BAB I PENDAHULUAN. potensi sumberdaya lahan dan dan sumber daya manusia yang ada di wilayah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. potensi sumberdaya lahan dan dan sumber daya manusia yang ada di wilayah"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perkebunan merupakan salah satu program pembangunan di sektor pertanian yang berperan cukup besar dalam rangka perbaikan ekonomi wilayah termasuk ekonomi masyarakat yakni peningkatan pendapatan dan pemerataan usaha yang dapat menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembangunan perkebunan agar dapat berkembang secara baik, berkelanjutan dan berkesinambungan, sangat berkaitan dengan segala aspek pendukung seperti potensi sumberdaya lahan dan dan sumber daya manusia yang ada di wilayah bersangkutan. Salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan adalah kakao. Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu tanaman tahunan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja petani, mendorong pengembangan agribisnis dan agroindustri, pengembangan wilayah serta pelestarian lingkungan. Pada tahun 2012, luas areal tanaman kakao di Indonesia mencapai 1,7 juta ha, 94% adalah perkebunan rakyat dengan jumlah petani yang terlibat secara langsung sebanyak 1,6 juta petani. Ekspor kakao Indonesia menghasilkan devisa USD 1,34 miliar yang menempatkan kakao sebagai penghasil devisa terbesar

2 Produksi dalam juta ton/tahun 2 ketiga sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan karet. Indonesia termasuk negara penghasil kakao terbesar di dunia, adapun grafik perbandingan negara penghasil produksi kakao terbesar di dunia dapat dilihat pada gambar 1.1 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Pantai Gading Ghana Indonesia Negara Sumber : ICCO, 2013 Gambar 1.1. Grafik Perbandingan Negara Penghasil Produksi Kakao Terbesar di Dunia Pantai Gading merupakan negara penghasil kakao terbesar di dunia dengan produksi sebesar 1,44 juta ton, Ghana menempati urutan kedua dengan dengan produksi sebesar 0,835 juta ton, sedangkan Indonesia berada di urutan ketiga dengan produksi sebesar 0,42 ton. Indonesia memiliki potensi kakao yang besar, namun rendahnya mutu kakao menyebabkan citra kakao Indonesia menjadi kurang baik di pasar internasional. Rendahnya mutu kakao ini menyebabkan ekspor biji kakao ke Amerika Serikat mengalami pemotongan harga sebesar USD 301,5/ton. Mutu kakao yang rendah disebabkan oleh adanya serangan hama penyakit. Serangan hama penyakit utama adalah Penggerek Buah Kakao (PBK) dan penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) yang mengakibatkan menurunnya

3 3 produktivitas menjadi 660 kg/ha/tahun atau sebesar 37% dari produktivitas yang pernah dicapai (1.100 kg/ha/thn). Hal ini mengakibatkan kehilangan hasil sebesar ton/thn atau setara dengan Rp. 3,69 triliun per tahun. Upaya pengembangan kakao di Indonesia selain dihadapkan dengan kendala serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan turunnya produktivitas dan mutu biji kakao yang dihasilkan, juga disebabkan karena produktivitas tanaman di bawah potensi normal, pengendalian serangan hama penyakit yang sulit dilakukan secara individual, mutu biji kakao fermentasi yang rendah, serta penjualan masih dalam bentuk produk primer sehingga tidak ada nilai tambah mutu produk. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi yang serius dalam mengembangkan komoditas kakao. Perkembangan kakao di DIY dimulai dari tahun 1987 melalui berbagai macam program pemerintah. Adapun perkembangan kakao di DIY dapat dilihat pada gambar 1.2

