BUKU AJAR ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA. Oleh : Tim Dosen Analisis Dan Pengukuran Kerja Program Studi Teknik Industri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUKU AJAR ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA. Oleh : Tim Dosen Analisis Dan Pengukuran Kerja Program Studi Teknik Industri"

Transkripsi

1 BUKU AJAR ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA Oleh : Tim Dosen Analisis Dan Pengukuran Kerja Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Wijaya Putra 2009

2 KATA PENGANTAR Mata kuliah Analisis dan Pengukuran Kerja adalah jenis mata kuliah keahlian berkarya di program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Wijaya Putra. Buku ajar Analisis dan Pengukuran Kerja ini berisi teori, konsep maupun penerapan dalam perancangan sistem fasilitas kerja/stasiun kerja. Buku ini dilengkapi dengan gambar-gambar guna memberikan ilustrasi penerapan pada fasilitas kerja/stasiun kerja serta perkembangan-perkembangan di industri. Program kuliah direncanakan menggunakan pendekatan student center learning dimana mahasiswa harus aktif mencari bahan-bahan sendiri melalui text book maupun melalui online reading yang direkomendasikan. Mudah-mudahan buku ajar Analisis dan Pengukuran Kerja ini dapat menambah bahan belajar bagi mahasiswa teknik industri. Terimakasih kepada seluruh asisten laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja di Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik- UWP maupun pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ajar ini. Demi penyempurnaan buku ajar ini, kami mengharapkan kepada semua pihak untuk dapat memberikan masukan dan saran. Penyusun Tim Dosen Mata kuliah Analisis dan Pengukuran Kerja

3 BAB I ANALISA & PERANCANGAN KERJA 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep dasar analisa perancangan kerja, terutama pemahaman studi kerja dan ruang lingkup teknik tata cara kerja serta penggunaan teknik tata cara kerja. 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Pengertian Analisa & Perancangan Kerja 2.2. Studi Kerja 2.3. Pengertian dan Ruang Lingkup Teknik Tata Cara Kerja 2.4. Penggunaan Teknik Tata Cara Kerja 2. Pembahasan 2.1. Pengertian Analisa & Perancangan Kerja Bekerja adalah kegiatan manusia merubah keadaan tertentu dari alam lingkungan yang ditujukan untuk mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Demikian definisi yang diberikan oleh W.S. Neff untuk bekerja. Definisi ini tampaknya sangat luas tetapi mencerminkan dorongan dasar dari bekerja yaitu dalam rangka mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidup manusia. Sedangakan Toole memberikan definisi yang bunyinya agak terdengar lain yaitu bahwa bekerja adalah kegiatan untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Setelah seseorang berada dalam dunia pekerjaan, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi jalannya pekerjaan tersebut, akibatnya pekerjaan perlu dilakukan analisa dan perancangan. Faktor yang mengakibatkan keterbatasan pekerja, yakni keterbatasan panca indra dan fisik. Literatur tentang analisa perancangan kerja, kita tidak dapat lepas dari dua nama, yaitu F.W. Taylor dan F.B. Gilberth, dari dua nama tersebut yang mengawali Program Studi Teknik Industri UWP 1

