ANALISIS PENENTUAN HARGA JUAL ENERGI LISTRIK BERDASARKAN STRUKTUR BIAYA PLTU (STUDI KASUS PADA PLTU BATUBARA KAPASITAS 3.

dokumen-dokumen yang mirip
INDEK KINERJA PEMBANGKIT OLEH : SANTOSO BUDI

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)

BIAYA MARGINAL TENAGA LISTRIK DI WILAYAH SUMATERA MARGINAL COST OF ELECTRICITY IN SUMATRA

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

PENENTUAN HARGA POKOK ENERGI LISTRIK PADA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SULUTTENGGO MANADO. Oleh: Maria Puji Lestari

Gambar 1. Rata-rata Proporsi Tiap Jenis Subsidi Terhadap Total Subsidi (%)

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. terus dilaksanakan. Pembangungan Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pusat

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Jakarta, 3 Maret 2017 PT PLN (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu menunjukan kinerja sebagai abdi negara dan masyarakat yang

Reka Integra ISSN: Jurusan Teknik Industri Itenas No. 02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Wilayah

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG POKOK-POKOK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK.

STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pembangunan fisik PLTU ini dimulai sejak tahun 2001 (Lot I: Site Preparation).

BAB I PENDAHULUAN. PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Gresik memegang peranan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

1 Universitas Indonesia

BAB II PROFIL PT PLN (PERSERO) KANTOR INDUK PEMBANGKITAN SUMATERA BAGIAN UTARA. A. Sejarah Ringkas PT PLN (Persero) Kantor Induk KITSBU

OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1. Analisis Finansial Proyek Biaya Proyek Universitas Indonesia

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

Satria Duta Ninggar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Energi adalah salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi umat manusia

Gambar 1. 1 Pembagian Peran Asset Owner, Asset Manager dan Asset Operator (PT. PLN UPJB, 2014)

PERHITUNGAN DAYA LISTRIK PEMAKAIAN SENDIRI TRAFO PS UNIT 1,2,3 DAN 4 DI PT.PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN BUKIT ASAM LAPORAN AKHIR

ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

listrik di beberapa lokasi/wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk

Optimasi Operasi Pembangkit Termis Dengan Metode Pemrograman Dinamik di Sub-Regional Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penambahan unit pembangkit. (Zein dkk, 2008), (Subekti dkk, 2008) meneliti

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2014 meningkat sebesar 5,91% dibandingkan dengan akhir tahun 2013

Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga GAS Batubara di Kabupaten Sintang

STUDI PEMBANGUNAN PLTA KOLAKA 2 X 1000 KW UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK DI KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus

BAB II LANDASAN TEORI. semacam ini sering disebut juga unit based system. Pada sistem ini biaya-biaya yang

PLN DAN ISAK 16 (ED) Electricity for a Better Life. Jakarta, Mei 2010

BAB IV ANALISA MASALAH DAN PEMBAHASAN. PT. PLN P3B sesuai Keputusan Direksi memiliki peran dan tugas untuk

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI ANALISIS PROGRAM PERCEPATAN MW TAHAP I PADA OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK JAWA BALI TESIS

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan,

STRUKTUR HARGA PLTMH. Gery Baldi, Hasan Maksum, Charles Lambok, Hari Soekarno

BAB I PENDAHULUAN. satu perhatian besar dari berbagai negara-negara di dunia. Sumber daya energi

RANCANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. (stakeholder) melalui keputusan atau kebijakan investasi, keputusan pendanaan,

BAB I PENDAHULUAN. produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Risiko di sini adalah kemungkinan

MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI

BAB II LANDASAN TEORI

OPTIMASI PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA UNTUK MEMINIMALISASI BIAYA PRODUKSI LISTRIK DI SISTEM JAWA BALI ABSTRAK

Studi Pembangunan PLTU Sumbawa Barat 2x7 MW Untuk Memenuhi Kebutuhan Energi Listrik Di Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Abstract. Key words: risk management, hedging, futures

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Alokasi Biaya Overhead Menggunakan Metode Tradisional. 1. Departemen Operasi. 2. Departemen Permeliharaan

METODE KOEFISIEN ENERGI UNTUK PERAMALAN BEBAN JANGKA PENDEK PADA JARINGAN JAWA MADURA BALI

PERHITUNGAN BIAYA POKOK PENYEDIAAN (BPP) TENAGA LISTRIK PER GOLONGAN PELANGGAN STUDI KASUS PT PLN (PERSERO) SISTEM SULSELTRABAR

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Flow Chart Flow chart diagram alir digunakan untuk menggambarkan alur proses atau langkah-langkah secara berurutan.

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA

ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN LISTRIK

I Putu Surya Atmaja. Proceeding Seminar Tugas Akhir

PT LEYAND INTERNATIONAL Tbk PUBLIC EXPOSE. KAMIS, 25 Juni 2015 Hall B, Panin Building Lt. 4 Jakarta

WAHYU HENDRO UTOMO D

BAB IV GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

STUDI PERENCANAAN PLTP 2X2,5 MW UNTUK KETENAGALISTRIKAN DI LEMBATA NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III PEMBAHASAN. ekonomi, dan pihak lainnya yang telah dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan

KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY

Pengantar Metodologi (Cost-of-Service/Rate of Return)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

Permasalahan. - Kapasitas terpasang 7,10 MW - Daya mampu 4,92 MW - Beban puncak 31,75 MW - Defisit daya listrik 26,83 MW - BPP sebesar Rp. 1.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN PEMBANGKIT DI KALIMANTAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Disampaikan pada: Komunikasi Nasional Jogjakarta, 5 Desember 2007 Persero) Electricity For A Better Life

ISSN : NO

ANALISIS KEANDALAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK PLN REGION 3 TAHUN

POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No.

