TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PEMBUATAN BISKUIT

dokumen-dokumen yang mirip
III. TINJAUAN PUSTAKA

ERGONOMI & APK - I KULIAH 3: STUDI & EKONOMI GERAKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PASCA PANEN PADI 2.2 PENGGILINGAN PADI

BAB II LANDASAN TEORI

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

PETA PETA KERJA. Nurjannah

BAB 2 LANDASAN TEORI

Tabel 2.4 Penyesuaian menurut Westinghouse

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

STUDI DAN EKONOMI GERAKAN. Amalia, S.T., M.T.

STUDY 07/01/2013 MOTION STUDY DAPAT DILAKUKAN DG: SEJARAH MUNCULNYA MOTION DEFINISI : 2. MEMOMOTION STUDY LANGKAH-LANGKAH MICROMOTION

GAMBARAN KESELURUHAN TEKNIK TATA CARA KERJA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI

BAB II LANDASAN TEORI

USULAN PERBAIKAN METODA KERJA PADA STASIUN KERJA POLA DENGAN MOTION ECONOMY CHECK LIST (STUDI KASUS INDUSTRI RUMAH TANGGA SEPATU CIBADUYUT X )

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL PERANCANGAN DAN PERBAIKAN METODE KERJA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERENCANAAN SISTEM KERJA. PPMJ Diploma IPB

Nurjannah. Pendahuluan

MODUL 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA (MICROMOTION STUDY)

Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study

PERBAIKAN METODE KERJA PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. KEMBANG BULAN

ERGONOMI & APK - I KULIAH 4: PETA KERJA

PENGANTAR ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA. Dosen Pengampu : Amalia, S.T., M.T.

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN KERJA PETA-PETA KERJA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGANTAR DAN KONSEP DASAR ER E G R O G N O O N M O I

BAB 2 LANDASAN TEORI

Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

Predetermined Motion Time System (PMTS)

Ergonomics. Human. Machine. Work Environment


Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

KESEHATAN KERJA. oleh; Syamsul Rizal Sinulingga, MPH

PERBAIKAN METODE KERJA PENGANTONGAN SEMEN MENGGUNAKAN PETA TANGAN KIRI DAN KANAN. ABSTRAK

Perancangan Sistem Kerja

Menganggur Independent Kerja Kombinasi

MODUL 1 PERANCANGAN PRODUK MODUL 1 ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA (MOTION AND WORK MEASUREMENT)

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL MICROMOTION AND TIME STUDY

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BUKU AJAR ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA. Oleh : Tim Dosen Analisis Dan Pengukuran Kerja Program Studi Teknik Industri

Perbaikan Metode Kerja Untuk Meminimasi Waktu Proses Menggunakan Maynard Operation Sequence Technique (MOST) (Studi Kasus PT Pan Panel, Palembang)

DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA #5_ANALISA OPERASIONAL (PETA KERJA) ANALISA DAN PENGUKURAN KERJA

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI GERAK DAN WAKTU

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI

practicum apk industrial engineering 2012

DAFTAR ISI. Kata Pengantar dan Ucapan Terima Kasih Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh

PENGEMASAN SARI KEDELAI UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA. Program Studi Teknik Mesin D3, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang

USULAN PERBAIKAN METODE KERJA BERDASARKAN MICROMOTION STUDY DAN PENERAPAN METODE 5S UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS

Tujuan Instruksional

STUDI WAKTU DAN PROSES PEMBUATAN TERALIS JENDELA DI PT X

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

Ergonomi dan K3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FTP UB 2016

ERGONOMI & APK - I KULIAH 1: INTRODUCTION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai target produksi yang diharapkan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating

PENGANTAR DAN KONSEP DASAR ERGONOMI RONI KASTAMAN MATERI 1 PERTEMUAN 1

USULAN PERBAIKAN STASIUN KERJA DI BAGIAN PACKING DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI ( Studi Kasus di PT. Nikkatsu Electric Work)

PERBAIKAN METODE PERAKITAN STEKER MELALUI PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS STUDI GERAK DAN WAKTU PADA PROSES PRODUKSI MINUMAN LIDAH BUAYA DI UMKM (STUDI KASUS: PT. DRIYAMA PURWANA, BOGOR)

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN ACARA II PETA KERJA UNTUK EVALUASI TATA LETAK AWAL

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

RANCANG BANGUN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ERGONOMIS DENGAN TUAS PENGUNGKIT

Analisis Operasional (Peta Kerja) ANALISA DAN PENGUKURAN KERJA

Analisis Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Dalam Upaya Peningkatan Produktifitas ( Topik Study Kasus pada Perakitan Rangka Kursi Rotan )

DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING WPK (Minggu 2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI GERAK DAN WAKTU PADA PROSES PENGGILINGAN PADI SKALA BESAR DAN KECIL SKRIPSI MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR F

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Latar Belakang Masalah. Perumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian.

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

CARA PEMBUATAN ROTI MANIS

Perbaikan Metode Kerja Menggunakan Peta Kerja pada Proses Produksi Trafo

BAB I PENDAHULUAN. kerja, modal, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi Antropometri

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PEMBUATAN BISKUIT Biskuit merupakan produk pangan hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir kurang dari 5%.Biasanya formulasi biskuit dibuat dengan diperkaya bahan-bahan tambahan seperti lemak, gula (ataupun garam) serta bahan pengembang. Biskuit dibuat dengan bermacam-macam jenis, terutama dibedakan atas keseimbangan yang ada antara bahan utama tepung, gula, lemak, dan telur. Kemudian juga bahan tambahan seperti cokelat, buah-buahan, dan rempah-rempah yang memiliki pengaruh terhadap cita rasa (Omobuwoajo 2003 dalam Anonim 2010). Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (baking). Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage, multiple-stage dan continous. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan. Pada multiple-stage, mungkin terdiri dari dua tahap atau lebih. Pertama yang dicampur adalah lemak dan gula., kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan input karena proses yang kontinyu (Kobs 2001 dalam Anonim 2010). Pencampuran adonan biskuit biasanya diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan bahan pengembang dimasukkan (Bennion 1980 dalam Anonim 2010). Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang dengan oven. Menurut Desrisier (1998) dalam Anonim (2010) pemanggangan merupakan hal yang penting dari seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Selama pemanggangan, lemak mencair, gula larut, bahan pengembang melanjutkan aktifitasnya, struktur terbentuk, cairan dipindahkan dan terjadi crust pada permukaan dan pembentukan warna (Kobs 2001 dalam Anonim 2010). Temperatur oven untuk proses pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk, dan ukuran dari produk yang dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunnya. Pada umumnya temperatur pemanggangan biskuit antara lain 218-232 0 C dalam waktu 15-20 menit (Fellows 1992 dalam Anonim 2010). Hui (1992) dalam Anonim (2010) juga menyatakan pemanggangan dilakukan dengan oven dan jenis biskuit. Semakin sedikit kandungan gula dan lemak, temperatur pemanggangan dapat lebih tinggi. Oven sebaiknya tidak terlalu panas ketika bahan dimasukkan sebab bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat menghambat pengembangan dan permukaan biskuit menjadi retak-retak. Setelah pengembangan, diperlukan penanganan selama pendinginannya. Jika biskuit terlalu cepat didinginkan bisa terjadi keretakan. Keretakan internal biasanya tidak segera terlihat, tetapi karena kerusakan selama pengemasan dan pendistribusiannya (Kobs 2001 dalam Anonim 2010). Mutu biskuit disamping ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan oleh warna, aroma, cita rasa dan kerenyahannya. Dari sekian parameter tersebut, menurut Matz (1992) dalam Anonim (2010) yang paling menentukan adalah kerenyahannya. 3

2.2 PROSES PENGEMASAN Secara umum pengemasan adalah suatu cara atau suatu perlakuan pengamanan terhadap bahan/produk agar supaya bahan/produk tersebut baik yang belum maupun yang sudah mengalami pengolahan sampai ke tangan konsumen dengan selamat. Di dalam pelaksanaan pengemasan terjadi gabungan antara seni, ilmu dan teknologi penyiapan bahan untuk pengangkutan dan penjualan, karena pengemasan harus mampu melindungi bahan yang akan dijual dan menjual bahan yang dilindungi. Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Pada umumnya pengemasan berfungsi untuk menempatkan bahan atau hasil pengolahan atau hasil industri ada dalam bentuk-bentuk yang memudahkan penyimpanan, pengangkutan dan distribusi ke masyarakat pembeli. Fungsi pengemasan yang lainnya adalah : 1. Melindungi bahan terhadap kontaminasi dari luar, baik dari mikroorganisme maupun kotoran-kotoran serta gigitan serangga dan binatang pengerat. 2. Menghindarkan terjadinya penurunan atau peningkatan kadar air bahan yang dikemas. Jadi bahan yang dikemas tersebut tidak boleh berkurang kadar airnya karena merembes ke luar atau bertambah kadar airnya karena menyerap uap air dari atmosfer. 3. Menghindarkan terjadinya penurunan kadar lemak bahan yang dikemasnya seperti pada pengemasan mentega digunakan pengemas yang tidak bisa ditembus lemak. 4. Mencegah masuknya bau dan gas-gas yang tidak diinginkan dan mencegah keluarnya bau dan gas-gas yang diinginkan. 5. Melindungi bahan yang dikemas terhadap pengaruh sinar. Hal ini terutama ditujukan untuk bahan pangan yang tidak tahan terhadap sinar seperti minyak dikemas dalam pengemas yang tidak tembus sinar. 6. Melindungi bahan dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. 7. Membantu konsumen untuk dapat melihat produk yang diinginkan. Misalnya dengan digunakan pengemas yang transparan (tembus pandang). 8. Merangsang atau meningkatkan daya tarik pembeli, sehingga bentuk, warna dan dekorasi pengemas perlu direncanakan dengan baik. Persyaratan dan spesifikasi bahan pengemas untuk keperluan yang satu berbeda dengan yang lain. Beberapa persyaratan bahan pengemas yang perlu mendapat perhatian adalah : 1. Permeabilitasnya terhadap udara (oksigen dan gas lain). 2. Harus bersifat tidak toksik dan tidak bereaksi (inert), sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan atau menimbulkan perubahan warna, flavor dan cita rasa produk yang dikemas. 3. Harus mampu menjaga produk yang dikemas agar tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap pengaruh panas, kotoran dan kontaminan lain. 4. Harus mampu melindungi produk yang dikemasnya dari kerusakan fisik, perubahan kadar air dan gangguan dari cahaya (penyinaran). 5. Harus mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya selama proses penempatan bahan ke dalam kemasan. 6. Harus mudah dibuka dan ditutup dan dapat meningkatkan kemudahan penanganan, pengangkutan dan distribusi. 7. Harus mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang dan mudah dicetak atau dibentuk kembali. 4

8. Harus mampu menjelaskan identifikasi dan informasi dari bahan yang dikemasnya, sehingga dapat membantu promosi atau memperlancar proses penjualan. Efek perlindungan pengemas terhadap bahan yang dikemas terutama disebabkan oleh kemampuan pengemas tersebut untuk mengisolasi dan melindungi bahan dari pengaruh luar atau pengaruh lingkungan. Efektifitas pengemas dalam melindungi bahan yang dikemas tidak hanya tergantung dari kondisinya, tetapi juga kondisi bahan dan perlakuan yang diberikan pada bahan. Secara ideal pengemas dapat melindungi bahan yang dikemas dengan cara mencegah terjadinya kerusakan mekanis, kerusakan kimiawi dan kerusakan mikrobiologis. Namun demikian tidak semua jenis pengemas dapat mencegah ketiga tipe kerusakan tersebut dengan baik, karena masing-masing pengemas mempunyai ambang batas kemampuan dan spesifikasi kegunaan yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan penilaian dan pemilihan pengemas yang tepat jika ingin mendapatkan efek perlindungan yang optimal. 2.3 ERGONOMI Istilah ergonomi yang juga dikenal dengan human factors berasal dari bahasa Latin yaitu ergo yang berarti kerja, dan nomos yang berarti hukum alam. Sehingga, ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang aspek aspek manusia dalam lingkungan kerjanya, yang dapat ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan perancangan (Nurmianto, 2004). Di dalam ergonomi, diperlukan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Metode pendekatannya dengan menganalisa hubungan fisik antara manusia dengan fasilitas kerjanya. Pada dasarnya, ergonomika memiliki tujuan penting. Tujuan pertama adalah meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, serta aktivitas lain yang dilakukan, termasuk meningkatkan kemampuan pengguna, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan produktivitas. Tujuan kedua adalah, meningkatkan keinginan tertentu; seperti keselamatan, kenyamanan, penerimaan pengguna, kepuasan kerja dan kualitas kehidupan, sama halnya dengan mengurangi kelelahan dan stres (Fitriani 2003 dalam Rohman 2008). Menurut Bridger (1995), ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia, mesin dan lingkungan yang bertujuan untuk menyesuaikan pekejaan dengan manusia. Menurut Bridger (1995) terdapat perbedaan antara ergonomi dengan human factors, yaitu ergonomi lebih menenkankan kepada faktor manusia sebagai sistem biologis, sedangkan human factors lebih menekankan kepada aspek psikologis (psikologi eksperimental dan psikologi teknik) dan menekankan kepada integrasi pertimbangan faktor manusia di dalam total desain. Walaupun demikian, human factors dan ergonomi mempunyai banyak persamaan dan tetap diasumsikan sama. Pendekatan ergonomi dalam perancangan tempat kerja bertujuan untuk mendapatkan keserasian antara manusia dengan sistem kerja (man machine system). Pengaturan tata letak dan fasilitas kerja penting dilakukan karena untuk mencari gerakan gerakan kerja yang efisien. Gerakan gerakan manusia dalam bekerja perlu dirancang secara ergonomis, agar tidak menimbulkan mudah lelah atau nyeri. Oleh karena itu, agar terjadi keseimbangan beban tubuh dengan beban kerja perlu adanya design, redesign, substitusi, atau modifikasi alat dan lingkungan kerja. Konsebiskuitnsi situasi kerja dengan lingkungan kerja yang kurang sesuai secara ergonomi adalah kondisi tubuh menjadi kurang optimal, tidak efisien, kualitas rendah dan seseorang bisa mengalami ganguan kesehatan seperti nyeri, gangguan otot rangka, dan penurunan daya dengar. Maka, manfaat dan tujuan penerapan 5

ilmu ini adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan saat bekerja. Dengan demikian ergonomi berguna sebagai media pencegah terhadap kelelahan kerja sedini mungkin sebelum berakibat fatal kronis. 2.4 TEKNIK TATA CARA KERJA Teknik tata cara kerja menurut Sutalaksana dkk, 2004 dalam Rohman, 2008 adalah suatu ilmu yang terdiri dari prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan (desain) terbaik dari sistem kerja. Wignjosoebroto (2003) juga menjelaskan bahwa prinsip-prinsip dan teknik kerja ini digunakan untuk mengatur komponen-komponen yang ada dalam sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat dan kemampuan-kemampuannya, bahan baku, mesin dan peralatan kerja lainnya, serta lingkungan kerja fisik yang ada sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektifitas dan efisiensi kerja yang tinggi yang diukur dengan waktu yang dihabiskan, tenaga yang dipakai serta akibat psikologis atau sosiologis yang ditimbulkannya. Menurut Meyers (1992) teknik tata cara kerja merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mendapatkan metode terbaik untuk melakukan suatu pekerjaan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang lingkup teknik tata cara kerja dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu pengaturan kerja dan pengukuran kerja. Pengaturan kerja berisi prinsip-prinsip mengatur komponen-komponen sistem kerja untuk mendapatkan alternatif-alternatif sistem kerja terbaik. Pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan pengaturan terhadap pekerja, bahan, peralatan dan perlengkapan serta lingkungan kerja adalah apa yang dipelajari melalui ergonomi, studi gerakan dan ekonomi gerakan. Setelah mendapatkan beberapa alternatif terbaik, langkah berikutnya adalah memilih satu diantara yang terbaik. Ada empat kriteria yang dipandang sebagai pengukur yang baik tentang kebaikan suatu sistem kerja yaitu waktu, tenaga, psikologis dan sosiologis. Berdasarkan keempat kriteria tersebut dipilih satu sistem kerja terbaik yang memiliki syarat memungkinkan waktu penyelesaian sangat singkat, tenaga yang diperlukan untuk penyelesaian kerja tersebut sedikit dan mudah, serta dampak-dampak psikologis dan sosiologis yang mungkin ditimbulkan sangat sedikit. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. PENELITIAN KERJA PRINSIP-PRINSIP PENGATURAN METODE KERJA Ergonomi Studi Gerakan Ekonomi Gerakan Produktivitas lebih tinggi TEKNIK-TEKNIK PENGUKURAN KERJA Pengukuran Waktu Pengukuran Tenaga Pengukuran Dampak Psikologis & Sosiologis Beberapa alternatif sistem kerja lebih baik Alternatif sistem kerja terbaik Gambar 1. Bagan sistematis dari langkah-langkah penelitian kerja (Wignjosoebroto, 2003) 6

