Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

III. METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

III. METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

METODOLOGI PENELITIAN

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

III. METODE PENELITIAN A.

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

BAB 3 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

Peni Kartikasari, M. Thamrin Hidayat, Evie Ratnasari Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP INISIASI TUNAS MENGKUDU (Morinda citrifolia) SECARA IN VITRO ABSTRAK

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP REGENERASIBAWANG PUTIH (Allium sativum L) SECARA KULTUR JARINGAN

III. BAHAN DAN METODE

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB III BAHAN DAN TATA KERJA. kotiledon dari kecambah sengon berumur 6 hari. Kecambah berasal dari biji yang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

Tugas Akhir - SB091358

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus.

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan utama dan satu percobaan lanjutan, yaitu:

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Mansur (2006) menyebutkan bahwa Nepenthes ini berbeda dengan

Transkripsi:

Hak cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura ISBN: 978-602-97552-1-2 Deskripsi halaman sampul : Gambar yang ada pada cover adalah kumpulan benda-benda langit dengan berbagai fenomena

MULTIPLIKASI IN VITRO SAMAMA (Anthocephalus macrophyllus (ROBX).HAVIL) MELALUI TUNAS PUCUK DAN TUNAS AKSILAR Juni La Djumat Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian UNIDAR Ambon ABSTRAK Perbanyakan tanaman secara in vitro dengan menggunakan kultur tunas pucuk merupakan salah satu teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas/cabang-cabang aksilar sedangkan kultur tunas aksilar adalah kultur mata tunas untuk merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi BAP yang terbaik untuk multiplikasi tunas pucuk dan tunas aksilar samama secara in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang dengan 5 perlakuan BAP yaitu 0 mg/l; 0,5 mg/l; 1 mg/l; 1,5 mg/l dan 2 mg/l. Setiap perlakuan terdiri dari 2 eksplan (tunas pucuk dan tunas aksilar) dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 10 ulangan. Hasil penelitan menunjukkan bahwapadaeksplan tunas pucuktidakadanyaresponuntukmultiplikasi tunas, multiplikasi terjadipadaeksplantunas aksilar yang menghasilkan rata-rata jumlah tunas 3,3 tunas denganjumlah tunas terbanyak 5,5 tunas padaperlakun 1 mg/l BAP + MS. Kata kunci: Samama, Atocephalus macrophyllus, multiplikasi, BAP, tunas pucuk, tunas aksilar PENDAHULUAN Samama (Anthocephalus macrophyllus (Roxb). Havil) merupakan salah satu jenis pohon yang pertumbuhannya cepat ( fast growing spescies) yang berasal dari Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi yang dikenal juga dengan nama jabon merah. Saat ini, samama menjadi andalan industri perkayuan, termasuk kayu lapis, kayu lamina dan industri pekayuan lainnya karena samama memiliki beberapa keunggulan dibandingkan jenis pohon lainnya. Beberapa keistimewaan pohon samama yaitu merupakan tanaman cepat tumbuh yang umur panennya 5-6 tahun (diameter 50-60 cm) hingga7-10 tahun (diameter 80-120 cm).tinggi pohon 80% batang lurus, sisa 20% adalah cabang. Satu pohon dapat menghasilkan 0,8 kubik hingga 1,8 kubik usia ideal panen (Anonim, 2009). Harga jual kayu samama pada tahun 2010 berkisar antara Rp 900.000-1.000.000/m 3 karena memiliki sifat fisik dan mekanik yang lebih unggul (Halawane dkk., 2011). Hasil pengujian di laboratorium berat jenis (density) samama adalah 0,44-0,51 atau sedikit lebih tinggi diatas jabon putih (0,42). Warna kayu adalah kemerahmerahan menyerupai kayu meranti dari Kalimantan (Sanyoto, 2010). Supraptono (1995) melaporkan, bahwa berdasarkan klasifikasi kekuatan kayu yang berlaku di Indonesia maka kayu samama termasuk kelas kuat IV.Selain itu samama mampu berkembang biak secara dominan, yaitu mampu dapat hidup diantara jenis tanamn lainnya dan dominan dalam menyerap unsur hara dalam tanah. P R OSI DI NG 271