4 pengembangan ilmu ini yang digabungkan sebagai suatu kesatuan, maka dikenal sebagai Teknik Tata Cara Kerja atau Methods Engineering yang lebih dikenal secara umum adalah analisa & perancangan kerja. Dalam tahun 1918 metode FW Taylor mulai digunakan sebagai usaha penggunaan buruh minimal pada setiap jenis pekerjaan melalui penelitian ilmiah untuk mendapatkan metode pekerjaan terbaik pada setiap kasus. Sering kali, seorang pengawas diberi tanggung jawab penuh untuk menghasilkan barang yang diminta oleh staf pengawas. Fungsi-fungsi perencanaan secara informal dilakukan oleh staf pengawas itu, juga tidak ada metode-metode standar ( metode kerja ditentukan masing-masing oleh para pekerja yang didasarkan atas pengalaman dan peralatan yang tersedia). FW Taylor memulai studi tentang pemotongan logam, studi ini berlangsung selama 25 tahun, studi ini berakhir pada tahun 1907 dan dipublikasikan melalui catatan ASME. Analisis keperluan kerja dan spesifikasi suatu metode untuk melakukan suatu operasi, pada saat ini disebut dengan Perancangan Kerja atau Teknik Tata Cara. Studi penyekopan dan penanganan besi kasar terutama mengacu pada perancangan kerja. Taylor juga mempelopori apa yang sekarang ini disebut sebagai Pengukuran Kerja. Aktivitas ini mengacu pada pengukuran jumlah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan bagi seorang operator. Frank Gilbreth, tertarik pada analisis gerakan dasar atas kegiatan manusia. Beliau memperkenalkan analisis gerakan yang disebut micrmotion studies pada pertemuan American Society of Mechanical Engineers (ASME) Dia sangat berjasa dalam usaha memberikan landasan untuk mengindentifikasi dan menganalisa gerakangerakan dasar manusia pada saat melakukan kerja manual, yang kemudian dia beri nama Therbligs Pada tahun 1924 hasil penelitiannya sangatlah terkenal dengan membagi pekerjaan menjadi elemen-elemen gerakan dasar. Elemen-elemen gerakan dasar yang dikembangkan berjumlah 17 gerakan dasar dan dengan elemen-elemen gerakan dasar inilah perbaikan perbaikan dilakukan Studi Kerja 3. Banyak pekerjaan diselesaikan lebih lama dari waktu yang sepantasnya dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Program Studi Teknik Industri UWP 2

5 Pada pabrik misalnya, bentuk suatu produk kadangkala sedemikian rupa sehingga sulit untuk dikerjakan atau kurang jelas/kurang baik metode kerja dapat memperpanjang waktu kerja. Tata letak peralatan atau keadaan ruang tempat kerja yang kurang baik, merupakan penyebab lain terjadi keterlambatan. Pekerja juga merupakan unsur yang bisa memperlambat kerja juga, misalnya kurang disiplin atau kurang gairah kerja akibat kurang baiknya motivasi kerja. Dalam ruang lingkup yang lebih luas, pihak manajemen sendiri pun harus bertanggung jawab untuk mengatasi pemborosan waktu kerja, antara lain yang disebabkan oleh kurang baiknya penjadwalan / rencana kerja, kebijakan lain yang harus berperan dalam mengelola sumber daya perusahaan/industri. Secara umum, studi kerja adalah penelaahan secara sistimatik terhadap pekerjaan, dengan maksud untuk : 1. Mengembangkan sistem dan metode kerja yang lebih baik. 2. Membakukan sistem dan metode kerja yang sudah baik. 3. Menetapkan waktu baku untuk pekerjaan tersebut. 4. Membantu melatih pekerja dengan berbagai pekerjaan yang telah diperbaiki. Dasar unsur pokok studi kerja adalah : 1. Perancangan metode kerja (method design), dimaksudkan untuk menetapkan tata cara kerja atau menyederhanakan pekerjaan dan mengusulkan cara yang lebih baik. 2. Pengukuran kerja (work measurement), ditujukan untuk menetapkan waktu penyelesaian suatu pekerjaan secara pantas oleh pekerja yang normal dengan metode kerja yang sudah dirancang dengan baik. Program Studi Teknik Industri UWP 3

6 Perancangan Metode Kerja Untuk menyederhanakan pekerjaan dan mengembangkan metode kerja yang lebih ekonomis Studi Kerja Pengukuran Kerja Untuk menetapkan beberapa waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan Peningkatan Produktivitas Gambar 1.1. Studi Kerja Secara umum pelaksanaan studi kerja mengikuti delapan tahapan, yakni : 1. Pemilihan pekerjaan yang hendak diteliti. 2. Pencatatan segala fakta mengenai pekerjaan kedalam bentuk yang memudahkan untuk dianalisis lebih lanjut. 3. Mempelajari secara seksama catatan yang telah dibuat, dan mempertanyakan segala sesuatu mengenai pekerjaan untuk membuka peluang bagi perbaikan metode kerja. 4. Pengembangkan / perancangan alternatif metode kerja yang lebih baik (berupa usulan). Program Studi Teknik Industri UWP 4

