BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun
|
|
- Doddy Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985: 46). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 588), konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu konsep morfologi, verba, dan verba majemuk Morfologi Dalam bahasa Indonesia, kata morfologi berasal dari kata morphology. Kata morphology merupakan kata asing yang mengalami pengondisian bahasa menjadi morfologi, bentukan kata ini berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan logi yang berarti ilmu. Jadi, morfologi menurut asal katanya adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk kata dari suatu bahasa. Menurut Ramlan, (1978: 16) morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
2 2.1.2 Verba Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan (KBBI, 2007: 1260). Menurut Gorys Keraf, kata kerja (verba) adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + kata sifat. Kata kerja atau verba dibatasi sebagai berikut. Semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku digolongkan dalam kata kerja (Keraf, 1984: 64). Sedangkan menurut Alisjahbana (dalam Muslich, 2008: 110) kata kerja (verba) adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku. Menurut Alwi, dkk. (2003: 87) ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1) perilaku semantisnya, (2) perilaku sintaksisnya, dan (3) bentuk morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasikan dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva, karena ciri-ciri berikut: a. Verba memiliki fungsi utama sebagai perdikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti paling. Verba seperti mati, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *termati. d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pergi, dan *bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.
3 Keraf (1984: 86) menyatakan bahwa segala kata yang mengandung imbuhan: me-, ber-, -kan, di-, -i, dapat dicalonkan menjadi kata kerja. Kata-kata yang bukan verba dapat dijadikan sebagai verba jika kata-kata tersebut dibubuhi afiks yang berfungsi sebagai pembentuk verba. Menurut Kridalaksana (1996: 37) afiks pembentuk verba adalah sebagai berikut: 1. prefiks me- 14. kombinasi afiks memper-kan 2. simulfiks N 15. kombinasi afiks diper-kan 3. prefiks ber- 16. kombinasi afiks N-in 4. konfiks ber-r 17. konfiks ber-an 5. prefiks per- 18. konfiks ber-r-an 6. prefiks ter- 19. konfiks ber-kan 7. prefiks ke- 20. konfiks ke-an 8. sufiks -in 21. kombinasi afiks ter-r 9. kombinasi me-i 22. kombinasi afiks per-kan 10. kombinasi di-i 23. kombinasi afiks per-i 11. kombinasi me-kan 24. prefiks se- 12. kombinasi afiks memper- 25. kombinasi afiks ber-r 13. kombinasi afiks diper Verba Majemuk Para pakar linguistik telah mencoba memberikan rumusan mengenai kata majemuk dan proses pemajemukan. Menurut Kridalaksana (1996: 104), yang dimaksud dengan perpaduan atau pemajemukan atau komposisi ialah proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Out put proses itu
4 disebut paduan leksem atau kompositium yang menjadi calon kata majemuk. Menurut Muslich (2008: 56), pemajemukan/komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru. Hasilnya adalah bentuk majemuk. Menurut Ramlan (1978: 67), kata majemuk adalah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya, misalnya daya tahan, daya juang, kamar tunggu, kamar kerja, ruang baca, tenaga kerja, kolam renang, jarak tembak, lempar lembing, potong leher, ikat pinggang, dan ada pula yang terdiri dari pokok kata semua, misalnya lomba lari, jual beli, simpan pinjam, dan masih banyak lagi. Muslich (1990: 54) menyatakan bahwa verba majemuk adalah verba yang dasarnya terbentuk melalui proses pemajemukan dua morfem asal atau lebih; atau verba yang berafiks yang digabungkan dengan kata atau morfem terikat sampai mencapai satu kesatuan makna. Alwi dkk. (2003: 151) menyatakan bahwa verba majemuk adalah verba yang terbentuk melalui proses penggabungan satu kata dengan kata lain. Karena proses seperti ini dapat pula menimbulkan kelompok lain yang dinamakan idiom, perlu dijelaskan perbedaan antara verba majemuk dengan idiom. Dalam verba majemuk, penjejeran dua kata atau lebih itu menumbuhkan makna yang secara langsung masih bisa ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Sebagai contoh, kata terjun dan kata payung dapat digabungkan menjadi terjun payung. Makna dari perpaduan ini masih bisa ditelusuri dari makna kata terjun dan kata payung, yakni melakukan terjun dengan memakai alat
