VERBA TRANSITIF BEROBJEK DAPAT LESAP DALAM BAHASA INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
VERBA TRANSITIF DAN OBJEK DAPAT LESAP DALAM BAHASA INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

Kata kunci: perilaku objek, kalimat, bahasa Indonesia. Abstract

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

DRA. NUNUNG SITARESMI, M.PD. FPBS UPI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAHASA PEREMPUAN PADA MAJALAH FEMINA DAN SEKAR Azizah Kurnia Dewi Sastra Indonesia Abstrak

PENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR

BAB II LANDASAN TEORI. Imperatif pada Spanduk dan Baliho di Purwokerto Tahun 2016 memiliki dua

PEMAKAIAN VERBA AKTIF TRANSITIF DALAM NOVEL GAWANG MERAH PUTIH: NOVEL REPORTASE TIMNAS U-19 KARYA RUDI GUNAWAN NASKAH PUBLIKASI

Kajian Tipologi Sufiks an dalam Bahasa Indonesia M. Suryadi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

I. KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu

sudah diketahui supaya tidak berulang-ulang menyebut benda tersebut, bahasa Jawa anak usia lima tahun yang berupa tingkat tutur krama, berjenis

Oleh Septia Sugiarsih

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

PENGGUNAAN VERBA PADA SURAT KABAR KOMPAS

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

Cakrawala, ISSN , Volume 3, November KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

SATUAN GRAMATIK. Oleh Rika Widawati, S.S., M.Pd. Disampaikan dalam mata kuliah Morfologi.

PREPOSISI DALAM BAHASA INDONESIA: TINJAUAN BENTUK DAN PERAN SEMANTISNYA

Perhatikan kalimat di bawah ini!

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN VERBA TRANSITIF SISWA KELAS XII JURUSAN TEKNIK JARINGAN TENAGA LISTRIK SMK NEGERI 2 KOTA PEKANBARU

BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA KATA BODOH DALAM BAHASA INDONESIA Adhenda Madarina Idzni Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Concept Relations

PELESAPAN FUNGSI SINTAKTIK DALAM KALIMAT MAJEMUK BAHASA INDONESIA THE ELLIPIS OF THE SYNTACTIC IN THE INDONESIAN LANGUANGE COMPOUND SENTENCE

FRASE PREPOSISIONAL DI PADA KUMPULAN CERPEN BERJUTA RASANYA KARYA TERE LIYE:KAJIAN SINTAKSIS

PENGARUH PENGUASAAN KOMPETENSI SINTAKSIS TERHADAP PRODUKSI KALIMAT EFEKTIF PADA KARANGAN EKSPOSISI

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

OBJEK DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Wagiati*) Abstract

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Kalimat Tunggal Bahasa jawa Siswa SLTP 2 Maos Cilacap (suatu Tinjauan Fungsi, Kategori, dan Peran Sintaksis).

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran ilmu bahasa atau linguistik. Cakupan linguistik itu sendiri

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Latihan untuk Modul 1, 2, dan 3

BAB I PENDAHULUAN. pada kekuatan imaginasi. Fungsi imaginative bahasa biasanya digunakan pada

PENGGUNAAN DIKSI DALAM TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO PADA HARI ULANG TAHUN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh : Mentari Ade Fitri

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini.

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

Pelesapan Fungsi Sintaksis dalam Kalimat

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

PERBANDINGAN GRAMATIKA TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA EDISI PERTAMA DAN EDISI KETIGA. Miftahul Huda, S.Pd. SMA Kanjeng Sepuh, Gresik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB II LANDASAN TEORI

II. KAJIAN PUSTAKA. mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 2003:311). Dalam wujud lisan, kalimat

FRASA NOMINAL DALAM BAHASA BANJAR SAMARINDA (Suatu Kajian Konseptual Morfo-Sintaksis)

BAB I PENDAHULUAN. menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat

PENGGUNAAN FRASA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA KELAS VII MTsN RENGEL TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan

Analisis Fungsi Sintaksis Kata Apa dan Mana dalam Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

Iin Pratiwi Ningsih Manurung Drs. Azhar Umar, M.Pd. ABSTRAK

PENGGUNAAN BAHASA DALAM TEKS DESKRIPSI KARYA SISWA KELAS VII.6 SMP NEGERI 25 PADANG

KALIMAT INVERSI DALAM BAHASA INDONESIA

PEMERLENGKAPAN DALAM BAHASA SUNDA 1)