2.5 STUDI GERAK Studi gerak adalah analisis terhadap beberapa bagian badan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya agar gerakan-gerakan yang tidak efektif dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga akan diperoleh penghematan waktu kerja dan kelelahan dari pekerja dapat diminimalisasi. Suatu pekerjaan dapat diuraikan menjadi beberapa elemen gerakan untuk dilakukan studi guna mendapatkan rangkaian gerakan yang lebih efisien dengan cara menghilangkan gerakan-gerakan kerja yang tidak efektif dan tidak diperlukan, menyederhanakan gerakan kerja, serta menetapkan gerakan dan urutan langkah kerja yang paling efektif guna mencapai tingkat efisiensi kerja yang optimal. Metode kerja perlu untuk dipelajari agar kelelahan kerja dapat dikurangi, menghindari masalah yang timbul pada sistem kerangka otot, dan mendapatkan hasil pekerjaan yang lebih baik (Nurmianto, 2004). Hal tersebut perlu dilakukan karena semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Untuk itu, dalam rangka untuk meminimumkan kelelahan dan resiko terhadap rusaknya tulang dan otot dalam kondisi kerja yang repetitive, maka dalam penempatan dan pengoperasian posisi pengendali (Control) harus seergonomis mungkin sehingga pengoperasiannya dalam keadaan paling efisien. Frank B. Gilberth dan istrinya (1909) dalam Wignjosoebroto (2003) merupakan pelopor studi gerakan secara manual. Mereka juga membuat teknik gambar-gerakan yang membuat detail dari studi gerakan ini yang dikenal dengan micromotion studies (studi gerakan mikro), yang telah teruji sangat berharga dalam mempelajari operasi manual yang berulang. Jenis dari studi ini melibatkan observasi yang teliti dari operasi dan gambaran mengenai proses pekerjaan operator dan gambaran analisis berdasarkan hukum dari ekonomi gerakan. Bagian dasar untuk menyempurnakan konsep ini, Gilberth dan istrinya menguraikan gerakan-gerakan kerja ke dalam 17 gerakan dasar THERBLIG. Sebagian besar dari elemen-elemen dasar Therblig merupakan gerakan tangan yang biasa terjadi apabila suatu pekerjaan terjadi, terlebih bila bersifat manual. Tujuh belas elemen kerja dalam therblig ditampilkan dalam Tabel 1. dan telah dibedakan antara gerakan efektif dan tidak efektif dalam tabel tersebut. Tabel 1. Gerakan Therblig Gerakan Therblig Gerakan Efektif Gerakan Tidak Efektif a. Menjangkau (Reach ) i. Mencari (Search) b. Memegang (Grasp) j. Memilih (Select) c. Membawa (Move) k. Mengarahkan (Position) d. Mengarahkan awal (Preposition) l. Memeriksa (Inspection) e. Memakai (Use) m. Merencanakan (Plan) f. Merakit (Assemble) n. Menahan (Hold) g. Mengurai rakit (Dissamble) o. Avoidable delay h. Melepas (Release) p. Unavoidable delay q. Rest to overcome fatigue Sumber : Wignjosoebroto S (2008) dalam Rachmatia N (2010) 7

