Wawancara dengan Sita Aripurnami Seksualitas sering dianggap barang tabu yang "haram" dibicarakan. Namun secara sembunyi-sembunyi ia justru sering dicari dari buku-buku stensilan, novel-novel kacangan, mitos-mitos maupun legenda yang berkembang dalam tradisi kita. Masyarakat seringkali menggunakan standar ganda: ia dipandang sebagai "hak" dan "kekuasaan" bagi laki-laki, tapi "petaka" dan "aib" bagi perempuan. Bagaimana cara yang lebih adil dan realistis memandang seksualitas lelaki dan perempuan? Berikut wawancara A.D. Kusumaningtyas dari Swara Rahima dengan Sita Aripurnami, ibu dari 4 orang anak lulusan London School of Economic yang turut membidani lahirnya Kalyanamitra - sebuah LSM perempuan yang cukup berpengaruh di Indonesia. Sebagai awal pembicaraan, bisa Anda ceritakan masalah seksualitas dan pandangan masyarakat terhadap seksualitas perempuan. Menurut saya seksualitas bukan hanya milik perempuan, tetapi laki-laki juga. Seksualitas sebetulnya berkaitan dengan bagaimana diri setiap manusia itu dimaknai sebagai seorang laki-laki atau perempuan. Ini kemudian berhubungan dengan apa yang disebut sebagai organ seksual. Laki-laki dengan alat kelaminnya yang disebut penis dan perempuan dengan vagina. Di situlah muncul berbagai pemaknaan terhadap apa yang disebut sebagai kemampuan atau fungsi seksual laki-laki dan perempuan. Seksualitas adalah bagaimana masyarakat memberi arti laki-laki dan perempuan dan bagaimana seharusnya mereka 1 / 8
melakukan relasi, terutama dalam hal relasi seksual. Karena perempuan punya vagina, bisa melahirkan, punya payudara, maka dia seharusnya adalah pihak yang memberikan perhatian dan perawatan terhadap sesamanya. Jadi kalau tidak mempunyai kemampuan seperti itu, dia dipandang bukan perempuan. Sebaliknya bagi laki-laki, karena dia tidak melahirkan, tetapi agar seorang perempuan bisa melahirkan, maka harus ada sumbangan dari pihak laki-laki. Lalu, lucu sekali logikanya. Laki-laki berarti harus melakukan pembagian, maka dia melakukan pencarian sumber daya sehingga perempuan melakukan perawatan itu, sehingga diartikan laki-laki yang mencari nafkah. Kalau perempuan dan laki-laki tidak menjalankan apa yang dipandang sebagai mestinya, maka dianggap menyalahi kodrat seksualitasnya. Menyalahi, itu berarti tidak lumrah, kelainan. Di dalam perkembangannya manusia punya pilihan, itu yang sering dilupakan. Hanya alat kelaminnya yang berbeda. Namun kemudian dipandang manusia itu tidak punya pilihan, harus sesuai dengan si alat kelamin itu. Dia harus melakukan jalur itu dan diatasnamakan agama. Sebetulnya agama, menurut saya, dibentuk untuk membantu manusia agar bisa mengatur dirinya dan tidak saling menyakiti, tidak saling merugikan. Celakanya agama seringkali dibuat sebagai dasar untuk saling menyakiti dan merugikan manusia. Termasuk juga di sini, seorang perempuan tiba-tiba mengatakan saya tidak mau kawin dan tidak mau punya anak. Inipun dianggap menyalahi kodrat. Atau laki-laki mengatakan, saya tidak tertarik 2 / 8
sama perempuan, perilaku seperti ini kemudian tidak dihargai sebagai orientasi tertentu dan dipandang itu telah menyalahi agama, bahkan sebagian agama mengatakan itu sebagai sesuatu yang berdosa. Apa yang Mbak Sita ceritakan, bisa tidak didefinisikan dengan ketat apa itu seks, seksualitas, apa itu orientasi seksual agar pembicaraan bisa lebih 'clear'? Seks itu adalah jenis kelamin. Jenis kelamin itu bahasa Inggrisnya sex. Sedangkan seksualitas mirip dengan makna gender. Dia adalah bagaimana manusia diberi makna berdasarkan seksnya; dan gender sebetulnya tidak hanya berkaitan dengan seksnya, tetapi berkaitan dengan nilai-nilai yang sama. Ini dibangun untuk membentuk apa yang diartikan sebagai laki-laki dan perempuan. Tetapi kalau seksualitas berkaitan dengan kemampuan seksnya atau sebetulnya lebih pada organ seks, berkaitan dengan kemampuan reproduksi manusia. Kalau orientasi seksual? Orientasi seksual sebetulnya adalah kecenderungan untuk melakukan hubungan seks dengan siapa, disitu ada tiga: ada yang hetero dimana dia memang bisa memilih untuk melakukan hubungan dengan lawan jenis. Itu dinamakan heteroseksual. Ada yang namanya homoseksual, bisa laki dan bisa perempuan dengan sejenis (dengan sesama perempuan atau dengan sesama laki-laki).tetapi ada juga yang disebut selibat (tidak melakukan hubungan seks, biasanya pendeta). Tetapi pada kenyataannya bukan berarti 'tidak melakukan sama sekali'. Pendeta atau pastur juga manusia biasa dan mempunyai keinginan seks yang harus dipenuhi. Jadi pemenuhan kebutuhan seks dapat berhubungan dengan sesama jenis, lawan jenis atau 3 / 8
tidak sama sekali. Bagaimana pandangan masyarakat mengenai makna seksualitas itu sendiri? Tadi Anda menyebut penyimpangan, kenapa itu disebut sebagai penyimpangan? Kalau disebut sebagai penyimpangan, maka berdasarkan matra atau ukuran mayoritas. Mayoritas mengatakan tidak lumrah, tidak sesuai dengan apa yang selama ini dianut. Yang tidak sama dengan mayoritas itu dianggap sebagai kelainan. Sebetulnya itu bukan kelainan. Memang dia lain dengan kelompok itu. Tetapi belum tentu dia lain dengan kelompok yang memang menjadi seperti itu. Saya pada posisi tidak setuju, bahwa itu sebagai kelainan. Dia lain karena pilihannya, tetapi bukan berarti dia memiliki kelainan. Apakah reproduksi adalah satu-satunya fungsi seksualitas? Seks itu jenis kelamin, kemudian bagaimana jenis kelamin itu berfungsi, bisa untuk reproduksi, tapi juga bisa untuk rekreasi. Kalau bahasa Inggrisnya recreation atau procreation untuk mereproduksi dan menambah umat dengan melahirkan, mereproduksi. Atau sebetulnya untuk recreation (kesenangan), bisa dua-duanya dan itu hidup di dalam masyarakat. Peroalannya ketika dituntut rekreasi, kemudian dari zaman baheula muncul misalnya jenis kerja yang dinamai pekerja seks. Kemudian dimunculkan di masyarakat fungsi itu, karena orang butuh menyalurkan kebutuhan untuk melakukan hubungan seks. Orang yang tidak punya pelampiasan kemudian melampiaskan atau menyalurkan dorongan seks kepada pekerja seks dengan memberi bayaran. Sebetulnya munculnya pekerja seks 4 / 8
merupakan implikasi dari apa yang selama ini dipandang oleh masyarakat tentang seksualitas. Jadi seks itu atau aktivitas seksual bisa untuk mereproduksi, menambah umat (menambah jumlah orang). Atau bisa juga untuk rekreasi. Pemaknaan sek s untuk laki-laki dan perempuan, sering disebutkan, makna seks untuk perempuan adalah untuk prokreasi. Sementara laki-laki untuk rekreasi. Tidak bisa dikatakan begitu, karena dua-duanya punya peluang yang sama, bisa mengandung dua pengertian itu. Bisa lebih detail? Itu berkaitan dengan bagaimana masyarakat melihat fungsi-fungsi seksual laki-laki dan perempuan. Ketika itu menjadi sebuah nilai dan menjadi sebuah standar arti yang perlu dipercayai, kemudian disebut dengan seksualitas manusia. Ada perbedaan anggapan bahwa alat reproduksi atau organ seks manusia berbeda-beda.kemudian muncul anggapan bahwa bukan hanya fungsi yang berbeda di masyarakat, tetapi juga kemampuan, kapasitas, prilaku. Makanya kalau perempuan ingin melakukan hubungan seks setiap hari, dikatakan bukan perempuan tetapi itu laki-laki yang punya keinginan seks. Seks itu sama seperti makan dan minum, hanya bagaimana manusia mengatur seleranya itu. Bahkan ada yang mengatakan seperti binatang. Selama ini masyarakat melihat seks seperti "kalau sama isteri dianggapnya seks itu untuk reproduksi". Tetapi belum tentu, bisa saja itu rekreasi. 5 / 8