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

KALIMAT INVERSI DALAM BAHASA INDONESIA

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

REDUPLIKASI NOMINA DALAM BAHASA INDONESIA: KAJIAN SINTAKSIS DAN SEMANTIK

Tugas Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SINTAKSIS PROSES PENERBITAN AYAT

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA

Adverbia Penanda Modalitas dalam Novel Karya Andrea Hirata: Suatu Kajian Stuktur dan Makna

Transkripsi:

VERBA TRANSITIF BEROBJEK DAPAT LESAP DALAM BAHASA INDONESIA Tri Mastoyo Jati Kesuma Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Objek (O) termasuk ke dalam valensi verba transitif. Oleh karena itu, O merupakan fungsi inti (nuclear functions) dalam klausa aktif yang fungsi P-nya berupa verba transitif. O itu dituntut hadir dalam klausa aktif yang fungsi P-nya berupa verba transitif. O adalah konstituen yang melengkapi verba transitif dalam klausa. O memiliki empat ciri, yaitu (a) berwujud nomina, frasa nominal, atau klausa; (b) berada langsung di belakang P, (c) dapat menjadi fungsi S akibat pemasifan klausa, dan (d) dapat diganti pronomina terikat -nya (Alwi dkk., 1993:370). Contoh O itu adalah konstituen bau khas yang barangkali tak terhapus dalam sewindu dan sebuah benda yang masih tertutup oleh kain putih dan sebuah benda yang masih tertutup oleh kain putih dalam klausa (1) dan (2) berikut. (1) Aku mencium bau khas yang barangkali tak terhapus dalam sewindu. (2) Ayah mengangsurkan sebuah benda yang masih tertutup oleh kain putih. O biasanya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu O langsung (OL) dan O tak langsung (OTL). OL adalah nomina atau frasa nominl yang melengkapi verba transitif yang dikenai oleh perbuatan dalam P verbal atau yang ditimbulkan sebagai hasil perbuatan yang terdapat dalam P verbal (Kridalaksana, 2002:52). OTL itu mengacu kepada entitas yang menderita aktivitas atau proses yang dinyatakan oleh verba pengisi fungsi P. Contoh OL itu adalah konstituen anak sulungnya dalam klausa berikut. (3) Tuanlaem memanggil anak sulungnya. OL Kridalaksana dkk. (1985:152), membedakan OL menjadi dua jenis, yaitu OL afektif dan OL efektif. OL afektif adalah OL yang dikenai oleh perbuatan yang terdapat dalam P verbal, tetapi tidak merupakan hasil perbuatan itu. Contohnya adalah konstituen buku dan jalan dalam klausa berikut. (4) Mereka membaca buku. OL afektif (5) Anak-anak menyeberangi sungai. OL afektif OL efektif adalah OL yang ditimbulkan sebagai hasil perbuatan yang terdapat dalam P verbal. Contoh OL efektif adalah konstituen rumah dan nasi dalam klausa berikut. (6) Mereka membangun rumah. OL efektif (7) Ibu memasak nasi. OL efektif