Secara garis besar masing-masing Therbligs tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut : 1. Mencari (Search) Elemen gerakan mencari merupakan gerakan dasar dari pekerja untuk menemukan lokasi objek. Yang bekerja dalam hal ini adalah mata. Gerakan ini dimulai pada saat mata bergerak mencari objek dan berakhir bila objek sudah ditemukan. 2. Memilih (Select) Memilih merupakan gerakan untuk menemukan suatu objek yang tercampur. Tangan dan mata adalah dua bagian badan yang digunakan untuk melakukan gerakan ini. Therblig ini dimulai pada saat tangan dan mata mulai memilih dan berakhir bila objek sudah ditemukan. 3. Memegang (Grasp) Memegang adalah elemen gerakan tangan yang dilakukan dengan menutup jari-jari tangan pada objek yang dikehendaki dalam suatu operasi kerja. Elemen Therblig ini biasanya didahului oleh gerakan menjangkau dan dilanjutkan dengan gerakan membawa. 4. Menjangkau (Reach) Pengertian menjangkau dalam Therblig adalah gerakan tangan berpindah tempat tanpa beban, baik gerakan mendekati maupun menjauhi objek. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan melepas dan diikuti oleh gerakan memegang. 5. Membawa (Move) Elemen gerak membawa juga merupakan gerak perpindahan tangan, hanya dalam gerakan ini tangan dalam keadaan dibebani. Gerakan membawa biasanya didahului oleh gerakan memegang dan dilanjutkan dengan gerakan melepas. Therblig ini mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan menjangkau, karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi waktu geraknya pun hampir sama yaitu jarak pindah dan macamnya. 6. Memegang untuk Memakai (Hold) Pengertian memegang untuk memakai disini adalah memegang tanpa menggerakkan objek yang dipegang tersebut. Perbedaan dengan elemen gerak memegang, tangan memegang objek dan dilanjutkan dengan gerakan membawa, sedangkan elemen gerakan memegang untuk memakai ini terjadi dimana tangan yang satu melakukan gerak kerja memegang dan mengontrol objek sedangkan tangan yang lain melakukan kerja terhadap objek tersebut. 7. Melepas (Release) Elemen gerak melepas terjadi pada saat tangan operator melepaskan kembali objek yang dipegang sebelumnya. Dengan demikian elemen gerak ini diawali sesaat jari-jari tangan membuka lepas dari objek yang dibawa dan berkahir begitu semua jari jelas tidak menyentuh atau memegang objek lagi. 8. Mengarahkan (Position) Mengarahkan adalah elemen gerakan Therblig yang terdiri dari menempatkan objek pada lokasi yang dituju secara tepat. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan membawa dan diikuti oleh gerakan merakit atau melepas. Gerakan dimulai sejak tangan memegang/mengontrol objek 8

tersebut ke arah lokasi yang dituju dan berakhir pada saat gerakan merakit atau melepas/memakai dimulai. 9. Mengarahkan Sementara (Pre position) Mengarahkan sementara merupakan elemen gerak mengarahkan objek pada suatu tempat sementara. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk memudahkan pemegangan apabila objek tesebut akan dipakai kembali. 10. Pemeriksaan (Inspect) Therblig ini merupakan pekerjaan memeriksa objek untuk mengetahui apakah objek telah memenuhi syarat-syarat tertentu atau belum. Elemen gerakan ini dapat berupa gerakan melihat seperti memeriksa warna, meraba seperti memeriksa kehalusan permukaan, mencium, mendengarkan dan kadang-kadang merasa dengan lidah. 11. Perakitan (Assemble) Perakitan adalah gerakan untuk menggabungkan satu objek dengan objek yang lain menjadi satu kesatuan. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan membawa atau mengarahkan dan dilanjutkan oleh therblig melepas. 12. Lepas Rakit (Disassemble) Therblig ini merupakan kebalikan dari Therblig di atas, disini dua bagian objek dipisahkan dari satu kesatuan. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan memegang dan dilanjutkan oleh membawa atau bisa juga dilanjutkan oleh melepas. 13. Memakai (Use) Yang dimaksud dengan memakai disini adalah bila satu tangan atau kedua-duanya dipakai untuk menggunakan alat. 14. Kelambatan yang Tak Terhindarkan (Unavoidable delay) Kelambatan yang dimaksudkan disini adalah kelambatan yang diakibatkan oleh hal-hal yang terjadi di luar kemampuan mengendalikan pekerja. Hal ini timbul karena ketentuan cara kerja yang mengakibatkan satu tangan menganggur sedangkan tangan lainnya bekerja. 15. Kelambatan yang dapat Dihindarkan (Avoidable delay) Kelambatan ini disebabkan oleh hal yang ditimbulkan sepanjang waktu kerja oleh pekerjanya sendiri baik disengaja maupun tidak disengaja. 16. Merencana (Plan) Merencana merupakan proses mental, dimana operator berpikir untuk menentukan tindakan yang akan diambil selanjutnya. 17. Istirahat untuk Menghilangkan Fatigue (Rest to Overcome Fatigue) Hal ini tidak terjadi pada setiap siklus kerja, tetapi terjadi secara periodik. Waktu untuk memulihkan lagi kondisi badannya dari rasa fatigue sebagai akibat kerja berbeda-beda, tidak saja karena jenis pekerjaannya tetapi juga oleh individu pekerjanya. 9