BAB III PEMBAHASAN. telah mengembangkan konsep biaya menurut kebutuhan mereka masing-masing. akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

Biaya Overhead Pabrik

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2018 TENTANG TARIF TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PT. UNITED POWER DI KAWASAN INDUSTRI KENDAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BIAYA MODAL/ CAPITAL COST BIAYA TETAP (O & M)

ANALISIS PENGARUH COMPRESSOR WASHING TERHADAP EFISIENSI KOMPRESOR DAN EFISIENSI THERMAL TURBIN GAS BLOK 1.1 PLTG UP MUARA TAWAR

Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat

Transkripsi:

ANALISIS PENENTUAN HARGA JUAL ENERGI LISTRIK BERDASARKAN STRUKTUR BIAYA PLTU (STUDI KASUS PADA PLTU BATUBARA KAPASITAS 3.400 MEGA WATT) Rika Trizalda, Mafrizal Heppy Akuntansi, Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia rika.trizalda84@gmail.com Abstrak Kompetisi persaingan antar perusahaan pembangkit listrik terutama pembangkit dengan bahan bakar murah yaitu batubara menjadikan alasan pembangkit listrik untuk selalu andal menyuplai energi listrik. Hal tersebut tak luput dari biaya yang mendasarinya. Tujuan dalam skripsi ini adalah menganalisis struktur biaya dalam penentuan harga dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dalam merumuskannya. Hasil analisis menggambarkan penentuan struktur biaya baik dari besaran finansial dan besaran teknis seperti faktor kesiapan pembangkit menjadi penentu harga energi yang selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan pendapatan perusahaan. Dan dalam merebut pasar, perusahaan perlu memonitor harga Rp/kWh bahan bakar secara periodik karena ini menjadi daya saing perusahaan untuk dibeli kemampuannya oleh single buyer. Pricing Decision Analysis on Electricity Sales Price Based on Cost Structure of Coal Power Plant (Case Study on Coal Power Plant with Capacity 3.400 Mega Watt) Abstract Competition among power plant, especially plants with low fuel, like coal power plants makes the reason to always reliable for suppling energy. It did not escape from the underlying costs. The purpose on this essay is to analyze the structure of costs in pricing by using qualitative research methods in formulating it. Results illustrate both the cost structure determination of the amount of financial and technical scale such as equivalent availability factors determine energy prices which will be used in the calculation of the company's revenue. And in winning the market, companies need to monitor the price fuel Rp/kWh periodically due to the competitiveness of the enterprises ability to be purchased by a single buyer. Key words : Power plant, cost structure, single buyer 1. Pendahuluan Pentingnya kebutuhan akan energi listrik dalam kehidupan masyarakat tercermin dari semakin meningkatnya jumlah pelanggan energi listrik yang mencapai 10% per tahun. Salah satunya dapat terlihat pada data Statistik PLN 2011 tergambar bahwa pertumbuhan jumlah pelanggan naik sebesar 8,15% di 2011 dibandingkan tahun sebelumnya 2010 dan nilai ini sudah mencakup pelanggan dari berbagai kelompok pelanggan yaitu rumah tangga, industri, bisnis, 1

sosial, gedung kantor pemerintahan dan penerangan jalan umum. Ditambah dengan masih terdapatnya daftar tunggu pelanggan untuk mendapatkan energi listrik sebesar 1,2 Juta daftar tunggu yang di tahun 2012 telah dipenuhi aliran listrik ke pelanggan dalam program go grass PT PLN. Dengan melihat demand yang tinggi dari masyarakat akan keberadaan energi listrik dan juga fenomena aktual bahwa demand masyarakat terhadap konsumsi listrik tak sejalan dengan jumlah mesin pembangkit yang ada. Maka hal ini menjadi sebuah tantangan dan peluang usaha bagi perusahaan pembangkit listrik dalam kinerjanya. Kompetisi persaingan diantara perusahaan pembangkit listrik terutama pembangkit dengan bahan bakar murah yaitu batubara menjadikan alasan pembangkit listrik untuk selalu andal menyuplai energi listrik di sistem yang ada. Kondisi lain dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) juga menggambarkan kebutuhan energi primer untuk pembangkit tenaga listrik dirancang dengan menggunakan energi yang termurah (least cost) dan ini menjadikan pemakaian batubara masih dominan dan sebagai pemikul beban dasar (base load) di masa mendatang. Dan dengan kondisi tersebut sangat memungkinkan untuk Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara untuk tetap beroperasi dalam menyuplai energi listrik PLTU merupakan salah satu jenis pembangkit yang sangat menguntungkan untuk digunakan pada sistem tenaga listrik yang sudah relatif besar dan tersambung dalam sistem interkoneksi seperti di pulau Jawa ini. Dengan kepadatan penduduk di pulau Jawa yang tinggi dan kegiatan industri yang banyak jika dibandingkan dengan pulau lainnya. Pada PLTU dengan bahan bakar batubara, menjadi sangat penting memasuki pasar ini dan membuat harga yang kompetitif, dikarenakan antara lain : 1. PLTU dengan bahan bakar batubara termasuk kedalam golongan bahan bakar dengan biaya rendah, jika dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar minyak. Sehingga akan sering dibutuhkan oleh sistem interkoneksi terkait jenis bahan bakar yang digunakannya. 2. PLTU batubara sebagai pemikul beban dasar (base load) dalam kelistrikan Jawa-Bali. 3. Efisiensi mesin dengan PLTU batubara lebih baik sehingga dengan bahan bakar sekian dapat menghasilkan energi listrik yang banyak. 2

4. Pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 2011-2020, bahwa Pembangkit dengan bahan bakar batubara dimasa depan akan dijadikan tulang punggung pembangkitan. Dengan beberapa alasan tersebut diatas, maka memungkin sekali untuk PLTU Batubara Kapasitas 3.400 MW untuk dibutuhkan dalam sistem interkoneksi Jawa-Bali dan kesiapan mesin pembangkitnya diandalkan dalam mensupport kebutuhan sistem. Hal ini menjadi sangat menarik pula jika dilihat dari perspektif keuangan yaitu penentuan harga jual yang murah dan diminati oleh pelanggan hingga struktur permodalan perusahaan pembangkit listrik dalam pengembalian investasi mesin pembangkit listrik yang dimilikinya serta prospek kedepan untuk memperluas permodalannya untuk investasi di pembangkit listrik baru. Rumusan masalah yang akan ditelaah dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana penentuan harga (pricing decision) energi listrik, apakah proses penentuan harga (pricing decision) sudah tepat, dan faktor teknis apa saja yang mempengaruhi penentuan harga (pricing decision). Dan penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk menganalisis penentuan harga (pricing decision) energi listrik, evaluasi kebijakan penentuan harga (pricing decision) dan faktor teknis yang mempengaruhi penentuan harga (pricing decision). Dan untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, penulis melakukan studi kasus pada PLTU Batubara Kapasitas 3.400 MW. Penelitian ini didasarkan pada kondisi aktual yang dihadapi. 2. Tinjauan Teoritis Biaya adalah hal utama yang menjadi fokus utama dalam penentuan harga suatu produk, karena harga dapat menutupi biaya pokok produksi yang terjadi. Hal ini tak lepas dari konsep akuntansi biaya. Menurut Horngren (2011) menyatakan bahwa salah satu manfaat akuntansi biaya adalah sebagai pemasok informasi dasar untuk menentukan harga jual produk barang dan jasa dan juga sebagai tolak ukur pengelolaan biaya sehingga mampu mengukur biaya dengan cukup akurat. Dalam penentuan harga, dalam teori cost accounting oleh Horngren (2011) terbagi menjadi 2 yaitu : Short-Run Pricing Decision yaitu penentuan harga dengan kurun waktu dibawah satu tahun dan termasuk dalam penentuan harga one time only special order dengan tidak ada pengaruh pada harga jangka panjang dan juga penentuan harga pada pasar yang 3

kompetitif terhadap product mix dan volume output dan Long-Run Pricing Decision yaitu strategi penentuan harga yang didisain untuk membangun hubungan jangka panjang dengan pembeli pada harga yang stabil dan predictable prices. Dalam long-run pricing decision, terdapat dua pendekatan yang dapat dipilih yaitu : Market-based yaitu penentuan harga dimulai dari harga jual yang diinginkan sesuai daya saing produk berdasarkan kemampuan pelanggan, pesaing dan kekuatan perusahaan dan Cost-based yaitu penentuan harga yang dimulai dari identifikasi biaya untuk memproduksi (bahan baku, upah dan peralatan) produk. Dalam penentuan biaya sebagai komponen penentuan harga jual, terdapat dua biaya yang mempengaruhinya yaitu : biaya Variabel dan biaya Fixed (biaya tetap). Dalam penentuan biaya tetap (fixed cost) terutama untuk perusahaan manufaktur akan menjadi terlihat tidak mudah. Hal ini dikarenakan perlunya penentuan biaya berdasarkan numerator (fixed budget) dan denominator (pengukuran berdasarkan kapasitas). Menurut Horngren (2011) terdapat 4 (empat) jenis teori dalam menentukan tingkat kapasitas yang dapat digunakan dalam operasi perusahaan : Theoretical Capacity dengan tingkat kapasitas yang digunakan dalam perencanaan operasi berdasarkan mampu produksi maksimal real dalam suatu kurun waktu dan tidak memperhitungkan hambatan yang mungkin terjadi, Practical Capacity dengan penentuan total kapasitas yang digunakan berdasarkan kemampuan instrumen mesin yang digunakan dan memperhatikan pula jadwal waktu pemeliharaan, kondisi mesin mati saat masa liburan, dan lainnya, Normal Capacity Utilization yang penentuan kapasitas yang didasarkan pada rata-rata kebutuhan pelanggan dalam satu waktu dan juga didasarkan pada data historis, musim dan siklus, dan Master-Budget Capacity Utilization dengan memanfaatkan tingkat kapasitas berdasarkan harapan manajemen untuk periode budget untuk durasi yang singkat, biasa dalam kurun waktu satu tahun. Dengan struktur biaya dalam penentuan harga jual, akan mempengaruhi secara langsung pada total pendapatan yang akan diterima perusahaan atas penjualan barang/jasa yang dilakukannya. Secara umum, pendapatan memiliki formulasi seperti dibawah ini yaitu : Pendapatan = (P1 x Q1) + (P2 x Q2) +... (Pn x Qn) (2.1) Berdasarkan formulasi pendapatan diatas, bahwa pendapatan didapat dari jumlah rupiah dari harga jual (P) per satuan kali kuantitas (Q) terjual. 4

