PEMETAAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN ADAPTASI BERBASIS EKOSISTEM HUTAN (STUDI KASUS : DAS CILIWUNG) TRI HASTUTI SWANDAYANI

dokumen-dokumen yang mirip
PEMETAAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN ADAPTASI BERBASIS EKOSISTEM HUTAN (STUDI KASUS : DAS CILIWUNG) TRI HASTUTI SWANDAYANI

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 8 No. 1 Maret 2011, Hal

Persentase. Ya Tidak Tidak tahu Tengah. Hilir. Ciliwung. iklim atau tidak.

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

KAJIAN TINGKAT KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI BERBASIS DAERAH ALIRAN SUNGAI (STUDI KASUS : SUB DAS GARANG HULU)

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN SPASIAL TINGKAT KERENTANAN AIR AKIBAT PERUBAHAN IKLIM DI DAS KAMBANIRU SUMBA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI AGUSTINA F

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

TINJAUAN PUSTAKA. hilir. Sandy (1996) dalam Kusumawardani (2009) mendefinisikan DAS sebagai

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KRITERIA DAN INDIKATOR KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM BERBASIS DAS (STUDI KASUS SUB DAS GARANG HULU)

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

(Oleh : Heru Ruhendi, S.Hut/ Fungsional PEH Pertama)

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Optimalisasi Kinerja DAS Solo Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus : Karanganyar)

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

commit to user BAB I PENDAHULUAN

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Buku 1 EXECUTIVE SUMMARY

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

Transkripsi:

PEMETAAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN ADAPTASI BERBASIS EKOSISTEM HUTAN (STUDI KASUS : DAS CILIWUNG) TRI HASTUTI SWANDAYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pemetaan Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim Berbasis Ekosistem Hutan (Studi Kasus : DAS Ciliwung) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2010 Tri Hastuti Swandayani NRP E151070191

ABSTRACT TRI HASTUTI SWANDAYANI. Mapping the Vulnerability of Societies to Climate Change and Adaptation Base on Forest Ecosystem (Case Study: Ciliwung Watershed). Under direction of HERRY PURNOMO and BUDI KUNCAHYO Climate change is hot issue now. It impacts global ecosystem change. Ciliwung Watershed is one of degradation watershed in Indonesia. Ciliwung Watershed is vulnerable to climate change, especially precipitation and temperature. It affects the social vulnerability at Ciliwung Watershed. There are three characteristic of vulnerability. They are exposure, sensitivity and adaptive capacity. The aim of this research was to evaluate vulnerability of societies to climate change at Ciliwung Watershed. To achieve this goal used Analytical Hierarchy Process (AHP) and Geography Information System (GIS). The research produced that vulnerability of societies at Ciliwung Watershed different spatially. The vulnerability of societies at Lower Ciliwung Watershed classified in class intermediate with index was 0.94. Upper and Middle Ciliwung Watershed classified in class low with index were 0.16 and 0.11. In addition, adaptation to climate change was gaining important because climate change could not be totally avoided. Forest ecosystem deliver ecosystem services that vital for people and contribute to reducing the vulnerability of societies to climate change. Therefore, forest ecosystem can be one of strategic adaptation to climate change. Adaptation base on forest ecosystem give multiple benefit and cheap cost. The strategic adaptation base on forest ecosystem can be managed with sustainable forest management. The implications of these result show that we have to conserve and rehabilitate our forest ecosystem. Key word: vulnerability, climate change, adaptation, forest ecosystem

RINGKASAN TRI HASTUTI SWANDAYANI. Pemetaan Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim dan Adaptasi Berbasis Ekosistem Hutan (Studi Kasus DAS Ciliwung). Dibimbing oleh HERRY PURNOMO dan BUDI KUNCAHYO Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yang sebagian besar disebabkan karena kegiatan manusia, telah menyebabkan terjadinya pemanasan global. Total kenaikan suhu dari tahun 1850-1899 ke 2001-2005 adalah 0.76 ± 0.19 0 C. Perubahan iklim memberikan dampak pada semua sektor kehidupan, antara lain: sektor sumber daya air, sektor kehutanan, sektor pertanian dan sektor kehidupan lainnya. Perubahan iklim juga berpengaruh pada karakteristik hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS). Berdasarkan hasil proyeksi model iklim oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (1998) bahwa DAS Ciliwung merupakan salah satu DAS yang rentan terhadap perubahan iklim. Kondisi ini akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat di sekitar DAS Ciliwung karena DAS Ciliwung tidak akan optimal menyediakan jasa dan fungsi ekosistem yang sangat diperlukan oleh masyarakat di sekitar DAS Ciliwung. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung. Sedangkan sub tujuan dari penelitian ini adalah: a) mengidentifikasikan kriteria dan indikator kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim; b) menganalisis tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim secara spasial; c) menganalisis adaptasi terhadap perubahan iklim berbasis ekosistem hutan. Penilaian kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung menggunakan tiga elemen kerentanan, yaitu: singkapan, kepekaan dan kemampuan adaptasi masyarakat. Kriteria dan indikator dari singkapan menggunakan hasil referensi KNLH (1998). Sedangkan kriteria dan indikator kepekaan dan kemampuan adaptasi diperoleh dari studi literatur dan wawancara dengan pakar, yang kemudian disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian dengan menggunakan metode observasi, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Dari hasil penelitian terlihat bahwa kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim dipengaruhi oleh seluruh aspek kehidupan (fisik, sumber daya manusia, ekonomi, sosial dan alam). Pemetaan kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Geography Information System (GIS). AHP digunakan untuk menentukan nilai prioritas atau bobot dari tiap-tiap indikator kerentanan. Dalam malaksanakan AHP, responden dipilih secara purposive dan menggunakan kuisioner. Hasilnya menunjukkan bahwa unsur kepekaan mempunyai bobot paling tinggi sebesar 41.1% atau 0.411. Diikuti oleh kemmapuan adaptasi dan singkapan sebesar 37.1% dan 21.8%. Hasil pemetaan terlihat bahwa tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung berbeda secara spasial tergantung dari besarnya singkapan dan kepekaan masyarakat serta kemampuan adaptasi masyarakat. Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung Hilir digolongkan dalam kelas sedang dengan indeks kerentanan sebesar 0.94. DAS