Dalam menganalisa gerakan kerja seringkali dijumpai kesulitan dalam menentukan batas-batas suatu elemen Therblig dengan elemen Therblig lainnya karena waktu gerakan kerja terlalu singkat. Demikian juga seringkali kita jumpai bahwa elemen Therblig itu sendiri dengan singkat pelaksanaanya sehingga sangat sulit untuk diamati secara visual. Analisa gerakan kerja dengan rekaman film (studi gerakan mikro/ micromotion study) dilakukan dengan merekam gerakan-gerakan kerja dengan menggunakan rekaman film dan segala perlengkapannya. Hasil rekaman yang diambil dapat diputar ulang sehingga analisis gerakan kerja bisa dilakukan dengan lebih teliti. 2.6 STUDI WAKTU Waktu merupakan salah satu sumber input seperti halnya dengan dengan material, energi, dan sebagainya. Waktu adalah sumber yang tidak dapat digantikan, sekali terlewat maka tidak bisa diulang kembali. Penggunaan waktu yang efektif akan memberi dampak langsung terhadap produktivitas. Aktivitas pengaturan dalam hal ini harus dirancang untuk menangani lebih banyak pekerjaan. Studi waktu adalah bagian dari prosedur pengukuran kerja yang digunakan, dimana usaha manusia menjadi bagian dari aktivitas produktif dan beberapa prosedur yang digunakan untuk mengukur human time untuk beberapa konsep dari sebuah level standar dari suatu usaha (Mundel and Danner, 1994). Pengukuran kerja sendiri adalah sebuah ketentuan umum yang digunakan oleh banyak teknik sistematik dalam pengembangan koefisien numerik untuk mengubah pernyataan kuantitatif dari beban kerja menjadi sebuah pernyataan kuantitatif dari waktu yang dibutuhkan dalam penggunaan sumberdaya seperti mesin, manusia atau robot. Aspek studi waktu terdiri dari bermacammacam prosedur untuk menentukan jumlah waktu yang diperlukan dan kondisi standar yang dapat diukur, yang meliputi tugas manusia, mesin atau kombinasi keduanya. Pengukuran waktu ditujukan juga untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Peranan penentuan waktu bagi suatu pekerjaan sangat besar di dalam sistem produksi seperti untuk sistem upah perangsang, penjadwalan kerja dan mesin, pengaturan tata letak pabrik, penganggaran dan sebagainya (Sutalaksana dkk, 2004 dalam Rohman, 2008). Studi terhadap waktu dapat menunjukkan ukuran kerja, yang melibatkan teknik dalam penetapan waktu baku yang diijinkan untuk melakukan tugas yang telah diberikan berdasarkan ukuran suatu metode kerja dengan memperhatikan faktor kelelahan, pekerja dan kelambatan yang tidak dapat dihindarkan. Analisa studi waktu dapat menggunakan beberapa teknik untuk menetapkan sebuah standar yaitu dengan cara studi waktu menggunakan stopwatch, pengolahan data dengan menggunakan komputerisasi, data standar, dasar mengenai data gerakan, pengambilan contoh kerja, dan perhitungan berdasarkan masa lalu. Setiap teknik mempunyai penerapan tersendiri pada setiap kondisi, studi analisis waktu harus dapat diketahui ketika hal ini harus menggunakan teknik tertentu dan kemudian menggunakan teknik tersebut secara benar (Anggraini, 2006). Standar waktu digunakan untuk menentukan tenaga kerja dan peralatan yang dibutuhkan; untuk membantu dalam pengembangan metode kerja yang efektif; untuk mengatur pekerja dalam melakukan pekerjaannya; untuk membantu dalam membandingkan performansi kerja dari suatu rencana yang sudah ditetapkan dengan beban kerja dan sumberdaya yang digunakan; dan untuk melaksanakan pengukuran produktivitas secara total (Mundel and Danner, 1994 dalam Rohman, 2008). Aktivitas pengukuran waktu kerja diperkenalkan pertama kali untuk penyelesaian kerja. Dengan adanya waktu ini maka sistem pengaturan upah atau insentif akan dapat dibuat berdasarkan a 10