4 Luas (Ha) Banpres Banpres P2WK APBD Gernas Gernas Gernas Jenis Bantuan (tahun) Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, 2013 Keterangan : Banpres P2WK APBD Gernas Gambar 1.2. Grafik Perkembangan Kakao di DIY = Bantuan Presiden = Pengembangan Perkebunan Wilayah Khusus = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah = Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Perkembangan kakao di DIY dimulai dari tahun 1987 melalui program Bantuan Presiden (Banpres) seluas 400 Ha, tahun 1988 melalui program Bantuan Presiden (Banpres) seluas 1600 Ha yang merupakan suatu program penanaman kakao secara besar-besaran di DIY dan disusul dengan program Pengembangan Perkebunan Wilayah Khusus (P2WK) pada tahun 1990 dengan luas 1500 Ha. Setelah penanaman besar-besaran pada waktu itu, terjadi stagnasi penanaman kakao, baru kemudian pada tahun 1998 melalui kegiatan pengembangan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dilakukan penanaman Kakao seluas 30 Ha. Setelah periode tersebut, penanaman kakao dilakukan secara swadaya oleh petani dan tidak ada program pemerintah mengenai penanaman kakao. Program pemerintah dengan sasaran penanaman kakao baru muncul lagi pada tahun melalui program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi

5 5 dan Mutu Kakao seluas 100 ha setiap tahunnya. Program pemerintah selama ini hanya terkonsentrasi pada satu indikator saja, misalnya pada program penanaman kakao yang dinilai berhasil apabila seluruh bibit kakao sudah ditanam, namun tidak ada kelanjutan pada pendampingan budidaya kakao (on farm) dan pengolahan hasil kakao (off farm). Oleh karena itu, pada tahun 2014 Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY mencanangkan program pengembangan model desa kakao yang bertujuan untuk membuat model desa percontohan yang mengoptimalisasikan seluruh sumber daya mulai dari budidaya kakao (on farm) sampai pengolahan hasil kakao (off farm). Lokasi pengembangan model desa kakao terletak di Kabupaten Gunungkidul yang mengambil lokasi di kecamatan Patuk dengan 4 kelompok tani sasaran yang berada di 2 desa yaitu Desa Bunder dan Desa Putat. Penentuan lokasi pengembangan model desa kakao dilakukan dengan pertimbangan wilayah tersebut adalah sentra perkebunan kakao yang potensial untuk dikembangkan. Kakao telah menjadi salah satu komoditas unggulan sektor perkebunan di Kabupaten Gunungkidul. Kondisi topografi, jenis tanah dan agroklimat di kabupaten Gunungkidul sangat mendukung untuk pengembangan tanaman kakao. Kakao dapat memberi kontribusi yang cukup berarti bagi perekonomian petani terutama disaat tanaman lain tidak menghasilkan, kakao dapat membantu karena produksinya yang terus menerus sepanjang tahun. Penanaman kakao di Kabupaten Gunungkidul pada umumnya dilakukan di lahan pekarangan yang tidak terlalu jauh dengan rumah. Rata-rata pemilikan lahan petani seluas 0,27 Ha, yang terdiri dari pekarangan, kebun dan tegalan.

6 6 Produktivitas tanaman sangat bervariasi antara 0,3-1,5 ton kering/ha/tahun. Menurut data statistik Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY tahun 2012 produktivitas tanaman Kakao di Kabupaten Gunungidul sebesar 0,58 ton/tahun. Produktivitas yang sangat bervariasi ini disebabkan oleh beragamnya kondisi tanaman yang diakibatkan oleh kebun yang berbeda-beda kondisinya. Mayoritas penanaman kakao dilakukan secara polikultur bercampur dengan tanaman lain dan tidak sesuai dengan standar teknis penananam. Pengembangan model desa kakao merupakan suatu model unggulan yang dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dengan produk unggulan berbasis kakao. Pengelolaan tanaman kakao dilakukan dari hulu hingga ke hilir. Penataan dilakukan pada pola sistem budidaya serta pengelolaan terhadap penambahan daya saing dan nilai tambah produk kakao.prinsip kegiatan ini adalah menjadikan suatu kawasan kakao sebagai kawasan model percontohan. Pengembangan model desa kakao ini mengubah cara budidaya kakao yang selama ini petani terapkan untuk memperbaiki produktivitas dan mutu kakao yang dihasilkan yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani kakao. Kegiatan yang dilakukan dalam pengembangan model desa kakao ini adalah optimalisasai budidaya kakao (on farm), pengolahan dan pasca panen kakao (off farm), serta penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia. Kegiatan on farm antara lain : pengaturan jarak tanam, pengurangan pohon penaung, pemangkasan berat, pemangkasan ringan, panen sering, sanitasi, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Kegiatan off farm antara lain : fermentasi, pengolahan hasil samping, pembuatan pupuk organik,