Berbagai keunggulan tersebut, membuat samama digunakan sebagai tanaman jenis baru pada Hutan Tanaman Industri (HTI), hutan rakyat, maupun sebagai tanaman pionir pada rehabilitasi lahan bekas tambang. Hal ini membuat perkembangan budidaya sama semakin bertambah pesat seiring dengan itu semakin bertambah pesat pula permintaan bibit samama yang tinggi, baik yang dikelola oleh perusahaan maupun pribadi. Harga jual benih samama Rp 1.000.000/kg-Rp 4.000.000/kg, tergantung pada kualitas benihnya (viabilitas) sedangkan harga jual bibit samama Rp 5.000 per pohon. Pemenuhan permintaan pasar dari bibit samama sampai saat ini hanya dilakukanmelalui perbanyakan secara konvensional. Untuk menghasilkan bibit yang unggul, seragam dalam skala besar serta dalam waktu yang relatif cepat diperlukan teknologi budidaya pembibitan tanaman secara kultur jaringan (in vitro). Perbanyakan bibit secara kultur jaringan menggunakan bahan vegetatif atau organ tanaman lalu dibiakan secara in vitro dan menghasilkan bibit tanaman yang jumlahnya banyak pada waktu singkat, serta sifat dan kualitasnya sama dengan induknya (Rahardja, 1994). Selanjutnya Wattimena (1992) menjelaskan, bahwa kelebihan teknik kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit yang banyak dalam waktu singkat, tanaman bebas penyakit, tidak tergantung musim buah dan adanya pohon induk jika tersedia sumber eksplan, memudahkan proses tukar menukar materi tanaman secara nasional dan internasional, tanaman yang sulit dibiakan secara generatif dapat dibiakan secara kultur jaringan. Perbanyakan tanaman secara in vitro dengan menggunakan kultur tunas pucuk merupakan salah satu teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunastunas/cabang-cabang aksilar sedangkan kultur tunas aksilar adalah kultur mata tunas untuk merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Wattimena (1992) menyatakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh(zpt). 6-Benzil Aminopurine (BAP) adalah zat pengatur tumbuh golongan sitokinin yang berperan terhadap pembelahan sel dan multiplikasi tunas. Penelitian perbanyakan samama secara in vitro belum banyak dilakukan terutama multiplikasi tunas pucuk dan tunas aksilar.beberapa penelitaian sebelumnya yaitu inisiasi tunas yang berasal dari eksplan daun dengan menggunakan media daar Murashige dan Skoog (MS) yang diperkaya dengan ZPT golongan sitokinin (BAP) dan kinetin hasilnya komposisi media yang baik untuk inisiasi tunas jabon putih adalah MS+1mg/l BAP pada media tersebut diperoleh saat muncul tunas tercepat dan jumlh tunas terbanyak tyaitu 4,7 hari setelah tanam (HST) dan 5,3 tunas per plantlet (Maharia dan Setiawan, 2011). Sedangkan penelitian yang menggunakan eksplan tunas aksilar yaitu pada gmelina (Gmelina arborea) yang telah diteliti oleh Sukartiningsih dkk. (1999). Hasilnya, pembentukan tunas terbaik dihasilkan oleh 272 P R OSI DI NG

