,37) Perburuan & Penangkaran Satwa Liar 2 0, ,06 96,25 Kehutanan 456 0, ,58 3,84 Perikanan , ,75 0,01 Jumlah Pertanian , ,04 0,55 Indonesia , ,00 1,11 3

4 Dari 41,81 juta tenaga kerja di pertanian, 86,93% bekerja pada tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura, diikuti dengan peternakan (5,85%) dan perikanan (3,98%). Persentase pada tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura ini menurun dibandingkan tahun 2000 yang besarnya 87,56%. Peningkatan penyerapan terjadi pada sub sektor peternakan, atau dengan kata lain dalam 5 tahun terakhir sub sektor peternakan menyerap tenaga kerja lebih cepat dibandingkan sub sektor lainnya. Selanjutnya berdasarkan persebaran desa-kota, jumlah tenaga kerja sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura di perkotaan pada kurun waktu mengalami kenaikan rata-rata 5,28% per tahun. Sebaliknya pada kurun waktu yang sama, jumlah tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura di pedesaan mengalami penurunan rata-rata 0,41% per tahun. Sementara itu untuk sub sektor perikanan, peningkatan terjadi di perdesaan dan penurunan di perkotaan. Untuk sub sektor peternakan, peningkatan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan. Bila diamati persebaran antar pulau pada tahun 2000, 60,51% tenaga kerja di Indonesia mencari mata pencarian di Jawa. Persentase ini sedikit menurun pada tahun 2005, menjadi sebanyak 59,49% berada di Jawa. Walaupun secara komposisi tenaga kerja di Jawa masih lebih besar, namun kenaikan jumlah tenaga kerja di Jawa lebih lambat dibandingkan dengan tenaga kerja di luar Jawa. Kenaikan tenaga kerja di Jawa untuk kurun waktu rata-rata sebesar 0,77% per tahun sementara di luar Jawa sebesar 1,63% per tahun (Tabel 2.2). 4

5 Tabel 2.2. Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu Menurut Pulau dan Sektor, Tahun 2000 dan 2005 PULAU SEKTOR Rata-rata Pertumbuhan (ribu (ribu % % (%) orang) orang) Jawa Tan. Pangan, Perkeb. & Hortikultura , ,11 (0,95) Peternakan , ,01 9,59 Kombinasi Pertan,Perkeb,Peternakan 2 0, ,24 154,57 Jasa Pertan, Perkebunan & Peternakan 524 0, ,27 (13,04) Perburuan & Penangkaran Satwa Liar 2 0, ,05 83,72 Kehutanan 113 0, ,13 1,04 Perikanan 627 0, ,45 (7,46) Jumlah Pertanian , ,25 (0,33) Indonesia , ,49 0,77 Luar Tan. Pangan, Perkeb. & Horti , ,17 1,72 Jawa Peternakan 651 0, ,57 (3,53) Kombinasi Pertan,Perkeb,Peternakan 3 0, ,08 92,49 Jasa Pertan, Perkebunan & Peternakan 551 0, ,19 (20,11) Perburuan & Penangkaran Satwa Liar 0 0, ,02 - Kehutanan 343 0, ,45 4,69 Perikanan , ,31 3,62 Jumlah Pertanian , ,79 1,42 Indonesia , ,51 1,63 Jumlah Tan. Pangan, Perkeb. & Horti , ,28 0,41 Peternakan , ,58 5,70 Kombinasi Pertan,Perkeb,Peternakan 5 0, ,32 127,02 Jasa Pertan, Perkebunan & Peternakan , ,46 (16,37) Perburuan & Penangkaran Satwa Liar 2 0, ,06 96,25 Kehutanan 456 0, ,58 3,84 Perikanan , ,75 0,01 Jumlah Pertanian , ,04 0,55 Indonesia , ,00 1,11 Dalam kurun yang sama, di Pulau Jawa terdapat penurunan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura sebanyak 839 ribu orang atau mengalami penurunan rata-rata 0,95% per tahun. Sementara itu, dalam periode yang sama di luar Jawa terdapat peningkatan jumlah tenaga kerja di sub sektor tersebut sebanyak 1,57 juta orang atau mengalami kenaikan rata-rata 1,72% per tahun. Hal ini antara lain disebabkan oleh penyerapan tenaga kerja di sub sektor perkebunan yang cukup tinggi di luar Jawa dalam kurun waktu tersebut. Sementara itu, kenaikan di sub sektor peternakan terjadi di Pulau Jawa. Demikian pula, tenaga kerja sub sektor perikanan di Pulau Jawa menurun, di luar Jawa menunjukkan peningkatan. Selanjutnya, penurunan persentase tenaga kerja yang bekerja di sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura, yaitu dari 39,65% pada tahun 2000 menjadi 38,28% pada tahun 2005 juga dapat dianalisa lebih lanjut. Penurunan ini diakibatkan pada menurunnya persentase petani dari 20,5% menjadi 18,82% dan buruh tani dari 5,28% menjadi 1,34%. Yang menarik, pada kurun waktu tersebut terjadi peningkatan persentase tenaga kerja kategori lainnya (pekerja bebas dan sebagainya). Hal ini dapat 5

6 diartikan semakin besar persentase tenaga kerja di sektor ini yang memilih pekerjaan sampingan/di luar sektor ini. Bila diamati sebaran tenaga kerja petani di sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura menurut propinsi terlihat bahwa pada tahun 2000 petani sebagian besar berada di propinsi Jawa Barat sebanyak 3,20% (jumlah petani di Jawa Barat terhadap total tenaga kerja Indonesia), kemudian diikuti oleh petani di Jawa Timur (3,10%), Jawa Tengah (2,84%), Sulawesi Selatan (1,45%), Sumatera Utara (1,42%), Sumatera Selatan (1,10%), dan Lampung (1,09%). Sementara propinsi-propinsi lain peranannya di bawah 1 persen. Kondisi ini sedikit mengalami perubahan di tahun 2005 yang mana sebagian besar petani berada di propinsi Jawa Timur (2,94%), Jawa Tengah (2,70%), Jawa Barat (1,91%), Sumatera Utara (1,24%), Sulawesi Selatan (1,06%) dan Lampung (1,03%). Sedangkan propinsi-propinsi lain peranannya di bawah 1 persen. Bergesernya posisi propinsi Jawa Barat karena di propinsi tersebut pada tahun 2005 terjadi pemekaran (Banten terpisah dari Jawa Barat) sehingga jumlah petani di Jawa Barat seolah-olah berkurang (Tabel 2.3). 6

