RINGKASAN. Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Khansa Orchid Cimanggis-

DAFTAR LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA. Abidin.,Z Dasar-dasar pengetahuan zat pengatur tumbuh. Penerbit Angkasa. Bandung.

BAB III METODE PENELITIAN

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU

Kontaminasi No Perlakuan U1 U2 U3 U4 U5 U6 Total 1 B B B B B

LAMPIRAN. Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus. Ulangan I II III. Total A 0 B

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis

Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN

HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358)

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Data Pengamatan Jumlah Muncul Tunas (Tunas) PERLAKUAN ULANGAN

KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985)

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

LAMPIRAN. Persiapan alat dan bahan. Sterilisasi alat. Pembuatan media. Inisiasi kalus. Pengamatan. Penimbangan dan subkultur.

HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora

Pengembangan Kultur Mikrospora pada Varietas Padi Ladang Lokal Asal Kendari

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB III METODE PENELITIAN

Membuat Larutan Stok A. Teori kepekatan jumlah larutan

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN. yang unik adalah hibrida Phalaenopsis Sogo Vivien yang merupakan hasil

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. adalah sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN

RINGKASAN PENGARUH PEMBERIAN AIR KELAPA TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. In Vitro

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

LAMPIRAN K1.5 K4.5 K1.3 K3.3 K3.5 K4.4 K2.3 K4.3 K3.2 K5.2 K2.1 K5.3 K3.1 K4.1 K5.4 K1.2 K4.2 K5.5 K3.4 K5.1 K1.4 K2.5 K2.2 K1.1 K2.

I. PENDAHULUAN. karena penampilan bunga anggrek yang sangat menarik baik dari segi warna maupun. oleh masyarakat dan relatif mudah dibudidayakan.

Tugas Akhir - SB091358

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

Lampiran A : Komposisi Media MS

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

KAJIAN KARAKTER MORFOLOGI MIKROSPORA TEMBAKAU VIRGINIA YANG MENGALAMI CEKAMAN PELAPARAN DAN SUHU TINGGI SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAB I PENDAHULUAN. sintetis dan mulai beralih dengan mengkonsumsi obat-obatan herbal.

III. METODE PENELITIAN

Paramita Cahyaningrum Kuswandi ( FMIPA UNY 2012

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

PENGARUH PENAMBAHAN SITOKININ PADA SENYAWA FLAVONOID KALUS (Echinacea purpurea L)

METODOLOGI PENELITIAN

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

BAB III METODE PENELITIAN. Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. ada sekitar jenis anggrek spesies tersebar di hutan-hutan Indonesia

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

SHORT CUT PENANAMAN EKSPLAN DAUN STEVIA PADA MEDIUM NEW PHALEONOPSIS

Transkripsi:

LAMPIRAN 1 RINGKASAN Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D Devi Hery Puji Astuti, Drs. H. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D. dan Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si. Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.; dan mengetahui perubahan struktur perkembangan mikrospora setelah mendapatkan perlakuan hormon 2,4-D. Pengambilan data dilakukan pada mikrospora batas waktu kultur selama 2 minggu. Data pengamatan adalah bertambahnya jumlah mikrospora pada masing-masing perlakuan. Jumlah mikrospora diamati dari tahap perkembangan mikrospora yang meliputi uninukleat, binukleat simetri, binukleat asimetri, dan multinukleat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi jumlah mikrospora pada berbagai tahapan dan konsentrasi hormon 2,4-D yang digunakan jumlah mikrospora uninukleat 73±3 pada perlakuan 2ppm 2,4-D; mikrospora binukleat simetri 179±5 pada perlakuan 0ppm 2,4-D; mikrospora binukleat asimetri 85±5 pada perlakuan 2ppm 2,4-D; dan mikrospora multinukleat 23±2 pada perlakuan 2ppm hormon 2,4-D. Selain itu, pengaruh hormon 2,4-D pada pembelahan sporofitik mikrospora ditandai dengan terbentuknya mikrospora binukleat simetri dan mikrospora multinukleat yang tampak mengalami pembelahan inti sel terus menerus. Struktur perkembangan mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis secara bertahap terjadi melalui pembelahan inti yang berkembang menjadi beberapa tahapan, yaitu mikrospora uninukleat, mikrospora binukleat asimetri, mikrospora simetri, mikrospora multinukleat. Kata kunci : hormon 2,4-D, mikrospora, P. amabilis, pembelahan sporofitik. ABSTRACT The purpose of this experiment was to find out of the effect of 2,4-D hormone to induction of sporophytic microspore cleavage moon orchid Phalaenopsis amabilis (L.) Bl and it was also to find out the changes in the structure of microspore development after getting the hormones 2,4-D. The datas