kombinasi media MS + 2 mg/l BAP + 0,02 mg/l IBA.Oleh karena itu, maka dilakukan penelitiandengan tujuan untuk mendapatkan konsentrasi BAP yang terbaik untuk multiplikasi samama secara in vitro. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman Kalimantan Timur Oktober-Desember 2012. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tunas pucuk dan tunas aksilar samama, bahan kimia penyusun media MS, agar, BAP, akuades steril, alkohol 70%, alkohol 96%, HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: laminar air flow cabinet, autoclave, rak kultur yang dilengkapi dengan lampu flouresence, timbangan analitik, botol kultur, labu ukur, gelas ukur, labu erlenmeyer, cawan petri, pisau scapel, pinset, pipet, lampu spiritus, ph meter, botol semprot, kertas alumunium foil, tisu, kertas label, selotip, plastik wrap, karet gelang dan alat tulis menulis. Sumber eksplan yang digunakan tunas pucuk dan tunas aksilardengan panjang ± 10 mm berasal dari hasil iniasi kultur samama. Medium yan digunakan adalah Murashige-Skoog (1962) yang mengandung 30 gr sukrosa, 7,5 gr agar yang ditambahkan 0,5 mg/l; 1 mg/l; 1,5 mg/l dan 2 mg/l BAP. ph media diatur 5,7 sebelum disterilisasi. Sterilisasi medium dilakukan dengan autoclave pada suhu 121 0 C dengan tekanan 1,5 atm selama 15 menit. Penanamaneksplan dilakukan di laminar air flow.eksplan ditanam pada media selanjutnya diinkibasi dalam ruang kultur dengan intensitas cahaya ± 1000-2000 lux yang berasal dari lampu flouresence dan suhu 20-25 0 C selama 8 minggu. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang dengan 5 perlakuan BAP yaitu 0 mg/l; 0,5 mg/l; 1 mg/l; 1,5 mg/l dan 2 mg/l. Setiap perlakuan terdiri dari 2 eksplan (tunas pucuk dan tunas aksilar) dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 10 ulangan. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah jumlah tunas, tinggi tunas, jumlah daun.data yang diperoleh tersebut di atas kemudian di analisi sidik ragam dan uji pembanding antar perlakuan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16,0 dan bila perlakuan berpengaruh signifikan maka akan dilanjukan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap eksplan tunas pucuk dan tunas aksilar yang ditanam pada media MS dengan penambahan BAP dapat tumbuh dan berkembang menjadi tunas, daun dan P R OSI DI NG 273

akar. Tunas mulai muncul pada minggu ke-ii setelah tanam. Respon masing-masing eksplan diuraikan sebagai berikut: 1. Eksplan Tunas Pucuk Samama Hasil pengamatan selama VIII minggu setelah tanam (MST) terlihat bahwa pada eksplan tunas pucuk tidak adanya respon untuk multiplikasi tunas aksilar (Gambar 1). masing-masing parameter yang diukur dibahas sebagai berikut: Gambar 1. Multiplikasi Eksplan Tunas Pucuk pada Umur VII MST; (a) MS0; (b) 0,5 mg/l BAP; (c) 1 mg/l; (d) 1,5 mg/l BAP; (d) 2 mg/l BAP a. Jumlah tunas Hasil sidik ragam rata-rata jumlah tunas pada umur VIII MST diperoleh bahwa pemberian zat pengatur tumbuh BAP berpengaruh nyata terhadap rata-rata jumlah tunas eksplan tunas pucuk. Rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan oleh eksplan tunas pucuk adalah 0,9 tunas atau jumlah tunas terbanyak 1 tunas padaperlakuan 1 mg/lbap. 1 berikut: Untuk membandingkan antar perlakuan dilakukan uji DMRT yang disajikan pada Tabel 274 P R OSI DI NG

Tabel 1. Hasil Uji DMRT Pengaruh BAP terhadap Jumlah Tunas Eksplan Tunas Pucuk Samama. Perlakuan BAP (B) Jumlah tunas B0 (Kontrol) B1 (0,5 mg/l) B2 (1 mg/l) B3 (1,5 mg/l) B4 (2 mg/l) 0,5 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (Least Significant Different (LSD) 5%= 0,32) Pada tabel 1 diatas memperlihatkan bahwa pemberian 1mg/BAP dan 0,5; 1,5 dan 2 mg/l memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah tunas, tetapi rata-rata jumlah tunas memperlihatkan hasil yang berbeda tidak nyata pada pemberian 1 mg/l BAP dengan 0 mg/l BAP begitu juga dengan pemberian 0 mg/bap berbeda tidak nyata dengan 0,5; 1,5 dan 2 mg/i BAP. b. Tinggi tunas Hasil sidik ragam rata-rata tinggi tunas pada umur VIII MST diperoleh bahwa pemberian zat pengatur tumbuh BAP berpengaruh nyata terhdap rata-rata tinggi tunas eksplan tunas pucuk. Rata-rata tinggi tunas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan 0 mg/l BAP dan 1 mg/bap adalah 0,8 cm dengan tinggi tunas tertinggi 1,2 cm. Untuk membandingkan antar perlakuan dilakukan uji DMRT yang disajikan pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Hasil Uji DMRT Pengaruh BAP terhadap Tinggi Tunas Eksplan Tunas Pucuk Samama Perlakuan BAP (B) Tinggi tunas B0 (Kontrol) 0,8 b B1 (0,5 mg/l) B2 (1 mg/l) B3 (1,5 mg/l) B4 (2 mg/l) 0,4 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (Least Significant Different (LSD) 5% = 0,33) 0,8 ab 0,5 a 0,9 b 0,4 a 0,4 a 0,8 b 0,3 a Tabel 2, memperlihatkan bahwa pemberian 0 mg/, BAP dan 1 mg/l BAP berbeda tidak nyata terhadap tinggi tunas namun berbeda nyata dengan 0,5; 1,5 dan 2 mg/l BAP c. Jumlah daun Hasil sidik ragam rata-rata jumlah pada umur VIII MST diperoleh bahwa pemberian zat pengatur tumbuh BAP berpengaruh nyata terhadap rata-rata jumlah daun eksplan tunas pucuk. Rata-rata jumlah daun terbanyak dihasilkan oleh perlakuan 1 mg/l BAP adalah 2,9 helai dengan jumlah daun terbanyak 4 helai. Untuk membandingkan antar perlakuan uji DMRT yang disajikan pada Tabel 3 berikut: P R OSI DI NG 275