5 semacam payung. Perpaduan seperti ini dinamakan pemajemukan dan verba yang dihasilkannya adalah verba majemuk. Idiom juga merupakan perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna dari perpaduan ini tidak dapat secara langsung ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Kata naik, misalnya, dapat dipadukan dengan kata darah sehingga menjadi naik darah. Akan tetapi, perpaduan ini telah menimbulkan makna tersendiri yang terlepas dari makna naik maupun darah. Makna naik darah tidak ada kaitannya dengan darah yang naik. Kata-kata seperti naik haji, makan hati (dalam arti menderita ), angkat kaki, dan gulung tikar adalah idiom juga. Menurut Hasan Alwi dkk. (2003: 151), apabila dipakai formula untuk membedakan idiom dengan verba majemuk maka perbedaan itu adalah : Idiom : A + B menimbulkan makna C Kata majemuk : A + B menimbulkan makna AB Salah satu ciri lain dari verba majemuk adalah urutan komponennya seolaholah telah menjadi satu sehingga tidak dapat dipertukarkan tempatnya. Bentuk pada kolom kiri berikut tidak dapat digantikan dengan bentuk pada kolom kanan. temu wicara siap tempur tatap muka *wicara temu *tempur siap *muka tatap Karena keeratan hubungannya, verba majemuk juga tidak dapat dipisahkan oleh kata lain. Bentuk temu wicara, siap tempur, dan tatap muka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *temu untuk wicara, *siap guna tempur, dan *tatap dengan muka.
6 Verba majemuk harus pula dibedakan dari frasa verba. Frasa verba juga terdiri dari dua kata atau lebih, tetapi hubungan antara kata-kata tadi bersifat sintaksis. Perhatikan (a) verba majemuk dan (b) frasa verba berikut. (a) terjun payung temu wicara hancur lebur salah hitung (b) sudah terjun bertemu untuk berbicara benar-benar hancur salah dalam perhitungan Verba majemuk, seperti kata majemuk lainnya, mempunyai ciri yang membedakannya dari frasa. Muslich (1990: 54) menyatakan bahwa ciri-ciri tersebut adalah berikut ini. (1) Bermakna satu, (2) karena merupakan satu makna, bila diberi keterangan, keterangan itu berlaku untuk semua unsur, (3) komponen kata majemuk tidak bisa diperluas lagi, (4) konstruksi komponennya tidak bisa dibolak-balik, dan (5) komponen verba majemuk tidak dapat dipisahkan. Verba majemuk dapat dibagi berdasarkan bentuk morfologis dan hubungan komponennya. Berdasarkan bentuk morfologisnya, verba majemuk terbagi atas (1) verba majemuk dasar, (2) verba majemuk berafiks, dan (3) verba majemuk berulang. Berdasarkan hubungan komponen-komponennya, verba majemuk terbagi atas (i) verba majemuk bertingkat dan (ii) verba majemuk setara. Verba majemuk bertingkat ialah verba majemuk yang salah satu komponennya merupakan inti. Verba majemuk setara ialah verba majemuk yang kedua komponennya merupakan inti. Ramlan (1976: 72) menyatakan bahwa ada beberapa kata majemuk yang salah satu dari unsurnya berupa morfem unik. Morfem unik adalah morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan tertentu. Misalnya kata simpang