Perhitungan pendapatan seperti dijelaskan diatas, berbeda dengan perhitungan pendapatan pada perusahaan jasa seperti perusahaan pembangkit listrik karena beberapa hal pengukuran yang berbeda yang dapat tergambar pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Perbandingan Perusahaan Pembangkit Listrik dan Perusahaan pada Umumnya Perusahaan Pembangkit Listrik Produk Intangible Produk tidak bisa disimpan dan harus disalurkan saat itu juga Kondisi pasar dimana terdapat single buyer dan multy seller Perhitungan pendapatan berdasarkan kapasitas yang dapat tersedia dan produk yang dihasilkan (Rp/harga komponen dan Rp/kwh energi) Perusahaan pada Umumnya Produk Tangible Produk dapat disimpan dan dapat menjadi inventory Kondisi pasar multy buyer dan multy seller Perhitungan pendapatan berdasarkan produk yang terjual dengan harga Rp/produk Sumber : PT XYZ, telah diolah kembali 3. Metode Penelitian Dalam melakukan analisis terhadap penelitian, penulis memilih case study yaitu study dimana penulis/peneliti menganalisis secara kontekstual yang berhubungan dengan situasi serupa di organisasi perusahaan Penulis mengkhususkan pada data kualitatif yaitu data struktur biaya dan perencanaan alokasi biaya. Setelah diketahui alokasi biaya perusahaan maka dapat diformulasikan untuk membuat struktur biaya sebagai dasar penentuan harga jual energi listrik. Dan akan dianalisis lebih lanjut dengan penambahan data kualitatif yang terkait. Teknik pengumpulan data diantaranya : wawancara, menghimpun data primer dan mengolahnya untuk dilakukan analisis terhadap tujuan penelitian pada PLTU Batubara Kapasitas 3.400 MW, dan studi kepustakaan. Data primer merupakan data yang langsung didapat langsung oleh penulis tanpa perantara. Yaitu data yang didapat langsung dari perusahaan. Sedangkan data sekunder yaitu data yang didapat oleh perantaraan dalam artian data yang didapat sudah diolah sebelumnya. Contohnya : proyeksi laba/rugi. dan data faktor kesiapan pembangkit. 5

4. Hasil Penelitian 4.1 Penentuan Harga (Pricing Decision) Energi Listrik Dalam penentuan harga per komponen, berikut langkah dalam penentuan harga yang dimaksud yaitu 1. Penentuan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP), didalamnya salah satunya terdapat informasi tentang pengalokasian biaya yang perlu di maintenance dengan baik sehingga aktual biaya tidak melebihi dari rencana anggaran yang telah direncanakan. Berikut contoh RKAP perusahaan. Tabel 4.1 Proyeksi Laba (Rugi) PT XYZ Sumber : PT XYZ, telah diolah kembali 6

2. Dari data proyeksi L/R diatas, dapat dibuat perencanaan atas harga komponen pembangkit listrik, yaitu sebagai berikut : a. Harga Komponen A!"#$"!"#$.! (!"!"!"h!") = (!"#$#!"#$%&%'(# +!"#$%!"#$%&%# +!"#$%&) (!"#!!"#!"#$%&") Dengan menggunakan data Rencana Kinerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun selanjutnya, maka : 1. Total Biaya komp. A = Rp2.181.977.023 + Rp59.608.701 + Rp1.491.130.898 = Rp3.732.716.622. Nilai tersebut diatas masih belum dibreakdown per jenis pembangkit, maka jika perhitungan secara kasar untuk mendapatkan nilai komp. A contohnya untuk PLTU Unit 1-4 dan 5-7 dapat mengalikannya dengan total daya mampu netto pembangkit tersebut dibandingkan dengan total daya mampu netto perusahaan. Maka, Total biaya komp. A PLTU sebagai berikut : a. Unit 1-4 = Rp3.732.716.622 x (1.486MW/8.500 MW) = Rp652.566.694 b. Unit 5-7 = Rp. 3.732.716.622 x (1.725MW/8.500MW) = Rp 757.521.902 2. DMN (Daya Mampu Netto) yang digunakan adalah daya mampu pembangkit yang siap disalurkan ke sistem interkoneksi, untuk PLTU kapasitas 3.400 MW total DMN yang digunakan adalah ± 3.211 MW (PLTU Unit 1-4 = 1.486 MW dan PLTU Unit 5-7 = 1.725 MW) 3. Faktor Kesiapan/EAF deklarasi tahunan dapat ditentukan dengan melihat kemampuan siap dari mesin pembangkit tersebut. Jika siap tanpa ada jadwal pemeliharaan maka bisa dianggap EAF nya adalah 100%, tetapi aktual dilapangan dengan menggunakan teori practical capacity,yaitu penentuan total kapasitas yang digunakan berdasarkan kemampuan instrumen mesin yang digunakan dan memperhatikan pula jadwal waktu pemeliharaan, kondisi mesin mati saat masa liburan, dan lainnya. Dan perlunya mengevaluasi juga terhadap pencapaian faktor kesiapan/eaf tahun sebelumnya, sehingga kehilangan pendapatan atas faktor kesiapan/eaf dapat diminimalisir. 7

Asumsikan saja nilai faktor kesiapan tersebut adalah 89% untuk PLTU Unit 1-4 dan 90% untuk Unit 5-7. 4. Maka, harga Komp. A PLTU sebagai berikut : a. Unit 1-4 untuk tahun 200X = Rp652.566.694 / (1.486 MWx89%) = 390.837 Rp/kW-tahun b. Unit 5-7 untuk tahun 200X = Rp757.521.902/ (1.725 MW* 90%) = 487.937 Rp/kW-tahun Nilai tersebut lah yang akan dijadikan sebagai pengali dalam tagihan pendapatan komponen A/harga komponen A untuk PLTU Unit 1-4 dan 5-7. Harga Komponen A ini berbeda untuk setiap jenis pembangkit. b. Harga Komponen B!"#$"!"#$.! (!"!"h!") = (!"#$#!"#"$%!!"!!#!!"#$#!"#.!!"#$#!"#"$%&%'%()!" (!"#!!"#!"#$%&") Dengan menggunakan data RKAP tahun selanjutnya, maka : 1. Total Biaya komp. B = Rp1.851.554.521 + Rp246.931.417 + Rp308.363.963 = Rp2.906.849.901 Maka, Total biaya komp. B PLTU sebagai berikut ; a. Unit 1-4 = Rp2.906.849.901 x (1.486 MW/8.500 MW) = Rp508.185.759 b. Unit 5-7 = Rp2.906.849.901 x (1.725 MW/8.500 MW) = Rp589.919.539 2. Total DMN dan EAF, diasumsikan sama dengan penentuan pada harga komponen A untuk PLTU Unit 1-4 dan 5-7. Dan ketika realisasi pada tahun sebelumya terjadi penyerapan biaya asuransi terutama dikarenakan kemampuan pembangkit yang turun drastis akibat internal mesin tersebut, maka perencanaan tahun selanjutnya perlu menjadi evaluasi dalam biaya asuransi ini. 3. Maka, harga Komp. B PLTU sebagai berikut : a. Unit 1-4 untuk tahun 200X = Rp508.185.759 / (1.486 MWx89%) = 304.364 Rp/kW-tahun b. Unit 5-7 untuk tahun 200X = Rp. 589.919.539 / (1.725 MW* 90%) 8