Tabel 3. Hasil Uji DMRT Pengaruh BAP terhadap Jumlah Daun Eksplan Tunas Aksilar Samama Perlakuan BAP (B) Jumlah Daun B0 (Kontrol) 2,4 ab B1 (0,5 mg/l) 1,3 a B2 (1 mg/l) 2,9 b B3 (1,5 mg/l) 1,3 a B4 (2 mg/l) 1,5 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (Least Significant Different (LSD) 5% = 1,11) Tabel 3, memperlihatkan bahwa pemberian 1 mg/l BAP dan 0,5; 1,5 dan 2 mg/l memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun, tetapi rata-rata jumlah daun memperlihatkan hasil yang berbeda tidak nyata pada pemberian 1 mg/l BAP dengan 0 mg/l BAP begitu juga dengan pemberian 0 mg/l BAP berbeda tidak nyata dengan 0,5; 1,5 dan 2 mg/l BAP. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa penambahan BAP pada media kultur berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, tinggi tunas dan jumlah daun eksplan tunas pucuk. Hasil uji DMRT yang membandingkan pengaruh antar perlakuan yang diberikan diperoleh hasil bahwa 1 mg/l BAP yang ditambahkan ke dalam media kultur berpengaruh terhadap jumlah tunas, tinggi tunas dan jumlah daun eksplan tunas pucuk. Hal ini diduga disebabkan karena pemberian ZPT secara eksogen telah mampu berinteraksi dengan ZPT endogen sehingga menghasilkan tunas pada eksplan tunas pucuk. Hasil pengamatan jumlah tunas rata-rata terbanyak 0,9 tunas yang dihasilkan oleh 1 mg/l BAP dengan jumlah terbanyak 1 tunas. Disimpulkan bahwa penambahan BAP ke dalam media kultur belum mampu menghasilkan multiplikasi eksplan tunas pucuk. BAP merupakan sitokinin yang diberikan untuk menghasilkan perbanyakan tunas pada samama karena sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dan mengatur pembelahan serta mempengaruhi diferensiasi tunas pada jaringan kalus. Setiap genotip atau jaringan mempunyai respon yang berbeda dalam penyerapan zat pengatur tumbuh dalam medium dan memiliki kandungan zat pengatur tumbuh endogenous yang berbeda. Oleh karena itu kadangkala hanya dibutuhkan auksin dan sitokinin secara sendiri-sendiri atau campuran auksin atau sitokinin. Hasil pengamatan juga diperoleh bahwa media tanpa penambahan BAP menghasilkan rata-rata jumlah tunas sebanyak 0,8 tunas, rata-rata tinggi tunas 0,8 cm dan rata-rata jumlah daun 2,4 helai. Hal ini mempertegas bahwa pada eksplan tunas pucuk mengandung hormon sitokinin endogen yang telah mampu merangsang pembentukan daun tanpa pengaruh tambahan hormon eksogen. Sebagaimana dijelaskan oleh Gunawan (1987), pemberian hormon secara eksogen akan mengubah level hormon eksogen yang terdapat pada tanaman sehingga 276 P R OSI DI NG

