KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PADA

I. PENDAHULUAN Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

Analisis Pemasaran Kakao (P4MI) Wednesday, 04 June :07 - Last Updated Tuesday, 27 October :46

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii. I. PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 5 Tujuan... 6 Manfaat...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

PENDAHULUAN Latar Belakang

Terwujudnya Ketahanan Pangan Berbasis Usahatani Sebagai. Andalan dan Penggerak Pembangunan Ekonomi Kerakyatan"

PENDAHULUAN Latar Belakang

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK

III KERANGKA PEMIKIRAN

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENGANTAR AGRIBISNIS

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara produsen teh terbesar

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumberdaya lahan dan dan sumber daya manusia yang ada di wilayah

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PETANI DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR. Isbandi¹ dan Debora Kana Hau² 1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

MANFAAT KEMITRAAN USAHA

V. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara

PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN MODEL COOPERATIVE FARMING

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. kehutanan, perternakan, dan perikanan. Untuk mewujudkan pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI TERHADAP ADOPSI TEKNOLOGI PHT PERKEBUNAN TEH RAKYAT. Oleh : Rosmiyati Sajuti Yusmichad Yusdja Supriyati Bambang Winarso

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kompetensi petani tepi hutan dalam melestarikan hutan lindung perlu dikaji

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Guna meningkatkan pendapatan, pembudidaya rumput laut perlu

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi Penelitian Rancangan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan

Transkripsi:

69 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini dimulai dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993:9-10) menyatakan bahwa setiap kompetensi tampak pada individu dalam berbagai tingkatan sebagai karakteristik manusia yang paling dalam untuk dikembangkan menjadi perilaku standar yang kompeten sehingga memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggung jawab secara efektif serta meningkatkan standar kompetensi dalam pekerjaan mereka. Pengembangan tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dan pengelolaan usahatani kakao lahan kering oleh masyarakat petani, menjadi aspek utama dan sangat penting sebagai sasaran program penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat perkebunan baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk menunjang harapan perubahan sikap berusahatani dan keinginan utama petani dalam mencapai tingkat pendapatan, kemandirian serta kesejahteraan hidup dalam komunitas petani lahan kering di perdesaan. Hal tersebut sangat terkait dengan pengelolaan sumberdaya lahan kering secara terpadu dalam masyarakat perkebunan kakao rakyat di daerah, yang pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan model atau pola yang efisien dan efektif dengan usahatani konservasi terpadu (farming system) dalam upaya mempertahankan kesuburan tanah melalui proses produksi usahatani lahan kering, agar dapat dicapai peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao yang berkelanjutan. Dalam realitas kehidupan petani kakao lahan kering belum banyak yang mampu menerapkan sistem produksi usahatani yang berorientasi agribisnis, akibatnya berpengaruh pada rendahnya produktivitas usahatani dan pendapatan usahataninya. Aspek kompetensi agribisnis petani kurang sekali dikaitkan dalam melaksanakan peran dan fungsi petani sebagai pelaku utama dalam pengelolaan usahatani kakao, dengan praktek-praktek konvensional dalam kegiatan produksi dan pasca panen hasil usahatani, faktanya petani masih belum mampu melakukan kegiatan on-farm dan off-farm secara utuh dalam pengelolaan usahatani kakao sehingga produksi dan mutu yang dihasilkan rendah dan posisi tawar petani lemah dalam persaingan harga di pasaran kakao.