= 379.980 Rp/kW-tahun Nilai tersebut lah yang akan dijadikan sebagai pengali dalam tagihan pendapatan komponen B/harga komponen B untuk PLTU Unit 1-4 dan 5-7. Harga Komponen B ini berbeda untuk setiap jenis pembangkit. c. Harga Komponen C!"#$"!"#$.! (!"!"h ) = h!"#!!h!!"#"$!"!"#$%&'(!!"#$%#$"!"#$"!"#$% Untuk perhitungan pendapatan atas biaya bahan bakar/komponen C memiliki perhitungan tersendiri, yang mana aktualnya disesuaikan dengan pemakaian volume bahan bakar pada saat periode bulan operasi dan sama halnya dengan Harga satuan bahan bakar aktual yang digunakan, nilai yang dapat di support dari Bagian Keuangan perusahaan di dapatkan harga satuan bahan bakar yang telah tertimbang pada periode bulan operasi. Realisasi Rp/kWh pada bulan operasi yang bulan berlalu dijadikan sebagai komparasi antara pembangkit dengan bahan bakar yang sama untuk memberikan harga yang lebih murah dari pesaing dan menjadi referensi bagi pihak penjual dalam membeli output yang dihasilkan mesin pembangkit. Tabel 4.2 Perhitungan Biaya Komponen C Sumber : PT XYZ, telah diolah kembali 9

Dari tabel diatas, terlihat dengan jelas komparasi Rp/kWh antara PLTU XYZ (diasumsikan Rp/kWh PLTU 1-4 dan 5-7 adalah sama) dengan PLTU Pesaing dan nilai Rp/kWh yang menjadi historical data yang dipegang oleh pembeli ketika ingin membeli output dari mesin pembangkit yang kita miliki. Dan dapat ditarik kesimpulan, untuk komponen C ini sangat dipengaruhi oleh efisiensi volume konsumsi bahan bakar dan kualitas bahan bakar yang digunakan. d. Harga Komponen D!"#$"!"#$.! (!"!"#$#!"#$%&!"#$%&' +!"#"$ +!"# ) =!"h!"#$%&!"#$!"#$%&'"('$% Dengan menggunakan RKAP tahun 200X, maka : Harga Komp. D = Rp. 92.173.968.000 / 40.431.757.000 KWh = Rp. 2,28/kWh Untuk PLTU Unit 1-4 dengan total daya mampu 1.486 MW dan unit 5-7 dengan total daya mampu 1.725 MW serta total daya mampu perusahaan sebesar 8.500 MW, maka harga Komp. D untuk PLTU sebagai berikut : a. Unit 1-4 untuk tahun 200x = 2,28 Rp/kWh x (1.486 / 8500 MW) = 0,39 Rp/kWh b. Unit 5-7 untuk tahun 200x = 2,28 Rp/kWh x (1.725/8500 MW) = 0,46 Rp/kWh Maka, harga jual beli tenaga listrik untuk PLTU khususnya pada unit 1-4 dan 5-7 dalam analisis ini berlaku harga perkomponen biaya (harga tidak single price seperti produk dagang pada umumnya) seperti dibawah ini : a) PLTU Unit 1-4, harga jual sebagai berikut : 1. Harga komponen A = 390.837 Rp/kW-tahun 2. Harga komponen B = 304.364 Rp/kW-tahun 3. Harga komponen C = 348 Rp/kWh 4. Harga komponen D = 0,39 Rp/kWh 10

b) PLTU Unit 5-7, harga jual sebagai berikut : 1. Harga komponen A = 487.937 Rp/kW-tahun 2. Harga komponen B = 379.980 Rp/kW-tahun 3. Harga komponen C = 348 Rp/kWh 4. Harga komponen D = 0,46 Rp/kWh 4.2 Evaluasi Kebijakan Penentuan Harga (Pricing Decision) Tabel 4.3 Struktur Biaya Komponen A 200X Struktur Biaya Kapital Daya Bunga Entitas Total Mampu Penyusutan Pinjaman Margin Pembangkit (Ribu Rp) Netto (MW) (Ribu Rp) Foreign (Ribu Rp) (Ribu Rp) PLTU 1-4 1.486 446.454.595 0 366.820.830 813.275.425 PLTU 5-7 1.725 507.207.704 8.435.838 462.242.951 977.886.492 Total 3.211 953.662.298 8.435.838 829.063.781 1.791.161.917 Sumber : PT XYZ, telah diolah kembali Contoh Kalkulasi perhitungan harga komponen A untuk PLTU 5-7, yang memiliki pengembalian biaya kapital dengan foreign currency : Tabel 4.4 Perhitungan Pendapatan atas Harga Komponen A Item Cara Perhitungan Perusahaan Biaya Komp.A Biaya = 977.886.492 (ribu Rp.) Cara Perhitungan Rekomendasi Biaya Total = 977.886.492 (ribu Rp) Biaya Lokal = 969.451.655 (ribu Rp) Biaya Foreign = 8.435.838 (ribu Rp) Sumber : PT XYZ, telah diolah kembali 11