7 7 penjualan kakao yang tersentra di kelompok tani. Penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia antara lain : pelatihan pengelolaan kakao fermentasi, pelatihan dinamika kelompok, pelatihan kelembagaan, dan sekolah lapang pengendalian hama terpadu. Keberhasilan pelaksanaan pengembangan model desa kakao akan tercapai apabila tercipta partisipasi aktif anggota kelompok tani sasaran, partisipasi aktif di sini dimaknai dengan keikutsertaan petani secara sadar dan tanpa paksaan untuk turut andil dan berperan serta dalam pelaksanaan pengembangan model desa kakao mulai dari kegiatan on farm, off farm, serta penguatan sumber daya manusia dan kelembagaan. Kegiatan pengembangan model desa kakao tersebut memberikan ketertarikan sendiri bagi peneliti untuk mengetahui bentuk partisipasi yang dilakukan yang meliputi partisipasi ide, tenaga, dan dana, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi petani berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan model desa kakao tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan kakao saat ini antara lain adanya penurunan produktivitas dikarenakan serangan hama penyakit, mutu biji kakao fermented yang rendah, industri hilir dalam negeri yang belum berkembang sehingga kakao masih dijual dalam bentuk kakao primer, unit pengolah hasil (UPH) kakao yang belum difungsikan secara optimal, umur panen tidak seragam, proses fermentasi tidak sesuai dengan standar teknis, serta tata niaga biji kakao yang masih belum memberikan perbedaan harga yang layak untuk kakao fermented.

8 8 Kondisi kakao yang mengalami penurunan produktivitas dan mutu, menyebabkan pendapatan petani kakao tidak optimal. Kegiatan pengembangan model desa kakao merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani kakao dengan melakukan optimalisasi sumberdaya mulai dari budidaya (on farm) sampai dengan pengolahannya (off farm). Kegiatan pengembangan model desa kakao baru dilaksanakan pertama kali di DIY dan melakukan perombakan besar terhadap sistem budidaya tanaman kakao yang selama ini diterapkan oleh petani mulai dari pengurangan tanaman kakao yang sudah tidak produktif, pengurangan pohon penaung, pengaturan jarak tanam, dan pemangkasan kakao yang sesuai dengan standar teknis. Adanya perombakan besar terhadap sistem budidaya kakao yang selama ini petani terapkan membuat petani tidak optimal untuk berpartisipasi dalam pengembangan model desa kakao tersebut. Permasalahan selanjutnya adalah tidak tercapainya target peningkatan produksi. Produksi kakao pada tahun 2012 sebesar 0,58 kg kering/pohon, target produksi kakao pada tahun 2014 sebesar 0,7 kg kering/pohon dan pada tahun 2015 ditargetkan meningkat menjadi 0,8 kg kering/pohon, namun pada kenyataannya pada tahun 2015 peningkatan produksi hanya mencapai 0,6 kg kering/pohon. Hal yang menarik pada lokasi pengembangan model desa kakao ini adalah adanya kearifan lokal yang disebut dengan istilah hari kakao, yaitu satu hari dalam satu minggu yang khusus digunakan untuk merawat tanaman kakao di kebun secara berkelompok dan bergilir. Pada saat hari kakao yang dilakukan adalah pemangkasan tanaman kakao, pengurangan pohon pelindung, dan sanitasi