Ciliwung Hulu dan Tengah digolongkan dalam kelas agak rendah dengan indeks kerentanan masing-masing sebesar 0.16 dan 0.11. Tingkat kerentanan masyarakat di DAS Ciliwung tergantung besarnya singkapan, kepekaan dan kemampuan adaptasi masyarakat di DAS Ciliwung. Singkapan di DAS Ciliwung tergolong dalam kelas sedang dengan indeks sebesar 0.65. Kepekaan dan kemampuan adaptasi masyarakat di DAS Ciliwung berbeda secara spasial. Kepekaan masyarakat Di DAS Ciliwung Hilir digolongkan dalam kelas sedang dengan indeks kepekaan sebesar 1.25. Kepekaan masyarakat di DAS Ciliwung Hulu dan Tengah digolongkan ke dalam kelas agak rendah dengan indeks masing-masing 0.83 dan 0.63. Kemampuan adaptasi masyarakat di DAS Ciliwung Hilir dan Tengah dikelompokkan dalam kelas sedang dengan indeks kemampuan adaptasi masing-masing sebesar 0.96 dan 1.17. Sedangkan kemampuan adaptasi masyarakat di DAS Ciliwung Hulu digolongkan dalam kelas agak tinggi dengan indeks kemampuan adaptasi sebesar 1.32. Perubahan iklim tidak dapat dikurangi secara tuntas dan memberikan dampaknya secara perlahan dan pasti. Oleh karena itu, diperlukan suatu perencanaan adaptasi terhadap perubahan iklim. Alam, terutama ekosistem hutan menyediakan jasa dan fungsi ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama sebagai pengatur tata air dan suhu. Selain itu, ekosistem hutan dapat mengurangi tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim. Oleh karena itu, ekosistem hutan dapat digunakan sebagai salah satu adaptasi terhadap perubahan iklim. Strategi adaptasi berbasis ekosistem hutan memberikan manfaat ganda serta biaya murah. Namun demikian, ekosistem hutan di DAS Ciliwung dalam kondisi yang memprihatinkan karena banyak terjadi degradasi lahan dan konversi lahan hutan menjadi ke penggunaan lain. Strategi adaptasi berbasis ekosistem hutan dapat dilakukan dengan pengelolaan ekosistem hutan yang lestari. Implikasi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kita harus mengkonservasi dan merehabilitasi hutan kita. Kata Kunci: kerentanan, perubahan iklim, adaptasi, ekosistem hutan

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan dari suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

PEMETAAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN ADAPTASI BERBASIS EKOSISTEM HUTAN (STUDI KASUS : DAS CILIWUNG) TRI HASTUTI SWANDAYANI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tania June, M.S

Judul Tesis : Pemetaan Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim dan Adaptasi Berbasis Ekosistem Hutan (Studi Kasus : DAS Ciliwung) Nama : Tri Hastuti Swandayani NRP : E151070191 Menyetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp Ketua Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 19 Februari 2010 Tanggal Lulus :

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pemetaan Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim dan Adaptasi berbasis Ekosistem Hutan (Studi Kasus : DAS Ciliwung). Kesuksesan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini izinkan penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada: 1. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Com dan Dr. Ir. Budi Kuncahyo, M.S selaku dosen pembimbing serta Dr. Ir. Tania June, M.S selaku dosen penguji. 2. Orang tua serta seluruh keluargaku atas segala doa, kesabaran dan dukungannya selama ini. 3. Departemen Kehutanan sebagai sponsor dan Kepala Balai BPHPS Riau yang memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. 4. Teman-temanku semua (BPHPS Riau, Manggala, TNGHS, BP DAS Ciliwung-Citarum, Wisma Karona, Fakultas Kehutanan IPB terutama IPH angkatan 2007, Ciliwung peduli, Jakarta, Bogor, Depok) atas bantuan, spirit serta kritikannya. 5. BPS (Jakarta, Bogor dan Depok), BAPPEDA dan Pemda ( Bogor, Depok, Jakarta), Pak Badri dan masyarakat-masyarakat di DAS Ciliwung, serta seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data dan penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, Insya Allah. Bogor, Februari 2010 Penulis

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 27 Agustus 1977 dari pasangan Gito Mulyono dan Puji Ati. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2007, Penulis diterima di Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan pada Program Pasca sarjana IPB. Penulis bekerja sebagai Pegawai Pelayanan dan Evaluasi (PE) di Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS) Riau sejak 31 Desember tahun 2003. Sebelumnya Penulis bekerja sebagai programmer di PT Praweda, Jakarta.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan... 4 1.4 Manfaat... 4 1.5 Ruang Lingkup... 4 1.6 Kerangka Pemikiran... 5 2 TINJAUAN PUSTAKA... 7 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)... 7 2.2 Indek Penggunaan Air... 8 2.3 Perubahan Iklim dan Siklus Hidrologi... 9 2.4 Kerentanan(vulnerability)... 10 2.5 Ekosistem Hutan dan Kesejahteraan Manusia... 12 2.6 Adaptasi Berbasis Ekosistem Hutan... 13 2.7 Analytical Hierarchy Process (AHP)... 14 2.8 Sistem Informasi Geografi (SIG)... 15 3 METODE PENELITIAN... 16 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 16 3.2 Alat dan Bahan... 18 3.3 Metode Penelitian... 18 3.3.1 Pengumpulan Data... 18 3.3.2 Pengolahan dan Analisis Data... 18 4 KONDISI UMUM LOKASI... 27 4.1 Letak dan Luas... 27 4.2 Kondisi Fisik... 28 4.3 Kondisi Penggunaan Lahan... 29 4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat... 29 5 HASIL PENELITIAN... 32 5.1 Kriteria dan Indikator Kerentanan... 32 5.2 Analisis AHP... 36 5.3 Pemetaan Kerentanan Masyarakat... 37 5.3.1 Pemetaan Singkapan... 37 5.3.2 Pemetaan Kepekaan Masyarakat... 39 5.3.3 Pemetaan Kemampuan Adaptasi... 40 5.3.4 Pemetaan Kerentanan Masyarakat... 41

VII 6 PEMBAHASAN... 44 6.1 Analisis Kriteria dan Indikator Kerentanan Masyarakat... 44 6.2 Analisis AHP... 49 6.3 Analisis Pemetaan Kerentanan Masyarakat... 51 6.4 Analisis Adaptasi Berbasis Ekosistem Hutan... 56 7 KESIMPULAN DAN SARAN... 66 7.1 Kesimpulan... 66 7.2 Saran... 67 8 DAFTAR PUSTAKA... 69 LAMPIRAN... 74

DAFTAR TABEL Halaman 1 Perubahan IPA pada DAS di Jawa dengan skenario iklim... 9 2 Peralatan dan bahan yang dibutuhkan... 18 3 Indikator dan kriteria kepekaan dan kemampuan adaptasi masyarakat.. 19 4 Skala Penilaian... 21 5 Contoh matrik perbandingan... 21 6 Contoh form pengisian pakar... 21 7 Klasifikasi indek kerentanan... 23 8 Tahapan kegiatan penelitian... 25 9 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk di DAS Ciliwung... 30 10 Perkembangan penduduk Jakarta-Bogor-Depok 1961 2000 (x 1000). 31 11 Kriteria dan indikator kerentanan masyarakat... 35 12 Fluktuasi debit di DAS Ciliwung... 45 13 Nisabah banjir di DAS Ciliwung Hulu... 53 14 Pola perubahan tata guna lahan di DAS Ciliwung... 58 15 Penyimpangan RTRW di DAS Ciliwung Hulu dan Tengah... 58 16 Penyebaran lahan kritis di DAS Ciliwung... 59 17 Simulasi perubahan penggunaan lahan... 61 18 Identifikasi masalah pengelolaan ekosistem di DAS Ciliwung... 64