Lanjutan Tabel 4.4 Perhitungan Pendapatan atas Harga Komponen A Item Cara Perhitungan Perusahaan Cara Perhitungan Rekomendasi Faktor Kesiapan /EAF (Asumsi) EAF = 92 % EAF = 92 % Daya Mampu = 1.725 MW Netto (DMN) = 1.725.000 kw 1.725 MW = 1.725.000 kw Total DMN*EAF 1.587.000 Kw 1.587.000 kw Total Harga Komp. A =Rp977.866.492/ 1.587.000 =616.186 Rp/kW-Tahun a. Total Harga = 616.186 Rp/kW-Tahun b. Harga Komp. A Lokal = (Rp507.207.704+Rp462.242.951)/ Rp977.866.492) x Total Harga = 610.870 Rp/kW-Tahun c. Harga Komp. A Foreign =(Rp8.435.838/Rp.977.866.492) x Total Harga = 5.316 Rp/kW-Tahun Contoh Perhitungan Pendapatan, jika faktor kesiapan pada bulan-n = 92%, kurs awal 9.000/USD dan kurs bulan ke-n 9.250/USD Total Pendapatan Komp. A bulan ke-n = DMN x Harga Komp.A x (Total hari perbulan/total hari tahun) x EAF = 1.725.000 kw x 616.186Rp/kW x (31/366) x 0,92 = Rp82.826.451.593 a. Total Pendapatan A Lokal = DMN x Harga Komp.A Lokal x (total hari perbulan/total hari tahun) x EAF = 1.725.000 kw x 610.870 Rp/kW x (31/366) x 0,92 = Rp82.111.940.724 b. Total Pendapatan A Foreign = DMN x Harga Komp.A Foreign x (total hari perbulan/total hari tahun) x EAF x (kurs bulan ke-n/kurs awal kontrak) = 1.725.000 kw x 5.316 Rp/kW x (31/366) x 0,92 x (9.250/9.000) = Rp734.358.392 c. Total pendapatan komp. A = Total pendapatan A lokal + Total Pendapatan A Foreign = Rp82.846.299.117 12

Jadi, dalam hal struktur biaya ini PLTU Batubara kapasitas 3.400 MW terdapat selisih pendapatan yang mungkin dapat diterima yaitu ±20 juta. Nilai ini baru selisih pendapatan dalam 1 bulan dan jika diakumulasi dalam periode tahun maka selisih pendapatan yang mungkin dapat diterima yaitu ±240 juta. Dan hal ini menjadi nilai yang cukup signifikan ketika dimana PLTU Batubara ini bernaung yaitu PT XYZ memiliki pembangkit lain yang memiliki struktur biaya dengan biaya pinjaman yang lokal dan foreign sebanyak 4 pembangkit dan selisih pendapatan yang mungkin dapat diterima adalah sebesar ± 1 Milyar setiap tahunnya. Selisih pendapatan ini akan menjadi meningkat lagi apabila ada struktur biaya selain Komponen A yang memiliki struktur biaya dengan proporsi nilai lokal dan foreign. 4.3 Faktor Teknis yang Mempengaruhi Penentuan Harga (Pricing Decision) Tabel 4.5 Faktor Terkait Penentuan Harga Pricing / Harga Per Komponen A B C D Faktor Terkait 1. Kapasitas 2. Faktor Kesiapan (EAF) 3. Biaya Lokal/Foreign 1. Kapasitas 2. Faktor Kesiapan (EAF) 3. Biaya Lokal/Foreign Energi yang dihasilkan Energi yang dihasilkan Target Perusahaan Menyediakan Kapasitas pembangkit. (DMN x EAF) Menjaga ketersediaan Kapasitas. Mengoperasikan unit pembangkit sesuai permintaan pembeli dalam batas-batas ketentuan teknis mesin (DMN x EAF) 1. Menjamin tingkat efisiensi mesin. 2. Menjamin ketersediaan bahan bakar 1. Menjamin tingkat efisiensi mesin. 2. Menjamin ketersediaan bahan-bahan lain untuk produksi (pelumas, kimia) Sumber : PT XYZ 13

5. Pembahasan Pendekatan yang digunakan dalam penentuan harga untuk jangka panjang dalam perusahaan pembangkit tenaga listrik adalah pendekatan berdasarkan biaya (cost based) dan bukan market based. Hal ini dikarenakan penentuan harga jangka panjang untuk perusahaan pembangkit listrik adalah dimulai dengan mengidentifikasi atas biaya yang digunakan dalam memproduksi energi dan memperhitungan nilai margin/profit yang diharapkan. Dan setiap pengembalian atas biaya tersebut, ditentukan dalam bentuk biaya per komponen yang disebut biaya komponen ABCD yang perlu ditentukan harga per komponenenya nanti. Berikut penentuan harga yang didasarkan pada biaya yang digunakan (cost based) yaitu : a. Komponen Biaya Tetap (Fixed Cost), berdasarkan kapasitas 1. Komponen A (Capital Cost Recovery) Merupakan pengembalian atas biaya kapital/modal yang ditanamkan dalam pembangunan pusat pembangkit, dimana terdiri dari : a. Biaya Penyusutan b. Bunga Pinjaman (Buang Pinjaman Rp dan US$) c. Margin (Ekuitas x ROE)!"#$"!"#$.! (!"!"!"h!") = (!"!"!!"#$%&%'(# +!"#$%!"#$%&%# +!"#$%&) (!"#!!"#!"#$%&") 2. Komponen B (Fixed Cost Operation and Maintenance / O&M) Merupakan biaya yang harus dibayarkan/dikeluarkan dengan tidak melihat apakah unit pembangkit tersebut beroperasi menghasilkan produksi energi/tidak, terdiri dari : a. Biaya Pemeliharaan b. Biaya Administrasi dan Asuransi c. Biaya Kepegawaian!"#$"!"#$.! (!"!"!"h!") = (!"#$#!"#"$%h!"!!# +!"#$#!"#. +!"#$#!"#"$%&%'%() (!"#!!"#!"#$%&") 14