7 siur, sunyi senyap, dan gelap gulita. Kata simpang, sunyi, dan gelap merupakan morfem bebas sedangkan siur, senyap, dan gulita merupakan morfem unik. 2.2 Landasan Teori Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan. Dalam penelitian ini dipergunakan teori struktural yang diambil dari buku Hasan Alwi dkk. (2003) yang berjudul Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Di samping itu, sebagai tambahan dipakai juga buku-buku dan tulisantulisan lain terutama yang menguraikan struktur serta pembentukan verba majemuk seperti buku Ramlan yang berjudul Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif, Harimurti Kridalaksana dalam bukunya Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia dan Mansur Muslich dalam bukunya Garis-Garis Besar Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Pemilihan teori ini berdasarkan alasan bahwa analisis verba majemuk termasuk ke dalam analisis struktur internal bahasa dan penelitian ini bersifat deskriptif. Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga oleh Hasan Alwi dkk. ini sangat lengkap dan lebih terperinci dalam mengklasifikasikan jenis verba majemuk sehingga buku ini dianggap sangat relevan dengan penelitian ini. berikut. Jenis Verba Majemuk Jenis verba majemuk berdasarkan bentuk morfologisnya adalah sebagai
8 a. Verba majemuk dasar Verba majemuk dasar ialah verba majemuk yang tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang, serta dapat berdiri sendiri dalam frasa, klausa, atau kalimat, seperti yang terdapat dalam contoh berikut. 1. Komisi II DPR akan temu wicara dengan wartawan. 2. Kenapa kamu maju mundur terus? Verba majemuk seperti temu wicara dan maju mundur adalah verba majemuk dasar. Contoh lain: i) mabuk laut ii) kurang makan iii) hancur lebur geger otak berani mati pulang pergi jumpa pers berani sumpah hilang lenyap terjun payung salah dengar ikut campur tatap muka salah hitung jual beli bunuh diri kurang pikir jatuh bangun Verba majemuk dasar pada umumnya terdiri atas leksikal bebas (bunuh diri, salah hitung, jual beli). Ada pula yang terdiri atas morfem asal bebas dan morfem leksikal terikat (lepas landas, simpang siur, lalu lalang). Sebagaimana dapat dilihat pada contoh di atas, ada tiga pola verba majemuk dasar yang paling umum, yaitu: (i) komponen pertama berupa verba dasar dan komponen kedua berupa nomina dasar, seperti mabuk laut, dan gegar otak; (ii) komponen pertama berupa adjektiva dan komponen kedua berupa verba, seperti kurang makan dan berani mati;
9 (iii) kedua komponen berupa verba dasar, seperti hancur lebur dan pulang pergi. b. Verba majemuk berafiks Verba majemuk berafiks ialah verba majemuk yang mengandung afiks tertentu, seperti yang terdapat pada kalimat berikut. 1. Mereka menyebarluaskan berita itu ke seluruh desa. 2. Belakangan ini dia lebih banyak berdiam diri. 3. Anggota partai itu mengikutsertakan keluarganya. 4. Dia telah mendarmabaktikan segalanya kepada bangsa. 5. Orang yang berakal budi tidak akan bertindak demikian gegabah. 6. Pemerintah mungkin akan mengambil alih perusahaan itu. 7. Ejekan itu memerahpadamkan wajahnya Verba majemuk seperti menyebarluaskan, berdiam diri, mengikutsertakan, berakal budi, mengambil alih, dan memerahpadamkan adalah verba majemuk berafiks. Jika diperhatikan dasar afiksasi pada contoh di atas, akan terlihat bahwa ada verba seperti sebar luas yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Karena paduan morfem dasar seperti itu tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat, verba tadi harus selalu berafiks. Ada juga yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat tanpa afiks, seperti ambil alih, tetapi lebih lazim dipakai dengan afiks terutama dalam bahasa baku. Ada pula yang dasarnya berupa nomina majemuk, seperti darma bakti dan akal budi, dan adjektiva majemuk, seperti merah padam. Dengan kata
10 lain, kata majemuk yang bukan verba dapat juga dibuat menjadi verba majemuk dengan menambahkan afiks verba tertentu. Berdasarkan uraian di atas, verba majemuk berafiks dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut. (i) Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat disebut verba majemuk terikat. Contoh: beriba hati berkembang biak bertolak pinggang bertutur sapa (ii) Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang dapat berdiri sendiri disebut verba majemuk bebas. Dasar kata majemuk ini dapat berupa (i) verba, (ii) nomina, atau (iii) adjektiva. Contoh: (a) melipatgandakan (b) menganaktirikan (c) menghitamlegamkan menaikturunkan berinduk semang mengawetmudakan membagi rata merataptangisi memerahpadamkan membalas budi memberi tahu menggarisbawahi mendarmabaktikan memukul mundur Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa berbagai afiks dapat ditambahkan untuk membentuk verba majemuk berafiks. Jika pangkal majemuk diapit prefiks dan sufiks (kombinasi afiks dan konfiks) maka komponen majemuk itu
11 dirangkaikan menjadi satu, seperti babak belur membabakbelurkan. Tetapi, jika afiks itu hanya berupa prefiks atau sufiks, komponennya tetap dituliskan terpisah, seperti daya guna berdaya guna dan tanda tangan tanda tangani. (iii) Verba majemuk berafiks yang komponennya telah berafiks lebih dahulu. Di bawah ini diberikan beberapa contoh dari jenis tersebut. Contoh: haus kekuasaan hilang ingatan hilang pikiran c. Verba majemuk berulang Verba majemuk berulang adalah verba majemuk yang intinya adalah verba dan verba tersebut diulang (direduplikasi). Verba majemuk dalam bahasa Indonesia dapat direduplikasi jika kemajemukannya bertingkat dan jika intinya adalah bentuk verba yang dapat diredupikasikan pula. Contoh: naik pangkat naik-naik pangkat pulang kampung pulang-pulang kampung goyang kaki goyang-goyang kaki pindah tangan pindah-pindah tangan Dari contoh di atas tampaklah bahwa hanya komponen verba yang mengalami reduplikasi.
12 2.3 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai verba maupun mengenai kata majemuk bukanlah baru pertama kali ini dilakukan, sudah ada penelitian terdahulu tentang masalah tersebut. Namun, yang meneliti khusus verba majemuk dalam novel belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Sirait (1995) dengan skripsinya yang berjudul Analisis Kata Gabung dan Kata Depan dalam Novel Lembah Membara Karya Moerwanto meneliti penulisan kata gabung dan kata depan yang terdapat dalam novel tersebut. Dia menyimpulkan bahwa penulisan kata gabung yang terpisah terdiri dari kata majemuk dan istilah khusus, kata maha yang diikuti kata berimbuhan, kata gabung yang diikuti awalan, kata gabung yang diikuti akhiran. Selain kata gabung yang penulisannya terpisah, ada juga kata gabung yang penulisannya dirangkaikan dan mempergunakan kata hubung. Kata depan yang diperoleh dari novel tersebut adalah di, ke dan dari. Angkat (1996) dengan judul skripsi Sistem Kata Kerja Bahasa Pakpak memaparkan ciri-ciri, bentuk, pembagian dan makna kata kerja bahasa Pakpak serta proses morfofonemiknya. Sihite (2007) dengan skipsinya yang berjudul Kata Majemuk dalam Bahasa Batak Toba menyimpulkan bahwa ciri kata majemuk dalam bahasa Batak Toba ada tiga, yaitu ciri prakategorial, morfologis, dan sintaksis. Wujudnya berupa kata majemuk dasar, kata majemuk berimbuhan, dan kata majemuk berulang. Sedangkan polanya ada yang berpola D-D, D-M, dan M-D. Maknanya adalah
13 jamak, jumlah, tempat, alat, menyerupai, berulang-ulang, memakai, memiliki, menanam, memelihara, saling, kausatif, dan sifat. Herwanto (2009) dengan skripsinya yang berjudul Kategori Verba pada Harian Analisa menyimpulkan bahwa kategori verba pada harian analisa ada dua belas dan dari data yang dikumpulkan dapat diketahui bahwa tipe yang paling banyak muncul adalah tipe XI sedangkan tipe yang paling sedikit muncul adalah tipe I. Hasil penelitian sebelumnya, baik mengenai verba, kata majemuk, maupun penelitian pemakaian bahasa pada novel dapat menjadi informasi dan acuan bagi peneliti saat ini dalam meneliti verba majemuk dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Penelitian-penelitian di atas berbeda dengan penelitian kali ini. Penelitian kata majemuk sebelumnya hanya membedakan kata majemuk dengan frasa, sedangkan idiom masih digolongkan ke dalam kata majemuk. Sedangkan penelitian ini selain membedakan kata majemuk dengan frasa, juga membedakannya dengan idiom. Kata majemuk tidak sama dengan idiom. Penelitian di atas hanya menggunakan metode kualitatif. Sedangkan penelitian ini, di samping menggunakan metode kualitatif juga menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melihat seberapa tinggi persentase frekuensi penggunaan tiap jenis verba majemuk yang terdapat dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy.
BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).
BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (
Lebih terperinci3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.
1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013. 2. Mendeskripsikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek,
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa
Lebih terperinciTATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA
TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana
Lebih terperinciBAB 5 TATARAN LINGUISTIK
Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang kita dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau luar negeri melalui media elektronik atau cetak. Setiap
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Afiks dan Afiksasi Ramlan (1983 : 48) menyatakan bahwa afiks ialah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,
Lebih terperinci2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia
VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk
Lebih terperinciBAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah
BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, karena dengan bahasa kita bisa berkomunikasi satu dengan yang lain. Keraf (2001:1) mengatakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penyusunan sebuah karya ilmiah, sangat diperlukan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka merupakan paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan
Lebih terperinciBAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI
BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat. Bahasa juga merupakan sebuah alat untuk komunikasi, yang berupa rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata
Lebih terperinciKATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL
KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL Rahmi Harahap Program Studi S-1 Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstract Research on the structural
Lebih terperinciKLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI
KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI Dita Marisa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI thasamarisa@yahoo.co.id Abstrak Penelitian dilatarbelakangi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak
9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan
Lebih terperinciPROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA
Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini
Lebih terperinciMenurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd
KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya
Lebih terperinciANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah
ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Lebih terperinciKATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257
KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini. Hasil penelitian ini akan dipertanggung jawabkan,
Lebih terperinciVERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008
VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 Zuly Qurniawati, Santi Ratna Dewi S. Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Majalah merupakan bagian dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering
Lebih terperinciLINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI
Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi sesama manusia. Dengan bahasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Pemikiran Keberadaan buku teks di perguruan tinggi (PT) di Indonesia perlu terus dimutakhirkan sehingga tidak dirasakan tertinggal dari perkembangan ilmu dewasa ini.