70 Permasalahan rendahnya produktivitas perkebunan kakao rakyat antara lain disebabkan kurang intensifnya dilakukan pemeliharaan tanaman oleh petani yang mengakibatkan daya hasil rendah, dan kurang intensifnya dilakukan penanganan pascapanen yang menyebabkan kualitas hasil usahatani masih rendah (mutu asalan) sehingga nilai jualnya juga rendah, dan petani relatif masih mengandalkan usahatani secara monokultur, dengan hambatan kemampuan teknis dan manajemen petani relatif terbatas. Selain itu petani perkebunan belum mampu membangun dan mengembangkan organisasi kelembagaan ekonomi yang berperan dalam memperkuat posisi tawar mereka untuk meraih nilai tambah yang lebih tinggi pada kegiatan off-farm yang konsekuensinya semakin mengurangi upaya petani perkebunan dalam mengelola usaha perkebunannya secara lebih baik dan efisien. Kebutuhan pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao sebagai pelaku utama (pekerja dan manajer) dalam pengelolaan usahatani lahan kering, akan semakin penting urgensinya dengan pemberlakuan kebijakan otonomi daerah, dimana akuntabilitas pelaksanaan program pembangunan subsektor perkebunan akan banyak ditentukan oleh sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari hasil perkebunan rakyat, kesenjangan produktivitas dengan capaian produksi rata-rata 0,663 ton biji kakao kering/ha masih lebih rendah dibanding rata-rata produksi kakao secara nasional (1,2 ton biji kakao kering/ha), dan umumnya kualitas kakao masih asalan (non fermentasi). Tingkat kompetensi agribisnis petani kakao menjadi perlu dikembangkan sebagai model perilaku petani kakao yang efisien dan efektif dalam pengelolaan usahatani lahan kering di perdesaan dengan menempatkan peran strategi penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat perkebunan sebagai penggerak utama untuk mengatasi hambatan pengembangan kompetensi petani kakao dalam pelaksanaan kegiatan agribinis pada masyarakat perkebunan setempat. Pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan usahatani lahan kering, mengisyaratkan perlunya penguasaan kemampuan teknis budidaya dan kemampuan pengelolaan usahatani sebagai kristalisasi dari unsur kompentensi diri (motif, sifat bawaan, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan), serta menjadi perhatian utama dalam mengembangkan model

71 perilaku agribisnis dalam pengelolaan usahatani lahan kering yang penanganannya sampai saat ini belum menunjukkan perubahan perilaku yang nyata dalam komunitas petani perkebunan rakyat setempat, dan petani kakao kurang memiliki kemampuan yang memadai serta keberdayaannya masih relatif kurang kompeten dalam pengelolaan usahatani lahan kering, sehingga berimplikasi pada hasil produksi dan produktivitas usahatani kakao, yang selanjutnya akan berdampak pada tingkat penerimaan pendapatan yang rendah. Kondisi tingkat produktivitas usahatani kakao rakyat belum sesuai dengan standar peningkatan produksi dan mutu hasil yang nyata dalam memperbaiki tingkat pendapatan dan kesejahteraan hidup petani, dengan kompetensi petani kakao beragribisnis yang relatif rendah. Batasan petani yang kompeten dalam agribisnis usahatani kakao adalah petani yang memiliki kemampuan teknis agribisnis, sehingga mampu dalam penyiapan sarana dan peralatan, terampil dalam cara melakukan usaha produksi kakao, prosesing dan pengolahan hasil kakao, dan tanggap/jeli dalam memasarkan hasil kakao. Selain itu, juga memiliki kemampuan manajerial agribisnis, sehingga mampu melakukan perencanaan, pengorganisasian usahatani, mampu melaksanakan kemitraan bisnis usahatani dan ciptakan jejaring, pengawasan, evaluasi dan pengendalian, serta pengambilan keputusan dengan rasa percaya diri yang tinggi. Kondisi obyektif menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat petani banyak yang menggantungkan hidupnya dari pengelolaan sumberdaya lahan kering untuk berusahatani kakao di wilayah Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara, namun perilaku agribisnis dalam masyarakat petani, dapat dikatakan hampir seluruh subsistem kegiatan agribisnis masih terasa lemah, akibatnya pengembangan agribisnis berjalan lambat dan kurang mampu mendorong akselerasi pembangunan masyarakat di perdesaan. Pada subsistem agribisnis produksi usahatani (on-farm), masih ditemukan beberapa permasalahan yang terkait dengan sistem produksi seperti; rendahnya tingkat kesuburan tanah, banyaknya gangguan hama penyakit, dan rendahnya penerapan teknologi budidaya kakao. Demikian pula dengan subsistem agribisnis hilir, pada sistem pengolahan dan pasar (off-farm) juga masih lemah, serta beberapa pelaku agribisnis yang ada belum mampu berperan memfasilitasi dan menarik para petani

72 untuk berkembang dengan baik, akibatnya pendapatan dan taraf hidup petani masih tetap rendah khususnya bagi pelaku usahatani lahan kering. Faktor internal yang dapat berhubungan dengan kompetensi agribisnis petani kakao adalah motivasi dan karakteristik petani kakao yang menyangkut umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani, kekosmopolitan, luas lahan usahatani, jumlah tanaman kakao menghasilkan (TKM), pendapatan keluarga, dan keterikatan etnis/ budaya. Pada sisi lainnya, faktor eksternal yang berhubungan dengan kompetensi agribisnis petani kakao adalah kegiatan penyuluhan, intervensi pemberdayaan, dan lingkungan masyarakat perkebunan. Selanjutnya faktor internal dan faktor eksternal tersebut, dapat mempengaruhi pengembangan tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan usahatani lahan kering. Dengan pendekatan model kompetensi agribisnis tersebut, kemampuan petani kakao untuk berperilaku agribisnis dalam pengelolaan usahatani lahan kering dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan standar kompetensi teknis budidaya dan kompetensi pengelolaan usahatani kakao secara utuh untuk mencapai tingkat produktivitas dan pendapatan yang dapat mendukung keberdayaan dan kesejahteraan hidup komunitas petani lahan kering secara berkelanjutan. Kompetensi agribisnis petani kakao yang ingin dikembangkan dalam penelitian ini adalah unsur kompetensi diri petani dalam bentuk kompetensi teknis budidaya dan kompetensi pengelolaan usahatani untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering, guna mencapai tingkat keberdayaan petani kakao dan kesejahteraan hidup dalam komunitas petani lahan kering. Hubungan antara berbagai faktor internal dan faktor eksternal petani kakao akan dapat mempengaruhi tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan usahatani lahan kering. Selanjutnya pengembangan tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan usahatani lahan kering mempengaruhi tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering, yang diwujudkan dengan tercapainya tingkat produksi kakao persatuan areal, kualitas hasil usahatani, dan nilai tambah serta perolehan pendapatan usahatani kakao yang

73 berimplikasi pada kesejahteraan dalam komunitas petani lahan kering di perdesaan. Dari pemikiran-pemikiran yang telah dikemukan diatas, maka dalam penelitian ini dapat dikaji beberapa peubah yang terukur yakni; motivasi diri, dan karakteristik petani kakao (faktor internal), dengan kegiatan penyuluhan, intervensi pemberdayaan, dan lingkungan (faktor eksternal), tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan usahatani lahan kering, serta tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani kakao, yang diharapkan dapat berimplikasi pada kesejahteraan hidup dalam komunitas petani kakao lahan kering di perdesaan. Kerangka Operasional Kerangka operasional penelitian pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering, dikaji dalam penelitian ini untuk menjawab tujuan penelitian, maka hubungan antar peubah bebas (independent variable) dengan peubah tidak bebas (dependent variable) diuraikan dalam bentuk peubah dan indikator. Kompetensi agribisnis petani kakao dalam masyarakat perkebunan khususnya komunitas petani lahan kering dapat dikatakan hampir seluruh subsistem kegiatan agribisnis masih terasa lemah, akibatnya pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao kurang mampu mengatasi kesenjangan produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering di perdesaan. Pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao yang diharapkan menjadi wujud perilaku ideal dalam pelaksanaan sistem agribisnis kakao pada usahatani lahan kering dengan pembentukan kompetensi diri terhadap penguasaan kemampuan teknis budidaya dan kemampuan pengelolaan usahatani lahan kering, yang dikuatkan dengan pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao dengan kemampuan berupa; (1) kemampuan menyiapkan sarana produksi usahatani, (2) kemampuan melakukan penanaman secara tepat, (3) kemampuan melakukan pemupukan dengan prinsip lima tepat, (4) kemampuan melakukan pengendalian hama/penyakit secara terpadu, (5) kemampuan melakukan panen yang tepat, (6) kemampuan melakukan pengolahan biji kakao yang bermutu, (7) kemampuan