b. Komponen Biaya Variabel (Variable Cost), berdasarkan energi 1. Komponen C Merupakan penggantian atas biaya bahan bakar yang digunakan dalam memproduksi energi listrik. Harga dan perlakuan untuk energi primer/bahan bakar yang digunakan oleh pembangkit berbeda satu sama lain bergantung pada kesepakatan Heat Rate-nya dan besaran Heat Rate ini adalah hasil dari pengujian.!"#$"!"#$.! (!"!"h ) = h!"#!!h!!"#"$!"#!$%&'()!!"#$%#$"!"#$"!"#$% Penjelasan dari formulasi diatas sebagai berikut : a. Heatrate (satuan : kcal/kwh) yaitu nilai efisiensi mesin dalam menghasilkan energi listrik. b. Nilai kalor bahan bakar (satuan : kcal/kg, tergantung bahan bakar yang digunakan) yang mempengaruhi kualitas bahan bakar, dimana semakin besar nilai kalor akan semakin baik. 2. Komponen D Merupakan penggantian atas biaya O&M variabel yaitu seperti pelumas/oli, bahan kimia, dan air pendingin. Semakin sering dan berat kerja si pembangkit, semakin dibutuhkan pula pelumas dan juga sebaliknya.!"#$"!"#$.! (!"!"#$#!"#$%&!"#$%&' +!"#"$ +!"# ) =!"h!"#$%&!"#$!"#$%&'"('$% Setelah mengetahui proses penentuan harga per komponen pada tahun yang akan datang dengan perhitungan yang telah menjadi formulasi yang dilakukan perusahaan, perlu menjadi perhatian manajemen pula tentang apakah telah benar penentuan harga yang ditetapkan dan apakah harga tersebut telah meng-cover seluruh biaya yang menjadi fixed cost perusahaan, seperti yang dijelaskan dalam tabel 4.4. Dan faktor terkait yang memacu penulis untuk menganalisis pendapatan selanjutnya adalah faktor teknis yaitu faktor kesiapan/eaf. Dalam menganalisis ini dapat diketahui bahwa 15

PLTU Batubara menggunakan practical capacity atas penentuan kapasitas kesiapannya, dimana kapasitas kesiapannya telah dikurangi dengan jadwal pemeliharaan mesin pembangkit dan jam tidak mampu mesin. Berikut dapat dijabarkan tentang penentuan kesiapan pembangkit yang menggunakan practical capacity : Gambar 4.1 Kondisi Kesiapan Equivalent Pembangkit Sumber : Prosedur Tetap Deklarasi Kesiapan dan Indeks Kinerja Pembangkit, PT PLN P3B JB, 2010 Dalam menentukan practical capacity yang menggambarkan aktual kondisi mesin pembangkit listrik seperti gambar diatas adalah dengan menggunakan formulasi Equivalent Availability Factor (EAF), yaitu faktor kesiapan ekivalen dimana memiliki persamaan yaitu : Dimana, AH!"# = AH EFDH + EPDH + EMDH + EFDHRS PH X 100% = Availability hours, adalah jumlah jam unit pembangkit siap dioperasikan yaitu jumlah Service Hours (SH) + Reserve Shutdown (RSH) + Synchronous Condensing Hours, 16

EFDH = Equivalent Force Derating Hours, adalah perkalian antara jumlah jam unit pembangkit derating/kondisi pembangkit saat turun beban secara paksa dengan besar penurunan beban dibagi DMN (Daya Mampu Netto) EPDH = Equivalent Planned Derating Hours, adalah perkalian antara jumlah jam unit Pembangkit derating terencana termasuk perpanjangannya dan besar penurunan derating dibagi dengan DMN. EFDHRS = Equivalent Force Derating Hours During Reserve Shutdown, adalah perkalian antara jumlah jam unit Pembangkit forced derating selama Standby dan besar penurunan derating dibagi dengan DMN. PH = Period Hour, total jumlah jam dalam suatu periode tertentu yang sedang diamati selama unit dalam status Aktif. Faktor kesiapan/ EAF sangat memiliki peran yaitu ; 1. Sebagai salah satu faktor penentu dalam menentukan harga komponen A dan B yang berlaku secara tahunan 2. Dalam kurun waktu satu bulan, EAF tahunan akan dipertajam dalam EAF bulanan dan ini sangat signifikan berpengaruh dalam pendapatan komponen A dan B yang secara umum dapat dikatakan sebagai pendapatan fixed karena biaya pada komponen A dan B merupakan fixed cost yang harus ditanggung perusahaan pembangkit. Pendapatan Komponen terkait faktor kesiapan/eaf : a. Pembayaran Komponen A untuk Pengembalian Biaya Investasi Komp. A = DMN x H kap x EAF aktual, untuk EAF aktual EAF declare atau A = DMN x H kap x [ EAF declare + 0,5*(EAF aktual - EAF declare ) ], untuk EAF aktual > EAF declare Dimana: 1. DMN = Daya Mampu Netto (kw) adalah kapasitas pembangkit yang dapat disediakan 2. H kap = Harga / tarif kapasitas untuk pengembalian atas biaya modal (Rp/kW-tahun) 3. EAF aktual = Equivalent Availability Factor aktual bulan transaksi = 1- ((kwh outage + kwh derating) / (DMN x jam periode transaksi) 17