Kemudian mengenai seksualitas kaitannya dengan "tubuh perempuan", bagaimana selama ini masyarakat memandang tubuh perempuan? Kembali lagi, hubungannnya erat sekali dengan bagaimana posisi laki-laki dan perempuan itu diartikan di dalam masyarakat. Perempaun selalu dipandang sebagai pihak yang harus dinikmati, baik secara fisik maupun dengan cara yang lain. Tubuh perempaun selalu dilihat sebagai sesuatu yang memang patut untuk dilihat oleh semua orang. Itu berkaitan dengan bagaimana selama ini perempuan diposisikan dalam masyarakat selalu sebagai pihak yang menjadi milik, apakah sebagai milik ayahnya, suaminya. Ini selalu berkaitan dengan hubungan yang tidak setara, termasuk tubuh perempuan. Misalnya ada seorang pelaku perkosaan tertangkap. Dia tidak mengelak, ketika dipenjara, dia akan dihajar rame-rame. Karena hadirnya dia di penjara, menunjukkan pada para laki-laki yang lain bahwa telah terjadi rebutan hak atas tubuh perempuan, pada diri seorang laki-laki. Dan itu buat laki-laki yang lain sebagai sebuah pelecehan, jadi dihabisin rame-rame. Jadi sesama laki-laki dilarang saling mendahului. Enak saja, ini sebagai peringatan. Jadi jangan macam-macam karena perempuan adalah propertinya laki-laki. Mereka melihat dalam rangka itu, tetapi sebagai laki-laki ternyata haknya diinjak-injak, itu sebagai pembelaan terhadap laki-laki sebagai super komunitas. Bagaimana dengan pornografi, apa batasan-batasannya? Sebetulnya di masyarakat sendiri, menurut saya telah terjadi double standard (standar ganda) terhadap pornografi. Dari satu sisi, mereka mengatakan itu sebagai sesuatu yang tidak bermoral, dan dianggap menjadi penyebab maraknya berbagai maksiat. Di sisi lain, mereka justru mengkonsumsi itu. Jadi ada 6 / 8
double standard terhadap pornografi. Ini sebetulnya sebuah diskusi di kalangan para aktivis perempuan sendiri, diskusi yang belum selesai juga. Karena pada satu sisi banyak aktivis perempuan melihat, ini adalah cara perempuan untuk, secara merdeka, menunjukkan tubuhnya tanpa harus diperintah oleh laki-laki. Ada sebagian aktivis perempuan menganggap bahwa aku terserah mau pakai baju apa, aku ingin menunjukkan ekspresi diriku dengan cara seperti ini. Kenapa kalau melihat laki-laki pakai pakaian yang terbuka perempuan tidak terasosiasi langsung timbul birahinya. Sebagian posisi aktivis perempuan seperti itu, dan ini bukan di Indonesia, terutama di dunia Barat sana. Ada juga yang kemudian melihat ini sebetulnya ada hubungannya dengan sebuah pandangan juga; ada sebuah cara pandang yang maskulin, karena cara mengekspresikan diri, sebetulnya merupakan cara berekspresi tanpa disadari, cara berekspresi laki-laki, bahwa seperti itu cara mengekspresikan kebebasan. Menurut saya masyarakat hipokrit dalam hal pornografi. Semangatnya melarang, tetapi menikmati juga, misalnya dengan diam-diam melihat perempuan kelihatan pahanya, merupakan satu sikap yang hipokrit tehadap pornografi. Toh dia ternyata melirik, sekalipun dia ikut membakar semua gambar-gambar itu. Bagaimana dengan pandangan pornografi adalah eksploitasi terhadap tubuh perempuan? Saya mengatakan, cara mengekspresikan diri seperti laki-laki itu nyambungnya ke situ (perempuan sebetulnya dieksploitasi). 7 / 8
Dalam konteks ini mungkin bisa dibedakan antara seksualitas dan sensualitas? Sensual sebenarnya bermaksud memenuhi kepuasan satu pihak, artinya merangsang. Tetapi kata itu muncul karena berkaitan dengan kebutuhan siapa, saya melihat ini muncul dari kebutuhan yang selama ini banyak didominasi laki-laki, karena kita tidak pernah mengatakan bahwa sensual selalu dikaitkan dengan posisi perempuan. Kita tidak pernah mengatakan laki-laki bibirnya sensual. Sebetulnya itu adalah cara laki-laki mendefinisikan cipta, rasa penikmat. Jika dikaitkan dengan agama? Menurut saya, kalau dikaitkan dengan pandangan agama terhadap posisi perempuan - karena perempuan dipandang agama sebagai sesuatu yang, menurut bahasa agama, sesuatu yang indah, harus dilindungi dan sementara perempuan sendiri harus melayani - itu memunculkan pernyataan-pernyataan misalnya di pengajian-pengajian, ya ibu-ibu kalian harus mau melayani suami, sekalipun puasa harus bisa melayani. Pernyataan-pernyataan seperti itu, tanpa disadari, akhirnya membangun kesadaran bagaimana perempuan harusnya tampil. Seorang laki-laki tentu senang sekali kalau isterinya bisa melayani. ] 8 / 8