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM KARANGAN SISWA KELAS X AK 3 SMK NEGERI 1 KOTA JAMBI. Oleh Tuti Mardianti ABSTRAK
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM KARANGAN SISWA KELAS X AK 3 SMK NEGERI 1 KOTA JAMBI Oleh Tuti Mardianti ABSTRAK Mardianti, Tuti. 2014. Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Karangan Siswa Kelas X AK 3
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk
Lebih terperinciPROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA INTISARI
PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA Pangastryan Wisesa Pramudiah *), Drs. Ary Setyadi, M. S., Riris Tiani, S.S., M.Hum. Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu penelitian, maka dibutuhkan sebuah metode penelitian. Metode ini dijadikan pijakan dalam
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa
Lebih terperinciNama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI
Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut
Lebih terperinciMORFOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Dosen Dr. Prana D Iswara
MORFOLOGI MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Dosen Dr. Prana D Iswara Oleh Kelompok 2 1. Rina Maharani 0801570/22 2. Rizky Lugiana 0802047/23 3. Rosita Anggraeni
Lebih terperinciBUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum
i BUKU AJAR Bahasa Indonesia Azwardi, S.Pd., M.Hum i ii Buku Ajar Morfologi Bahasa Indonesia Penulis: Azwardi ISBN: 978-602-72028-0-1 Editor: Azwardi Layouter Rahmad Nuthihar, S.Pd. Desain Sampul: Decky
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hasratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa. Bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk individu sekaligus makhluk sosial. Untuk memenuhi hasratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa. Bahasa merupakan alat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia
Lebih terperinciPEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI 2012 Jurnal Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Lebih terperinciPROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE
PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE Maria Septavia Dwi Rosalina, Drs. Mujid F. Amin, M.Pd., Riris Tiani, S.S., M.Hum. Program Studi Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,
Lebih terperinciAnalisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak
Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari
7 BAB II LANDASAN TEORI A. Wacana 1. Pengertian Wacana Wacana adalah paparan ide atau pikiran secara teratur, baik lisan maupun tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, beberapa bahasa di dunia, dalam penggunaannya pasti mempunyai kata dasar dan kata yang terbentuk melalui suatu proses. Kata dasar tersebut
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan berbahasa meliputi mendengar, berbicara, membaca, menulis. Keempat kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang diterapkan dalam melaksanakan pembelajaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca dalam Tabloid Mingguan Bintang Nova dan Nyata Edisi September-Oktober 2000,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013
BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003: 588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal
Lebih terperinciKEKELIRUAN REDUPLIKASI BAHASA INDONESIA oleh Suci Sundusiah, S.Pd.
KEKELIRUAN REDUPLIKASI BAHASA INDONESIA oleh Suci Sundusiah, S.Pd. 1. Pendahuluan Menurut proses morfologisnya, kata dihasilkan melalui proses afiksasi, reduplikasi, pemajemukan, dan perubahan zero. (Ramlan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar Penggunaan afiks dalam ragam informal, terutama dalam situs Friendster, menarik untuk diteliti karena belum banyak penelitian yang membahas hal tersebut.
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati
ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Setiap bahasa di dunia memiliki sistem kebahasaan yang berbeda. Perbedaan sistem bahasa itulah yang menyebabkan setiap bahasa memiliki ciri khas dan keunikan, baik
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya,
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Agar dapat membedakan penelitian Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya, maka penliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap bahasa di dunia memiliki keunikan tersendiri antara satu dengan lainnya. Di dalam setiap bahasa selalu terdapat pola pembentukan kata yang secara sistematis
Lebih terperinciVERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK
VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK Cut Poetri Keumala Sari Abstrak Skripsi ini berjudul Verba yang Berkaitan dengan Aktivitas Mulut: Kajian Morfosemantik. Metode yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk suku Jawa di antaranya Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian wilayah Indonesia lainnya.
Lebih terperinciBENTUK DAN MAKNA VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA DALAM SARIWARTA PADA PANJEBAR SEMANGAT EDISI TAHUN 2011
BENTUK DAN MAKNA VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA DALAM SARIWARTA PADA PANJEBAR SEMANGAT EDISI TAHUN 2011 Oleh: Dwi Cahyaningsih program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa cuwy_cahyu79@yahoo.co.id Abstrak:
Lebih terperinciANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010
ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
Lebih terperinciAFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa
AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako Masyita.laodi@yahoo.co.id ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa Bugis, Sidrap. Fokus permasalahan penelitian ini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang sempurna. Sebagai makhluk yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran yang dimiliki,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri,
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Idiom Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, khusus atau pribadi. Menurut Keraf (2005:109) Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya Dari hasil penelusuran di perpustakaan Universitas Negeri Gorontalo dan Fakultas Sastra dan Budaya ditemukan satu penelitian yang
Lebih terperinciANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM
ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL Muhammad Riza Saputra NIM 100388201040 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
Lebih terperinci