menyebabkan diferensiasi sel. Ditegaskan pula oleh Thorpe dkk. (1982), ketepatan ZPT yang ditambahkan sangat penting dalam organogenesis yang berkaitan dengan interaksi ZPT yang digunakan dengan zat-zat endogen yang terdapat dalam jaringan tumbuhan. Bila pucuk adventif muncul pada media dengan konsentrasi BAP yang lebih rendah, berarti ada kemungkinan terdapat sitokinin endogen yang sudah mencukupi, sehingga tidak diperlukan penambahan sitokinin dari luar. Hal ini juga menggambarkan bahwa kebutuhan hormon eksogen bergantung pada jumlah hormon endogen yang terkandung pada eksplan. Keseragaman jumlah tunas ini juga diduga karena sifat dari pucuk tanaman samama yang memiliki 1 bakal tunas. Tunas yang terbentuk adalah hasil pemanjangan batang yang keluar membelah 2 tangkai daun dari pucuk batang tanaman samama. Tunas kemudian berkembang menjadi batang dan daun. Dijelaskan oleh Gamborg dan Shyluk (1981), faktor penting yang berperan dalam budidaya in vitro adalah eksplan dan kandungan nutrient (salah satunya ZPT). Ditambahkan Wethrell (1976), kemampuan suatu bagian tanaman untuk dijadikan eksplan dipengaruhi oleh 3 hal yaitu kemampuan regenerasi, tingkat fisiologi dan kesehatan dari tanaman itu sendiri. Tingkat fisiologi berhubungan dengan totipotensi dan setiap sel tanaman mempunyai totipotensi yang berbeda (Pierik, 1987 dalam Zulkarnain, 2009). Penggunaan eksplan tunas pucuk samama dalam penelitian ini pada dasarnya sudah tepat karena eksplan tersebut merupakan bagian jaringan muda dan mudah tumbuh (meristem), apabila ada penambahan ZPT dengan konsentrasi yang tepat maka akan dapat mendorong pertumbuhan tunas. Riyadi (2009) melaporkan, bahwa media yang diberi perlakuan 5 mg/l BAP telah mampu menghasilkan multiplikasi eksplan tunas pucuk tanaman kina (Cinchona ledgerina) sebesar 17,2 tunas per eksplan selama delapan minggu. 2. Eksplan Tunas Aksilar Samama Hasil pengamatan selama VIII minggu setelah tanam terlihat bahwa pada eksplan tunas aksilar telah terjadi multiplikasi tunas (Gambar 2). Untuk masing-masing parameter yang diukur dibahas sebagai berikut: P R OSI DI NG 277

Gambar 2. Multiplikasi Eksplan Tunas Aksilar Umur VIII MST; (a) MS0; (b) 0,5 mg/l BAP; (c) 1 mg/l BAP; (d) 1,5 mg/l BAP; (d) 2 mg/l BAP a. Jumlah Tunas Hasil sidik ragam rata-rata jumlah tunas pada umur VIII MST diperoleh bahwa pemberian zat pengatur tumbuh BAP berpengaruh nyata terhadap rata-rata jumlah tunas eksplan tunas aksilar. Rata-rata jumlah tunas terbanyak dihasilkan oleh perlakuan 1 mg/l BAP adalah 3,3 tunas dengan jumlah tunas terbanyak 5,5 tunas. Untuk membandingkan antar perlakuan dilakukan uji DMRT yang disajikan pada Tabel berikut: Tabel 4. Hasil Uji DMRT Pengaruh BAP terhadap Jumlah Tunas Eksplan Tunas Aksilar Samama Perlakuan BAP (B) Jumlah daun B0 (Kontrol) 1,8 b B1 (0,5 mg/l) B2 (1 mg/l) B3 (1,5 mg/l) B4 (2 mg/l) 1,0 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (Least Significant Different (LSD) 5% = 0,76) Pada Tabel 4 di atas memperlihatkan bahwa pemberian 1 mg/l BAP memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah tunas dibandingkan dengan perlakuan lainnya. 278 P R OSI DI NG 0,6 a 3,3 c 0,6 a