9 9 kebun. Pada setiap hari kakao semua petani kakao akan ke kebun dan bekerja di kebun kakao untuk melakukan pemangkasan dan sanitasi. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penelitian difokuskan pada masalah-masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat partisipasi petani dalam pengembangan model desa kakao di Kabupaten Gunungkidul? 2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap partisipasi petani dalam pengembangan model desa kakao di Kabupaten Gunungkidul? 3. Bagaimana bentuk partisipasi petani yang dominan dalam pengembangan model desa kakao di Kabupaten Gunungkidul? 4. Bagaimana pelaksanaan hari kakao dalam mendukung kegiatan pengembangan model desa kakao di Kabupaten Gunungkidul? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat partisipasi petani dalam pengembangan model desa kakao di Kabupaten Gunungkidul. 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap partisipasi petani dalam pengembangan model desa kakao di Kabupaten Gunungkidul. 3. Mengetahui bentuk partisipasi petani yang dominan dalam pengembangan model desa kakao di Kabupaten Gunungkidul.

10 10 4. Mengelaborasi kegiatan hari kakao sebagai salah satu pendukung pelaksanaan pengembangan model desa kakao di Kabupaten Gunungkidul. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan memberikan kajian yang komprehensif mengenai partisipasi petani dalam mewujudkan keberhasilan kegiatan pengembangan model desa kakao. 2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penentu kebijakan dalam pelaksanaan Pengembangan Model Desa Kakao. 3. Penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk penelitian-penilitian selanjutnya, terutama untuk penelitian mengenai Pengembangan Model Desa Kakao Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil mencermati penelitian-penelitian terdahulu, maka dapat diidentifikasi posisi penelitian yang akan dilakukan. Keaslian penelitian terletak pada beberapa hal, yaitu : 1. Penelitian mengenai kakao di DIY sudah pernah dilakukan oleh Hariadi (2011) dengan judul Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Kakao dalam Mitra Kerja dengan PT. Pagilaran di Kabupaten Kulon Progo dengan fokus penelitian mengenai kemitraan, sedangkan fokus dalam penelitian ini adalah partisipasi. Kegiatan pengembangan model desa kakao dalam penelitian ini mulai dilaksanakan tahun 2014 di Kabupaten

11 11 Gunugkidul namun belum pernah diteliti mengenai partisipasi petani dalam kegiatan tersebut. 2. Penelitian Hariadi (2011) dengan judul Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Kakao dalam Mitra Kerja dengan PT. Pagilaran di Kabupaten Kulon Progo tidak menganalisis kearifan lokal, sedangkan penelitian ini menganalisis adanya kearifan lokal berupa hari kakao yang merupakan salah satu komponen penunjang pelaksanaan kegiatan pengembangan model desa kakao dan dalam penelitian ini hari kakao akan dielaborasi lebih dalam. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel 1.1.

12 12 Tabel 1. 1 Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya No Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, dan Metode Penelitian 1. Sandyatma (2010), Partisipasi Anggota Kelompok Tani dalam Menunjang Efektivitas Gapoktan Pada Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat di Kabupaten Bogor, mix method. 2. Rahayu (2012), Partisipasi Nelayan dalam Perencanaan Program Bantuan Langsung Masyarakat PNPM Mandiri Kelautan Perikanan di Kabupaten Mamuju, mix method Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan a. Mengetahui tingkat partisipasi anggota gapoktan penerima kegiatan penguatan LDPM b. Mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi anggota gapoktan dalam penguatan LDPM c. Mengetahui hubungan antar faktor yang saling berpengaruh terhadap partisipasi anggota gapoktan pada kegiatan penguatan LDPM d. Mengetahui pengaruh partisipasi anggota gapoktan terhadap efektivitas gapoktan pada kegiatan penguatan LDPM, dan efektivitas gapoktan dilihat dari aspek pengembangan kelembagaan gapoktan a. Mengetahui proses pembentukan kelompok pada perencanaan program bantuan langsung mayarakat BLM- PNPM mandiri KP. b. Mengetahui bentuk dan tingkat partisipasi nelayan dalam perencanaan a. Tingkat partisipasi anggota gapoktan pada kegiatan penguatan LDPM adalah rendah. b. Faktor-faktor yang signifikan berpengaruh adalah usia, pendapatan, motivasi, dan intensitas menerima sosialisasi kegiatan, sedangkan faktor yang tidak signifikan adalah peranan penyuluh, kepemimpinan gapoktan, dan kepemimpinan kelompok tani. c. Partisipasi anggota gapoktan berpengaruh positif terhadap efektivitas gapoktan dan dari sisi efektivitas pengembangan kelembagaan, efektivitas masih belum optimal a. Proses pembentukan POKMAS di daerah penelitian belum melakukan tahapan proses pembentukan kelompok yang ideal b. Bentuk partisipasi yang diberikan masih terbatas pada kehadiran/tenaga sehingga tujuan lokasi kasus dan metode penelitian tujuan lokasi kasus dan metode penelitian