fair day s pay for a fair day s work. Begitu pula dengan mengetahui waktu ini maka estimasi akan keluaran kerja yang dihasilkan serta jadwal perencanaan kerja dapat dibuat secara lebih akurat. Produktivitas kerja pada negara berkembang akan selalu terkait dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh sumber daya manusia yang digunakan, yaitu mengenai efektivitas dan efisiensi kerja. Nilai efisiensi tersebut dapat diartikan suatu rasio antara keluaran (output) dengan masukan (input). Efisiensi atau produktivitas dari tenaga kerja ditunjukkan sebagai rasio dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga kerja yang dipekerjakan. Total tenaga kerja ini direpresentasikan sebagai jam-manusia (man hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada 2 unsur yang membentuk produktivitas, yaitu besar kecilnya keluaran yang dihasilkan dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Masukan berupa waktu ini dapat diteliti dan diperoleh dengan cara melakukan studi mengenai tata cara kerja dan pengukuran waktu kerja (motion & time study). 2.7 PETA KERJA Menurut Wignjosoebroto (2003) peta kerja atau sering disebut dengan peta proses adalah suatu alat komunikasi yang sistematis dan logis guna menganalisa proses kerja dari tahap awal sampai akhir. Sedangkan menurut Sutalaksana, dkk. (2004) peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan secara sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengetahui operasi dari stasiunstasiun kerja dan bagaimana untuk memperbaikinya (Meyers, 1992). Peta kerja akan merupakan alat yang baik untuk dipakai menganalisa suatu operasi kerja dengan tujuan mempermudah atau menyederhanakan proses kerja yang ada. Jika dilakukan studi yang seksama terhadap suatu peta kerja, maka usaha untuk memperbaiki metoda kerja dari suatu proses produksi akan lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan-perbaikan yang mungkin dilakukan anatara lain : 1. Menghilangkan aktivitas handling yang tidak efisien. 2. Mengurangi jarak perpindahan operasi kerja dari suatu elemen ke elemen yang lain. 3. Mengurangi waktu-waktu yang tidak produktif seperti waktu menunggu (delay). 4. Mengatur operasi kerja menurut langkah-langkah kerja yang lebih efektif dan efisien. 5. Menggabungkan suatu operasi kerja dengan operasi kerja yang lain bilamana mungkin. 6. Menemukan operasi kerja yang lebih efektif dengan maksud mempermudah pelaksanaan. 7. Menemukan mesin atau fasilitas-fasilitas produksi lainnya yang mampu bekerja lebih produktif. 8. Menunjukkan aktivitas-aktivitas inspeksi yang berlebihan. Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi ke dalam dua kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu peta kerja keseluruhan dan peta kerja setempat. Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan kerja setempat apabila kegiatan kerja tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya hanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas. Jenis-jenis peta yang termasuk kelompok kegiatan kerja keseluruhan antara lain: peta proses operasi, peta aliran proses, peta proses kelompok kerja dan diagram aliran. Sedangkan jenis-jenis peta yang termasuk ke dalam kelompok kegiatan kerja setempat adalah peta pekerja dan mesin, peta tangan kiri dan tangan kanan. 11