7 5. Perhitungan prestasi atau waktu baku untuk masing-masing metode kerja yang diusulkan. 6. Pemilihan metode kerja yang akan digunakan, kemudian menyusun petunjukan pelaksanaannya, berikut data prestasi atau waktu baku yang sesuai. 7. Pemberitahuan metode kerja yang baru. 8. Pengawasan agar metode kerja tersebut selalu dijalankan sesuai dengan petunjuk pelaksanaannya. Suatu hal penting pada saat berdirinya suatu pabrik baru atau saat penerapan metode kerja baru, adalah perlunya mempertimbangkan jangka waktu tertentu yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk beradaptasi dengan situasi baru. Pada saat tenggang waktu ini, tentunya kecepatan produksi sistem tenaga kerja tersebut relatif lambat dibandingkan dengan keadaan normal (ketrampilan normal). Pada umumnya, semakin biasa orang dengan situasi kerjanya, akan makin cepat kerjanya. Dengan kata lain, makin pengalaman dia, akan makin cepat kerjanya. Namun demikian, kecepatan kerja seseorang akan dibatasi oleh ketrampilannya, sehingga pada suatu saat, kecepatan kerjanya akan mencapai titik yang stabil. Dari perkembangan studi kerja dimasa lampau, maka terjadi perubahan pola kerja yang mengakibatkan juga terjadi perubahan dari masyarakat, sehingga perubahan masyarakat diklasifikasikan, yakni : Perubahan Masyarakat. Perubahan masyarakat dalam arti luas diartikan sebagai perubahan atau perkembangan dengan arti positif maupun negatif. Pada umumnya motivasi untuk merubah memiliki kaitan dengan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi tidak saja mempengaruhi ilmu pengetahuan akan tetapi juga merubah pola hidup manusia dan struktur sosial secara keseluruhan. Masyarakat Pertanian 8000 Sm-1700 Disebut juga gelombang pembaharuan manusia menemukan dan menerapkan teknologi pertanian. Program Studi Teknik Industri UWP 5

8 Manusia yang semula suka berpindah-pindah menjadi suka tinggal menetap (desa) Manusia menggunakan energi dari alam, otot binatang, matahari, angin dan air (sifat : tidak dapat diperbaharui) Masyarakat produsen sekaligus konsumen. Masyarakat Industri Bersamaan dengan masa revolusi industri yang ditandai digunakannya mesinmesin/mekanisasi produksi (pelipat gandaan kekuatan fisik manusia) Manusia beralih ke energi tak terbarukan : minyak, batu bara dan gas. Masyarakat produsen terpisah dengan konsumen (mulai ada spesialisasi) Terjadi pengrusakan alam akibat pengedukan sumber daya. Adanya ekspansi dan integrasi dari pasaran ke seluruh dunia. Masyarakat Informasi >2000 Peradaban yang didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi dan pengolahan data, penerbangan dan aplikasi angkasa luar. Pelipatgandaan kekuatan-pikir manusia. Ditemukannya energi alternatif dan energi terbarukan serta rekayasa genetik dan bioteknologi dengan komputer dan mikro elektronik sebagai teknologi intinya proses produksi cenderung menjauhi produksi massa yang terkonsentrasi. Program Studi Teknik Industri UWP 6