13 13 No Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, dan Metode Penelitian 3. Humaidi (2010), Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan Agribisnis Mengkudu di Lahan Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan, kuantitatif. Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan program BLM- PNPM Mandiri KP, c. Mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap partisipasi nelayan dalam program perencanaan program BLM-PNPM mandiri KP di Kabupaten Mamuju a. Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan agribisnis mengkudu b. Menganalisis faktorfaktor yang berpengaruh terhadap partisipasi masyarakatat dalam program pengembangan agribisnis mengkudu c. Menjelaskan faktor manakah yang lebih kuat pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat dalam program pengembangan agribisnis mengkudu menyebabkan tingkat partisipasi nelayan di Kabupaten Mamuju masih rendah. c. Faktor yang berpengaruh nyata adalah umur, pendidikan, motivasi, dan sosialisasi program. Sedangkan pengetahuan dan peran fasilitator tidak berpengaruh nyata a. Sebagian besar masyarakat memiliki tingkat partisipasi yang sedang dalam program pengembangan agribisnis mengkudu. b. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan adalah persepsi, motivasi, sikap, dan peran kyai, sedangkan yang tidak berpengaruh signifikan adalah peran penyuluh, peran orang tua, dan peran media informasi (radio). Faktor peran kyai berpengaruh lebih kuat dibanding dengan faktor-faktor lain terhadap partisipasi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. tujuan lokasi dan kasus penelitian

14 14 No Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, dan Metode Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan 4. Panjaitan (2013) Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Melalui Model Kampung Konservasi di Desa Malasari Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, mix method 5. Supendi (1999), Tingkat Partisipasi Petani Dalam Penerapan Teknologi Produksi Kakao. Kasus di Kecamatan Ladongi, Kabupaten Kolaka, Propinsi Sulawesi Tenggara, kuantitatif. a. Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan c. Merumuskan langkah-langkah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan a. Mengetahui tingkat partisipasi petani dalam penerapan teknolgi produksi kakao b. Mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi petani dalam penerapan teknologi produksi kakao c. Mengetahui hubungan antara partisipasi dalam penerapan teknologi produksi kakao dengan karakteristik internal, dan karakteristik eksternal terpilih dari a. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan masih rendah b. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan adalah pendidikan non formal, luas lahan garapan, jumlah tanggungan keluarga, kegiatan penyuluhan oleh pemerintah dan kegiatan penyuluhan oleh non pemerintah, sedangkan faktorfaktor yang tidak berpengaruh nyata adalah motivasi, persepsi, dan peranan ketua kelompok a. Partisipasi dalam penerapan teknologi produksi kakao berhubungan tidak nyata dengan umur, modal, ketersediaan sarana dan prasarana, dan harga kakao. Berhubungan nyata dengan dorongan berusaha tani kakao, dan berhunungan sangat nyata dengan pendidikan formal, pengalaman berusaha tani kakao, jumlah anggota keluargam kosmopolitan, dan ketersediaan informasi b. Tingkat partisipasi tujuan lokasi kasus dan metode penelitian tujuan lokasi dan kasus penelitian