were carried on culture time limits for 2 weeks. The result showed that there was various number of microspore on various stages and concentration of 2,4-D hormone. The number of uninucleat microspores on 2ppm 2,4-D are 73±3; binucleat symmetry on 0ppm 2,4-D are 179±5; binucleat asymmetry on 2ppm 2,4- D are 85±5; and microspore multinucleat on 2ppm hormone 2,4-D are 23±2. And the hormone 2,4-D effect on the cleavage sporofitik microspores was characterized by the formation of microspores binukleat symmetry and microspore multinucleate that seems to have a continuous cell nucleus division. Structure of microspore development in Phalaenopsis amabilis orchid occurs gradually through the cleavage nucleus which develops into several stages, namely uninukleat microspores, microspores binukleat asymmetry, symmetry microspores, multinucleate microspores. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage. PENDAHULUAN Budaya menggunakan tanaman hias dan bunga bagi tujuan kesenangan dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun akhirnya meluas hingga hampir ke seluruh dunia. Salah satu jenis tanaman hias penting di dunia adalah anggrek. Salah satu anggrek yang telah dikenal adalah anggrek bulan (Phalaenopsis). Beberapa genus yang dikenal secara komersial adalah Dendrobium, Phalaenopsis, Arachnis, Cymbidium, Cattleya, Vanda, serta kerabatnya (Widiastoety dan Farid, 1995). Namun, keanekaragaman anggrek tersebut terancam kelestariannya karena maraknya penebangan hutan dan konservasi hutan. Selain itu, banyak pencurian terselubung terhadap anggrek tersebut karena lebih menguntungkan bila memanen dari pada membudidayakan sehingga menyebabkan anggrek ini masuk ke dalam daftar 200 jenis tumbuhan langka (Mogea, 2001). Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu bunga anggrek di Indonesia adalah dengan cara menghasilkan tanaman-tanaman baru melalui pemuliaan. Dalam rangka pengembangan tanaman anggrek, perlu adanya peningkatan kualitas anggrek bulan sebagai induk silangan. Pengembangan P. amabilis dapat dilakukan secara generatif dengan perbanyakan tanaman melalui biji (Suryowinoto, 1990). Selain secara generatif pengembangan anggrek bulan dapat juga dengan kultur mikrospora untuk menghasilkan tanaman induk haploid (Herdiyanti, 2005). Pada perkembangan normal, mikrospora diprogram untuk

berdiferensiasi menjadi polen dengan menghasilkan 2 inti sperma. Pada keadaan tertentu hal ini dapat dibelokkan ke arah perkembangan sporofitik untuk menghasilkan embrio atau planlet yang bersifat haploid. Peristiwa ini disebut embriogenesis mikrospora atau disebut juga dengan androgenesis (Hause et al., 1993). Berbagai metode perlakuan telah digunakan untuk menginduksi embriogenesis pada kultur mikrospora. Perlakuan dalam ketepatan pemberian zat hara juga penting sebab perkembangan eksplan hanya tergantung pada susunan zat hara yang terlarut dalam medium (Katuuk, 1989). Selain medium, hormon juga berperan penting dalam melakukan teknik kultur. Auksin, khususnya 2,4-D juga berperan untuk menginduksi embrio somatik (Trigiano, et al., 1988). Auksin sintetik 2,4-D juga efektif untuk mengawali pembentukan dan proliferasi dari kultur embriogenik (von Arnold et al., 2002). Kombinasi hormon tumbuh yang tepat dalam media dan genotipe dari donor tanaman dapat meningkatkan mikrospora embriogenik (Ishak dan Dwimahyuni, 1997). Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan segmen ekplan kuncup bunga anggrek bulan P. amabilis dengan perlakuan hormon 2,4-D untuk induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (L). Bl. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Bahan eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikrospora anggrek bulan P. amabilis yang diperoleh dari kuncup bunga yang berukuran 1,2-2,4 cm, medium NP dan medium B, pewarnaan DAPI (4,6-diaminido phenylindol), alkohol 70% dan 96%, Asam asetat glasial, HCl 1 N, KOH 1 N, clorox 100%, akuabides, parafilm, gliserin, akuades steril dan spiritus. Penanaman eksplan Penanaman eksplan dilakukan di dalam ruang sterillafc. Kuncup bunga P. amabilis yang sudah disterilkan. Polinia dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 1mL medium B. Mikrospora digerus dengan spatula, dan didiamkan selama 5-10 menit untuk mendapatkan filtrat polen. Medium B dibuang dan filtrat

polen merupakan mikrospora terisolasi. Kemudian, isolat dipindah ke cawan petri Φ = 3 cm yang berisi 2 ml medium B. Tutup petri disegel dengan parafilm. Mikrospora dalam medium B disimpan dalam inkubator pada suhu 35 o C selama 2 minggu. Selanjutnya sampel dipindah ke tabung sentrifus. Kemudian disentrifus selama 5 menit, 1000 rpm. Filtrat ditanam di cawan petri/disposable Φ 3 cm yang berisi 2 ml medium New Phalaenopsis (NP) yang sudah diberi perlakuan hormon 2,4-D dengan konsentrasi 0ppm, 2ppm, 4ppm, kemudian cawan petri ditutup dan disegel dengan parafilm. Kultur diletakkan pada suhu ruang 25 C selama 2 minggu. Analisis Sitologi Analisis sitologi dilakukan pada sampel yang belum diberi perlakuan (pengamatan segar) dan sampel setelah diberi perlakuan 2,4-D dengan menggunakan pengecatan DAPI setelah 2 minggu masa kultur. Pengamatan stadium perkembangan mikrospora Pengamatan stadium mikrospora dilakukan dengan menggunakan pewarnaan DAPI (4,6-diaminido phenylindol). Pewarnaan DAPI dimaksudkan untuk melihat perkembangan inti mikrospora. Pengamatan struktur dan perkembangan mikrospora dapat dilihat dari struktur mikrospora dan perkembangan inti mikrospora (uninukleat, binukleat simetri, binukleat asimetri, dan multinukleat). HASIL PENGAMATAN Pengaruh hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. Dalam keberhasilan induksi pembelahan sporofitik ditunjukkan dengan parameter pengamatan yang dilakukan pada induksi pembelahan sporofitik mikrospora dengan perlakuan 2,4-D ini adalah adalah jumlah mikrospora uninukleat, jumlah mikrospora binukleat yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu jumlah mikrospora binukleat asimetri dan jumlah mikrospora binukleat simetri, serta jumlah mikrospora multinukleat diberi perlakuan zat pengaruh tumbuh 2,4-D dengan berbagai konsentrasi (0ppm, 2ppm, dan 4ppm) (Tabel 1).

Kemudian diamati pula struktur dan perkembangan mikrospora selama masa kultur yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa inkubasi, mikrospora mengalami pembelahan sel sehingga jumlah inti sel mikrospora bertambah banyak. Jumlah mikrospora uninukleat tertinggi terjadi pada perlakuan zat pengatur tumbuh 2,4-D dengan konsentrasi 2ppm. Dan jumlah mikrospora uninukleat terendah terdapat pada perlakuan zat pengatur tumbuh 2,4-D dengan konsentrasi 0ppm (Tabel 1). Penurunan jumlah mikrospora uninukleat dikarenakan waktu inkubasi yang terlalu lama Tabel 1. Mikrospora dengan perlakuan 2,4-D selama 2 minggu masa kultur. Perlakuan Jumlah mikrospora *) 2,4-D Uninukleat Binukleat Multinukleat Simetri Asimetri 0ppm 51±2 179±5 75 ±3 3 ±3 2ppm 73±3 129±2 85 ±5 23 ±2 4ppm 69±2 169±4 65 ±4 7 ±1 *) dihitung dari 300 mikrospora Dalam pengamatan kali ini, jumlah mikrospora binukleat simetri lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mikrospora binukleat asimetri, hal ini telah ditunjukkan hasil kultur mikrospora dengan perlakuan zat pengatur tumbuh 2,4-D tertinggi pada konsentrasi 0ppm untuk jumlah mikrospora binukleat simetri dan konsentrasi 2ppm untuk prosentase jumlah mikrospora binukleat asimetri (Tabel 1). Secara normal polen akan membelah secara asimetri yang terlihat jelas secara morfologi memiliki inti vegetatif dan inti generatif. Sedangkan prosentase terendah yang memungkinkan terjadi penurunan jumlah sel mikrospora ditunjukkan pada perlakuan 2,4-D dengan konsentrasi 4ppm pada binukleat asimetri begitu juga dengan binukleat simetri yang mengalami penurunan ketika diberi perlakuan 2,4-D dengan konsentrasi 2ppm. Jumlah mikrospora multinukleat tertinggi yang terlihat dari perkembangan kultur mikrospora dengan perlakuan 2,4-D pada konsentrasi 2ppm dan 0ppm 2,4-D jumlah terendah mikrospora

multinukleat (Tabel 1). Pada hasil pengamatan gambar menunjukkan perkembangan mikrospora terjadi pada minggu kedua pengamatan (Gambar 1). Berdasarkan hasil yang diperoleh, mikrospora yang diberi perlakuan hormon 2,4-D tersebut telah mengalami serangkaian perubahan dalam perkembangan sel mikrospora secara morfologi maupun sitologi. Gambar 1. Perkembangan mikrospora selama 2 minggu masa kultur perlakuan 2,4-D (A-E dengan pengecatan DAPI), (A&E) mikrospora binukleat simetri membentuk 2 inti yang tampak jelas; (B,C, dan D) mikrospora multinukleat membentuk lebih dari 2 inti; (F-I tanpa pengecatan DAPI): F mikrospora uniseluler; G-I mikrospora multinukleat atau multiseluler dengan tampak terbentuk struktur menyerupai kalus yang bergerombol; un: uninukleat; bn1: binukleat asimetri; bn2: binukleat simetri. (A dan F-G Bar = 15 µm, B-D Bar = 20 µm, A,E dan H-I Bar = 30µm). Dari Gambar 1 dapat diketahui perubahan dan tahap perkembangan mikrospora. Pada penampakan eksplan yang diberi pengecatan DAPI, mikrospora binukleat ditunjukkan dengan terbentuknya dua inti. Dua inti yang terbentuk adalah inti vegetatif yang berukuran besar dan inti generatif yang berukuran kecil. Mikrospora binukleat terlihat memiliki dua inti dengan intensitas warna yang berbeda. Inti generatif memancarkan warna lebih terang daripada inti vegetatif (Gambar A&E). Sedangkan pada pengamatan eksplan mikrospora tanpa pengecatan DAPI, mikrospora multinukleat tampak seperti kalus yang sedang

tumbuh bergerombol yang menunjukkan bahwa mikrospora mengalami pembelahan terus menerus dan inti tidak teramati secara jelas (Gambar 1. G-I). Struktur perkembangan mikrospora Phalaenopsis amabilis L. (Bl.) setelah mendapatkan perlakuan 2,4-D. Stadium perkembangan mikrospora merupakan faktor penting dalam kultur mikrospora. Melalui perlakuan hormon 2,4-D yang sebelumnya telah diberi praperlakuan stres suhu panas dan medium starvasi terhadap kultur mikrospora anggrek bulan (P. amabilis) dimaksudkan untuk menginduksi mikrospora embriogenik. Perlakuan hormon 2,4-D diberikan pada mikrospora yang terisolasi. Dari Gambar 4.2 secara morfologi struktur dan perkembangan mikrospora mengalami perubahan. Perubahan stadium uninukleat terbentuk inti di tengah, tampak dinding sel, sekat antar sel terlihat jelas (Gambar 4.2 A). Stadium binukleat asimetri ditunjukkan dengan dinding selnya sudah tidak terlihat secara jelas, terbentuk 2 inti yang masih berdekatan yang terletak ditepi (Gambar 4.2 C) sedangkan stadium binukleat simetri tampak dengan 2 inti yaitu inti vegetatif dan inti generatif bergerak berlawanan dan dinding sel sudah tidak terlihat secara jelas (Gambar 4.2 D). Stadium mikrospora multinukleat dengan inti lebih dari 2 inti, dinding sel tidak tampak jelas, dan terbentuk granula (Gambar 4.2 E dan F). Gambar 2. Stadium perkembangan mikrospora, A-F menggunakan pengecatan DAPI, (A) mikrospora uninukleat, (B) mikrospora binukleat asimetri, (C) mikrospora binukleat simetri, (D) mikrospora multinukleat, (un) stadium uninukleat; (bn1) stadium binukleat asimetri; (bn2) stadium binukleat simetri; (iv)

inti vegetatif, (ig) inti generatif (A, Bar = 25 µm, B Bar = 15 µm, C Bar = 30 µm, D Bar = 35 µm). Gambar 3. Struktur dan perkembangan mikrospora anggrek bulan Palaenopsis amabilis (L.) Bl. masa praperlakuan (Np0) Mikrospora uninukleat setelah subkultur hari ke 0, (Np01) Mikrospora mati, (Np1-Np1.3 dan Np1.5) Mikrospora usia 1 minggu setelah subkultur mengalami pembelahan (binukleat simetri), (Np1.4) mikrospora usia 1 minggu setelah subkultur (multinukleat). (Np2, dan Np2.2) Mikrospora setelah subkultur usia 2 minggu struktur sekat antar sel terlihat jelas (binukleat simetri), (Np2.1 dan Np2.3) Mikrospora setelah subkultur usia 2 minggu terjadi pembelahan sel dan bertambahnya jumlah inti sel, struktur ukuran selnya membesar (multinukleat),(np2.4) dalam satu sel mikrospora tidak semua selnya viabel. (Np 1.2, Np 1.4 dan Np 2.4 Bar = 30 µm; Np 2.1, Np 2.3 Bar = 40 µm; Np0 Bar = 15 µm; Np01, Np 1. Np 1.1, No 1.3, Np 1,5 dan Np 2 Bar = 5; Np 2.2 Bar = 20 µm). Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa hormon 2,4-D berpengaruh tehadap induksi pembelahan sporofitik dan struktur perkembangan mikrspora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. (Gambar 1 dan 2). Mikrospora adalah serbuk sari yang masih muda dengan struktur satu inti (Ariyani, 2002). Pada perkembangan normal, mikrospora diprogram untuk berdiferensiasi menjadi polen dengan menghasilkan 2 inti sperma. Pada keadaan tertentu hal ini dapat dibelokkan ke arah perkembangan sporofitik untuk menghasilkan embrio atau planlet yang bersifat haploid (Hause et al., 1993). Perlakuan hormon 2,4-D diberikan pada mikrospora yang terisolasi. Isolat mikrospora yang diberi perlakuan hormon telah mengalami serangkaian

perubahan. Perubahan yang terjadi selama perlakuan hormon 2,4-D secara morfologi yaitu pembelahan inti sel mikrospora terjadi dengan cepat, mikrospora membengkak dan sitoplasma mengalami reorganisasi struktural (Indrianto et al., 2001). Peran hormon 2,4-D dalam induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan diduga berkaitan dengan kemampuan dalam meningkatkan pembelahan inti sel eksplan. Menurut Murch dan Saxena (2001) hormon 2,4-D berfungsi menginduksi pembentukan organ, melalui kemampuannya menjaga dan meningkatkan akumulasi auksin dalam sel eksplan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pengaruh perlakuan hormon 2,4-D menunjukkan bahwa hormon 2,4-D mampu menginduksi terjadinya pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis. Pengaruh tersebut ditandai terbentuknya mikrospora binukleat simetri dan mikrospora multinukleat yang tampak mengalami pembelahan inti sel terus menerus dan bertambahnya jumlah mikrospora masing-masing perlakuan hormon 2,4- D. Jumlah mikrospora uninukleat 73±3 pada perlakuan 2ppm 2,4-D; mikrospora binukleat simetri 179±5 pada perlakuan 0ppm 2,4-D; mikrospora binukleat asimetri 85±5 pada perlakuan 2ppm 2,4-D; dan mikrospora multinukleat 23±2 pada perlakuan 2ppm. hormon 2,4-D. 2. Struktur perkembangan mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. Secara bertahap terjadi melalui adanya pembelahan inti yang berkembang menjadi beberapa tahapan, yaitu: mikrospora uninukleat, mikrospora binukleat asimetri, mikrospora simetri, dan mikrospora multinukleat. Saran Mengingat, bahwa telah diperoleh stadium perkembangan mikrospora yang resosif terhadap induksi embriogenesis, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan

agar didapatkan hasil yang lebih maksimal karena penelitian ini hanya memberi gambaran tentang struktur perkembangan saja. DAFTAR PUSTAKA Ariyani. 2002. Induksi embriogenesis mikrospora tembakau (Nicotiana tabacum L. cv. Petit Havana SR1 dengan kombinasi praperlakuan stres panas dan pelaparan secara in vitro. Skripsi. Fakultas Biologi. UGM. Yogyakarta. Hause, B.G., Hause, P. Pechan, and A.A.M.V. Lammeren. 1993. Cytoskeleton changes and induction of embryogenesis in microspore and pollen culture of Brassica napus L. Cell Biol. Internet. Mo. 2. Herdiyanti, R.D,. 2005. Studi teknik kultur anther dan pollen pada tanaman Anggrek Phalaenopsis sp dan Dendrobium sp. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Hidayat, E. B. 1995. Anatomi tumbuhan berbunga. Penerbit ITB. Bandung. Indrianto, A., Barinova I., Touraev A., dan Heberle-Bors E., 2001. Tracking individual wheat microspore in vitro: identification of embryogenesic microspore and body axis formation in the embryo. Planta 212: 163-174. Katuuk,. R.P.J. 1989. Tehnik kultur jaringan dalam mikropropagasi tanaman. Departemen P dan K. Jakarta Kyo, M. and H. Harada, 1986, Control of the development pathway of Tobacco pollen in vitro, Planta 168: 427-432 Mogea, J. P. 2001. Seri panduan lapangan tumbuhan langka Indonesia. Puslitbang Biologi. LIPI. Bogor, Disunting; S. N. Kartikasari. Rukmana, R. 2000. Budidaya anggrek bulan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Suryowinoto, M. 1990. Pemuliaan tanaman secara in vitro. Fakultas Biologi. UGM. Yogyakarta. Widiastoety, D., dan Farid A. 1995. dalam http://www.situshijau.co.id. Teknik Produksi Bibit Anggrek. 6 Juli 2011.

LAMPIRAN 2 Komposisi Penyusun Medium Starvasi (B) Bahan Kimia mg/l mg/250ml 1. KCl 1490 372,5 2. CaCl 2. 2H 2 O 147 36,75 3. MgSO 4.7H 2 O 250 62,5 4. Phosphate buffer/kh 2 PO 4 140 35 5. Manitol 54700 13675 ph media =7

LAMPIRAN 3 Komposisi Penyusun Medium New Phalaenopsis (NP) Makronutrien mg/l Ammonium sulphate (NH 4 ) 2SO 4 303,9 Potassium phosphate KH 2 PO 4 462,7 Ammonium nitrate NH 4 NO 3 32,0 Potassium nitate KNO 3 424,6 Calcium nitrate Ca(NO 3 ) 2.4H 2 O 637,6 Magnesium nitrate Mg(NO 3 ) 2.6H 2 O 256,4 Mikronutrien Manganese sulphate MnSO 4.4H 2 O 11,5 Zinc sulphate ZnSO 4.7H 2 O 4,3 Boric acid H 3 BO 4 3,1 Potassium iodide KI 0,415 Sodium molybdate Na 2 MoO 4.2H 2 O 0,125 Cobalt chlorite CoCl 2. 6H 2 O 0,0125 Copper sulphate CuSO 4.5H 2 O 0,0125 Zat besi Ferrous sulphate FeSO 4.7H 2 O 27,8 Na 2 EDTA * 37,3 Vitamin Nicotinic acid 0,5 Pyridoxine HCL 0,5 Thiamine HCl 0,1 Myo-inositol 100 Glysine 2 Sumber Karbon Maltosa 90000 ph = 5,6 *Natrium Disodium ethylenediamine tetraacetate

LAMPIRAN 4. Dokumentasi bahan dan alat-alat penelitian Kuncup bunga anggrek berbagai ukuran (1,2-2,4cm) Polinia anggrek Mikroskop inverted shaker incubator Timbangan analitik Timbangan digital Magnetic stirer Laminar Air Flow Cabinet a b c Rak tabung reaksi tabung reaksi digicounter a.scalpel b. pinset

c. spatula d e f Petri dish dispossable d.spiritus Mikro cup 1000µm e.bayclin f.alkohol 70% Mikro pipet 1000µm g h