V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah I. PENDAHULUAN

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

REVITALISASI PERTANIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

III. METODE PENELITIAN

PENGANTAR AGRIBISNIS

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan. dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat, bahkan secara

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II. STATUS DAN KONDISI SAAT KINI

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN. diperlukan langkah-langkah strategis yaitu mendesain (menyusun) metode. sampai pada beberapa poin simpulan sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN MAJALENGKA. dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Kebijakan dan program

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

IV. TUJUAN DAN SASARAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

18/09/2013. Ekonomi Teknik / Sigit Prabawa / 1. Ekonomi Teknik / Sigit Prabawa / 2

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Transkripsi:

18 V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. Strategi Pengembangan agribisnis bawang merah pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, (2) memenuhi kebutuhan bahan baku industri, (3) substitusi impor, dan (4) mengisi peluang pasar ekspor yang tahapan pencapaiannya dirangkum pada Roadmap Pengembangan Komoditas Bawang Merah (Lampiran 2). Strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut meliputi : 1. Strategi pengembangan di lini on-farm mencakup: perakitan varietas unggul, penguatan sistem produksi benih sumber, pengelolaan hara dan air terpadu, pengendalian hama penyakit terpadu, serta perbaikan mutu dan daya simpan produk. Berdasarkan prioritas pengembangan yang menitikberatkan pada perbaikan varietas serta didukung oleh percepatan diseminasinya kepada pengguna, langkah-langkah strategis tersebut diarahkan untuk meningkatkan efisiensi usahatani bawang merah dan daya saing produk. 2. Strategi pengembangan di lini off-farm yang diawali dengan perbaikan teknologi pengolahan untuk mendukung pengembangan industri hilir bawang merah (skala rumah tangga maupun industri), misalnya industri irisan kering, irisan basah/utuh, pickles/acar, bawang goreng, bubuk bawang merah, tepung bawang merah, oleoresin, minyak bawang merah, pasta dsb. Pengembangan industri hilir diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan bawang merah. 3. Strategi pengembangan di lini kebijakan pemerintah yang mencakup: dukungan kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri, pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga, permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani, pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara, penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana, pengembangan sarana dan prasarana pendukung operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran serta jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor. Berbagai dukungan kebijakan tersebut terutama diarahkan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi peningkatan investasi dan perbaikan distribusi. 4. Strategi pengembangan di lini pemasaran dan perdagangan yang mencakup pengembangan unit usaha bersama (koperasi atau usaha berbadan hukum lainnya) serta pengembangan sistem informasi (harga penawaran dan permintaan produk) untuk mendukung upaya menangkap peluang pasar. Pengembangan pasar bawang merah harus dilakukan sejalan dengan perkembangan di sisi on-farm. sehingga manfaat penuh bagi produsen dan konsumen dapat tercapai. Langkah strategis pengembangan pasar yang didukung oleh kebijakan pemerintah. terutama menyangkut pemberian skim kredit usaha mikro. kecil dan menengah dapat mengarah pada peningkatan efisiensi pemasaran bawang merah. Langkah-langkah strategis di berbagai lini di atas pada dasarnya diarahkan untuk meningkatkan efisiensi produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran bawang merah. Hal ini perlu ditempuh dalam upaya mencapai kondisi ideal profil agribisnis bawang merah masa depan yang memiliki karakteristik: (a) sebagai produsen dan eksportir terbesar di Asia Tenggara. (b) sebagai sumber pendapatan tinggi bagi semua partisipan di sepanjang rantai pasokan. (c) tingkat produktivitas tinggi serta (d) daya saing produk tinggi. B. Kebijakan Kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung tujuan dan sasaran revitalisasi agribisnis bawang merah meliputi: (1) kebijakan pengembangan sarana dan prasarana fisik dan non-fisik; (2) kebijakan pengembangan sistem perbenihan; (3) kebijakan akselerasi peningkatan produktivitas; (4) kebijakan perluasan areal tanam; (5) kebijakan sistem perlindungan; (6) kebijakan pengolahan dan pemasaran hasil; dan (7) kebijakan pengembangan kelembagaan. 19

C. Program Berdasarkan profil agribisnis bawang merah saat ini dan mengacu pada profil agribisnis bawang merah yang ingin diwujudkan pada tahun 2010, maka program revitalisasi agribisnis bawang merah dirancang mencakup beberapa kegiatan utama, yaitu: 20 1. Pengembangan sarana dan prasarana agribisnis bawang merah Sarana dan prasarana yang perlu dikembangkan mencakup: pengadaan dan perbaikan jaringan irigasi, perbaikan dan penambahan jalan desa, penyediaan sarana produksi, pembangunan gudang-gudang penyimpanan, perbaikan dan penyediaan fasilitas pasar, pembangunan jaringan informasi (periode panen, prediksi pasokan, kelas/varietas, dan harga), serta sarana diseminasi dan transfer teknologi (sumberdaya manusia dan fisik). 2. Pengembangan industri benih bawang merah Pembenahan sistem perbenihan bawang merah perlu dimulai dari fase perakitan varietas. Pada saat ini, rangkaian kegiatan pemuliaan dilakukan berdasarkan pendekatan program pemuliaan yang disusun oleh lembaga penyelenggara pemuliaan. Di masa depan, semua tahapan tersebut di atas dilakukan dengan pendekatan industri, yang pelaksanaannya dapat distandarisasikan mengacu pada sistem mutu. Mekanisme baru ini membutuhkan transformasi sistem perakitan varietas dari pendekatan program pemuliaan ke industri pemuliaan. Transformasi ini membawa konsekuensi perubahan penyelenggaraan kegiatan pemuliaan yang semula didominasi oleh lembaga pemerintah selanjutnya secara bertahap diserahkan kepada pihak swasta. 3. Pemberdayaan sentra produksi bawang merah Sentra produksi bawang merah secara bertahap direvitalisasi menjadi sentra agribisnis bawang merah yang dicirikan oleh: (a) pengusahaan bawang merah yang memiliki economies of scale melalui penerapan konsolidasi pengelolaan lahan usaha, (b) kelembagaan petani yang tangguh, tidak saja dalam menangani aspek produksi, tetapi juga aspek pemasaran hasil dan pendanaan usahatani, (c) penerapan SPO (Standar Prosedur Operasional) bawang merah spesifik lokasi yang berbasis GAP (Good Agricultural Practices), dan (d) terintegrasi dengan pelayanan pasar input serta industri pengolahan. 4. Penambahan sentra produksi baru bawang merah Perluasan sentra produksi/agribisnis baru terutama ditempuh dengan mengacu pada kesesuaian agroklimat bawang merah. bukan pada pemanfaatan lahan marjinal. 5. Pembangunan pabrik pengolahan produk bawang merah Pengolahan produk bawang merah harus dirancang tidak hanya untuk mengatasi masalah surplus produksi saja. Pengembangan pabrik pengolahan harus diarahkan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah melalui diversifikasi produk dengan menggunakan bahan baku berkualitas prima (sesuai persyaratan olah). 21

VI. KEBUTUHAN INVESTASI Implementasi program revitalisasi agribisnis bawang merah membutuhkan: 1. Pengembangan sentra produksi dan perluasan areal tanam Pengembangan sentra produksi dan penambahan luas areal bawang merah dilakukan di 11 propinsi. Pengembangan sentra produksi sampai tahun 2025 ditargetkan seluas 90.000 hektar. Sementara itu, penambahan areal baru sampai tahun 2025 diperkirakan mencapai 26.900 hektar. Perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk mendanai program ini adalah sebagai berikut: Tahun Biaya ( Rp. 000 ) 2005 2009 6.800.394.690 2010 2014 6.988.738.237 2015 2019 7.325.401.137 2020 2025 8.039.560.200 Total 29.154.094.264 selama tiga tahun. Investasi tersebut digunakan untuk R&D teknologi pengeringan dan pembuatan tepung, pengemasan dan penyimpanan. serta pengembangan model agroindustri di sentra produksi. Sedangkan untuk industri UKM bawang goreng, investasi yang dibutuhkan sekitar Rp. 1 juta-1,3 juta (teknologi penggorengan vakum, pengemasan, penyimpanan serta pengembangan model agroindustrinya). Untuk industri UKM produk pickles memerlukan investasi teknologi pembuatan, pengemasan (bottling), penyimpanan (cool storage dan pendugaan umur simpan) sebesar Rp. 1,2-1,7 milyar. Pihak swasta diharapkan juga ikut berperan serta dalam pembangunan outlet. penambahan modal usaha. penambahan peralatan pabrik. penyimpanan jangka pendek. menengah dan panjang (rantai dingin), transportasi dan distribusi, serta promosi. 2. Pengembangan industri benih bawang merah Pengembangan industri benih dilaksanakan secara bertahap: (1) produksi TSS (true shallot seed) sebanyak 21 kg, (2) produksi benih umbi G0 sebanyak 42 ton, (3) produksi benih G1 sebanyak 910 ton, dan (4) produksi benih G2 (benih sebar) sebanyak 18.200 ton. Sampai tahun 2010. benih ini ditargetkan dapat digunakan untuk 20.000 hektar perluasan lahan. Perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk mendanai program ini adalah sekitar Rp. 31,8 juta. 3. Pengembangan produk olahan bawang merah Untuk industri skala UKM produk irisan kering, bubuk dan tepung bawang merah diperlukan investasi senilai Rp. 1,1 juta - 1,5 juta 22 23

VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN INVESTASI Fokus revitalisasi agribisnis bawang merah ke depan adalah mendorong perkembangan agribisnis dari yang berbasis kelimpahan sumberdaya dan tenaga tidak terampil, kepada agribisnis yang berbasis modal dan tenaga terampil, serta didorong oleh penerapan inovasi teknologi spesifik lokasi. Keterlibatan pihak swasta perlu terus didorong. karena merupakan salah satu komponen penghela keberhasilan. Pihak swasta akan terdorong untuk terlibat dan menanamkan investasi seandainya terdapat insentif yang jelas serta pengembalian (returns) yang memberikan keuntungan. Keterlibatan penuh atau penanaman investasi pihak swasta tersebut diharapkan dapat meningkatkan akselerasi pembangunan sistem agribisnis bawang merah ke tahapan berikut, yang perkembangannya secara dominan digerakkan oleh sumberdaya inovasi. Dukungan kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan agribisnis bawang merah: 1. Kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri 2. Kebijakan pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga 3. Kebijakan permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani 4. Kebijakan pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara 5. Kebijakan dalam penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana 6. Kebijakan pengembangan sarana dan prasarana pendukung operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran 7. Kebijakan jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor. LAMPIRAN 24

Lampiran 1.Pohon industri bawang merah Lampiran 2.Roadmap pengembangan komoditas bawang merah Sumber Daya & Strategi Produk Kondisi Infrastruktur Pengembangan (2005-2010) 2010 ON-FARM OFF-FARM PROFILE AGRIBISNIS SAAT INI Produktivitas sub - opt Mutu kurang sesuai pasar KEBIJAKAN PEMERINTAH PEMASARAN & PERDAGANGAN Perbaikan varietas Perakitan varietas Perbaikan teknologi produksi yang berkelanjutan Pengel nutrisi dan air Pengel hama penyakit Perbaikan teknologi panen dan penanganan segar Akselerasi diseminasi teknologi PERBAIKAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KREDIT USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH PENGEMBANGAN UNIT USAHA BERSAMA PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI Penguatan sistem produksi benih Perbaikan mutu dan daya simpan produk Perluasan areal tanam Pengembangan Industri Hilir PENGEMBANGAN INFRA STRUKTUR KERJASAMA INTERNATIONAL PENGEMBANGAN PASAR Varietas Ungul: Meningkatkan efisiensi usaha tani dan daya saing produk Teknik Pengolahan yang Efisien Peningkatan investasi dan distribusi Peningkatan Efisiensi Pemasaran PRODUSEN DAN EKSPORTIR BAWANG MERAH PROFILE AGRIBISNIS 2010 Produktivitas tinggi Mutu sesuai pasar PENDAPATAN TINGGI PRODUKTIVITAS TINGGI DAYA SAING PRODUK TINGGI 26 27

Lampiran 3. Investasi dan modal kerja Lampiran 4. Perhitungan investasi, modal kerja dan sumber pendanaan pada kelayakan proyek pengembangan varietas dan pembenihan untuk ubstitusi impor Investasi 2 Gudang (m ) Peralatan kelengkapan gudang Modal Kerja Uraian Sewa tanah untuk produksi G1, G2 dan G3 Perlengkapan dan peralatan untuk produksi G1, G2 dan G3 Pengawasan Sub total investasi dan modal Sumber Pendanaan Kredit atau pinjaman dari Bank dengan tingk at bunga 10% per tahun Pendanaan yang berasal dari pribadi Sub total pendanaan 2 x 1.000 x Rp. 750.000 2 x Rp. 20.000.000 1.215 x Rp. 2. 000.000 1 x Rp. 1.000.000.000 10 x 3 x 12 x Rp. 1. 000.000 Nilai (Rp) 1. 500. 000. 000 40.000.000 2.430.000.000 900.000.000 360.000.000 5.230.000.000 3.000.000.000 2. 230. 000. 000 5.230.000.000 Perencanaan produksi pada perhitungan kelayakan proyek pengembangan varietas dan pembenihan untuk substitusi impor Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Benih umbi G1 (kg) 42.000 Harga jual (Rp./kg) 5.500 Nilai (Rp.) 231.000.000 Lampiran 5. Tahun Biaya variabel produksi pada perhitungan kelayakan proyek pengembangan varietas dan pembenihan untuk substitusi impor Catatan : Biaya tetap sebesar Rp. 174.000.000 yang terdiri dari biaya pemeliharaan sebesar Rp. 1 dan biaya lain-lain sebesar Rp.24.000.000 Lampiran 6. Bibit (Rp.) Input lain (Rp.) Tenaga kerja (Rp.) Lain-lain (Rp.) Sub total (Rp.) 1 105.000.000 105.000.000 35.000.000 5.000.000 2 2 231.000.000 1.0 3 1.681.000.000 3 1.820.000.000 17.062.500.000 5.687.500. 000 100.000.000 24.670.000.000 Total 26.601.000.000 Anggaran implementasi pada perhitungan kelayakan proyek pengembangan varietas dan pembenihan untuk substitusi impor Sumber Pendanaan Pemanfaatan 1. Pinjaman Rp 3.000.000.000 Investasi Rp 1.540.000.000 - Gudang Peralatan gudang 2. Sendiri Rp 2.230.000.000 Modal kerja Rp 3.690.000.000 - Sewa tanah - Peralatan untuk produksi - Pengawasan Total Rp 5.230.000.000 Total Rp 5.230.000.000 Benih umbi G2 (kg) 910.000 Harga jual (Rp./kg) 2.000 Nilai (Rp.) 1.820.000.000 Benih umbi G3 (kg) 18.200.000 Harga jual (Rp./kg) 3.000 Nilai (Rp.) 54 600 000 000 28 29

Lampiran 7. Pembayaran pinjaman dan bunga pada perhitungan kelayakan proyek pengembangan varietas dan pembenihan untuk substitusi impor Lampiran 9. Analisis benefit/cost pada perhitungan kelayakan proyek pengembangan varietas dan pembenihan untuk substitusi impor Tahun Pokok Cicilan tahunan Bunga (10% per tahun) 1 3.000.000.000 1.000.000.000 2 2.000.000.000 1.000.000.000 200.000.000 3 1.000.000.000 1.000.000.000 100.000.000 Lampiran 8. Tahun Uraian 1 2 3 Penerimaan Benih umbi G1 231.000.000 Benih umbi G2 1.820.000.000 Benih umbi G3 54.600.000.000 Total 231.000.000 1.820.000.000 54.600.000.000 penerimaan Biaya Operasional Biaya tetap Supervisor Sewa tanah Peralatan Pemeliharaan Lain-lain Lain-lain Biaya variabel Benih/bibit Input lain Tenaga kerja Bunga (10%) Total biaya operasional Keragaan laba/rugi pada perhitungan kelayakan proyek pengembangan varietas dan pembenihan untuk substitusi impor 120.000.000 105.000.000 105.000.000 35.000.000 5.000.000 120.000.000 231.000.000 1.0 3 200.000.000 20.000.000 1.820.000.000 17.062.500.000 5.687.500.000 100.000.000 100.000.000 1.83 3.169.000.000 26.05 Year Uraian 1 2 3 Penerimaan Benih umbi G1 231.000.000 Benih umbi G2 1.820.000.000 Benih umbi G3 54.600.000.000 Total penerimaan 231.000.000 1.820.000.000 54.600.000.000 Biaya Operasional Investasi 1.540.000.000 Biaya tetap Supervisor Sewa tanah Peralatan Pemeliharaan Lain-lain Biaya variabel Benih/bibit Input lain Tenaga kerja Lain-lain Bunga (10%) 120.000.000 105.000.000 105.000.000 35.000.000 5.000.000 120.000.000 231.000.000 1.0 3 200.000.000 120.000.000 1.820.000.000 17.062.500.000 5.687.500.000 100.000.000 100.000.000 Cicilan pokok 1.000.000.000 1.000.000.000 1.000.000.000 Total biaya operasional 4.37 4.169.000.000 27.05 Benefit - 4.147.000.000-2.349.000.000 27.542.000.000 Pajak (20%) 0 0 5.508.400.000 Net Benefit - 4.147.000.000-2.349.000.000 22.033.600.000 Benefit - 1.607.000.000 1.349.000.000-28.542.000.000 Pajak (20%) 0 0 5.708.400.000 Net Benefit -1.607.000.000-1.349.000.000 22.833.600000 30 31

Lampiran 10. Kelayakan proyek pengembangan varietas dan perbenihan bawang merah untuk substitusi impor Year F.NPV at DF (10%). (40%) and (55%) 32 Revenue Cost Tax Net Benefit DF=10% NPV at DF=10% (1) (2) (3) (4) = (1) -(2)-(3) (5) (6) =(4) x (5) 1 231.000.000 4.37 0-4.147.000.000 0.909-3.769.623.000 2 1.820.000.000 4.169.000.000 0-2.349.000.000 0.826-1.940.274.000 3 54.600.000.000 27.05 5.508.400.000 22.033.600.000 0.751 16.547.233.600 Lampiran 10 (lanjutan) 10.837.336.600 Year Disc. Benefit Disc. Cost DF=55% NPV at DF=55% (7) = (1) x (5) (8) = (2+3)x(5) (9) (10) = (4) x (9) 1 209.979.000 3.979.602.000 0.645-2.674.815.000 2 1.503.320.000 3.443.594.000 0.416-977.184.000 3 41.004.600.000 24.457.366.400 0.268 5.905.004.800 42.717.899.000 31.880.562.400 2.253.005.800 Hasil analisis menunjukkan bahwa: Metode penghitungan NPV menggunakan biaya oportunitas modal sebagai tingkat diskon. Oleh karena itu, aliran tunai operasional diasumsikan diinvestasikan kembali pada tingkat diskon yang sama dengan biaya modal (pre-specified). NPV biasa digunakan untuk menaksir kelayakan usaha. Suatu jenis usaha dinilai layak jika NPVnya sama dengan atau lebih besar dari nol. Namun demikian, besaran NPV ini harus didiskon pada tingkat biaya oportunitas modal yang layak. Dalam kasus ini, NPV pada DF(10%) sama dengan 10.837.336.600 (positif). Hal ini mengimplikasikan bahwa keuntungan bersih yang akan diterima pada lima tahun ke depan sebesar Rp. 15.537.600.000 nilainya sekarang adalah sebesar 10.837.336.600 dengan mengasumsikan tingkat bunga sebesar 10% per tahun selama lima tahun. Oleh karena NPV lebih besar daripada nol, maka opsi proyek ini secara finansial dapat diterima atau layak. Kelayakan suatu jenis usaha akan mengacu pada adanya insentif finansial atau motif keuntungan (penerimaan harus melebihi biaya). B/C ratio adalah perbandingan antara semua penambahan keuntungan dan biaya tahunan yang didiskon dari suatu jenis usaha. Besaran ini mengekspresikan keuntungan yang diperoleh dari suatu jenis usaha per unit biaya usaha tersebut dalam nilai sekarang. Suatu usaha yang tidak dapat membayar tingkat bunga, akan mendorong B/C ratio kurang dari satu, karena pengembalian (returns) yang dihasilkan tidak dapat menutupi biaya awal (nilai sekarang dari biaya akan melebihi nilai sekarang dari keuntungan). Hasil analisis menunjukkan bahwa B/C = 42.717.899.000/31.880.562.400 = 1.34 > 1. Hal ini mengimplikasikan bahwa opsi proyek ini dikategorikan layak dan direkomendasikan sebagai proyek go. IRR (internal rate of return) adalah tingkat pinjaman maksimal atau tingkat bunga maksimal yang dapat dibayarkan oleh suatu jenis usaha untuk menutupi semua investasi dan biaya operasional. Titik impas pengembalian atau tingkat diskon yang membuat nilai sekarang dari aliran penerimaan atau keuntungan tepat sama dengan nilai sekarang dari aliran biaya (capital 33

outlay). Dengan kata lain, IRR adalah tingkat dimana nilai sekarang dari semua aliran keuntungan dan biaya sama dengan nol (i.e.. NPV=0). Hasil analisis menunjukkan bahwa NPV proyek ini sampai tingkat faktor diskon 55% masih bernilai positif. Hal ini berarti bahwa jika biaya modal dari usaha di atas dibiayai dari pinjaman dengan tingkat bunga sampai 55% (tingkat bunga aktual yang digunakan dalam analisis diasumsikan 10% per tahun), maka usaha ini masih dapat memperoleh cukup penerimaan untuk membayar pinjaman dan bunganya. Evaluasi finansial memberikan indikasi bahwa opsi proyek ini dapat dikategorikan layak dan direkomendasikan sebagai proyek go. Catatan: Jenis Alat Unit Nilai Biaya Mesin Perajang 1 unit 14.000.000 191.780 Penggoreng Vacum 5 x Rp. 40.000.000.- 200.000.000 2.739.726 Alat prosesing dan 1 paket 10.000.000 136.986 pengemas Centrifuge 5 unit 684.931 Sewa gudang 2000 m 2 /tahun 10.000.000 27.397 Alat sortasi 1 unit 10.000.000 136.986 Total 294.000.000 3.917.806 Lampiran 12. Analisis kelayakan finansial industri bawang merah konsumsi (per ha) Lampiran 11. Kelayakan industri bawang merah goreng untuk kapasitas produksi sehari (600 kg) No. Biaya variabel Unit Rp. 1. Bahan baku (bawang merah) 3000 kg x Rp. 4.000.- 12.000.000 2. Minyak sayur 20 lt x Rp. 6.000.- 120.000 3. Bahan campuran 1.000.000 4. Bahan untuk kemasan 5.000.000 5. Tenaga kerja 700 000 Sub total 18 820 000 Biaya tetap 6. Penyusutan alat 3.890.409 2 7. Sewa gudang 2000 m /hari 27.397 Sub total 3.917.806 Biaya tetap + 22.737.806 variabel 8. Bunga Bank 10% x Rp. 22.737.806 2.273.781 9. Biaya Total 25.011.587 10. Produksi (rendemen 20%) 600 kg/hari Harga Rp.50.000/kg Nilai produksi 30.000.000 11. Keuntungan (10-9) 30.000.000-4.988.413 25 011 587 12. R/C ratio 1.2 19. B/C ratio 0.2 No. Biaya variabel Unit Rp. 1. Bibit 800 2. Pupuk buatan 1227 2.04 4.150 3. Pupuk cair 0.50 14.270 4. Fungisida 8.7 424.080 5. Insektisida 7.65 546.830 6. Perekat 5.30 85.460 7. Tenaga Kerja 60% TK Brebes 5.525.508 Fixed cost 8. Lahan (sewa) 4.000.000 9. Peralatan (penyusutan 1 th) 1.000.000 10. Gudang (Pen yusutan 1 th) Total Cost 21.640.298 Benefit Hasil 10792 kg - Dijual konsumsi - Dijual bibit - - Total 10792 kg - Harga 2500 Benefit 26.980.000 B/C ratio 1.25 Catatan: Sumber benih :bibit impor turunan Brebes. Lokasi dataran Medium Sulut. dll. Industri bawang merah konsumsi (1 th 1 x dijual habis) 34 35

Lampiran 13. Analisis kelayakan finansial industri bawang merah benih (per ha) No. Biaya variabel Unit Rp. 1. Bibit 800 2. Pupuk buatan 1227 2.044.150 3. Pupuk cair 0.50 14.270 4. Fungisida 8.7 424.080 5. Insektisida 7.65 546.830 6. Perekat 5.30 85.460 7. Tenaga Kerja 60% TK Brebes 5.525.508 Fixed cost 8. Lahan (sewa) 4.000.000 9. Peralatan (penyusutan 1 th) 1.000.000 10. Gudang (Penyusutan 1 th) 220.000 Total Cost 21.860.298 Benefit Hasil 10792 kg Benefit - Dijual konsumsi 6243 kg x Rp. 2500 15.607.500 - Dijual bibit 2698 kg x Rp. 10.000 21.584.000 - Total 10792 kg 37.191.500 B/C ratio 1.70 36 37