b. Tinggi Tunas Hasil sidik ragam rata-rata tunas pada umur VIII MST diperoleh bahwa pemberian zat pengatur tumbuh BAP berpengaruh nyata terhadap rata-rata tinggi tunas eksplan tunas aksilar. Rata-rata tinggi tunas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan 1 mg/lbap adalah 2,4 cm dengan tinggi tunas tertinggi 3,1 cm. Untuk membandingkan antar perlakuan dilakukan uji DMRT yang disajikan padatabel 5 berikut: Tabel5. Hasil Uji DMRT Pengaruh BAP terhadap Tinggi Tunas Eksplan Tunas Aksilar Samama ZPT BAP (B) Jumlah Daun B0 (Kontrol) 1,9 b B1 (0,5 mg/l) B2 (1 mg/l) B3 (1,5 mg/l) B4 (2 mg/l) 0,5 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (Least Significant Different (LSD) 5% = 0,43) Pada Tabel 5 di atas memperlihatkan bahwa pemberian 1 mg/l BAP memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tunas dibandingkan dengan pelakuan lainnya. c. Jumlah Daun Hasil sidik ragam rata-rata jumlah daun pada umur VIII MST diperoleh bahwa pemberian zat pengatur tumbuh BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah daun eksplan tunas akhir. Ratarata jumlah daun terbanyak dihasilkan oleh perlakuan 1 mg/l BAP adalah 10,6 helai dengan jumlah daun terbanyak 16 helai. Untuk membandingkan antar perlakuan dilakukan uji DMRT yang disajikan pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Hasil Uji DMRT Pengaruh BAP terhadap Jumlah Daun Eksplan Tunas Aksilar Samama ZPT BAP (B) Jumlah daun B0 (Kontrol) 4,7 b B1 (0,5 mg/l) B2 (1 mg/l) B3 (1,5 mg/l) B4 (2 mg/l) Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (Least Significant Different (LSD) 5% = 2,06) 0,3 a 2,4 c 0,2 a 1,4 a 10,6 c 1,1 a 2,0 a Pada Tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa pemberian 1 mg/l BAP memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun dibandingkan dengan pelakuan lainnya. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa penambahan BAP pada media kultur berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, tinggi tunas dan jumlah daun eksplan tunas aksilar. Hasil uji P R OSI DI NG 279

DMRT untuk membandingkan pengaruh antar perlakuan yang diberikan diperoleh hasil bahwa 1 mg/l BAP yang ditambahkan ke dalam media kultur berpengaruh nyata terhadap rata-rata jumlah tunas 3,3 tunas, rata-rata tinggi tunas 2,4 cm dan rata-rata jumlah daun 10,6 helai dibandingkan dengan pelakuan lainnya. Hal ini diduga bahwa eksplan yang ditaman pada pelakuan tersebut telah mampu merubah level zat pengatur tumbuh yang ada baik endogen maupun eksogen dalam mendorong morfogenesis secara optimal. Di jelaskan oleh Wetherell (1976), interaksi dan perimbangan antara auksin dan sitokinin yang ada pada media dan diproduksi oleh tanaman secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur. Ditambahkan pula oleh Gunawan (1987), BAP termasuk kelompok sitokinin yang banyak digunakan untuk inisiasi tunas pada berbagai jenis tumbuhan. Selanjutnya Yusinta (2003) mengemukakan bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh sitokinin mampu menumbuhkan dan menggandakan tunas-tunas aksilar atau merangsang tumbuhnya tunas-tunas adventif. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa konsentrasi BAP lebih tinggi dan lebih rendah dari 1 mg/l tidak berpengaruh terhadap peningkatan multiplikasi tunas aksilar. Hal ini sejalan dengan Wilkins (1992), pemberian sitokinin dalam konsentrasi yang rendah (di bawah 1 mg/l) akan menghambat pembentukan tunas tanaman berkayu atau bahkan tidak tumbuh sama sekali tergantung pada jenis tanaman dan eksplan yang digunakan. Penggunaan BAP pada konsentrasi yang tepat sangat efektif merangsang pengandaan tunas karena penambahan BAP dalam media perbanyakan secara in vitro berperan aktif dalam organogenesis secara alami. Zat pengatur tumbuh BAP merupakan salah satu golongan sitokinin yang dapat memacu dan menginduksi tunas namun jenis dan konsentrasi tergantung jenis tanaman (George dan Sherrington, 1984). Penggunaan eksplan tunas aksilar samama dalam penelitian ini pada dasarnya sudah tepat karena eksplan tersebut merupakan bagian jaringan muda dan mudah tumbuh (meristem), apabila ada penambahan ZPT dengan konsentrasi yang tepat maka akan dapat mendorong pertumbuhan tunas. Riyadi (2009) menyampaikan, bahwa media yang diberi perlakuan 3 mg/l BAP telah mampu menghasilkan multiplikasi eskplan tunas aksilar tanaman kina (Cinchona ledgerina) sebesar 24,6 tunas per eksplan selama delapan minggu. KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dengan pemberian beberapa konsentrasi BAP pada media MS maka diperoleh hasil yaitu tidak adanya respon untuk multiplikasi tunas pada eksplan tunas pucuk, multiplikasi terjadi pada eksplantunas aksilar yang menghasilkan 280 P R OSI DI NG