9 jaman Batu Corak Pekerjaan Perkembangan Cara Kerja - sederhana jaman Pertengahan akhir abad ke 19 - lengkap - rumit - lengkap otomisasi Manual Penemuan Mesin Mesin awal abad ke 20 Gambar 1.2. Perkembangan cara kerja 2.3. Pengertian dan Ruang Lingkup Teknik Tata Cara Kerja Setelah lintasan sejarah teknik tata cara kerja dikemukakan diatas yang tiada lain menunjukan latar belakang berkembangnya dan dikembangkannya ilmu ini, kiranya perlu dibicarakan pengertian/definisi dan ruang lingkup untuk mendapatkan gambaran menyeluruh. Teknik Tata Cara Kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan perinsip - perinsip untuk mendapatkan rancangan (design) terbaik dari sistem kerja. Teknik-teknik dan perinsip perinsip ini digunakan untuk mengatur komponenkomponen sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifatnya dan kemampuannya, bahan, perlengkapan dan peralatan kerja, serta linkungan kerja Program Studi Teknik Industri UWP 7

10 sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efisiensi dan produktifitas tinggi yang diukur dengan waktu yang dihabiskan, tenaga yang dipakai serta akibat akibat psikologis dan sosiologis yang ditimbulkannya. Teknik Tata Cara Kerja merupakan hasil perpaduan teknik-teknik pengukuran waktu dan perinsip perinsip studi gerakan, tetapi juga banyak menyangkut prinsip lain dalam perancangan sistem kerja seperti perancangan tata letak tempat kerja dan peralatan dalam lingkungannya dengan manusia pekerjanya. Yang dicari dengan teknik-teknik dan perinsip perinsip ini adalah sistem kerja yang terbaik yaitu yang memiliki efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Sistem kerja itu sendiri terdiri dari empat komponen, yakni manusia, bahan, perlengkapan dan peralatan kerja seperti masin dan pekakas pembantu, lingkungan kerja, seperti ruangan dengan udaranya dan keadaan pekerjaan- pekerjaan lain disekelilingnya. Artinya komponen-komponen itulah yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Dengan menggunakan teknik-teknik dan prinsip-prinsip yang disebut diatas komponen-komponen diatur sehingga berada dalam komposisi dalam suatu komposisi yang memungkinkan tercapainya tujuan tersebut. Bila kita tinjau lebih lanjut maka ruang lingkup ilmu teknik tata cara kerja dapat dibagi kedalam dua bagian besar masing-masing pengaturan kerja dan pengukuran kerja. Pengaturan kerja berisikan prinsip-prinsip mengatur komponen-komponen sistem kerja untuk mendapatkan alternatif alternatif sistem kerja yang lebih baik. Jadi pada bagian pengaturan ini kita dipersenjatai dengan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dan diusahakan pelaksanaannya. Macam pekerjaan yang terdapat disekeliling kita begitu banyaknya, dengan masing-masing mempunyai krakteristikkrakteristik sendiri-sendiri sehingga tidak mungkin untuk menyususn rumus tunggal untuk semua dengan jawaban atas pertanyaan sistem mana yang terbaik dapat langsung diperoleh. Setelah mendapatkan beberapa alternatif terbaik, langkah berikutnya adalah memilih salah satu diantaranya yang terbaik. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan mudah karena kita dapat begitu saja menentukannya, sebab antara satu alternatif dengan lainnya sangat berdekatan, ataupun satu nampak mempunyai kelebihan disatu segi tetapi kelemahan dilain segi, sementara alternatif lainnya memiliki kelebihan dan kelemahan pada segi yang berlawanan. Kesulitan inilah yang menyebabkan perlu dilakukan pengukuran terhadap masing-masing alaternatif. Program Studi Teknik Industri UWP 8

11 Ada empat kriteria yang dipandang sebagai pengukur yang baik tentang kebaikan suatu alternatif kerja, yaitu waktu, tenaga. psikologi dan sosiologi. Artinya suatu sistem kerja dinilai baik jika sistem ini memungkinkan waktu penyelesaian sangat singkat, tenaga yang diperlukan untuk penyelesaian sangat sedikit. Dan akibat-akibat psikologi dan sosiologi yang ditimbulkan sangat minim. Berdasarkan kriteria - kriteria inilah alternatif-alternatif sistem kerja dibandingkan satu dengan yang lainnya. TEKNIK TATA CARA KERJA Pekerja Bahan Mesin/peralatan Lingkungan Beberapa Alternatif Alternatif Sistem Kerja Sistem Kerja Gambar Bagan keseluruhan teknik tata cara kerja Program Studi Teknik Industri UWP 9

12 PERINSIP PENGATURAN KERJA TEKNIK TATA CARA KERJA Faktor manusia Studi gerakan Ekonomi gerakan Pengukuran Waktu Pengukuran Tenaga Pengukuran Psikologis Pengukuran Sosiologis Beberapa Alternatif sistem kerja Sistem Kerja terbaik TEKNIK PENGUKURAN KERJA Gambar Ruang lingkup teknik tata cara kerja 2.4. Penggunaan Teknik Tata Cara Kerja Sering kali pimpinan perusahaan pada tingkat manapun tidak menyadari tentang selalu adanya kemungkinan-kemungkinan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem kerja karena tidak mengetahui adanya prinsip-prinsip dan teknik teknik untuk itu, ataupun berpendapat bahwa sistem yang ada sudah baik hanya karena setiap orang karena setiap orang telah terbiasa dan telah menerima sistem tersebut. Disamping melalui perbaikan-perbaikan sistem kerja, teknik dan tata cara kerja memberikan keuntungan melalui berbagai jalur lain, misalnya dalam penjadwalan produksi dimana diperlukan pengetahuan tentang berapa lamanya berbagai kegiatan kerja diselesaikan. Berbagai teknik telah dikembangkan untuk penjadwalan dan mengatur pembebanan mesin dan tenaga kerja dan semuanya ditujukan untuk mendapatkan keadaan yang optimal. Lebih jauh lagi waktu penyelesaian yang sebenarnya merupakan waktu yang Program Studi Teknik Industri UWP 10

13 dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan sistem kerja yang lebih baik. Dengan demikian terlihatlah bagaimana teknik-teknik dan perinsip perinsip dalam teknik tata cara kerja berperan dalam perencanaan dan perancangan kegiatan produksi. Sesuatu hal yang sering kali merupakan penghambat terlaksananya perubahanperubahan (perbaikan-perbaikan) ini adalah ketidak sediaan pekerja menerimanya. Memang hal ini harus disadari karena hampir untuk setiap usaha merubah suatu keadaan, apa lagi yang sudah mapan, akan mendapat tantangan, dan hal ini adalah sesuatu yang wajar. Kecurigaan bahwa cara baru akan memberatkan pekerja adalah salah satu sebab adanya tantangan. Sebab lain adalah keengganan untuk merubah kebiasaan yang telah dirasakan enak dan menyatu dengan diri pekerja. Sering kali sistem kerja telah begitu lama berjalan sehingga pekerja betul-betul telah terbiasa sehingga perbaikan yang menuntut perubahan-perubahan kebiasaan dirasakan sebagai sesuatu yang menyulitkan. Untuk mengatasi hal-hal seperti ini pimpinann perusahaan perlu memberikan penjelasan - penjelasan yang cukup tentang kebaikan dari sistem kerja yang direncanakan. Khususnya untuk pekerja-pekerja yang berada pada tingkat terbawah, penjelasan perbaikan akan menguntungkan pekerja-pekerja itu sendiri juga perusahaan, coba, jelaskan?. Buku Acuan : Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, ITB, Bandung 3. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 4. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and Institutions, Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, Michigan. 5. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. 6. Jann Hidajat T, Studi Kerja Jurusan TI - ITB 7. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN, Surabaya. 8. Tarwaka, Solichul, Lilik S, Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas. Program Studi Teknik Industri UWP 11

14 BAB II ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami Pengertian Peta Kerja, Peta Kerja untuk kegiatan menyeluruh dan contoh penggunaannya. 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Pengertian Peta Kerja 2.2 Peta Kerja untuk kegiatan kerja menyeluruh 2.3. Contoh penggunaan Peta Kerja untuk kegiatan menyeluruh 1. Pembahasan 2.1. Pengertian Peta Kerja Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta-peta kerja ini kita bisa mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja. Contoh informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja, terutama dalam suatu proses produksi adalah sebagai berikut : jumlah benda kerja yang harus dibuat, waktu operasi mesin, kapasitas mesin, bahan-bahan khusus yang harus disediakan, alat-alat khusus yang harus disediakan dan lain sebagainya. Jadi peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk ke pabrik, kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti : transportasi, operasi mesin, pemeriksaan, perakitan sampai pada akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap. Apabila kita melakukan studi yang seksama terhadap peta kerja, maka pekerjaan kita dalam usaha memperbaiki metode kerja dari suatu proses produksi akan lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan yang mungkin dilakukan, antara lain, kita bisa menghilangkan operasi-operasi lainnya, menemukan suatu urutan-urutan kerja/proses produksi waktu menunggu antara operasi dan sebagainya. Pada Program Studi Teknik Industri UWP 12

15 dasarnya semua perbaikan tersebut. ditujukan untuk mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. Dengan demikian, peta ini merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga mempermudah dalam perencanaan perbaikan kerja. Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi dalam dua kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu : A. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan. B. Peta - peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja setempat. Dalam hal ini tentunya kita harus bisa membedakan antara kegiatan kerja keseluruhan dan kegiatan kerja setempat. Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja setempat, apabila kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya hanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan, apabila kegiatan tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Hubungan antara kedua macam kegiatan kegiatan diatas akan terlihat bila untuk menyelesaikan suatu produk diperlukan beberapa stasiun kerja, dimana satu sama lainnya saling berhubungan. Masing-masing peta kerja yang akan dibahas berikut ini semuanya termasuk dalam kedua kelompok diatas, antara lain : * Yang termaduk kelompok kegiatan kerja keseluruhan 1. Peta Proses Operasi 2. Peta Aliran Proses 3. Peta Proses kelompok Kerja 4. Diagram Aliran * Yang termasuk kelompok kegiatan kerja setempat : 1. Peta Pekerja dan Mesin 2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan 2.2 Peta Kerja Kegiatan Kerja Keseluruhan Sebelum membahas yang termasuk kelompok peta kerja keseruhan, hendaknya perlu diperkenalkan lebih dahulu mengenai lambang-lambang yang akan digunakan untuk kelompok peta kerja keseluruhan. Pada saat sekarang ini, untuk membuat suatu peta kerja, Gilberth mengusulkan 40 buah lambang yang bisa dipakai, kemudian pada tahun berikutnya Program Studi Teknik Industri UWP 13

16 jumlah lambang-lambang tersebut disederhanakan, sehingga hanya tinggal 4 macam, yaitu : Untuk operasi Untuk transportasi Untuk pemeriksaan Untuk penyimpanan Penyederhanaan ini memudahkan pembuatan suatu peta kerja, disamping setiap notasi mempunyai fleksibilitas yang tinggi karena setiap lambang mempunyai kandungan arti yang sangat luas. Dalam tahun 1947, American Society of Mechanical Engineers (ASME) membuat standar lambang-lambang yang terdiri dari lima macam lambang. Lambang-lambang ini merupakan modifikasi dari lambang yang digunakan oleh Gilberth, yaitu lingkaran kecil diganti dengan anak panah untuk kejadian transportasi dan menambah lambang baru untuk kejadian menunggu. Lambang-lambang standar dari ASME inilah yang akan digunakan dalam pembahasan-pembahasan peta kerja keseluruhan, lambang-lambang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : Operasi Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan sifat, baik sifat fisik maupun kimiawi, mengambil informasi maupun memberikan informasi pada suatu keadaan juga termasuk informasi. Operasi merupakan kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu proses. Dan bisanya terjadi pada suatu mesin atau stasiun kerja, contohnya : * Pekerjaan menyerut kayu dengan mesin serut * Pekerjaan mengeraskan logam * Pekerjaan merakit Dalam prakteknya, lambang ini juga bisa digunakan untuk menyatakan aktifitas administrasi, misalnya : aktifitas perencanaan atau perhitungan. Pemeriksaan Program Studi Teknik Industri UWP 14