15 15 No Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, dan Metode Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan petani kakao dalam penerapan teknologi produksi kakao menunjukkan tingkat rendah sampai sedang. c. Faktor-faktor karakteristik internal yang mempengaruhi adalah pendidikan formal, pengalaman berusaha tani kakao, jumlah anggota keluarga, dorongan berusaha tani kakao, dan kosmopolitan. Sedangkan faktor eksternal adalah ketersediaan informasi d. Faktor program penyuluhan yang kuat dalam penerapan teknologi produksi kakao adalah kunjungan penyuluh ke kelompok tani. e. Tingkat partisipasi dalam penerapan teknologi produksi kakao dipengaruhi oleh kemauan dan kesempatan partisipasi. f. Faktor kemauan partisipasi tidak berhubungan nyata dengan kemampuan partisipasi. g. Faktor-faktor karakteristik internal yang mempengatuhi kemauan partisipasi adalah pendidikan

16 16 No Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, dan Metode Penelitian 6. Sunarru Samsi Hariadi, Roso Witjaksono, Alia Bihrajihant Raya, Zulika Purnamasari, Zulike Nurfarachin (2011), Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Kakao dalam Mitra Kerja dengan PT.Pagilaran di Kabupaten Kulon Progo, kuantitatif. Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan a. untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi kuat lemahnya kelembagaan kelompok tani kakao mitra kerja b. untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang kuat atau lemah berpengaruh terhadap kelembagaan kelompok tani mitra kerja c. untuk mengetahui hubungan atau pengaruh kuatnya kelembagaan kelompok tani mitra terhadap modal sosial d. menggali dan mendalami berbagai persoalan kemitraan formal dan kekosmopolitan., sedangkan karaktersistik eksternal adalah ketersediaan informasi dan prasarana. h. Faktor-faktor karakteristik internal yang mempengatuhi kemampuan partisipasi adalah pendidikan formal, pengalaman berusaha tani kakao, jumlah anggota keluarga, dorongan berusaha tani, dan kosmopolitan. a. faktor yang mempengaruhi kuat lemahnya kelembagaan kelompok tani kakao mitra kerja adalah keaktifan petani dalam kelompok tani, motivasi kerja petani, kosmopolitan, pembinaan/penyuluh an oleh PT Pagilaran, pedagang, dan pamong desa. b. Faktor yang paling kuat berpengaruh adalah motivasi kerja sedangkan pengaruh paling lemah adalah pamong desa. c. Kelembagaan kelompok tani berpengaruh nyata tujuan lokasi dan kasus penelitian

17 17 No Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, dan Metode Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan antara petani/kelompok tani dengan PT. Pagilaran berbasis modal sosial terhadap modal sosial petani dalam menjalin kemitraan dengan PT Pagilaran.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao memegang peranan penting dalam hal pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Komoditas ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara, pengadaan lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional Indonesia salah satunya ditopang oleh sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian penduduk Indonesia. Sektor

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan PENDAHULUAN Latar belakang Kakao adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara produsen teh terbesar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara produsen teh terbesar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara produsen teh terbesar di dunia. Pada tahun 2012, Indonesia menempati posisi ke enam dalam produksi teh, posisi ke

Lebih terperinci

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Perkebunan kakao merupakan salah satu sektor unggulan di bidang pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara dimana sekitar 52% total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 36 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sebagai upaya terencana untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan penduduk khususnya di negara-negara berkembang senantiasa mencurahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkebunan kakao merupakan kegiatan ekonomi yang dapat dijadikan andalan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkebunan kakao merupakan kegiatan ekonomi yang dapat dijadikan andalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan Budidaya Kakao Kakao (Thebroma cacao. L) merupakan salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan yang peranannya cukup penting dalam kehidupan sosial

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanaman kakao lindak di Indonesia hampir seluruhnya menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

PENGARUH PERAN PETUGAS LAPANG TERHADAP PARTISIPASI PETANI DALAM PENGEMBANGAN MODEL DESA KAKAO DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PENGARUH PERAN PETUGAS LAPANG TERHADAP PARTISIPASI PETANI DALAM PENGEMBANGAN MODEL DESA KAKAO DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 1 PENGARUH PERAN PETUGAS LAPANG TERHADAP PARTISIPASI PETANI DALAM PENGEMBANGAN MODEL DESA KAKAO DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Farmer Participation in The Development of Cocoa Village Model in Gunungkidul Kurnia