74 mengakses jalur pemasaran yang efektif, (8) kemampuan melakukan perencanaan usahatani yang dapat memberi keuntungan, (9) kemampuan melakukan pengorganisasi sumberdaya secara produktif, (10) Kemampuan melaksanakan kemitraan bisnis usahatani yang saling menguntungkan secara adil, (11) kemampuan melakukan evaluasi dan pengendalian secara bertahap dan dinamis, dan (12) kemampuan mengambil keputusan dengan rasa percaya diri yang tinggi. Tinggi rendahnya aspek pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan usahatani lahan kering didasarkan pada kemampuankemampuan yang melekat sebagai wujud perilaku agribisnis bagi setiap petani pelaku usahatani lahan kering, diduga memiliki hubungan dengan faktor internal petani berupa; karakteristik petani yang berkenaan dengan umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, kekosmopolitan, luas lahan kakao, tanaman kakao menghasilkan (TKM), pendapatan keluarga, dan keterikatan etnik/budaya. Faktor eksternal petani berupa; kegiatan penyuluhan yang berkenaan dengan informasi teknologi tepat guna (TTG) dan intensitas pelaksanaan penyuluhan, serta intervensi pemberdayaan masyarakat perkebunan melalui kebijakan Pemda, akses sarana produksi, akses pasar kakao, dan kondisi lingkungan yang terkait dengan fisik lahan usahatani dan interaksi sosial masyarakat petani, diduga berhubungan nyata dengan pengembangan tingkat kompetensi agribisnis petani kakao untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering. Secara teoritis beberapa peubah dan indikator peubah yang termaksud dalam cakupan studi kompetensi agribisnis petani kakao diduga saling berhubungan dan mempengaruhi, yakni; motivasi diri, karakteristik petani kakao, kegiatan penyuluhan, intervensi pemberdayaan, dan lingkungan saling berhubungan secara nyata terhadap tingkat kompetensi agribisnis petani kakao yang diukur dari kompetensi teknis budidaya dan kompetensi pengelolaan usahatani yang dimiliki petani kakao. Selanjutnya tingkat kompetensi agribisnis petani kakao, diduga berpengaruh terhadap tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani kakao yang berimplikasi dampaknya pada kesejahteraan komunitas petani kakao lahan kering.

75 Berdasarkan kerangka konseptual dan operasional yang telah diuraikan dalam acuan konsep penelitian ini, maka pengembangan kompetensi petani kakao dalam agribisnis usahatani kakao, dapat digambarkan pada cakupan hubungan faktor internal dan faktor eksternal terhadap tingkat kompetensi agribisnis petani kakao untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering. Kompetensi standar atau kapasitas diri yang dicirikan dengan penguasaan kemampuan teknis budidaya dan kemampuan pengelolaan usahatani sebagai kristalisasi dari unsur perilaku agribisnis. Pengembangan kompetensi agribisnis petani kakao dalam pengelolaan usahatani lahan kering diharapkan dapat mengintegrasikan subsistem agribisnis kakao yang utuh (on-farm dan off-farm). Implikasinya memberi pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani lahan kering yang dicirikan dengan peningkatan produksi kakao yang optimal, perbaikan kualitas produksi (mutu kakao), tingkat pendapatan dan keberlanjutan pengelolaan usahatani kakao yang berdampak terhadap kesejahteraan komunitas petani lahan kering di perdesaan. Peubah dan indikator terukur yang dirumuskan dalam kerangka operasional penelitian ini, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Peubah tingkat kompetensi agribisnis petani kakao, terdiri atas indikator kompetensi teknis budidaya kakao dan indikator kompetensi pengelolaan usahatani kakao. Parameter indikator kompetensi teknis budidaya kakao mencakup: tingkat kemampuan menyiapkan sarana produksi usahatani, kemampuan melakukan penanaman secara tepat, kemampuan melakukan pemupukan secara tepat, kemampuan melakukan pengendalian hama/penyakit secara terpadu, kemampuan melakukan panen yang tepat, kemampuan melakukan pengolahan biji kakao yang bermutu, dan kemampuan mengakses jalur pemasaran yang efektif. Sedangkan parameter indikator kompetensi pengelolaan usahatani kakao mencakup: tingkat kemampuan melakukan perencanaan usahatani yang dapat memberi keuntungan, kemampuan melakukan pengorganisasian sumberdaya secara produktif, kemampuan melaksanakan kemitraan bisnis usahatani yang saling menguntungkan secara adil, kemampuan melakukan evaluasi dan pengendalian secara bertahap dan

76 dinamis, dan kemampuan mengambil keputusan dengan rasa percaya diri yang tinggi. (2) Peubah Karakteristik petani kakao diidentifikasi berdasarkan indikator umur petani, pendidikan formal, pendidikan nonformal, kekosmopolitan, luas lahan kakao, tanaman kakao menghasilkan (TKM), pendapatan keluarga, dan keterikatan etnik/budaya. (3) Peubah motivasi diri diidentifikasi melalui motif intrinsik berupa dorongan dalam diri petani yang diukur berdasarkan indikator tingkat keinginan petani kakao selalu bersemangat, rajin, dan percaya diri dalam berusahatani kakao, serta motif ekstrinsik berupa dorongan luar diri petani yang diukur berdasarkan indikator tingkat keinginan melakukan uji coba inovasi agribisnis, kepuasan petani kakao terhadap insentif yang diterima, dan keinginan kearah pengembangan diri. (4) Peubah kegiatan penyuluhan meliputi indikator akses informasi teknologi tepat guna, dan intensitas pelaksanaan penyuluhan kepada masyarakat perkebunan. (5) Peubah intervensi pemberdayaan, meliputi indikator dukungan kebijakan harga kakao, akses keterjangkauan sarana produksi dan peralatan usahatani, akses ketersediaan pasar kakao. (6) Peubah lingkungan dengan indikator kondisi fisik lingkungan usahatani, dan interaksi sosial masyarakat perkebunan (7) Peubah tingkat produktivitas usahatani kakao dengan indikator tingkat mutu produksi kakao yang dihasilkan persatuan luas, dan nilai tambah dalam usahatani kakao. (8) Peubah tingkat pendapatan usahatani kakao dengan indikator nilai penerimaan hasil usahatani kakao, pengeluaran biaya usahatani, dan nilai pendapatan bersih hasil usahatani kakao. Hubungan-hubungan antar peubah bebas (X) dengan peubah tidak bebas (Y), dalam kerangka operasional penelitian ini, disajikan pada Gambar 3.

77 FAKTOR INTERNAL Motivasi Diri (X 1 ): X. 1.1. Motif intrinsik X. 1.2. Motif ekstrinsik Karakteristik Petani Kakao (X 2 ): X. 2.1. Umur petani X. 2.2 Tk.Pendidikan formal X. 2.3. Pendidikan nonformal yg diikuti X. 2.4. Kekosmopolitan X. 2.5. Luas Lahan X. 2.6. Tk.pendapatan keluarga X. 2.7. Tanaman Kakao Menghasilkan X. 2.8. keterikatan etnik/budaya FAKTOR EKSTERNAL Kegiatan Penyuluhan (X 3 ): X. 3.1. Akses informasi teknologi tepat guna X. 3.2. Intensitas Pelaksanaan penyuluhan Intervensi Pemberdayaan (X. 4 ): X. 4.1. Dukungan Kebijakan harga kakao X. 4.2. Akses keterjangkauan saprodi dan peralatan X. 4.3. Akses ketersediaan pasar kakao Lingkungan (X. 5 ): X. 5.1. Kondisi fisik lahan UT X. 5.2. Interaksi sosial masyarakat perkebunan Tk. Kompetensi Agribisnis Petani Kakao ( Y 1 ) : Y. 1.1. Tk. Kompetensi Budidaya Kakao; Y. 1.2.Tk. Kompetensi Pengelolaan Usahatani Kakao; Tk. Produktivitas Usahatani Kakao (Y 2 ): Y. 2.1 Tk.Produksi per satuan luas Y. 2.2. Tk.Mutu Produksi kakao yang dihasilkan Y. 2.3. Nilai tambah dalam usahatani kakao Tk. Pendapatan Usahatani Kakao (Y 3 ): Y. 3.1. Penerimaan hasil usahatani kakao Y. 3.2. Pengeluaran biaya usahatani kakao Y. 3.3. Nilai pendapatan bersih usahatani kakao Kesejahteraan Komunitas Petani Kakao Lahan Kering Keterangan : Peubah diamati; Peubah tidak diamati Gambar 3. Skema Kerangka Operasional Penelitian dan Hubungan Antar Peubah Model Kompetensi Petani Kakao Beragribisnis untuk Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Lahan Kering Hipotesis Penelitian Hipotesis umum dari model teoretik penelitian ini adalah cakupan faktor internal meliputi: motivasi diri, dan karakteristik petani, dengan cakupan faktor eksternal meliputi: kegiatan penyuluhan, intervensi pemberdayaan, dan lingkungan diberlakukan sebagai peubah independen (bebas). Tingkat kompetensi agribisnis petani kakao, tingkat produktivitas dan tingkat pendapatan usahatani kakao lahan kering diberlakukan sebagai peubah antara dan peubah tidak bebas

78 (terikat). Peubah bebas dengan peubah tidak bebas berhubungan dan saling mempengaruhi dalam model kompetensi agribisnis petani kakao untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao yang implikasinya berdampak pada kesejahteraan komunitas petani kakao dalam masyarakat perkebunan lahan kering secara berkelanjutan di perdesaan. Hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Tingkat kompetensi agribisnis petani kakao (kompetensi teknis budidaya kakao dan kompetensi pengelolaan usahatani kakao), secara langsung dipengaruhi oleh faktor internal dari motivasi diri (motif intrinsik dan motif ekstrinsik) dan karakteristik petani kakao (umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, kekosmopolitan, luas lahan, tanaman kakao menghasilkan, pendapatan keluarga, dan keterikatan etnik/budaya) dalam masyarakat perkebunan. (2) Tingkat kompetensi agribisnis petani kakao (kompetensi teknis budidaya kakao dan kompetensi pengelolaan usahatani kakao), secara langsung dipengaruhi oleh faktor eksternal dari kegiatan penyuluhan (informasi teknologi tepat guna, dan intensitas pelaksanaan penyuluhan), intervensi pemberdayaan (kebijakan Pemda, akses sarana produksi, dan akses pasar kakao), dan lingkungan (fisik lahan usahatani, dan interaksi sosial masyarakat perkebunan). (3) Tingkat produktivitas usahatani kakao secara langsung dipengaruhi oleh tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dan faktor eksternal petani dalam masyarakat perkebunan. (4) Tingkat pendapatan usahatani kakao secara langsung dipengaruhi oleh tingkat produktivitas usahatani kakao dan faktor internal petani, secara tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dalam masyarakat perkebunan. (5) Tingkat pendapatan usahatani kakao secara langsung dipengaruhi oleh tingkat produktivitas usahatani kakao dan faktor eksternal petani, secara tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat kompetensi agribisnis petani kakao dalam masyarakat perkebunan di wilayah penelitian.