7 Tabel 2.3. Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Tahun 2000 dan 2005 (persen) Propinsi Nang. Aceh Darussalam Petani Buruh Tani Jumlah Petani Buruh Tani Lainnya Lainnya JumLah 0,51 0,02 0,31 0,84 0,51 0,03 0,35 0,89 Sumatera Utara 1,42 0,38 1,01 2,81 1,24 0,18 1,16 2,58 Sumatera Barat 0,48 0,10 0,29 0,87 0,43 0,09 0,29 0,81 R i a u 0,49 0,10 0,28 0,87 0,37 0,10 0,24 0,71 J a m b i 0,36 0,06 0,19 0,61 0,37 0,06 0,20 0,63 Sumatera Selatan 1,10 0,14 0,92 2,16 0,83 0,11 1,03 1,97 Bengkulu 0,24 0,03 0,24 0,51 0,23 0,04 0,26 0,52 Lampung 1,09 0,10 0,93 2,12 1,03 0,08 0,98 2,08 Kep. Bangka Belitung ,06 0,01 0,06 0,13 Kepulauan Riau ,05-0,01 0,06 DKI Jakarta 0,01 0,00-0,01 0,01 0,00 0,00 0,01 Jawa Barat 3,20 1,20 1,65 6,05 1,91 0,14 1,91 3,96 Jawa Tengah 2,84 1,11 2,40 6,35 2,70 0,07 3,08 5,85 DI Yogyakarta 0,28 0,05 0,21 0,54 0,27 0,01 0,30 0,57 Jawa Timur 3,10 1,60 2,42 7,12 2,94 0,19 3,70 6,83 Banten ,51 0,01 0,37 0,89 B a l i 0,26 0,05 0,18 0,48 0,19 0,00 0,16 0,35 Nusa Tenggara Barat 0,35 0,14 0,31 0,81 0,36 0,01 0,40 0,77 Nusa Tenggara Timur 0,68 0,01 0,73 1,42 0,74 0,00 0,90 1,64 Kalimantan Barat 0,47 0,05 0,35 0,87 0,59 0,02 0,50 1,10 Kalimantan Tengah 0,21 0,00 0,15 0,36 0,25 0,03 0,23 0,51 Kalimantan Selatan 0,33 0,02 0,27 0,63 0,30 0,07 0,24 0,61 Kalimantan Timur 0,18 0,01 0,11 0,31 0,17 0,03 0,10 0,30 Sulawesi Utara 0,43 0,04 0,11 0,57 0,24 0,02 0,08 0,34 Sulawesi Tengah 0,38 0,04 0,26 0,68 0,31 0,01 0,25 0,57 Sulawesi Selatan 1,45 0,04 0,03 1,52 1,06 0,03 0,62 1,71 Sulawesi Tenggara 0,26 0,00 0,23 0,49 0,24 0,00 0,22 0,46 Gorontalo ,10 0,00 0,07 0,18 Maluku ,19 0,00 0,04 0,23 Maluku Utara ,13 0,00 0,09 0,22 Papua 0,39 0,03 0,25 0,66 0,48 0,01 0,29 0,79 Jumlah Indonesia 20,50 5,29 13,85 39,65 18,82 1,34 18,12 38,28 Angka persentase merupakan perbandingan terhadap total tenaga kerja Indonesia. 7

8 Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa dalam 5 tahun terlihat bahwa : a. Sektor pertanian secara luas menyerap pertambahan tenaga kerja sekitar 22% dari total pertambahan tenaga kerja (1,13 juta tenaga kerja). b. Meskipun secara absolut terjadi pertambahan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, namun persentasenya secara nasional semakin menurun yaitu dari 45,28% menjadi 44,04%. c. Sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu 86,93% (2005) namun demikian pertumbuhan penyerapan terbesar terjadi pada sub sektor peternakan (5,7%/tahun). d. Penyerapan tenaga kerja untuk sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura serta perikanan di Pulau Jawa menurun, namun meningkat di luar Jawa. Sebaliknya untuk sub sektor peternakan peningkatan penyerapan terjadi di Pulau Jawa. e. Terjadinya penurunan persentase pada kategori petani (dari 20,5% menjadi 18,8%) dan buruh tani (dari 5,3%) menjadi 1,3%) dan peningkatan tenaga kerja pertanian lainnya (dari 13,8% menjadi 18,2%). 8

9 2.2. Sub Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Kategori Status Pekerjaan, Jam Kerja, Tingkat Pendidikan dan Persebaran Status pekerjaan merupakan kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Status pekerjaan dibedakan menjadi : a. Berusaha sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara ekonomis yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut serta tidak menggunakan pekerja dibayar maupun pekerja tidak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi atau keahlian khusus. b. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, adalah bekerja atau berusaha atas resiko sendiri dan menggunakan buruh/pekerja tidak dibayar dan atau buruh/pekerja tidak tetap. c. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar (pekerja tetap), adalah berusaha atas resiko sendiri dan mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh/pekerja tetap yang dibayar. d. Buruh/karyawan/pegawai, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang. Buruh yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan sebagai buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap memiliki majikan tetap jika memiliki 1 (satu) majikan (orang/rumah tangga) yang sama dalam sebulan terakhir, khusus pada sektor bangunan batasannya tiga bulan. Apabila majikan instansi/lembaga, boleh lebih dari satu. e. Pekerja bebas di pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/instansi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebulan terakhir) di usaha pertanian berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. f. Pekerja bebas non pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap/lebih dari 1 majikan dalam sebulan terakhir, di usaha non pertanian dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. g. Pekerja tak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji, baik berupa uang maupun barang. Berdasarkan status pekerjaan utama, pada tahun 2005 tenaga kerja di sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura 39,6% berstatus berusaha dibantu buruh. Sebesar 35,12% adalah pekerja tidak dibayar, 12,17% adalah pekerja bebas dan 7,1% berusaha sendiri. Dalam kurun 5 tahun terakhir, terdapat penurunan tenaga kerja di sub sektor ini yang berusaha sendiri dan buruh/karyawan. Sebaliknya, terjadi peningkatan tenaga kerja yang dibantu buruh, tenaga pekerja tetap serta pekerja bebas. Yang menarik 9

10 lagi, terjadi pula peningkatan pekerja tidak dibayar (Tabel 2.4) Pada tahun 2000, jumlah pekerja tidak dibayar tersebut tercatat sebanyak 11,86 juta dan meningkat menjadi 12,77 juta pada tahun 2005, atau rata-rata naik sebesar 1,49% per tahun. Tabel 2.4. Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Status Pekerjaan Utama, Tahun 2000 dan Rata-rata Pertumbuhan Status Pekerjaan Utama (ribu (ribu % orang) orang) % (%) Berusaha Sendiri , ,09 (11,35) Berusaha Dibantu Buruh , ,60 0,98 Pekerja Tetap*) 589 1, ,47 8,77 Buruh/Karyawan , ,51 (23,16) Pekerja Bebas Pertanian 0 0, ,17 - Pekerja Bebas Non Pertanian 0 0, ,05 - Pekerja Tidak Dibayar , ,12 1,49 Jumlah , ,00 0,41 *) Tahun 2005 Istilahnya "Berusaha Dibantu Buruh Tetap" Dari jumlah tenaga kerja sebanyak 35,6 juta, sebesar 52,42% bekerja kurang dari 35 jam (2000). Pada tahun 2005, jumlah ini menurun dan peningkatan terjadi pada tenaga kerja yang bekerja lebih dari 35 jam dalam seminggu. Tabel 2.5. Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Banyaknya Jam Kerja, Tahun 2000 dan Rata-rata Pertumbuhan Banyaknya Jam Kerja (ribu (ribu % orang) orang) % (%) Kurang dari 35 Jam (<35 Jam) , ,43 (0,77) Lebih dari 35 Jam ( 35 Jam) , ,39 1,47 Tak Terjawab , ,17 3,60 Jumlah , ,00 0,41 Komposisi tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura bila diamati menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja tersebut berpendidikan tamatan sekolah dasar. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah tingkat pendidikan yang dicapai seseorang setelah mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi suatu tingkatan sekolah dengan mendapatkan tanda tamat (ijazah). Jumlah tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura yang berpendidikan sekolah dasar pada tahun 2000 tercatat sebanyak 16,64 juta orang, kemudian diikuti oleh tenaga kerja yang berpendidikan tidak/belum tamat SD sebanyak 8,35 juta orang dan tenaga kerja berpendidikan tidak/belum sekolah sebanyak 4,32 juta orang (Tabel 2.6). Sedangkan tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan 10

11 hortikultura yang memiliki pendidikan tinggi (sarjana diploma I keatas) sebanyak 78 ribu orang (0,22%). Komposisi tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura menurut pendidikan tertinggi tidak berbeda jauh di tahun 2005 yaitu sebagian besar tenaga kerja berpendidikan tamatan sekolah dasar, tenaga kerja berpendidikan tidak/belum tamat sekolah dan tenaga kerja berpendidikan tidak/belum sekolah. Yang menarik, persentase yang tamat SD, SLTP,dan perguruan tinggi meningkat. Namun pada kategori lulus SLTA menurun persentasenya dari 4,86% menjadi 4,7%. Demikian pula pada kategori tak tamat SD dan dan tidak sekolah (Tabel 2.6). Tabel 2.6. Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Pendidikan Tertinggi, Tahun 2000 dan Rata-rata Pertumbuhan Pendidikan Tertinggi (ribu (ribu % orang) orang) % (%) Tidak/Belum Sekolah , ,98 (3,45) Tidak/Belum Tmt Sekolah , ,79 (2,93) Sekolah Dasar , ,26 0,63 SLTP Umum , ,18 7,11 SLTP Kejuruan 289 0, ,21 8,68 SLTA Umum/SMU , ,70 (0,25) SLTA Kejuruan/SMK 295 0, ,53 13,56 Diploma I/II 21 0, ,07 3,68 Akademi/Diploma III 22 0, ,08 5,15 Universitas 35 0, ,21 16,63 Jumlah , ,00 0,41 Jumlah tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura pada tahun 2000 sebagian besar berada di Jawa (50,64%) dan Sumatera (27,17%), sebagaimana dalam Tabel 2.7. Selanjutnya tenaga kerja yang berada di Bali dan Nusa Tenggara sebesar 6,83%, Kalimantan (5,45%) dan yang terkecil berada di Maluku dan Papua (1,68%). Sebaran tenaga kerja menurut pulau hampir tidak mengalami perubahan besar di tahun Komposisi yang sedikit berubah dimana sebagian besar terjadi di Jawa yang menurun peranannya dari 50,64% menjadi 47,31%, sementara di luar Jawa meningkat yaitu di Maluku dan Papua meningkat peranannya dari 1,68% menjadi 3,25% (Tabel 2.7). 11

12 Tabel 2.7. Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Pulau, Tahun 2000 dan Rata-rata Pertumbuhan Pulau (ribu (ribu % orang) orang) % (%) Sumatera , ,13 0,37 Jawa , ,31 (0,95) Bali dan Nusa Tenggara , ,19 1,44 Kalimantan , ,61 4,35 Sulawesi , ,50 1,07 Maluku dan Papua 597 1, ,25 14,64 Jumlah , ,00 0,41 Pertumbuhan tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura bila diamati menurut pulau terlihat bahwa hampir semua pulau mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja kecuali di Jawa yang mengalami penurunan. Jumlah tenaga kerja di Jawa menurun dari 18,04 juta orang (2000) menjadi 17,20 juta orang (2005) atau turun rata-rata 0,95% per tahunnya. Sementara itu, lima pulau lainnya mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja dan peningkatan terbesar terjadi di Maluku dan Papua yang meningkat dari 597 ribu orang (2000) menjadi 1,18 juta orang (2005) atau naik rata-rata 14,64% per tahun. Jumlah tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura bila diamati menurut wilayah terlihat bahwa sebagian besar tenaga kerja terdapat di pedesaan yaitu 32,67 juta orang (91,73% dari total tenaga kerja) di tahun 2000 kemudian menurun di tahun 2005 menjadi 32,54 juta orang (89,52%) atau turun ratarata 0,08% per tahun. Sebaliknya jumlah tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura di perkotaan walaupun peranannya relatif sedikit namun terus mengalami peningkatan. Jumlah tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura di perkotaan tahun 2000 tercatat sebanyak 2,95 juta orang (8,27%) dan meningkat di tahun 2005 menjadi 3,81 juta orang (10,48%) atau naik rata-rata 5,28% per tahun (Tabel 2.8). Tabel 2.8. Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Wilayah, Tahun 2000 dan 2005 Wilayah Rata-rata Pertumbuhan (ribu orang) (persen) (ribu orang) (persen) (%) Kota , ,48 5,28 Desa , ,52 (0,08) Jumlah , ,00 0,41 12

13 Tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura dapat pula diamati perkembangannya menurut berbagai identitas yang melekatnya. Dari 46,73% tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura yang berpendidikan tamatan SD (tahun 2000) 17,85% diantaranya berusaha di bantu buruh dan 16,03% sebagai pekerja tidak dibayar. Komposisi ini tidak berbeda jauh di tahun 2005 yaitu dari 47,26% tenaga kerja berpendidikan tamatan SD, 19,72% berusaha dibantu buruh dan 16,75% sebagai pekerja tidak dibayar. Sementara itu, dari 23,43% tenaga kerja dengan pendidikan tidak/belum tamat SD (tahun 2000), sebanyak 8,99% diantaranya berusaha dibantu buruh dan 5,98% sebagai tenaga kerja tidak dibayar sedangkan sisanya tersebar di berbagai status pekerjaan. Komposisi tersebut tidak berbeda jauh dibandingkan dengan keadaan pada tahun Selain melihat sebaran tenaga kerja di sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura dapat pula diamati sebaran tenaga kerja secara total yaitu tenaga kerja di sektor pertanian. Pada tabel 2.20 disajikan presentase persebaran per propinsi. Peranan (share) tenaga kerja di sektor pertanian yang pada tahun 2000 sebesar 45,28% (total tenaga kerja sektor pertanian terhadap total tenaga kerja Indonesia). Persentase total tenaga kerja di sektor pertanian ini terdiri dari petani (23,40%), buruh tani (5,99%) dan lainnya (15,89%). Peranan tenaga kerja sektor pertanian mengalami penurunan di tahun 2005 menjadi 44,04% yang terdiri atas petani (21,63%), buruh tani (2,00%) dan lainnya (20,41%) Cross-Category Dalam cross-category ini ingin dilihat adalah hubungan antara : (i) tingkat pendidikan dengan status pekerjaan utama, banyaknya jam kerja dan persebaran wilayah; (ii) status pekerjaan dengan banyaknya jam kerja, persebaran wilayah; (iii) banyaknya jam kerja dengan persebaran wilayah. (a) Tingkat Pendidikan, Status Pekerjaan Utama, Jam Kerja dan Persebaran Wilayah Berdasarkan tingkat pendidikan dan status pekerjaan, untuk kategori tamatan SD, tidak tamat dan tidak sekolah menduduki porsi yang relatif besar dalam setiap kategori status pekerjaan utama. Hal ini disebabkan karena mayoritas tenaga kerja di sektor pertanian adalah pada kategori ini. Apabila kita membandingkan data tahun 2000 dan 2005, terjadi penurunan persentase dalam setiap status pekerjaan pada ketiga kategori tingkat pendidikan ini. Sebagai contoh : (i) jumlah yang berusaha sendiri menurun dari 10,68% pada tahun 2000 ke 4,93% pada tahun 2005; (ii) penurunan pada kategori pekerja tidak dibayar yaitu dari 26,68% menjadi 25,99%; (iii) penurunan terbesar terjadi pada buruh/karyawan tetap dari 11,44% ke 2,2%; (iv) kecuali pada kelompok berusaha yang dibantu buruh terjadi peningkatan dari 32,23% menjadi 33,35%. Pada kategori pendidikan SLTP ke atas terjadi kecenderungan yang sama. Yang menarik adalah pada kategori ini justru terjadi peningkatan pada pekerja yang tidak dibayar, yaitu dari 6,62% menjadi 9,15% (Tabel 2.9) 13