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 69 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini dimulai dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993:9-10) menyatakan bahwa setiap kompetensi tampak pada individu dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara

Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara Diany Faila Sophia Hartatri 1), Febrilia Nur Aini 1), dan Misnawi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Lebih terperinci

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor 8 II. Tinjauan Pustaka 1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jenis tanah yang subur. Berdasarkan karakteristik geografisnya Indonesia selain disebut sebagai negara

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERKEBUNAN Jalan Perkebunan No. 7 Makassar Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA Rizal Sariamat* Edy Batara M. Siregar** Erwin Pane*** *Mahasiswa Magister Agribisnis Universitas Medan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004). PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN KAKAO RAKYAT DI SUMATERA UTARA

STRATEGI PENGEMBANGAN KAKAO RAKYAT DI SUMATERA UTARA STRATEGI PENGEMBANGAN KAKAO RAKYAT DI SUMATERA UTARA Mhd. Asaad Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Jln. S.M Raja Teladan Medan Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci

Pe n g e m b a n g a n

Pe n g e m b a n g a n Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Kakao Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Kakao Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan lahan pertanian yang cukup besar, sebagaian besar penduduk Indonesia hidup pada hasil

Lebih terperinci

FOCUS GROUP DISCUSSION

FOCUS GROUP DISCUSSION Diselenggarakan oleh: Fakultas Teknologi Pertanian Dalam Rangka Dies Natalis yang ke-49 Bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Daerah

Lebih terperinci

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten 44 V. Penutup Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali, maka pada bagian penutup ini disajikan

Lebih terperinci

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Jl. Jenderal Soedirman No. 18 Telp. (0536) Fax (0536) Palangka Raya Kalimantan tengah

DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Jl. Jenderal Soedirman No. 18 Telp. (0536) Fax (0536) Palangka Raya Kalimantan tengah KEBIJAKAN, PROGRAM DAN KEGIATAN STRATEGIS BIDANG PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2019 DI SAMPAIKAN OLEH : KEPALA DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PADA FORUM GABUNGAN PERANGKAT DAERAH

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar 5,1% dan 8,2% dan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 153.564 km 2 (Badan Pusat Statistik, 2014) merupakan provinsi ketiga terbesar di Indonesia setelah Provinsi Papua dan Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian terus diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR LAMPIRAN - 3

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kehutanan, perternakan, dan perikanan. Untuk mewujudkan pertanian yang

I PENDAHULUAN. kehutanan, perternakan, dan perikanan. Untuk mewujudkan pertanian yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dalam arti luas meliputi pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perternakan, dan perikanan. Untuk mewujudkan pertanian yang maju maka perlu adanya pembangunan

Lebih terperinci

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH Visi merupakan pandangan ideal yang menjadi tujuan dan cita-cita sebuah organisasi.

Lebih terperinci

Model Dinamika Kontribusi Dana BLM PUAP terhadap Pendapatan dan Produktivitas Usahatani Kakao

Model Dinamika Kontribusi Dana BLM PUAP terhadap Pendapatan dan Produktivitas Usahatani Kakao Model Dinamika Kontribusi Dana BLM PUAP terhadap Pendapatan dan Produktivitas Usahatani Kakao Hari Hermawan dan Harmi Andrianyta Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari pembangunan ekonomi nasional pada hakekatnya merupakan suatu pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memerlukan. salah satu industri primer yang mencakup pengorganisasian sumber daya

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memerlukan. salah satu industri primer yang mencakup pengorganisasian sumber daya 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memerlukan peningkatan perekonomian dari berbagai sektor misalnya sektor industri, sektor perdagangan, sektor jasa,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi komoditas komoditas pertanian terutama komoditas ekspor seperti hasil perkebunan sudah selayaknya dijadikan sebagai motor untuk meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pembangunan pertanian diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju,

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan potensi wilayah dengan peluang yang cukup prospektif salah satunya adalah melalui pengembangan agrowisata. Agrowisata merupakan rangkaian kegiatan wisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci