Memotret Utuh Keragaman Budaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Identitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri.

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber buku karangan Nirwabda Wow Building, 2014 : 88 2 Ibid : 88

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Aceh

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional di Sumatera Utara adalah seni tradisional etnis Batak Karo.

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama

PERTEMUAN 3 PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA

MUSEUM BUDAYA DI PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar merupakan fondasi dari semua jenjang pendidikan yang

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

RANCANGAN PEMBELAJARAN PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR FAKULTAS TEKNIK PERENCANAAN DAN DESAIN

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka

Hubungan Arsitektur dan Budaya. Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transformasi dalam arsitektur

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Building Theories From Case Study Research. Kathleen M. Eisenhardt Academy of Management Review Oct 1989 p

BAB I PENDAHULUAN. belum ter-eksplorasi, karena minimnya informasi mengenai budaya tersebut.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai ragam suku bangsa yang memiliki jenis kebudayaan yang beragam pula.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Nusantara (Kepulauan Antara) yang terletak di antara Benua Asia Tenggara dan Australia

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

WALIKOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster

Survei Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, 2015

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai artistik dan nilai jual yang tinggi, seperti cerita wayang,

HUBUNGAN KECERDASAN SPASIAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISWA KELAS 5 SD NEGERI 5 BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh

I. PENDAHULUAN. Atas (SMA) Swasta, Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Madrasah Aliyah Swasta

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu sama lain. Hal ini dapat kita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa Kesenian adalah

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT

Proses Penelitian Studi Kasus

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP Kesimpulan

PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

TEKS DESKRIPSI BUDAYA INDONESIA

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENELITIAN KUALITATIF

BAB III K-MEDIANS CLUSTERING

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

BAB I PENDAHULUAN. Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

APARTEMEN BAGI ORANG ASING DI KOTA YOGYAKARTA

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

DOKUMEN KURIKULUM FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA H a l a m a n

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATEMATIKA PADA GAPURA BALI

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

Metode Pohon Filomemetika Memotret Utuh Keragaman Budaya Hoferdy Zawani Perhimpunan Budaya Indonesia Indonesian Archipelago Culture Initiatives (PBI IACI) pasivis@yahoo.com Sebuah perspektif baru dalam memaknai keragaman budaya manusia Indonesia lewat desain arsitektural bangunan yang terinspirasi tradisi lokal. Ada kesamaan dekorasi yang akan kita temui di ruang-ruang kelas sekolah dasar dan perguruan tinggi di seluruh pelosok penjuru dunia: sebuah peta. Aplikasi teknologi kartografi ini begitu praktis dan jamak ditemui, sebuah tiruan situasi geografi dengan tingkat kedalaman penceritaan tertentu yang diekspresikan secara visual dua dimensi, dan terkadang, tiga dimensi. Cukup dengan peta seseorang dapat bercerita banyak tentang sebuah wilayah bahkan sebuah negara. Tidak jarang dari pengetahuan berbasis spasial ini juga seseorang dapat menjelaskan perbedaan budaya suatu negara. Indonesia misalnya, dapat kita pahami sebagai negara dengan kumpulan tidak kurang dari 17,000 pulau dan kepulauan dengan faktor budaya yang sudah pasti lebih beragam daripada Australia misalnya, yang secara geografis merupakan negara benua. Namun, bagaimana pendapat seseorang ketika dihadapkan pada peta Indonesia dalam ekspresi yang sama sekali non-tradisional, berupa pisahan pulau dan kepulauan, tapi justru sebentuk kesatuan yang menyerupai 'pohon'? Menurut Penulis, cukup masuk akal jika kita menganggap bahwa kemungkinan besar Ia memperoleh persepsi mental 'baru' tentang Indonesia, sebuah pemahaman keindonesiaan baru, mengingat keragaman budaya adalah faktor tak terpisah dalam sistem sosial di Indonesia. Artikel ini mencoba mengulas tentang analisis keragaman budaya Indonesia dari kacamata ilmu kompleksitas dengan penekanan pada studi filogenetika dan memetika, dan dilengkapi studi kasus eksperimental yang bersumber pada rekayasa arsitektural bangunan-bangunan yang terinspirasi tradisi lokal. Nuansa Baru Dari sisi demografi, Indonesia adalah contoh di dunia tentang sebuah negara yang dihuni oleh beragam suku dan adat-istiadat yang hidup dengan rukun. Pada satu sisi, urgensitas untuk bersandar pada ilmu pengetahuan menjadi kebutuhan mendesak di Indonesia karena secara intuitif heterogenitas budaya sering diasosiasikan dengan tingginya resiko untuk mempertahankan kestabilan sistem sosial. Pada sudut pandang demikian, sulit bagi kita untuk memproyeksikan masa 1

depan Indonesia yang rukun dan damai. Sementara di sisi lain, untuk alasan heterogenitas pula, Indonesia seharusnya dapat berkontribusi lebih bagi pengetahuan tentang hubungan antar-manusia. Studi memetika mempelajari perkembangan budaya manusia dengan penekanan pada sisi inspirasi melalui perspektifnya yang evolusioner. Menurut Dawkins, semua yang kita dengar, rasakan, pakai, nikmati, dan alami, muncul dari unit informasi hasil proses evolusi genetis kita. Lebih jauh, tata perilaku kita juga akan mempengaruhi cara gen berevolusi. Inilah alasan meme menjadi sebuah konsep esensial yang terlibat dalam proses peradaban manusia (Dawkins, 1978). Visualisasi pohon filomemetika bertujuan untuk mencari homologi atau keterhubungan secara evolusi dari obyek-obyek kultural dengan fitur yang berbedabeda satu sama lain. Pohon filomemetika, dengan demikian, berusaha menunjukkan kemiripan yang tersimpan di dalam fitur-fitur artefak-artefak budaya yang justru ditelusuri melalui fakta perbedaan-perbedaan yang mereka tampilkan. Sementara memetika sendiri, dalam konteks ini, dipahami sebagai unit informasi terkecil dalam pikiran manusia yang bertanggung jawab atas sumber penciptaan obyek-obyek kultural baik itu lagu, lukisan, puisi, desain arsitektur, dan lain sebagainya. Studi memetika yang didiskusikan dalam Situngkir (2004) menyimpulkan bahwa meme adalah unit informasi kultural terkecil yang dapat diamati dan dapat digunakan untuk menjelaskan proses evolusi artefak budaya. Meme, dengan demikian, bukan berada di dalam artefak namun eksistensi meme dapat dideteksi dari artefak yang kita observasi. Tahap metodologis penyusunan pohon filomemetika dilakukan dengan menyusun memepleks dari artefak budaya desain arsitektural bangunan yang terinspirasi tradisi lokal, kemudian mengubah matriks homologi tersebut ke dalam bentuk matriks jarak, lalu memvisualisasikannya menjadi pohon filomemetika arsitektural. Model menggunakan input data yang diperoleh dari Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Sebelum penelitian ini, aplikasi pohon filomemetika pernah ditampilkan dalam Situngkir (2007) yang mendiskusikan tentang pengklusteran bahasa-bahasa daerah di Sumatera Utara. Gambar 1. Pohon Filomemetika Bahasa Daerah di Sumatera Utara 2

Lebih jauh, inspirasi dari pohon filomemetika memberikan kita sebuah argumentasi tentang diversitas yang beraksentuasi pada integralitas. Artikulasi kemajemukan dalam bingkai tunggal tak terpisahkan. Kesatuan dalam bahasa keragaman. Eureka! Pohon filomemetika disusun dari tabel memepleks, yang merefleksikan fitur-fitur artefak-artefak yang diobservasi, di mana di dalamnya terdapat informasi tentang matriks jarak antar artefak. Jarak ini yang kemudian diterjemahkan lebih lanjut ke dalam visualisasi pengklusteran artefak. Tabel memepleks artefak arsitektural diperoleh dengan menginterogasi artefak menggunakan pertanyaan-pertanyaan ya/tidak seputar eksistensi fitur dan karakteristik yang dimilikinya, seperti yang dilakukan dalam Heyligen (1993). Proses ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi kuantitatif artefak arsitektural. Dari sini, kita memperoleh kategorisasi artefak berdasarkan memepleks yang bersangkutan. Bayangkan proses ini seperti halnya penempelan kode-batang tiap produk yang ada di supermarket. Proses selanjutnya adalah membangun matriks jarak artefak. Proses ini diperlukan untuk membangun argumentasi tentang kedekatan antara satu artefak dengan yang lain berdasarkan informasi memepleks yang diperoleh pada proses sebelumnya. Untuk kasus artefak arsitektural, pembandingan memepleks antar artefak mengacu pada Jarak Hamming, seperti yang dilakukan dalam Khanafiah dan Situngkir (2007), dan Jarak Korelasi antar artefak. Selanjutnya, data jarak artefak diteruskan ke proses pengklusteran yang dalam kasus ini menggunakan algoritma yang dikenal dengan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmatic Mean), diskusi pemilihan algoritma ini dibahas mendetil dalam Khanafiah dan Situngkir (2006). Pada tahap ini, kita telah memperoleh grup-grup artefak, untuk kemudian dikembangkan pengkladistikan meme-nya atau yang kita sebut di atas sebagai pohon filomemetika. Untuk kasus artefak arsitektural, data dihimpun dari TMII yang merefleksikan bangunan-bangunan ke-26 provinsi di Indonesia. Penekanan pada bangunan yang diinspirasi tradisi setempat disebabkan oleh fakta bahwa data bangunan yang diliput tidak serta merta mewakili etnik tertentu, mengingat di dalam satu provinsi di Indonesia sangat mungkin terdapat lebih dari satu etnik dengan adat dan tradisi yang berbeda satu sama lain. Dengan kata lain, desain arsitektural yang digunakan dalam penelitian tidak berkorelasi satu-satu dengan sejumlah etnik dan identitas sosial yang ada di Indonesia. Namun demikian, data tersebut cukup merefleksikan tradisi tiap provinsi yang ada di Indonesia. 3

Gambar 2. Stuktur Memepleks Artefak Arsitektural Bangunan di Indonesia Dari struktur memepleks di atas kita memperoleh visualisasi diagram filomemetika radial 26 provinsi di Indonesia seperti di bawah ini. Gambar 3. Pohon Filomemetika Radial 26 Provinsi di Indonesia Dalam gambar di atas kita dapat melihat percabangan (bifurkasi) node-node sekaligus pengklusteran antar artefak. Terlihat jelas kelompok bangunan dari Pulau Jawa dan Bali yang memisah dengan bangunan-bangunan dari provinsi lain. Pada saat bersamaan, fenomena ini tidak begitu kentara terjadi di provinsi-provinsi di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, dibangunlah dendogram dari pohon filomemetika tersebut, lih. Gambar 4. 4

Gambar 4. Pohon Filomemetika dengan Jarak Hamming antar artefak Dengan mengikutsertakan faktor Jarak Hamming, kita akan melihat kategorisasi artefak secara evolusioner. Pada gambar di atas, kluster Jawa dan Bali menjadi masuk akal karena secara jarak evolusi, Ia lebih jauh dibanding kluster yang lain. Pandangan ini tentu menarik untuk dianalisis lebih lanjut dengan melibatkan temuan-temuan arkeologi. Lebih jauh, pemahaman tentang interpretasi node-node pada studi pohon filogenetika menginspirasi interpretasi node-node percabangan pohon filomemetika, dalam hal ini usaha rekayasa-terbalik artefak bangunan leluhur. Ide ini juga tentu memberi ruang untuk pengembangan lebih lanjut pada upaya rekonstruksi Desain Arsitektural Bangunan Indonesia. Sebagai penutup, metode pohon filomemetika yang mencari kesamaan dengan memfokuskan pada perbedaan dirasakan akan sangat bermanfaat untuk mengakomodasi fakta keragaman nilai-nilai budaya di samping pengembangan lanjutan yang berusaha menemukan menemukan potret-potret lain dari kekayaan heterogenitas budaya Bangsa Indonesia. Rujukan Situngkir, H. (2008). Constructing the Phylomemetic Tree. Case of Study: Indonesian Tradition-Inspired Buildings 5