OTL adalah nomina adau frasa nominal yang menyertai verba transitif dan menjadi penerima atau diuntungkan oleh perbuatan yang terdapat dalam P verbal (Kridalaksana dkk., 1985:153). Contoh OTL itu adalah konstituen baju dalam klausa berikut. (8) Ibu membuatkan saya baju. OTL Untuk menyebut OL dan OTL, Ramlan (1987:93, 95) menggunakan istilah O 1 dan O 2. Ciri fungsi O 1 adalah (a) selalu terletak di belakang P yang terdiri atas kata verbal transitif dan (b) menduduki fungsi S dalam klausa pasif. Sementara itu, O 2 mempunyai persamaan dengan O 1, yaitu selalu terletak di belakang P, tetapi kalau klausanya diubah menjadi klausa pasif, O 2 selalu terletak di belakang P sebagai pelengkap (Pl). Contohnya sebagai berikut. (9) Pak Sastro membelikan anak itu baju baru. S P O 1 O 2 (9a) Anak itu dibelikan baju baru oleh Pak Sastro. S P Pl K Dalam Alwi dkk. (1993:369-370), OTL atau O 2, yaitu konstituen baju baru (dalam contoh (9)), baik dalam klausa aktif maupun pasif, disebut Pl karena dalam kedua jenis klausa itu selalu berada langsung di belakang fungsi P jika tidak ada fungsi O dan di belakang fungsi O kalau fungsi O itu hadir. Samsuri (1985:173) menggunakan istilah O dan bekas O (object chomeur) untuk menyebut OL dan OTL. Ihwal kedua O itu, Samsuri menyajikan contoh berikut. (10)a. Ahmad membelikan Dullah seekor kambing. b. Ibu menggorengkan ayah kerupuk udang. Menurut Samsuri, frasa nominal Dullah dan ayah tersebut merupakan fungsi O, sedangkan frasa nominal seekor kambing dan kerupuk udang merupakan bekas O. Alasan Samsuri adalah kedua frasa nominal pertama dapat ditopikalisasikan (lihat (10a)), sedangkan dua yang lain tidak dapat ditipikalisasikan (lihat (10b)). (10a)a 1. Dullah dibelikan seekor kambing oleh Ahmad. a 2. Dullah dibelikan (oleh) Ahmad seekor kambing. b 1. Ayah digorengkan kerupuk udang oleh ibu. b 2. Ayah digorengkan (oleh) ibu kerupuk udang. (10b)a 1. *Seekor kambing dibelikan Ahmad Dullah a 2. *Seekor kambing dibelikan Ahmad Dullah. b 1. *Kerupuk udang digoreng (oleh) ibu ayah. b 2. *Kerupuk udang digorengkan (oleh) ibu ayah. Sudaryanto (1983:80) membedakan fungsi O dari semi O (SmO). O adalah fungsi sintaktis yang (a) kecuali diisi oleh nomina, juga oleh klitik nya, (b) merupakan fungsi peserta bagi fungsi P yang diisi verba polimorfemis berafiks men-, dan (c) pengisinya dapat mengisi fungsi S dalam parafrasa pasifnya (Sudaryanto, 1983:80). Fungsi O

dituntut hadir dalam klausa yang fungsi P-nya diisi oleh verba polimorfemik men-, memper-, men-kan, men-i, memper-kan, dan memper-i. Contohnya sebagai berikut. (11) P O (a) menggunting kertas (b) memutar balik kenyataan (c) membolak-balik buku harian (d) memperalat adik tirinya (e) memperolok-olok temannya (f) menggambarkan kejadian itu (g) mengemukakan masalahnya (h) mempertahankan negara (i) memperjualbelikan barang-barang bekas (j) menyusuri pantai (k) memperbaiki kelakuan (l) mempertakut-takuti saya SmO adalah fungsi peserta bagi P yang hanya memiliki salah satu ciri O (entah hanya dapat berupa morfem nya yang anaforis, entah hanya dapat mengisi fungsi S dalam kalimat lain dengan informasi yang sama), padahal verba pengisi fungsi P-nya memiliki ciri yang sama pula (berafiks men-) (Sudaryanto, 1983:80). Fungsi SmO merupakan pendamping fungsi P yang pengisinya berupa verba polimorfemis yang selalu menyertakan afiks i atau kan dengan akar atau dasar yang tidak direduplikasikan. Contohnya sebagai berikut. (12) P SmO (a) menyerupai ayah (b) melebihi Ali (c) memuaskan hati saya OL dan OTL hadir dalam klausa yang mengandung verba yang bervalensi tiga. Klausa itu sering pula dilabeli klausa berobjek ganda. Di dalam teori sintaksis Verhaar (1981:71), tidak ada pengertian objek ganda ; hanya ada satu O saja: konstituen manakah di dalam klausa aktif yang dapat dijadikan S di dalam klausa pasif itulah yang menduduki fungsi O. Selaras dengan pandangan Verhaar itu, dalam tulisan ini pun hanya diakui adanya satu jenis fungsi O. Fungsi lain yang perilakunya mirip dengan fungsi O itu disebut pelengkap (Pl). Telah disebutkan bahwa verba transitif adalah verba yang memerlukan O. Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua verba transitif memerlukan O. Dari hasil penelusuran diketahui bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah verba transitif yang dalam membentuk klausa tidak memerlukan O secara wajib. Hal terakhir itu terjadi karena dua alasan. Alasan pertama adalah O sudah disebut konteks sebelumnya. Contohnya sebagai berikut. (13) Bapak masuk dan menendang kursi yang diduduki Ripin. Ripin terkejut, terjaga, dan mendapati tangan kekar Bapak memuntir daun telinga kanannya. Dengan kasar Bapak menyeretnya ke arah sumur, dan perintah Bapak