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pikir penelitian... 6 2 Konsep penilaian kerentanan (sumber : Kasperson et al. 2005)... 11 3 Lokasi penelitian (DAS Ciliwung)... 17 4 Tahapan penyusunan peta kerentanan masyarakat... 24 5 Diagram alir tahap penelitian... 26 6 Batas wilayah DAS Ciliwung... 27 7 Persepsi masyarakat tentang adanya gejala perubahan iklim... 33 8 Persepsi masyarakat tentang ketersediaan air... 34 9 Hirarki hasil analisis AHP... 36 10 Peta singkapan sebelum terjadi perubahan iklim... 38 11 Peta singkapan setelah terjadi perubahan iklim... 39 12 Peta kepekaan masyarakat di DAS Ciliwung... 40 13 Peta kemampuan adaptasi masyarakat di DAS Ciliwung... 41 14 Peta kerentanan masyarakat di DAS Ciliwung... 42 15 Grafik indeks kerentanan... 43 16 Rata-rata jeluk debit bulanan di DAS Ciliwung Tahun 1977-1987 (sumber: Pawitan (1989))... 52 17 Fluktuasi tinggi muka air di Stasiun Ratujaya (Sumber: Fakhruddin (2003))... 54 18 Rata-rata curah hujan Daerah Jabotabek 17 Jan 9 Feb 2002 (sumber: Nugroho (2002))... 54 19 Persepsi masyarakat adanya pengaruh hutan pada kuantitas air di DAS Ciliwung... 60

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Daftar istilah... 75 2 Peta topografi di DAS Ciliwung... 77 3 Peta jenis tanah di DAS Ciliwung... 78 4 Peta curah hujan di DAS Ciliwung... 79 5 Peta penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 1996... 80 6 Peta penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 2007... 81 7 Peta lahan kritis di DAS Ciliwung... 82 8 Peta kepadatan penduduk di DAS Ciliwung... 83 9 Kriteria dan indikator kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung... 84 10 Daftar pertanyaan AHP... 86 11 Daftar responden AHP... 90 12 AHP hasil olahan expert choice... 91 13 Nilai dan bobot kerentanan... 93

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi iklim di bumi tidak pernah statis, tapi berbeda-beda dan berfluktuasi dalam jangka waktu yang lama. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yang sebagian besar disebabkan karena kegiatan manusia, telah menyebabkan terjadinya pemanasan global (IPCC 2007). Total kenaikan suhu dari tahun 1850-1899 ke 2001-2005 adalah 0.76 ± 0.19 0 C (IPCC 2007). Jika konsentrasi GRK terus meningkat, pemanasan global akan berdampak luas pada ekosistem dan manusia. Dampak perubahan iklim berbeda secara temporal dan spasial (IPCC 2001). Untuk menilai dampak perubahan iklim diperlukan perkiraan bagaimana iklim itu berubah pada tingkat lokal dan regional, serta bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi ekosistem dan kehidupan manusia. Salah satunya menggunakan model sirkulasi umum atau Global Circulation Models (GCMs). Berdasarkan hasil GCMs, terlihat bahwa perubahan iklim memberikan dampak pada semua sektor kehidupan, antara lain: sektor sumber daya air (Rozari et al. 1991; Susetyo et al. 1994; Kaimuddin 2000), sektor kehutanan (Lourdes & Irma 1997; Lee et al. 2009; Lasco et al. 2009), sektor pertanian (O Brien et al. 2004) dan sektor kehidupan lainnya. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu DAS kritis di Indonesia. Degradasi DAS Ciliwung terlihat dari kuantitas dan kualitas air di DAS Ciliwung yang semakin buruk. Kuantitas air di DAS Ciliwung terlihat pada fluktuasi debit yang tinggi antara musim hujan dan kemarau, serta erosi dan sedimentasi di sepanjang sungai yang makin tinggi (BPDAS Ciliwung-Citarum 2007). Kondisi ini menyebabkan terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Kualitas air di DAS Ciliwung semakin menurun dari tahun ke tahun. Selain itu, semakin ke hilir semakin rendah kualitas airnya. Kondisi air di DAS Ciliwung yang mengalir ke hilir atau DKI Jakarta sudah sangat tercemar dan tidak dapat dimanfaatkan untuk keperluan air minum dan perikanan (BPDAS Ciliwung-Citarum 2007). Degradasi DAS Ciliwung, terutama terkait dengan kuantitas air, disebabkan oleh rusaknya daerah tangkapan air yang cenderung diperparah oleh gejala

2 perubahan iklim (KNLH 2007). Rusaknya daerah tangkapan air disebabkan karena kegiatan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan, terutama di DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah konservasi, sangat berpengaruh pada kuantitas air di DAS Ciliwung (Singgih 2000; Fakhruddin 2003; Pawitan 2006; Lisnawati 2006). Waggoner et al. (1990) menyatakan bahwa perubahan iklim berpengaruh pada karakteristik hidrologi, terutama kuantitas air dalam suatu DAS. Data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menunjukkan bahwa curah hujan ratarata bulanan di daerah sekitar DAS Ciliwung mengalami peningkatan dari 310 mm/bulan pada tahun 1990 menjadi 360 mm/bulan pada tahun 2000. Peningkatan curah hujan ini berpengaruh pada peningkatan debit di DAS Ciliwung (Pawitan et al. 2000; Singgih 2000; Pawitan 2002; Fakhruddin 2003; BPDAS Ciliwung- Citarum 2007). Pawitan (1999) menyatakan bahwa di Pulau Jawa terjadi gejala penurunan curah hujan yang terlihat dari rataan curah hujan tahunan periode 1931-1960 dan 1968-1998 di banyak stasiun yang meliputi sepanjang Jawa bagian selatan yang mencapai selisih 1000 mm antara dua periode pangamatan tersebut. Tobing (2007) mengamati perubahan curah hujan selama 15 tahun dan dibagi menjadi 3 periode atau 5 tahunan. Hasilnya menunjukkan bahwa Di DAS Ciliwung terjadi gejala penurunan curah hujan dan sangat berpengaruh pada indeks kekeringan walaupun masih tergolong agak basah. KNLH (1998) mencoba memproyeksikan perubahan iklim pada DAS Ciliwung dengan menggunakan model GCMs jenis CCCM (Canadian Climate Centre Model). Hasil keluaran CCCM menunjukkan bahwa di DAS Ciliwung terjadi kenaikan suhu dan penurunan curah hujan. Selain itu, hasilnya juga menunjukkan bahwa DAS Ciliwung sangat peka dengan adanya perubahan iklim, sehingga memicu terjadinya degradasi DAS Ciliwung yang semakin tinggi. Degradasi DAS Ciliwung menyebabkan ekosistem tidak dapat optimal menyediakan fungsi dan jasa yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kondisi ini menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan tingkat kerentanan masyarakat (Alcamo et al. 2003). Kerentanan masyarakat merupakan kondisi masyarakat yang tidak dapat menyesuaikan

3 dengan perubahan ekosistem yang disebabkan oleh suatu ancaman tertentu (Olmos 2001; Fussel 2007). Kerentanan merupakan fungsi dari tiga komponen, yaitu exposure (singkapan), sensitivity (kepekaan), dan adaptive capacity (kemampuan adaptasi) (IPCC 2001; Forner 2006). Banyak penelitian di DAS Ciliwung yang hanya fokus pada sistem alam atau degradasi DAS Ciliwung. Masih jarang penelitian yang melibatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat di DAS Ciliwung. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk menilai tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung. 1.2 Perumusan Masalah Kegiatan manusia telah menyebabkan terjadinya peningkatan emisi GRK yang menimbulkan terjadinya fenomena pemanasan global dan mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim terjadi secara perlahan-lahan namun pasti. Selain itu, perubahan iklim memberikan dampak pada semua sektor kehidupan. Perubahan iklim, terutama unsur suhu dan curah hujan sangat berpengaruh pada kondisi hidrologis. Nilai curah hujan sangat berpengaruh pada respon hidrologi atau debit di DAS Ciliwung (Pawitan et al. 2000; Singgih 2000; Pawitan 2002; Fakhruddin 2003; BPDAS Ciliwung-Citarum 2007). Intensitas hujan yang sangat tinggi di musim hujan dan tidak adanya hujan pada musim kemarau menyebabkan fluktuasi debit di DAS Ciliwung sangat tinggi. Kondisi ini akan berpengaruh pada ketersediaan air di DAS Ciliwung (KNLH 1998) dan meningkatkan degradasi DAS Ciliwung. Degradasi DAS Ciliwung yang semakin kritis menyebabkan DAS Ciliwung tidak optimal menyediakan fungsi dan jasanya bagi masyarakat. Masyarakat yang peka akan makin rentan, sedangkan masyarakat yang bisa beradaptasi akan bertahan. Degradasi DAS Ciliwung juga dipengaruhi oleh kondisi alam atau penggunaan lahan. Penggunaan lahan di DAS Ciliwung, terutama pada DAS Ciliwung Hulu yang merupakan daerah konservasi atau perlindungan, telah banyak menyimpang dari rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ditandai makin berkurangnya lahan resapan, terutama ekosistem hutan. Apabila ekosistem

4 hutan di DAS Ciliwung dijaga dengan baik, maka akan mengurangi masalah ketersediaan air di DAS Ciliwung karena ekosistem hutan mampu menjaga tata air di DAS Ciliwung. Berdasarkan informasi di atas, maka dalam penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1 Kriteria dan indikator apakah yang berpengaruh pada tingkat kerentanan masyarakat di DAS Ciliwung? 2 Bagaimana tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung secara spasial? 3 Bagaimana peranan ekosistem hutan dalam meningkatkan kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung? 1.3 Tujuan Tujuan utama dalam penelitian ini adalah menilai kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung dengan menerapkan fungsi dari singkapan, kepekaan,dan kemampuan adaptasi. Sedangkan sub tujuannya adalah : a Mengidentifikasikan kriteria dan indikator kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung. b Menganalisis tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung secara spasial. c Menganalisis adaptasi terhadap perubahan iklim berbasis ekosistem hutan. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung dan menjadi masukan dalam perencanaan adaptasi terhadap perubahan iklim. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif-investigatif. Perubahan iklim tidak dibahas secara detil dan merupakan penelitian payung dari penelitian sebelumnya. Indikator yang dipilih adalah faktor yang paling dominan dan diasumsikan seragam di seluruh DAS Ciliwung sesuai dengan dampak perubahan iklim seragam di seluruh DAS Ciliwung.

5 1.6 Kerangka Pemikiran Pertambahan penduduk dan kegiatan ekonomi pembangunan di DAS Ciliwung yang sangat pesat menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil yang sangat tinggi. Kedua kegiatan tersebut merupakan sumber emisi GRK terbesar di DAS Ciliwung. Peningkatan emisi GRK yang terus menerus menyebabkan terjadinya pemanasan global yang berimplikasi terjadinya perubahan iklim di DAS Ciliwung. Perubahan iklim, terutama suhu dan curah hujan, akan meng-exposure atau menyingkap terjadinya perubahan fluktuasi debit di DAS Ciliwung. Berdasarkan hasil proyeksi perubahan iklim dan dampaknya pada DAS Ciliwung, menunjukkan bahwa DAS Ciliwung sangat peka dengan perubahan iklim (KNLH 1998). Fluktuasi debit di DAS Ciliwung berbanding lurus dengan nilai curah hujan (Pawitan et al. 2000; Pawitan 2002; BPDAS Ciliwung-Citarum 2007). Semakin tinggi curah hujan maka debit juga makin tinggi, dan apabila curah hujannya makin rendah maka debit juga makin rendah. Perubahan fluktuasi debit di DAS Ciliwung yang makin tinggi menyebabkan terjadinya banjir pada musim hujan dan juga kemarau pada musim kemarau. Perubahan fluktuasi debit di DAS Ciliwung yang semakin tinggi sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat di DAS Ciliwung. Masyarakat yang peka akan merespon kondisi ini dan menyebabkan terjadinya peningkatan kerentanan masyarakat di DAS Ciliwung. Namun demikian, masyarakat yang mempunyai kemampuan adaptasi akan bertahan dengan perubahan atau kondisi hidrologis di DAS Ciliwung ini. Kepekaan dan kemampuan adaptasi masyarakat dapat dinilai dari lima aspek kehidupan, yaitu: fisik/teknologi, sosial/kelembagaan, ekonomi, sumber daya manusia (SDM) dan juga alam. Besarnya tingkat kerentanan masyarakat dipengaruhi oleh besarnya singkapan, kepekaan masyarakat serta kemampuan adaptasi masyarakat tersebut. Semakin tinggi singkapan dan kepekaan masyarakat, maka tingkat kerentanan masyarakat akan semakin tinggi. Sedangkan semakin tinggi kemampuan adaptasi maka makin rendah tingkat kerentanan masyarakat. Dengan kata lain, tingkat kerentanan merupakan fungsi positif dari singkapan dan kepekaan masyarakat, dan fungsi negatif dari kemampuan adaptasi masyarakat.

6 Perubahan iklim akan terjadi secara perlahan dan terus menerus. Oleh karena itu, adaptasi terhadap perubahan iklim sangat penting. Salah satunya adalah menggunakan alam, terutama ekosistem hutan sebagai salah satu strategi adaptasi terhadap perubahan iklim. Ekosistem hutan disini adalah suatu lahan yang yang didominasi oleh tumbuh-tumbuhan atau pepohonan, yang tidak dibatasi akan luasnya lahan tersebut. Ekosistem hutan ini dapat berupa hutan kota, hutan alam maupun hutan produksi. Ekosistem hutan memberikan jasa yang sangat penting, terutama pengatur tata air sehingga fluktuasi debit dapat dikurangi. Secara lengkap kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) DAS merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografi yang secara alami sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu dalam DAS tersebut (Asdak 2007). Dalam pendefinisian DAS, pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat penting, terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya didistribusikan menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi, kemudian mengalir ke sungai sebagai debit aliran. Tipologi ekosistem DAS, umumnya diklasifikasikan menjadi hulu, tengah dan hilir. DAS hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, sedangkan DAS hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di hulu akan menimbulkan dampak negatif di hilir. Dampak tersebut antara lain erosi, longsor dan banjir, maupun kekeringan. Dampak yang ditimbulkan merupakan bentuk respon negatif dari komponenkomponen DAS terhadap kondisi hujan. Kuat atau lemahnya respon sangat dipengaruhi oleh karakteristik DAS baik secara fisik, maupun sosial ekonomi masyarakat. Karakteristik fisik merupakan variabel dasar yang menentukan proses hidrologi DAS, sedangkan karakteristik sosial ekonomi masyarakat merupakan variabel yang mempengaruhi percepatan perubahan kondisi hidrologi DAS. Kelebihan menggunakan pendekatan DAS, antara lain: a) pendekatan DAS lebih holistik dan dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara faktor biofisik dan sosial ekonomi lebih cepat dan lebih mudah; b) DAS mempunyai batas alam yang jelas di lapangan. Batas DAS adalah bentang alam (bioregion/kawasan geografis kehidupan) yang interdependensi sebagai suatu sistem yang utuh dan ditandai dengan kemampuan DAS dalam mewujudkan fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan; c) DAS mempunyai keterkaitan biogeofisik yang sangat kuat antara hulu dan hilir sehingga mampu menggambarkan perilaku air akibat perubahan karakteristik landskap. Selain itu, adanya suatu outlet dimana air akan terakumulasi, sehingga aliran air dapat ditelusuri.

8 2.2 Indek Penggunaan Air Indek penggunaan air (IPA) merupakan rasio antara kebutuhan dan ketersediaan air. DAS diklasifikasikan ke dalam kondisi kritis apabila IPA lebih dari 0.8 (KNLH 1998; Paimin et al. 2006). Namun demikian, Sobirin (2008) mengklasifikasikan DAS dalam kondisi kritis, apabila IPA lebih dari 0.5. Ketersediaan air adalah air yang dapat dimanfaatkan untuk hidup dan kehidupan manusia dalam suatu wilayah dan waktu tertentu. Ketersediaan air dapat berupa air hujan, air permukaan (air sungai) dan air tanah (Dir. Pengairan dan Irigasi 2006). Ketersediaan air dapat dihitung dengan menggunakan model keseimbangan air atau neraca air, yang dirumuskan sebagai berikut: P = Ea + Q + ΔS...(1.1) Ket : P = presipitasi/curah hujan Ea = Evapotranspirasi/penguapan Q = Debit/aliran ΔS = Cadangan permukaan dan bawah permukaan Secara makro ketersediaan air di Indonesia sangat berlimpah, tetapi keberlimpahan tersebut tidak terdistribusi merata secara ruang dan waktu. Pulau Jawa mempunyai ketersediaan air yang paling kecil yaitu hanya 1600 m 3 /kapita/tahun. Sebaliknya Papua mempunyai ketersediaan air paling banyak yaitu 25300 m 3 /kapita/tahun. Para pakar dunia mengklasifikasikan Indek Ketersediaan Air (IKA) adalah sebagai berikut: a) kurang dari 1000 m 3 /kapita/tahun, kelas sangat kurang; b) 1000 5000 m 3 /kapita/tahun, kelas kurang; c) 5000 10000 m 3 /kapita/tahun, kelas menengah; d) lebih dari 10000, kelas tinggi. Kebutuhan air merupakan kebutuhan dasar air untuk kehidupan keberlanjutan, antara lain untuk air domestik (minum, pangan, perkotaan), industri, irigasi, kesehatan, transportasi, perikanan, pembangkit tenaga listrik dan lain-lain. Total kebutuhan dasar pesimistis 2000 m 3 /kapita/tahun, optimistis 5000 m 3 /kapita/tahun. Kebutuhan air tiap tahun akan meningkat sesuai dengan pertambahan penduduk. Hasil kajian tentang krisis air dunia pada World Water Forum tahun 2003, mengingatkan banyak negara akan mengalami krisis air pada tahun 2025 termasuk Indonesia.

9 2.3 Perubahan Iklim dan Siklus Hidrologi IPCC (2001) menyatakan bahwa perubahan iklim merujuk pada variasi ratarata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitasnya yang nyata secara statistik dalam jangka waktu yang panjang, minimal 30 tahun. Lebih lanjut dikatakan bahwa selama 100 tahun terakhir (1906-2005) suhu permukaan bumi rata-rata telah naik sekitar 0.74 0 C, dengan pemanasan yang lebih besar pada daratan dibandingkan lautan. Proses perubahan iklim juga terjadi di Indonesia, yang ditandai dengan adanya peningkatan suhu (Rozari et al. 1992) serta pergeseran musim atau musim semakin kering atau musim kemarau lebih panjang (Kaimuddin 2000; Tobing 2007). Lamb (1978) dalam Rozari et al. (1992), membahas perubahan iklim harus memperhatikan dua hal, yaitu: a) pergeseran musim, musim dingin terjadi pada periode panas dan begitu sebaliknya; b) perubahan tidak terjadi seketika dan serentak disemua tempat atau wilayah. Perubahan iklim berpengaruh pada siklus hidrologi (Rozari et al. 1991; Susetyo et al. 1994; KNLH 1998; Kaimuddin 2000). Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan evapotranspirasi yang akan berpengaruh pada run off (aliran permukaan/limpasan) sehingga keseimbangan hidrologi akan terganggu (Waggoner et al. 1990). Dampak perubahan iklim dapat diuji dengan menggunakan model proyeksi iklim GCMs (Global Circulation Models). KNLH (1998) mencoba memproyeksikan dampak perubahan iklim terhadap IPA di beberapa DAS di Jawa. Hasilnya terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perubahan IPA pada DAS di Jawa dengan skenario iklim No. DAS IPA 1 x CO 2 (Sebelum Emisi) 2 X C0 2 (Sesudah Emisi) 1 Ciliman-Ciujung 0.30 0.32 2 Cisadane-Ciliwung 0.47 0.53 3 Citarum 0.97 0.99 4 Citanduy 0.33 0.32 5 Serayu 0.39 0.38 6 Progo-Opak 0.68 0.68 7 Bengawan Solo 0.89 0.94 8 Jratun- Seluna 0.80 0.83 9 Brantas 1.12 0.92 10 Pakelan-Sampeyan 0.66 0.70 sumber : KNLH (1998)

10 Dari Tabel 1 terlihat bahwa perubahan iklim menyebabkan siklus hidrologi di beberapa DAS terganggu atau DAS cenderung lebih rentan. Selain itu, terlihat bahwa dampak perubahan iklim berbeda secara spasial. Pada beberapa daerah mengalami penurunan curah hujan sehingga ketersediaan air makin turun (ex. DAS Citarum). Sedangkan di tempat lain mengalami kenaikan curah hujan sehingga ketersediaan air makin bertambah (ex. DAS Brantas). Namun demikian, ada juga DAS yang tidak berubah siklus hidrologinya atau tidak rentan terhadap perubahan iklim (ex. DAS Progo Opak). 2.4 Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan merupakan suatu terminologi yang komplek dan tidak pasti sehingga masih banyak terdapat pengertian tentang kerentanan tergantung pada lingkup penelitian (Olmos 2001; Fussel 2007). Secara garis besar kerentanan merupakan kondisi dimana sistem tidak dapat menyesuaikan dengan dampak dari suatu perubahan (Olmos 2001; Fussel 2007). Kerentanan berbeda secara temporal dan spasial (Olmos 2001; IPCC 2001). Konsep penilaian kerentanan ini dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2 terlihat bahwa suatu sistem baik alam maupun sosial akan disingkap sehingga terjadi perubahan ekosistem dan sosial. Dalam menghadapi perubahan tersebut, respon dari suatu sistem berbda tergantung pada kepekaan dan kemampuan adaptasi. Kepekaan sistem merupakan kondisi dimana sistem akan merespon dampak dari perubahan tersebut. Sedangkan kemampuan adaptasi merupakan kondisi dimana suatu sistem akan mampu untuk menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Apabila kemampuan adaptasi sistem rendah, sedangkan kepekaanya tinggi maka akan terjadi kerentanan. Dengan kata lain, kerentanan merupakan sisa dari dampak perubahan.

11 Global Regional Lokal Ukuran sistem Politik ekonomi makro Struktur sosial dinamik Gglobalisasi Pemberdayaan sosial ekonomi Besarnya kemampuan menyesuaikan Politik ekonomi Variabel dari manusia Kondisi Sosial ekonomi Penyesuaian Singkapan Kepekaan Respon Resiko Gangguan sosial dan lingkungan Pengukuran awal Adaptasi Variabel alam Kondisi lingkungan/ekologi Penyesuaian Kondisi biosfer Perubahan lingkungan global Pemberdayaan ekologi Besarnya ketahanan Kondisi referensi Tekanan, Ancaman dan Gangguan Sistem manusia-lingkungan beserta atribut dari kerentanan Akibat Gambar 2 Konsep penilaian kerentanan (sumber: Kasperson et al. 2005) IPCC (2001) menyatakan bahwa kerentanan dikarakterisasikan atas tiga komponen, yaitu singkapan, kepekaan dan kemampuan adaptasi. Dirumuskan sebagai berikut : V = ƒ(e, S, AC)... (1.2) Dimana: or V = ƒ(pi, AC).... (1.3) (Metzger et al. 2006 dalam Forner 2006) V = vulnerability/kerentanan E = exposure/singkapan S = sensitivity/kepekaan sistem AC = adaptive capacity/kemampuan adaptasi PI = Potential Impact/dampak potensial Singkapan (E) merupakan derajat/besarnya suatu sistem tersebut disingkap atau dibuka atas terjadinya perubahan iklim atau ekosistem (IPCC 2001; O Brien et al. 2004). O Brien et al. (2004) menilai singkapan dari perubahan iklim dan globalisasi. Perubahan iklim dilakukan dengan skenario proyeksi iklim dengan

12 model GCMs. Yusuf dan Fransisco (2009) menilai singkapan dari intensitas terjadinya bencana iklim yang telah terjadi. Kepekaan (S) merupakan tingkat dimana sebuah sistem akan dipengaruhi oleh perubahan iklim atau ekosistem. Nilai 1 menunjukkan sistem peka dan nilai 0 apabila tidak peka. Kemampuan adaptasi (AC) merupakan kemampuan sistem untuk merespon dampak dari perubahan iklim. Kepekaan dan kemampuan adaptasi dikarakterisasikan atas lima aspek kehidupan, yaitu alam, fisik/teknologi, SDM, sosial dan ekonomi (Thow & Mark 2008; Yusuf & Fransisco 2009). 2.5 Ekosistem Hutan dan Kesejahteraan Manusia Ekosistem merupakan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Dwidjoseputro 1991; Marten 2001; Alcamo et al. 2003; Indriyanto 2005). Hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannnya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41 Tahun 1999). Ekosistem hutan menyediakan jasa yang sangat penting bagi kehidupan manusia antara lain jasa penyediaan, jasa pengaturan, jasa pendukung, jasa kultural, serta jasa non material lainnya (Alcamo et al. 2003). Permintaan terhadap jasa ekosistem semakin meningkat dengan bertambahnya populasi manusia. Dalam mengelola hutan tidak jarang manusia menyebabkan kerusakan ekosistem hutan melalui berbagai kegiatan yang mengubah struktur, komposisi, serta keutuhan dan integritas hutan. Akibatnya, manfaat hutan menjadi berkurang sehingga kesejahteraan masyarakat akan menurun. Kesejahteraan manusia merupakan konsep multi dimensi atau multi pilihan (Alcamo et al. 2003). Pilihan tersebut antara lain materi dasar untuk hidup lebih baik, kebebasan, kesehatan, hubungan sosial, dan kenyamanan. Kesejahteraan manusia dipengaruhi tidak hanya oleh kesenjangan antara ketersediaan dan permintaan jasa ekosistem, tapi juga oleh bertambahnya kerentanan individu, masyarakat dan negara. Ekosistem yang produktif beserta segala jasanya dapat menyediakan sumberdaya untuk manusia dan pilihan-pilihan yang ada, serta dapat dimanfaatkan untuk melawan bencana alam atau pergolakan sosial yang mungkin terjadi (Alcamo et al. 2003).

13 2.6 Adaptasi Berbasis Ekosistem Hutan Dampak perubahan iklim terhadap kondisi hidrologis dalam suatu DAS berpengaruh penting dalam sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor kehutanan. Berkurangnya ketersediaan air akan berpengaruh pada ekosistem hutan dan kegiatan yang berdasarkan hutan. Begitu juga sebaliknya, deforestasi dan degradasi hutan berpengaruh pada tata air. Oleh karena itu, dalam menghadapi perubahan iklim diperlukan usaha mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Mitigasi merupakan campur tangan manusia untuk mengurangi sumber (sources) atau mendukung pengurangan (sinks) gas-gas rumah kaca. Sedangkan adaptasi mempunyai arti tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial sebagai respon terhadap dampak perubahan iklim dan variabilitasnya (IPCC 2001). Kegiatan adaptasi diharapkan dapat mengurangi kerentanan dan juga dampak perubahan iklim terhadap sistem ekologis dan manusia. Usaha yang paling efektif dan efisien untuk adaptasi adalah meningkatkan ketangguhan sistem alami melalui konservasi dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan. Memelihara dan melindungi kesehatan alam, terutama hutan akan membantu mengurangi dampak negatif terhadap manusia dan mendukung upayaupaya pembangunan berkelanjutan. Strategi adaptasi berbasis ekosistem hutan memberikan manfaat ganda bagi manusia dan alam, termasuk diantaranya melindungi dari bencana alam yang ekstrim, mengurangi korban jiwa dan menurunkan kerugian ekonomi akibat perubahan iklim. Strategi adaptasi berbasis ekosistem hutan harus dibangun dari kearifan lokal yang sudah ada mengenai pengelolaan hutan dan memberdayakan anggota komunitas lokal untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan kondisi lokal. Adaptasi ekosistem hutan terhadap perubahan iklim dapat dilakukan berdasarkan dua kategori (Locatelli et al. 2008), yaitu: a) membantu ekosistem hutan bertahan terhadap gangguan iklim seperti memperbaiki manajemen kebakaran untuk mengurangi resiko kebakaran yang tidak terkendali, atau mengontrol spesies invasif; b) membantu hutan untuk berevolusi dengan baik pada kondisi atau tatanan baru sesuai dengan iklim yang terjadi.

14 2.7 Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty, pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan pertimbangan dalam memilih alternatif yang paling disukai. Dengan teknik AHP suatu persoalan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut (Saaty 1993). Ada tiga prinsip dasar AHP yaitu penyusunan hirarki masalah, penetapan prioritas serta konsistensi logis. Saaty (1993) menyatakan bahwa pembobotan dalam pembuatan keputusan multi kriteria dapat efektif dengan struktur hirarki dan pairwise comparison. Struktur hirarki memberikan beberapa keuntungan, antara lain: a) mewakili suatu sistem yang dapat menerangkan bagaimana prioritas pada level yang lebih tinggi dapat mempengaruhi prioritas pada level di bawahnya; b) memberikan informasi rinci mengenai struktur dan fungsi dari sistem pada level yang lebih rendah dan memberikan gambaran pada level yang lebih tinggi; c) sistem akan menjadi lebih efisien jika disusun dalam bentuk hirarki dibandingkan dalam bentuk lain; d) bersifat stabil dan fleksibel dalam arti penambahan elemen pada struktur yang telah tersusun baik tidak akan mengganggu penampilannya. Pairwise comparison merupakan metode perbandingan berpasangan yang melibatkan perbandingan satu-satu dari setiap indikator (Mendoza et al. 1999). Metode ini memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari multi kriteria secara intuisif. Metode ini merupakan metode yang lebih baik dibandingkan metode rating dan rangking, karena: a) metode ini mengukur ordinal dan kardinal pada kepentingan indikator yang berbeda; b) respon dari pakar lebih spesifik karena disadari pentingnya indikator dalam hubungannya dengan semua indikator; c) dapat dianalis untuk kekonsistensinya sehingga membuat analisis lebih nyata dan akurat. Secara umum tahapan AHP adalah sebagai berikut: a) perumusan masalah; b) penyusunan hirarki masalah; c) pembangunan matrik perbandingan; d) penghitungan bobot prioritas; e) penghitungan tingkat konsistensi. Identifikasi masalah setidaknya harus dapat merumuskan: 1) tujuan/sasaran yang ingin dicapai dalam pengambilan keputusan; 2) kriteria/sub kriteria yang dapat

15 digunakan untuk menjelaskan dan mencapai tujuan; 3) allternatif-alternatif solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. 2.8 Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) mulai dikenal pada awal tahun 1980-an. SIG merupakan suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk mengumpulkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Puntodewo et al. 2003). SIG sangat berguna untuk berbagai kalangan dalam menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan terjadi. Wibowo (2004) menyatakan bahwa SIG mempunyai tiga kemampuan utama yaitu: 1) pemetaan; 2) manajemen basis data; 3) analisa spasial. Kemampuan pemetaan merupakan kemampuan SIG untuk membuat, merubah dan menyajikan peta. Dengan kemampuan ini pengguna dapat menyajikan informasi dalam bentuk peta. Kemampuan basis data adalah kemampuan untuk mengelola data tabular yaitu data yang mendeskripsikan obyek-obyek dalam peta. SIG mempunyai kelebihan untuk mengintegrasikan peta dan data tabular (atribut). Kemampuan analisis spasial merupakan kelebihan SIG dibanding sistem informasi lain. Kemampuan ini memungkinkan pengguna untuk melakukan berbagai analisis secara spasial. Kemampuan SIG dalam melakukan analisis spasial diklasifikasikan menjadi lima fungsi yaitu: fungsi pengukuran, query spasial dan klasifikasi, fungsi tumpang tindih (overlay). fungsi ketetanggaan (neighbourhood), fungsi jaring (network) serta analisis tiga dimensi.

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil studi kasus masyarakat di sekitar DAS Ciliwung. Alasan mengambil lokasi di DAS Ciliwung adalah: a) perubahan iklim sangat berpengaruh pada kondisi hidrologis, terutama debit atau limpasan air di DAS Ciliwung; b) berdasarkan beberapa literatur, daerah di DAS Ciliwung dan sekitranya telah terjadi tanda-tanda perubahan iklim; c) DAS Ciliwung dalam kondisi kritis, yang disebabkan oleh beberapa faktor, terutama penggunaan lahan dan perubahan iklim. Dalam penelitian ini mencoba untuk mengetahui besarnya degradasi DAS Ciliwung yang disebabkan karena perubahan iklim; d) belum ada informasi tentang kerentanan masyarakat di DAS Ciliwung. Selama ini penelitian hanya fokus pada kondisi ekologis di DAS Ciliwung. Pengambilan lokasi ditentukan dengan metode purposive sampling. Pertama lokasi dipilih secara strata atau tipologi DAS (hulu, tengah dan hilir). Kemudian setiap strata dipilih minimal dua lokasi yang dianggap mewakili kondisi ekologis pada setiap strata. Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah: a) DAS Ciliwung Hilir (Bukit Duri, Kec. Tebet, Jakarta Selatan; Cawang, Kec. Kramat Jati, Jakarta Timur); b) DAS Ciliwung Tengah ( Tugu, Kec. Cimanggis, Depok; Babakan Pasar, Kec. Bogor Tengah, Bogor; Katulampa, Kec. Bogor Timur, Bogor); dan c) DAS Ciliwung Hulu (Tugu Utara, Kec. Cisarua, Bogor; Tugu Selatan, Kec. Cisarua, Bogor). Lokasi penelitian tersaji pada Gambar 3. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan selama enam bulan dan dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, penyelesaian. Tahap persiapan dilaksanakan sampai Juli 2009. Pengumpulan data dilaksanakan pada Juli-September 2009. Pengolahan data dilaksanakan September-November 2009. Dan tahap penyelesaian dilaksanakan November- Desember 2009.

Gambar 3 Lokasi penelitian (DAS Ciliwung). 17

18 3.2 Alat dan Bahan Peralatan dan bahan yang diperlukan dalam penelitian tersaji pada Tabel di bawah ini. Tabel 2 Peralatan dan bahan yang dibutuhkan Peralatan A. Hardware Alat perekam, pena, komputer, printer, kamera Fungsi Observasi, wawancara B. Software ESRI ArcView GIS 3.3 Full Extention Expert Choice Bahan A. PETA Peta RBI Peta Tutupan Lahan/Tata Guna lahan Peta DAS, administrasi, lahan kritis B. NON-PETA Data Susenas, potensi desa, kec/kab dalam angka Data debit air/historis bencana Pengolahan data spasial Penentuan Bobot Sumber Bakosurtanal Dephut BPDAS Ciliwung-Citarum BPS/BAPPEDA DPU/Kimpraswil 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data sekunder dikumpulkan melalui kegiatan desk study dan tersaji pada Tabel 2 (bagian bahan). Data primer berupa persepsi masyarakat. Responden dipilih dengan cara purposive dengan syarat: a) penduduk yang sudah lama tinggal di daerah tersebut, minimal 30 tahun; b) dewasa; c) sehat akal. 3.3.2 Pengolahan dan Analisis Data A. Analisis Kriteria dan Indikator Kerentanan Masyarakat Penilaian kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim menggunakan fungsi dari tiga komponen, yaitu singkapan, kepekaan, dan kemampuan adaptasi (IPCC 2001; O Brien et al. 2004; Metzeger et al. 2006 dalam Forner 2006). Analisis kriteria dan indikator singkapan diperoleh dari beberapa referensi, terutama dari KNLH (1998) yang menjelaskan dampak perubahan iklim terhadap kondisi hidrologis atau kuantitas air di DAS Ciliwung.

19 Analisis kriteria dan indikator kepekaan dan kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim cenderung menggunakan penelitian kualitatif dan dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu: a Tahap I, kegiatan untuk mengumpulkan kriteria dan indikator yang berpengaruh pada kepekaan dan kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim atau perubahan ketersediaan air di DAS Ciliwung berdasarkan informasi dari pakar dan studi literatur. Hasilnya terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Indikator kepekaan dan kemampuan adaptasi masyarakat Elemen Kriteria Indikator Kepekaan SDM Kepadatan penduduk (KP) Masyarakat Fisik Kualitas infrastruktur (Fasilitas PAM) Ekonomi Ketergantungan pada lahan atau pekerjaan dalam sektor pertanian (KTL) Kemampuan SDM Tingkat pendidikan (TP) Adaptasi Melek huruf (MH) Masyarakat Struktur umur (SU) Jenis kelamin (JK) Kemiskinan Angka harapan hidup (AHH) Tingkat kesehatan (persentase penduduk sakit, jumlah bayi yang meninggal,balita kurang gizi) Ekonomi Tingkat pendapatan daerah kapita (IPDRB), Pola konsumsi Kegiatan dasar wilayah Sosial Masyarakat perilaku konservasi, nilai tradisi, niali budaya, hukum adat, Konflik. Pemerintahan kualitas aturan, pengawasan konflik, diskriminasi, kestabilan politik, Fisik Teknologi Konservasi (TK) Kualitas Infrastruktur (DAM/waduk) Alam Persentase hutan (LH) Sumber : Studi literatur dan pakar b Tahap II, kegiatan untuk menyeleksi kriteria dan indikator yang berpengaruh pada kepekaan dan kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung hasil dari tahap I, dan disesuaikan dengan konteks riset lapangan (field research) atau lokasi

20 penelitian. Metode yang digunakan adalah observasi dan wawancara semi terstruktur dan FGD (focus Group Discussion). Observasi merupakan cara melihat kondisi wilayah DAS Ciliwung, baik menyangkut fisik maupun non fisik. Wawancara semi terstruktur bertujuan untuk mencari informasi yang lebih lengkap dan detil tentang kondisi yang ada dalam masyarakat. Sedangkan FGD bertujuan untuk menarik informasi secara mendalam dari sejumlah responden dalam satu waktu tertentu, sehingga informasi yang ada dapat saling melengkapi antarsesama responden tersebut. FGD ini dilakukan pada saat warga berkumpul pada waktu luang di sekitar tempat tinggal mereka. B Analisis AHP Metode AHP dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan pembobotan terhadap indikator kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di DAS Ciliwung. Tahapan AHP dapat dijelaskan sebagaimana di bawah ini. B.1 Penyusunan Hirarki Masalah Hirarki dibangun berdasarkan tujuan, sasaran dan sub kriteria yang digunakan untuk membuat rekomendasi. Hirarki merupakan sebuah struktur pohon yang digunakan untuk menyusun sebuah masalah keputusan. Hirarki ini mempunyai aliran top down, bergerak dari kategori umum (sasaran) menuju ke spesifik (sub sasaran). B.2 Pembangunan Matrik Perbandingan Pengambil keputusan harus melakukan penilaian tingkat kepentingan relatif antara elemen yang satu dibanding elemen lainnya pada suatu level hirarki tertentu dalam kaitannya dengan pencapaian elemen pada level hirarki di atasnya. AHP menggunakan cara perbandingan berpasangan baik dengan menggunakan data hasil pengukuran maupun skala penilaian dari Saaty (1993). Matrik perbandingan bersama (MPB) merupakan matrik yang menggambarkan perbandingan berpasangan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Matrik perbandingan disusun berdasarkan penilaian dari pakar, dimana