4. EAF declare = Equivalent Availability Factor yang di-declare/direncanakan pada bulan transaksi (contoh format faktor kesiapan Pembangkit pada lampiran 1) b. Pembayaran Komponen B Untuk Pengembalian Biaya Tetap Operation and Maintenance (O&M) Komp. B = DMN x H fix x EAF aktual, untuk EAF aktual EAF declare atau B = DMN x H fix x EAF declare, untuk EAF aktual > EAF declare Dimana, 1. DMN = Daya Mampu Netto (kw) adalah kapasitas pembangkit yang dapat disediakan 2. H fix = Harga / tarif O&M Fix untuk pengembalian atas biaya tetap O&M (Rp/kW-tahun) 3. EAF aktual = Equivalent Availability Factor aktual bulan transaksi = 1- ((kwh outage + kwh derating) / (DMN x jam periode transaksi) 4. EAF declare = Equivalent Availability Factor yang di-declare/direncanakan pada bulan transaksi 6. Kesimpulan Analisis yang penulis lakukan atas pembahasan penentuan harga jual (pricing decision) khususnya pada PLTU Kapasitas 3.400 MW dengan tujuan diawal penelitian adalah untuk menganalisis penentuan harga, mengevaluasi kebijakan penentuan harga dan faktor teknis yang mempengaruhi penentuan harga, maka diakhir analisis ini penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam perusahaan pembangkit listrik, bahwa penentuan harga/pricing decision atas produk yang dihasilkan terbentuk tidak seperti produk output pada umumnya yaitu Rp/produk tetapi terbentuk harga Rp/komponen biaya dalam hal ini yaitu Rp/komponen ABCD. Khusus untuk harga Rp/kWh pada komponen C atas pengembalian biaya bahan bakar, perlu menjadi evaluasi tersendiri. Hal ini dikarenakan semakin murah Rp/kWh bahan bakar yang dimiliki mesin pembangkit maka besar kemungkinan dipilih oleh pembeli dibandingkan dengan pembangkit pesaing. Untuk itu kontrak pembelian atas bahan bakar dengan kualitas prima menjadi kunci utama. 2. Struktur biaya yang digunakan dalam penentuan harga produk hingga digunakan dalam formulasi perhitungan pendapatan dapat dijadikan bahan evaluasi tersendiri bagi perusahaan. 18

Terutama ketika struktur biaya tersebut menjadi potensi terhadap kurangnya pendapatan perusahaan yang seharusnya tidak dialami. Dalam analisis ini terjadi potensi kehilangan pendapatan ketika biaya bunga peminjaman dalam struktur biaya komponen A yang berasal dari lokal dan foreign tidak dipisahkan dalam formulasi perhitungan pendapatan. 3. Penentuan harga/pricing decision pada perusahaan pembangkit juga tak luput dari indikator teknis yang mempengaruhinya yaitu faktor kesiapan / EAF (Equivalent Availability Factor). Nilai faktor kesiapan ini menjadi kunci pendapatan terutama atas penentuan harga untuk komponen A dan B karean harga pendapatan ini disesuaikan berdasarkan atas kapasitas yang dinyatakan siap oleh pembangkit. Sedangkan pengaruh pada komponen C dan D tidak terlalu signifikan. Dan analisis terhadap kehilangan pendapatan yang terjadi atas perencanaan faktor kesiapan / EAF pembangkit perlu menjadi perhatian lagi terkait aktual dilapangan menggunakan practical capacity. Memungkinkan saja jadwal atas pemeliharaan mesin pembangkit belum dipertajam dengan maksimal. 7. Saran Penelitan studi kasus ini memiliki keterbatasan dalam pelaksanaannya dan dengan keterbatasan tersebut penulis dapat memberikan saran untuk penelitian selanjutnya yaitu : 1. Analisis yang dilakukan penulis terbatas pada PLTU dengan berbagai pertimbangan analisis yang melatarbelakanginya, pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian terhadap pusat listrik yang lainnya seperti PLTGU, PLTG, PLTD, PLTP, dan PLTA. 2. Data penelitian dalam analisis ini terbatas pada perusahaan yang dianalisis dan kebutuhan data pesaing dalam pasar yang sama masih terlihat belum banyak disajikan karena jenis perusahaan dalam pasar tersebut masih banyak yang belum terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI), untuk itu diharapkan penelitian selanjutnya dapat lebih menyajikan data pesaing dalam pasar yang sama dan terdaftar pada BEI sehingga data yang diperoleh lebih kaya untuk dianalisis. 19

8. Daftar Referensi Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., & Rajan. Madhav V. 2011. Cost Accounting (14 th ed). Pearson. Isrochmani. 1982. Perencanaan Biaya Operasi PLTU Sehubungan Dengan Keandalan Pembangkitan Tenaga Listrik yang Optimal (Studi Kasus di PLTU Muara Karang). Skripsi. Komite Manajemen Ketenagalistrikan Jawa-Bali. 2009. Aturan Transaksi Grid- Code. Matsukawa, Isamu. 2007. The effect of average revenue regulation on electricity transmission investmen and pricing. Journal of Energy Economics. Nusyirwan. 2010. Manajemen Pembangkit Tenaga Listrik. ISTN. PLN P3BJB. 2010. Prosedur Tetap Deklarasi Kesiapan dan Indeks Kinerja Pembangkit. PLN P3BJB. 2009. Aturan Transaksi Sistem Jawa-Bali. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). 2005. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2011-2020. 2011. PT PLN (Persero) Sekaran, Uma. 5th Edition. Research Methods for Business. Statistik PLN 2011 Statistik PLN P3B JB 2011 Undang-undang No. 30 Tahun 2009 Weigt, Hannes. 2008. Price formation and market power in ther German Wholesale Electricity Market in 2006. Journal Energy Policy 20