kemudian tidak perlu dikatakan lagi. Ripin mengambil air wudhu dan bergegas shalat ashar. Sehabis shalat ashar, Bapak sudah menunggu ø di meja makan. (14) Kalau bapaknya Dikin lewat depan rumah, Mak suka mengintip ø dari belakang pintu. Dalam kedua kutipan tersebut O, yang seharusnya diisi Ripin (dalam (13)) dan bapaknya Dikin (dalam (14)) tidak hadir meskipun verba pengisi P, yaitu menunggu (dalam (13)) dan mengintip (dalam (14)), adalah verba transitif. Ketidakhadiran O tersebut, yang dilambangkan dengan zero (ø)), terjadi karena kedua O tersebut telah disebut dalam kalimat atau klausa sebelumnya (meskipun dalam kalimat atau klausa sebelumnya konstituen yang dimaksud tidak berfungsi sebagai O, tetapi S). Alasan kedua adalah verba transitif yang memerlukan kehadiran O bertipe tertentu. Dari hasil penelusuran diketahui bahwa ada dua tipe verba transitif yang tidak memerlukan O secara wajib sehingga O itu dapat (di)lesap(kan). Verba transitif tipe pertama adalah verba transitif yang menyatakan kekhasan O. O yang dituntut hadir dalam verba tipe ini khas sehingga tanpa dihadirkan pun sudah dapat dipahami. Verba transitif yang dimaksud adalah sebagai berikut. (15) Verba Transitif O dapat Lesap melahirkan (anak) mencangkul (tanah) memasak (makanan, sayur) menyopir (mobil, kendaraan) menyetir (mobil, kendaraan) membajak (sawah) menjahit (baju, celana, pakaian) mencuci (baju, celana, pakaian) membaca (buku, novel, roman, cerpen, surat) mengajar (siswa, mahasiswa) mengarang (cerpen, novel, roman) menulis (surat, buku) menggambar (orang, binatang, pemandangan) melukis (gambar, pemandangan) menyeterika (pakaian) mendengar (bunyi, suara) Verba transitif tipe kedua adalah verba transitif yang menyatakan perasaan. Verba transitif jenis ini berafiks me-kan dengan bentuk dasar berupa adjektiva atau verba keadaan. Verba transitif jenis ini terdiri atas dua subtipe. Verba subtipe pertama memiliki ciri: dapat disertai O dan dapat dipasifkan. Berikut disajikan contohnya. (16) Verba Transitif O dapat Lesap meyakinkan (orang) mengawatirkan (kita) mengejutkan mengecewakan (kita semua)

memuaskan merepotkan menyegarkan (semua pihak) (semua orang) (kita) Ciri verba subtipe kedua adalah dapat disertai O, tetapi tidak dapat dipasifkan. Contohnya sebagai berikut. (17) Verba Transitif O dapat Lesap membahagiakan (orang) membahayakan (kita) membingungkan membosankan (kami) mencurigakan (kita) menggelikan menggelisahkan (hati saya) menggembirakan mengharukan (kita) mengherankan menjemukan menjengkelkan menjijikkan mengagumkan mengesankan melegakan (semua pihak) melelahkan meletihkan memalukan mengerikan memprihatinkan (kita) menyakitkan (hati) menyedihkan menyenangkan menyeramkan menyulitkan (kita) memberatkan (terdakwa) DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kridalaksana, Harimurti. 2002. Struktur, Kategori, dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Ramlan. M. 1987 (edisi I, 1981). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono. Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya. Sudaryanto. 1983 (disertasi 1979 yang diterbitkan). Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia: Keselarasan Pola-Urutan. Jakarta: ILDEP-Djambatan. Verhaar, J.W.M. 1981. Pengantar Lingguistik. Jilid I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.