14 Pendidikan Tertinggi / Status Pekerjaan Utama Tidak/Belum Sekolah Tidak/Belum Tamat SD SD SLTP Umum/SMP SLTP Kejuruan SLTA Umum/ SMU SLTAKejuruan/ SMK Diploma I/II Akademi/ Diploma III Universitas Tabel 2.9. Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Pendidikan Tertinggi dan Status Pekerjaan Utama Tahun 2000 dan 2005 (persen) Berusaha Sendiri Berusaha Dibantu Buruh *) Pekerja Tetap Buruh/ Karyawan Pekerja Bebas Pertanian Pekerja Bebas Non Pertanian Pekerja Tidak Dibayar JUMLAH ,56 0,59 4,95 4,64 0,16-1,93 0,17-1,32-0,00 3,53 3,26 12,14 9,98 3,07 1,27 9,49 8,99 0,25-3,50 0,48-3,07-0,00 7,12 5,98 23,43 19,79 6,05 3,07 17,85 19,72 0,80-6,01 1,57-6,14-0,01 16,03 16,75 46,73 47,26 1,48 1,39 3,82 5,58 0,30-1,10 0,73-1,28-0,01 4,30 6,19 10,99 15,18 0,10 0,06 0,30 0,51 0,02-0,10 0,06-0, ,29 0,49 0,81 1,21 0,81 0,53 1,71 1,79 0,09-0,57 0,34-0,17-0,01 1,67 1,86 4,86 4,70 0,12 0,14 0,29 0,69 0,03-0,08 0,10-0, ,31 0,52 0,83 1,53 0,01 0,01 0,02 0,03 0, ,01-0, ,02 0,01 0,06 0,07-0,01 0,03 0,03 0,01-0,02 0,01-0, ,01 0,03 0,06 0,08 0,02 0,02 0,03 0, ,03 0,04-0, ,02 0,05 0,10 0,21 JUMLAH 13,22 7,09 38,49 42,06 1,65-13,35 3,51-12,17-0,05 33,28 35, *) Tahun 2005 Istilahnya "Berusaha Dibantu Buruh Tetap. Berdasarkan banyaknya jam kerja, ternyata tenaga kerja yang berpendidikan SD ke bawah pada tahun mengalami penurunan secara persentase, baik yang bekerja <35 jam maupun yang bekerja 35 jam. Namun demikian penurunan pada tenaga kerja yang bekerja < 35 jam lebih besar yaitu dari 43,34% menjadi 38,79%, sedangkan untuk yang bekerja 35 jam menurun dari 35,84 menjadi 34,85%. Trend ini sama dengan turunnya persentase total pekerja berpendidikan SD ke bawah yaitu dari 82,3% menjadi 77,03%. Pada pendidikan SLTP ke atas terjadi peningkatan pada keduanya. Apabila dihubungkan dengan persentase total pada jumlah jam kerja dapat dikatakan bahwa terjadinya peningkatan tenaga kerja yang bekerja 35 jam yaitu dari 44,01% menjadi 46,39%, disumbang oleh peningkatan jumlah jam kerja pada tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SLTP ke atas yang besarnya adalah 8,17% tahun 2000, meningkat menjadi 11,54% pada tahun 2005 (Tabel 2.10). 14

15 Tabel Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Pendidikan Tertinggi dan Banyaknya Jam Kerja, Tahun 2000 dan 2005 (persen) Pendidikan Tertinggi <35 Jam 35 Jam Tak Terjawab Jumlah / Banyaknya Jam Kerja Tidak/Belum Sekolah 7,20 5,41 4,18 3,95 0,75 0,61 12,14 9,98 Tidak/Belum Tamat SD 12,19 10,10 10,22 8,63 1,03 1,06 23,43 19,79 SD 23,95 23,28 21,44 22,27 1,34 1,70 46,73 47,26 SLTP Umum/SMP 5,74 7,11 4,97 7,57 0,29 0,51 10,99 15,18 SLTP Kejuruan 0,49 0,58 0,30 0,57 0,03 0,06 0,81 1,21 SLTA Umum/SMU 2,33 2,06 2,44 2,49 0,09 0,15 4,86 4,70 SLTA Kejuruan/SMK 0,45 0,73 0,34 0,73 0,03 0,07 0,83 1,53 Diploma I/II 0,03 0,03 0,03 0,04-0,00 0,06 0,07 Akademi/Doploma III 0,02 0,05 0,04 0, ,06 0,08 Universitas 0,04 0,09 0,06 0,11 0,01 0,01 0,10 0,21 JUMLAH 52,42 49,43 44,01 46,39 3,57 4,17 100,00 100,00 Berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah tenaga kerja yang berpendidikan SD ke bawah menurun di Jawa dari 44,71% menjadi 40,54%, namun meningkat di luar Jawa yaitu dari 33,27% menjadi 36,5%. Untuk tingkat pendidikan SLTP ke atas terjadi peningkatan baik di Jawa maupun luar Jawa, namun demikian tingkat peningkatan lebih besar di Pulau Jawa yaitu dari 5,93% menjadi 6,77% atau terjadi peningkatan 0,84% dan di luar Jawa hanya 0,1%. Ini dapat diartikan bahwa : (i) terjadi pergeseran komposisi tenaga kerja SD ke bawah di luar Jawa. Komposisi tenaga kerja di luar Jawa yang pada tahun 2005 lebih besar (52,69%) disumbang oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah ini; (ii) meskipun masih dalam tingkat yang terbatas, terjadi peningkatan persentase tenaga kerja di sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi/sltp ke atas (Tabel 2.11). Tabel Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Pendidikan Tertinggi dan Pulau, Tahun 2000 dan 2005 (persen) Pendidikan Tertinggi / Pulau Jawa Luar Jawa Jumlah Tidak/Belum Sekolah 7,82 5,63 4,31 4,35 12,14 9,98 Tidak/Belum Tamat SD 12,52 10,65 10,91 9,15 23,43 19,79 SD 24,37 24,26 22,36 23,00 46,73 47,26 SLTP Umum/SMP 3,89 4,85 7,10 10,33 10,99 15,18 SLTP Kejuruan 0,31 0,31 0,50 0,89 0,81 1,21 SLTA Umum/SMU 1,32 0,96 3,53 3,74 4,86 4,70 SLTA Kejuruan/SMK 0,30 0,55 0,52 0,98 0,83 1,53 Diploma I/II 0,03 0,01 0,03 0,06 0,06 0,07 Akademi/Doploma III 0,03 0,02 0,03 0,06 0,06 0,08 Universitas 0,05 0,07 0,05 0,14 0,10 0,21 JUMLAH 50,64 47,31 49,36 52,69 100,00 100,00 15

16 Dari Tabel yang menggambarkan perkembangan tingkat pendidikan dari tenaga kerja di sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura dan persebarannya di desa-kota, sebagaimana dalam tabel sebelumnya nampak bahwa komposisi tenaga kerja di perkotaan dalam 5 tahun semakin meningkat. Sementara perkembangan persentase tenaga kerja yang berpendidikan SD ke bawah meningkat yaitu dari 6,53% tahun 2000 menjadi 8,12%; persentase di desa malahan menurun yaitu dari 75,76% menjadi 68,91%. Yang menarik, persentase tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SLTP ke atas baik di kota maupun desa meningkat yaitu dari 1,74% menjadi 2,36% (kota) dan 15,77% menjadi 20,61% di desa. Hal ini berarti bahwa, meskipun masih dalam persentase yang relatif kecil, komposisi tenaga kerja dengan pendidikan lebih tinggi terjadi baik di desa maupun di kota. Tabel Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Pendidikan Tertinggi dan Wilayah, Tahun 2000 dan 2005 (persen) Pendidikan Tertinggi / Pulau Kota Desa Jumlah Tidak/Belum Sekolah 1,32 1,08 10,81 8,90 12,14 9,98 Tidak/Belum Tamat SD 1,87 2,32 21,56 17,47 23,43 19,79 SD 3,34 4,72 43,39 42,54 46,73 47,26 SLTP Umum/SMP 0,90 1,40 10,09 13,78 10,99 15,18 SLTP Kejuruan 0,05 0,07 0,76 1,14 0,81 1,21 SLTA Umum/SMU 0,64 0,54 4,21 4,16 4,86 4,70 SLTA Kejuruan/SMK 0,08 0,25 0,75 1,28 0,83 1,53 Diploma I/II 0,01 0,01 0,05 0,05 0,06 0,07 Akademi/Doploma III 0,02 0,01 0,04 0,07 0,06 0,08 Universitas 0,03 0,08 0,06 0,13 0,10 0,21 Jumlah 8,27 10,48 91,73 89,52 100,00 100,00 (b). Status Pekerjaan, Banyaknya Jam Kerja dan Persebaran Wilayah Berdasarkan status pekerjaan dan banyaknya jam kerja (Tabel 2.13), persentase terbesar untuk yang bekerja < 35 jam adalah pada pekerja yang tidak dibayar, yang pada tahun 2000 sebesar 22,06% dan tahun 2005 sebesar 21,78%. Angka ini menunjukkan bahwa untuk pekerja tidak dibayar yang tidak bekerja penuh menunjukkan penurunan. Pekerja tidak dibayar yang bekerja 35 jam menunjukkan peningkatan yaitu dari 9,8% pada tahun 2000 menjadi 11,62% pada tahun Persentase terbesar kedua adalah pekerja berusaha dibantu buruh, yang menunjukkan peningkatan baik pada yang bekerja < 35 jam yaitu dari 16,9% menjadi 18,07% maupun yang bekerja 35 jam yaitu dari 20,04% menjadi 21,98%. Perkembangan jumlah jam kerja total menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada kategori yang bekerja < 35 jam dan meningkat pada kategori 35 jam. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah jam kerja. Peningkatan ini disumbang oleh tenaga kerja berusaha dibantu buruh dan pekerja yang tidak dibayar. 16

17 Tabel Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Status Pekerjaan dan Banyaknya Jam Kerja, Tahun 2000 dan 2005 (persen) Status Pekerjaan/ <35 Jam 35 Jam Tak Terjawab Jumlah Banyaknya Jam Kerja Berusaha Sendiri 7,01 3,03 5,95 3,96 0,27 0,10 13,22 7,09 Berusaha Dibantu Buruh 16,90 18,07 20,04 21,98 1,54 2,02 38,49 42,06 Pekerja Tetap 0,80-0,82-0,04-1,65 - Buruh/Karyawan 5,65 0,93 7,41 2,55 0,29 0,03 13,35 3,51 Pekerja Bebas Pertanian - 5,62-6,24-0,30-12,17 Pekerja Bebas Non Pertanian - 0,01-0, ,05 Pekerja Tidak Dibayar 22,06 21,78 9,80 11,62 1,43 1,72 33,28 35,12 Jumlah 52,42 49,43 44,01 46,39 3,57 4,17 100,00 100,00 Sebagaimana diketahui, terjadi pergeseran komposisi tenaga kerja pertanian di pulau Jawa dan di luar Jawa. Penurunan persentase pekerja di Jawa dari 50,64% (tahun 2000) menjadi 47,31% (2005) disumbang oleh menurunnya tenaga kerja yang berusaha sendiri, buruh/karyawan tetap dan pekerja tidak dibayar, meskipun terjadi peningkatan persentase tenaga kerja yang berusaha dibantu buruh (Tabel 2.14). Sementara itu, peningkatan persebaran tenaga kerja di luar Jawa dari 49,36% menjadi 52,69% disumbang oleh meningkatnya tenaga kerja berusaha dibantu buruh dan oleh pekerja tidak dibayar. Tabel Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Status Pekerjaan dan Pulau, Tahun 2000 dan 2005 Status Pekerjaan/ Pulau Jawa Luar Jawa Jumlah Berusaha Sendiri 4,99 1,57 8,23 5,52 13,22 7,09 Berusaha Dibantu Buruh 18,79 20,21 19,70 21,85 38,49 42,06 Pekerja Tetap 0,72-0,93-1,65 - Buruh/Karyawan 9,99 1,09 3,37 2,41 13,35 3,51 Pekerja Bebas Pertanian - 9,91-2,26-12,17 Pekerj Bebas Non Pertanian - 0,01-0,04-0,05 Pekerja Tidak Dibayar 16,15 14,52 17,13 20,60 33,28 35,12 Jumlah 50,64 47,31 49,36 52,69 100,00 100,00 (persen) Dari persebaran antara kota-desa (Tabel 2.15.), penurunan persentase tenaga kerja di desa disumbang oleh menurunnya tenaga kerja yang berusaha sendiri dan buruh/karyawan meskipun persentase tenaga kerja yang berusaha dibantu buruh dan pekerja tidak dibayar meningkat. Sementara itu, peningkatan persentase tenaga kerja di kota dari 8,27% (2000) menjadi 10,48% (2005) disebabkan oleh meningkatnya tenaga kerja berusaha dibantu buruh dan pekerja tidak dibayar. 17

18 Tabel Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Status Pekerjaan dan Wilayah, Tahun 2000 dan 2005 Status Pekerjaan/ Wilayah Kota Desa Jumlah Berusaha Sendiri 1,31 0,82 11,91 6,28 13,22 7,09 Berusaha Dibantu Buruh 2,48 4,26 36,01 37,81 38,49 42,06 Pekerja Tetap 0,17-1,49-1,65 - Buruh/Karyawan 2,42 0,57 10,93 2,94 13,35 3,51 Pekerja Bebas Pertanian - 2,29-9,87-12,17 Pekerj Bebas Non Pertanian - 0,01-0,04-0,05 Pekerja Tidak Dibayar 1,89 2,54 31,40 32,59 33,28 35,12 Jumlah 8,27 10,48 91,73 89,52 100,00 100,00 (persen) Namun demikian, ini tidak terjadi pada tenaga kerja yang bekerja 35 jam. Secara persentase, tenaga kerja yang bekerja 35 jam di Jawa menurun dari 20,10% (2000) menjadi 19,46% (2005), tetapi di luar Jawa meningkat dari 23.91% ke 26,93%. Artinya peningkatan jumlah jam kerja 35 jam secara persentase disumbang oleh peran tenaga kerja di luar Jawa (Tabel 2.16). Tabel Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Banyaknya Jam Kerja dan Pulau, Tahun 2000 dan 2005 (persen) Banyaknya Jam Kerja/ Pulau Jawa Luar Jawa Jumlah < 35 28,32 25,54 24,10 23,89 52,42 49, ,10 19,46 23,91 26,93 44,01 46,39 Tak Terjawab 2,22 2,31 1,35 1,86 3,57 4,17 Jumlah 50,64 47,31 49,36 52,69 100,00 100,00 Perkembangan tenaga kerja berdasarkan jam kerja dan persebaran desa-kota menunjukkan bahwa, dari tahun 2000 ke 2005, terjadi peningkatan persentase tenaga kerja yang bekerja di kota baik bekerja < 35 jam atau 35 jam. Sedangkan yang di desa, penurunan persentase yang bekerja di desa pada kurun waktu terjadi pada tenaga kerja yang bekerja < 35 jam, sejalan dengan jumlah totalnya yang menurun dari 91,73% (2000) menjadi 89,52% (2005). Dengan kata lain, penurunan persentase tenaga kerja di desa disumbang oleh menurunnya jumlah tenaga kerja di desa yang bekerja < 35 jam, karena tenaga kerja yang bekerja 35 jam malahan meningkat. Demikian pula berdasarkan banyaknya jam kerja, penurunan persentase jam kerja <35 jam dari 52,42% menjadi 49,43% disumbang oleh penurunan di desa, karena di kota malahan meningkat (Tabel 2.17.) 18

19 Tabel Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura Menurut Banyaknya Jam Kerja dan Wilayah, Tahun 2000 dan 2005 Banyaknya Jam Kerja/ Wilayah Kota Desa Jumlah < 35 4,55 5,45 47,87 43,99 52,42 49, ,27 4,39 40,74 42,01 44,01 46,39 Tak Terjawab 0,45 0,65 3,12 3,53 3,57 4,17 Jumlah 8,27 10,48 91,73 89,52 100,00 100,00 (persen) Nilai tambah penting yang dapat di ambil dari analisis tenaga kerja menurut tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura serta tenaga kerja sektor peternakan diantaranya adalah kualitas tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan SD dengan ratarata 47,10%, tidak/belum tamat SD, tidak/belum sekolah dan tamatan SLTP masingmasing sebesar 21,61%, 11,06% dan 13,09%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura masih randah (di dominasi oleh tingkat SD ke bawah). Bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Philipina dan Thailand, tingkat pendidikan petani Indonesia masih tertinggal. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap daya kreatifitas dan responsibilitas petani terhadap adopsi teknologi dan manajemen usaha tani. Tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu atau kurang dari 5 jam dalam sehari ( ) rata-rata 50,93%. Sedangkan tenaga kerja yang bekerja lebih dari 35 jam seminggu atau lebih dari 5 jam dalam sehari ( ) rata-rata 45,20%. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura masih relatif rendah. Bila dikaitkan dengan tingkat pendidikan ternyata tingkat pendidikan tidak berpengaruh dengan jumlah jam kerja dalam seminggu. Tenaga kerja sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura dengan status tenga kerja tidak di bayar masih relatif besar ( ) yaitu rata-rata 34,20%. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar usaha ini dikerjakan oleh tenaga kerja yang masih memiliki hubungan keluarga. Fenomena ini menunjukkan bahwa usaha di sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura masih merupakan sektor andalan untuk menghidupi sebagian besar anggota keluarga di Indonesia. Selain itu, salah satu cara sektor ini untuk mengurangi biaya produksi adalah dengan menggunakan pekerja tidak dibayar. Berkaitan dengan kepulauan, tenaga kerja dengan status pekerja tidak di bayar yang berada di luar Jawa lebih besar persentasenya (tahun 2005) dari pada di Jawa. Hal ini membuktikan bahwa banyak usaha tani di luar Jawa yang dikerjakan sendiri oleh keluarga petani. Hal ini di dukung dengan jumlah buruh tani di Jawa yang lebih banyak dari pada di luar Jawa. 19

20 Jumlah tenaga kerja di sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura ( ) di dominasi berusaha di Jawa dengan rata-rata sekitar 48,98%, diikuti Sumatera (27,15%), Sulawesi (8,36%), Bali dan Nusa Tenggara (7,01%), Kalimantan ((6,03%) serta Maluku dan Papua (2,47%). Hal ini menunjukkan bahwa usaha sektor ini masih terpusat di pulau Jawa yang sudah demikian padat penduduknya. Secara spasial wilayah, usaha sektor ini belum berkembang di luar Jawa yang masih relatif besar potensinya terutama potensi sumber daya lahannya. Untuk itu, diperlukan kebijakan yang dapat mendorong tersedianya infrastruktur dasar di luar Jawa yang masih memiliki lahan yang luas dan penyediaan tenaga kerja/penduduk agar sektor ini dapat berkembang dengan lebih cepat lagi Sub Sektor Peternakan Tenaga kerja yang bekerja di sektor peternakan menurut status pekerjaan utama pada tahun 2000 sebanyak 32,89% status berusaha sendiri (610 ribu orang) (Tabel 2.18). Jumlah tenaga kerja di sektor ini mengalami penurunan rata-rata 13,27% per tahun menjadi 300 ribu orang (12,24%) di tahun Persentase terbesar selanjutnya adalah tenaga kerja sektor peternakan dengan status berusaha dibantu buruh. Dalam 5 (lima) tahun, jumlah tenaga kerja yang berusaha dibantu buruh pada sektor peternakan bertambah sebanyak 224 ribu orang, yaitu meningkat dari 561 ribu orang (2000) menjadi 785 ribu orang (2005) atau naik rata-rata 6,95% per tahun. Tenaga kerja di sektor peternakan yang juga mengalami peningkatan yang relatif besar adalah tenaga kerja dengan status pekerja dibayar yang mengalami peningkatan rata-rata 17,10% per tahun yaitu dari 536 ribu orang (2000) menjadi 1,18 juta orang (2005). Selanjutnya, tenaga kerja di sektor peternakan menurut status pekerjaan utama yang juga mengalami peningkatan adalah tenaga kerja yang berstatus buruh/ karyawan. Dalam 5 (lima) tahun, tenaga kerja sektor peternakan dengan status buruh/ karyawan bertambah sebanyak 14 ribu orang, yaitu meningkat dari 112 ribu orang (2000) menjadi 126 ribu orang (2005) atau naik rata-rata 2,42% per tahun. Selanjutnya untuk tenaga kerja sektor peternakan dengan status pekerja tetap pada tahun 2000 tercatat sebanyak 36 ribu orang (1,93%) dan pada tahun 2005 relatif sama jumlahnya yaitu 36 ribu orang (1,45%). Tabel Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Peternakan Menurut Status Pekerjaan Utama, Tahun 2000 dan Rata-rata Pertumbuhan Status Pekerjaan Utama (ribu (ribu (persen) orang) orang) (persen) (%) Berusaha Sendiri , ,24 (13,27) Berusaha Dibantu Buruh , ,09 6,95 Pekerja Tetap*) 36 1, ,45 (0,17) Buruh/Karyawan 112 6, ,14 2,42 Pekerja Bebas Pertanian 0 0, ,85 - Pekerja Bebas Non Pertanian 0 0,00 0 0,00 - Pekerja Tidak Dibayar , ,24 17,10 Jumlah , ,00 5,70 *) Tahun 2005 Istilahnya "Berusaha Dibantu Buruh Tetap" 20

21 Jumlah tenaga kerja sektor peternakan yang berpendidikan sekolah dasar pada tahun 2000 tercatat sebanyak 745 ribu orang (40,10%), kemudian di ikuti oleh tenaga kerja yang berpendidikan tidak/belum tamat SD (439 ribu orang atau 23,63%) dan tenaga kerja berpendidikan tidak/belum sekolah sebanyak 362 ribu orang atau 19,48% (Tabel 2.19). Sedangkan tenaga kerja sektor tanaman peternakan yang memiliki pendidikan tinggi (sarjana diploma I keatas) sebanyak 23 ribu orang (1,23%). Komposisi tenaga kerja sektor peternakan menurut pendidikan tertinggi tidak berbeda jauh di tahun 2005 yaitu sebagian besar tenaga kerja berpendidikan tamatan sekolah dasar sebanyak 1,026 juta orang (41,91%), tenaga kerja berpendidikan tidak/belum tamat sekolah (431 ribu orang atau 17,61%) dan tenaga kerja berpendidikan tidak/belum sekolah sebanyak 436 ribu orang atau 17,81%. Tabel Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu di Sektor Peternakan Menurut Pendidikan Tertinggi, Tahun 2000 dan Rata-rata Pertumbuhan Pendidikan Tertinggi (ribu (ribu (persen) orang) orang) (persen) (%) Tidak/Belum Sekolah , ,81 3,79 Tidak/Belum Tmt Sekolah , ,61 (0,37) Sekolah Dasar , ,91 6,61 SLTP Umum 178 9, ,05 14,08 SLTP Kejuruan 12 0, ,94 13,90 SLTA Umum/SMU 81 4, ,58 6,70 SLTA Kejuruan/SMK 18 0, ,33 25,93 Diploma I/II 1 0,05 1 0,04 0,00 Akademi/Diploma III 8 0,43 6 0,25 (5,59) Universitas 14 0, ,49 (3,04) Jumlah , ,00 5,70 Pertumbuhan tenaga kerja sektor peternakan dengan pendidikan tamatan sekolah dasar selama naik rata-rata 6,61% per tahun, tenaga kerja berpendidikan tamatan SLTP umum dan kejuruan masing-masing naik 14,08% dan 13,90% per tahun. Kenaikan jumlah tenaga kerja per tahunnya juga di alami oleh tenaga kerja dengan pendidikan tamatan SLTA ke atas kecuali tenaga kerja pendidikan tamatan akademi/diploma III dan universitas yang masing-masing turun rata-rata 5,59% per tahun dan 3,04% per tahun untuk kurun waktu Jumlah tenaga kerja menurut jenjang pendidikan yang juga mengalami penurunan adalah tenaga kerja dengan pendidikan tidak/belum tamat SD yang dalam kurun waktu mengalami penurunan rata-rata 0,37% per tahunnya. 21

STATISTIK PENGANGGURAN. BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA-INDONESIA

STATISTIK PENGANGGURAN.  BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA-INDONESIA STATISTIK PENGANGGURAN 2001 2006 BADAN PUSAT STATISTIK, JAKARTA-INDONESIA STATISTIK PENGANGGURAN 2001-2006 ISSN. No. Publikasi: Katalog BPS: Ukuran Buku: 21,5 cm x 29,5 cm Jumlah Halaman: 100 Halaman Naskah:

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Staistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 Ukuran

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Konsep Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) merujuk pada mobilitas pekerja antar wilayah administrasi dengan syarat pekerja melakukan pulang pergi seminggu sekali atau sebulan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI PEKERJA USIA MUDA AGUSTUS 2013

DATA DAN INFORMASI PEKERJA USIA MUDA AGUSTUS 2013 DATA DAN INFORMASI PEKERJA USIA MUDA AGUSTUS 2013 PUSAT DATA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2014 TIM PENYUSUN Pembina

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

KATALOG BPS : INDIKATOR TINGKAT HIDUP PEKERJA Badan Pusat Statistik

KATALOG BPS : INDIKATOR TINGKAT HIDUP PEKERJA Badan Pusat Statistik KATALOG BPS : 3405. INDIKATOR TINGKAT HIDUP PEKERJA 2006 2007 Badan Pusat Statistik INDIKATOR TINGKAT HIDUP PEKERJA 2006 2007 ISBN. 979-724-303-6 Nomor Publikasi : 04120.0504 Katalog BPS : 3405 Ukuran

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Maluku Utara sebesar 5,33 persen. Angkatan kerja pada Agustus

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2017 No. 24/05/14/Th.XVIII, 5 Mei 2017 Jumlah angkatan kerja (pekerja dan pengangguran) di Riau pada 2017 mencapai 3,13 juta orang, atau naik 150 ribu orang (5,03

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 002/02/63/Th.XIV, 1 Pebruari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN *) Pada Desember 2009, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan tercatat 104,76

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 17 /04/63/Th.XV, 1 April 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN *) Pada Maret 2011, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan tercatat 107,64 atau

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK No. 53/11/14/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Badan Pusat Statistik Provinsi Riau Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Riau Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017 NTP September 2017 sebesar 96,17 atau turun 0,46 persen dibanding

Lebih terperinci

ANGKATAN KERJA PARTISIPASI ANGKATAN KERJA, PENGANGGURAN DAN KESEMPATAN KERJA

ANGKATAN KERJA PARTISIPASI ANGKATAN KERJA, PENGANGGURAN DAN KESEMPATAN KERJA ANGKATAN KERJA PARTISIPASI ANGKATAN KERJA, PENGANGGURAN DAN KESEMPATAN KERJA KETENAGAKERJAAN Pendekatan Labour Force : Seseorang masuk angkatan kerja adalah yang aktif secara ekonomi (mencari pekerjaan),

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL)

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL) Antar Kerja Antar Lokal (AKAL) Konsep antar kerja antar lokal dalam analisis ketenagakerjaan ini merujuk pada mereka yang bekerja di lain kabupaten/kota dengan persyaratan waktu pulang pergi ditempuh dalam

Lebih terperinci

Jumlah usaha pertanian di Indonesia tahun 2013 sebanyak 26,1 juta usaha. Jumlah sapi dan kerbau di Indonesia tahun 2013 sebanyak 14,2 juta ekor

Jumlah usaha pertanian di Indonesia tahun 2013 sebanyak 26,1 juta usaha. Jumlah sapi dan kerbau di Indonesia tahun 2013 sebanyak 14,2 juta ekor Jumlah usaha pertanian di Indonesia tahun 2013 sebanyak 26,1 juta usaha Jumlah sapi dan kerbau di Indonesia tahun 2013 sebanyak 14,2 juta ekor Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian-pengertian 2.1.1 Kesempatan Kerja Kesempatan kerja identik dengan Sasaran Pembangunan Nasional, khususnya pembangunan ekonomi. Oleh karena kesempatan kerja merupakan

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data utama yang digunakan adalah data ketenagakerjaan dan pendapatan regional

BAB III METODE PENELITIAN. data utama yang digunakan adalah data ketenagakerjaan dan pendapatan regional BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam studi ini terdiri dari data sekunder. Sumber data utama yang digunakan adalah data ketenagakerjaan dan pendapatan regional

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 57/12/31 Th. XV, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 8.611 RUMAH TANGGA,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,94 PERSEN No. 26/05/14/Th.XVII, 4 Mei 2016 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2016 mencapai 2.978.238 orang,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 60/12/14/Th.XIV, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 68,57 RIBU RUMAH TANGGA, TURUN 45,33 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) No. 08/02/15/Th.IV, 1 Februari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) DESEMBER 2009 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI JAMBI SEBESAR 94,82 Pada bulan Desember 2009, NTP Provinsi Jambi untuk masing-masing

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 13/12/Th. VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 29.083 RUMAH TANGGA, TURUN 36,17 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga usaha

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017 NTP Oktober 2017 sebesar 96,75 atau naik 0,61 persen dibanding

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 34/05/64/Th.XIX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

Potret Usaha Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Menurut Subsektor (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) ISBN : 978-602-70458-4-2

Lebih terperinci

Statistik Upah Buruh Tani

Statistik Upah Buruh Tani Statistik Upah Buruh Tani Di Perdesaan 2010 BADAN PUSAT STATISTIK, Jakarta-Indonesia KATA PENGANTAR Publikasi Statistik Upah Buruh Tani di Perdesaan 2010 ini merupakan seri publikasi tahunan yang diterbitkan

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 13/02/64/Th.XX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR *) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2017 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2016 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 28/05/73/Th. X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2016 Struktur ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Selatan berfluktuasi dari tahun ke tahun.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK No. 69/12/72/ Th. XVI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 74,07 RIBU RUMAH TANGGA, NAIK 5,92 PERSEN DARI TAHUN

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go Ketenagakerjaan Penduduk Indonesia HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 ISBN: 978-979- 064-306-2 No. Publikasi: 04000.1101 Katalog BPS: 2102030 Ukuran Buku: B5 (17,6 cm x 25 cm) Jumlah

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/12/ Th. XVI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 276.729 RUMAH TANGGA, NAIK 11,22 DARI TAHUN 2009 Jumlah

Lebih terperinci

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR .36 POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Sumatera Barat Agustus 2017 No. 62/11/13/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Sumatera Barat Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 25/05/32/Th. XVI, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,66 PERSEN Tingkat partisipasi angkatan kerja

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 102/12/64/Th.XIX, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN NOVEMBER 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI Oleh : Direktur Pengelolaan Air Irigasi Lombok, 27 29 November 2013 1 REALISASI KEGIATAN PUSAT DIREKTORAT

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No.51/11/31/Th. XIV, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS Jumlah angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta pada mencapai 5,37 juta orang, bertambah 224,74 ribu

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat Keadaan Ketenagakerjaan No. 69/11/76/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Di Provinsi Sulawesi Barat : Tingkat Pengangguran Terbuka di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BPS KABUPATEN GROBOGAN BADAN PUSAT STATISTIK No. 78/12/ Th. I, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 209.271 RUMAH TANGGA, TURUN 18,38

Lebih terperinci

B1P01 PROPINSI 1 Measurement Level: Scale Column Width: 5 Alignment: Right Print Format: F2 Write Format: F2

B1P01 PROPINSI 1 Measurement Level: Scale Column Width: 5 Alignment: Right Print Format: F2 Write Format: F2 List of variables on the working file Name Position B1P01 PROPINSI 1 11 NAD 12 Sumatera Utara 13 Sumatera Barat 14 Riau 15 Jambi 16 Sumatera Selatan 17 Bengkulu 18 Lampung 19 Bangka Belitung 21 Kep Riau

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,72 PERSEN No. 28/05/14/Th.XVI, 5 Mei 2015 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2015 mencapai 2.974.014 orang,

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendahar

2 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendahar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2100, 2014 KEMENKEU. Perbendaharaan. Anggaran Negara. Sistem. Pelaksanaan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 278/PMK.05/2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013 No. 26/05/14/Th. XIV, 6 Mei 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau pada Februari 2013 sebesar 4,13 persen Jumlah angkatan kerja di Riau pada Februari 2013

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2015 No. 28/5/94/Th.VII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,72 PERSEN. Jumlah angkatan kerja di Papua pada Februari 2015 mencapai 1.709.668

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BPS BADAN KABUPATEN PUSAT STATISTIK LABUHANBATU No. 01/12/Th.VI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 7.340 RUMAH TANGGA, TURUN 43,39

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 BPS PROVINSI JAWA TIMUR KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 No. 34/05/35/Th.XII, 5 Mei 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,02 PERSEN Penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 29,38

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 31/05/32/Th. XVII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,40 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 29/05/61/Th. XX, 05 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,22 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Kalimantan

Lebih terperinci

d. Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi serta tercatat dalam buku daftar anggota.

d. Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi serta tercatat dalam buku daftar anggota. PENGERTIAN DAN BATASAN a. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PAPUA FEBRUARI 2016 No. 26/05/94/Th.VIII, 4 Mei 2016 FEBRUARI 2016 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,97 PERSEN. Jumlah angkatan kerja di Papua pada Februari 2016 mencapai

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Bengkulu, Juli 2014 Kepala BPS Provinsi Bengkulu. Dody Herlando

Seuntai Kata. Bengkulu, Juli 2014 Kepala BPS Provinsi Bengkulu. Dody Herlando Seuntai Kata ensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik S(BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS No. 69/11/76/Th.X, 7 November AGUSTUS : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 3,33 PERSEN Penduduk usia kerja di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BPS BADAN KABUPATEN PUSAT STATISTIK ASAHAN No. 2/12/128/Th.VI, 2 Desember 213 HASIL SENSUS PERTANIAN 213 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 213 SEBANYAK 3.825 RUMAH TANGGA, TURUN 38,81 PERSEN

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN MENURUT SUBSEKTOR

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN MENURUT SUBSEKTOR POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN MENURUT SUBSEKTOR (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI

Lebih terperinci

SITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI 2005

SITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI 2005 No. 37 / VIII / 1 Juli SITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI Jumlah angkatan kerja Februari mencapai 105,8 juta orang, bertambah 1,8 juta orang dibanding Agustus sebesar 104,0 juta orang. Jumlah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 12/02/64/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 49/06/64/Th.XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN MEI 2017 NTP Provinsi Kalimantan Timur Mei 2017 sebesar

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 35/05/12/Th XVIII, 05 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SUMATERA UTARA SEBESAR 6,39 PERSEN. angkatan

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK. Keadaan Ketenagakerjaan NTB Agustus Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 3,32 persen

BERITA RESMI STATISTIK. Keadaan Ketenagakerjaan NTB Agustus Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 3,32 persen Keadaan Ketenagakerjaan NTB Agustus 2017 No. 74/11/Th. XI, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Keadaan Ketenagakerjaan NTB Agustus 2017 Agustus 2017:

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No. 9// Th. XVI, Desember HASIL SENSUS PERTANIAN (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN SEBANYAK, RIBU RUMAH TANGGA, TURUN, PERSEN DARI TAHUN Jumlah rumah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPRI FEBRUARI 2010

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPRI FEBRUARI 2010 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.170/04/21/Th. V, 1 April 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPRI FEBRUARI 2010 Pada bulan Februari 2010 NTP di Provinsi Kepri tercatat 99,43

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK BPS KOTA TASIKMALAYA NOMOR: 01/02/ST13/32/78, 18 FEBRUARI 2014 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 18.405 RUMAH TANGGA, TURUN 48,43

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No.29/05/73/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2017 Februari 2017 jumlah angkatan kerja 3.991.818 orang, jika dibandingkan Februari 2016

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya Perkawinan Anak, Moralitas Seksual, dan Politik

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya

Lebih terperinci

2. Indeks Harga Dibayar Petani (Ib)

2. Indeks Harga Dibayar Petani (Ib) No. 36 / 07 / 94 / Th. X, 03 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2017 TURUN -0,51 PERSEN Pada Bulan Juni 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua mengalami

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Utara Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Utara Agustus 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI UTARA Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Utara Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 7,18 persen Angkatan kerja pada Agustus

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN NOVEMBER 2016 TURUN -0,90 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN NOVEMBER 2016 TURUN -0,90 PERSEN No. 64 / 12 / 94 / Th. IX, 01 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN NOVEMBER 2016 TURUN -0,90 PERSEN Pada Bulan November 2016, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua

Lebih terperinci