rata-rata jumlah tunas 3,3 tunas denganjumlah tunas terbanyak 5,5 tunas padaperlakun 1 mg/l BAP + MS. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2009. Tentang Jabon Merah. Http://www.sijabonmerah.blogspot.com. Diunduh 04 Juli 2012, Jam:21.13 wit. Gamborg, O.G. dan J.P. Shyluk.1981. Nutrition, Media and Characteristic of Plant Cell and Tissue Culture. In Thorpe, T. A (Ed). Plant Tissue Culture: Method and Application in Agriculture. Academic Press, Inc, New York. Gunawan, L.W.1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor. Pusat Antar Universitas, IPB.Bogor George, E. F and P.D. Sherrington, 1984, Plant Propagtion by Tissue Culture. (Handbook and Directory of Commercial Laboratories). Eastern Press, Reading, England. Halawane, J.E; H.N. Hidayah dan J.Kinho. 2011. Prospek Pengembangan Jabon Merah (Anhtocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil), Solusi Kebutuhan Kayu Masa Depan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Manado. Maharia, D. dan W. Setiawan. 2011. Inisiasi Tunas Jabon (A. cadamba (Roxb.) secara In Vitro. Fakultas Pertanian. Universitas Tompotika Luwuk. www.untika.acid/index.php/profil/23-artikel. Diunduh 12 Juni 2012, Jam:09.51 wita Sanyoto. 2010. Benih Tanaman Kehutanan. http://www.jabonjawa.com. Diunduh 18 April 2010, Jam:09.34 wit. Sukartiningsih; K. Nakmura dan Y. ide. 1999. Clonal Propagation of Gmelina arborea Rob. By In Vitro Culture. Annual Meeting of Japanese Forest Soeciety Supraptono, B. 1995. Sifat-sifat dan Mekanika dari Sebelas Jenis Kayu Non-Dipterocarpaceae di Pulau Buru. Frontir No. 17. Rahardja, P.C. 1994. Kultur Jaringan. Teknik Perbanyakan Tanaman secara Modern. Penebar Swadaya. 71 h. Riyadi, I. 2009. Perbanyakan In Vitro Tanaman Kina (Cincona ledgerina(moens.) melalui Tunas Aksilr dan Apikal. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan. Menara Perkebunan. 77 (1): 36-46 Thorpe, T. A. 1982. Plant Tisse Culture. Metdhods and Aplication in Agriculture. Academic Pres Inc, New York. Wattimena, G.A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB,Bogor. Wilkins, M. B. 1992. FisiologiTanaman (Terjemahan). PT Bina Aksara, Jakarta. Wetherell, D. F. 1976. Pengantar Propagasi Tanaman secara In Vitro. Koesoemariyah, Penerjemah. Every Publishng Group Inc Wayne, New Jersey Yusinta. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. PT Agromedia. 103 h. Zulkarnain, H. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta. P R OSI DI NG 281

282 P R OSI DI NG