17 Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun segi kuantitas. Lambang ini digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek atau membandingkan objek tertentu dengan suatu standar. Suatu pemeriksaan tidak menjuruskan bahan ke arah menjadi suatu barang jadi, contoh-contohnya : * Mengukur Dimensi * Memeriksa warna benda * Membaca alat ukur tekanan uap pada suatu mesin uap Transportasi Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari suatu operasi. Contoh : * Benda kerja diangkut dari mesin bubut ke tempat mesin skerap untuk mengalami operasi berikutnya. * Suatu objek dipindahkan dari lantai bawah ke lantai atas lewat elevator. Menunggu Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu (biasanya sebentar). Kejadian ini menunjukkan bahwa suatu objek ditinggalkan untuk sementara tanpa pencatatan sampai diperlukan kembali. Contoh : - Objek menunggu untuk diproses atau diperiksa - Peti menunggu untuk dibongkar - Bahan menunggu untuk diangkut ketempat lain Penyimpanan Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Jika benda kerja tersebut akan diambil kembali, biasanya memerlukan suatu perijinan tertentu. Lambang ini digunakan untuk menyatakan suatu objek yang mengalami penyimpanan permanan, yaitu ditahan atau dilindungi Program Studi Teknik Industri UWP 15

18 terhadap pengeluaran tanpa izin tertentu dan lamanya waktu adalah dua hal yang membedakan antara kegiatan menunggu dan penyimpan, contoh : * Dokumen-dokumen / catatan-catatan disimpan dalam brankas * Bahan baku disimpan dalam gudang Selain kelima lambang diatas, kita bisa menggunakan lambang lain apabila merasa perlu untuk mencatat suatu aktifitas yang memang terjadi selama proses berlangsung dan tidak terungkapkan oleh lambang-lambang tadi. Lambang tersebut adalah : Aktivitas gabungan Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan dilakukan secara bersama atau dilakukan pada suatu tempat kerja Contoh penggunaan Peta Kerja untuk kegiatan menyeluruh Pembahasan untuk peta kerja yang termasuk kelompok peta kerja keseruhan adalah : 1. Peta Proses Operasi Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti : waktu yang dihabiskan, material yang digunakan dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai. Kegunaan peta proses operasi Dengan adanya informai-informasi yang bisa dicatat melalui peta proses operasi, maka dapat diperoleh banyak manfaat diantaranya : * Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya * Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku * Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik * Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai * Sebagai alat untuk latihan kerja dll Analisa suatu peta proses operasi Program Studi Teknik Industri UWP 16

19 Ada empat hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh suatu proses kerja yang baik melalui analisa peta proses operasi yaitu : analisa terhadap bahan-bahan, operasi, pemeriksaan, dan terhadap waktu penyelesaian suatu proses. Keempat hal tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut : a. Bahan-bahan Kita harus mempertimbangkan semua alternatif dari bahan yang digunakan, proses penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuaikan dengan fungsi reabilitas, pelayanan dan waktunya. b. Operasi Juga dalam hal ini harus dipertimbangkan mengenai semua alternatif yang mungkin untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metode perakitannya, beserta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan. Perbaikan yang mungkin bisa dilakukan misalnya dengan menghilangkan, menggabungkan, merubah atau menyederhanakan operasi-operasi yang terjadi. c. Pemeriksaan Dalam hal ini harus mempunyai standar kualitas. Suatu objek dikatakan memenuhi syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar ternyata lebih baik atau minimal sama. Proses pemeriksaan bisa dilakukan dengan teknik sampling atau satu persatu dari semua objek yang dibuat tentunya cara yang terakhir tersebut dilaksanakan apabila jumlah produksinya sedikit. d. Waktu Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, kita harus mempertimbangkan semua alternatif mengenai metoda, peralatan dan tentunya penggunaan perlengkapan - perlengkapan khusus. 2. Peta Aliran Proses Peta aliran proses adalah suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi selama satu proses atau prosedur berlangsung, serta didalamnya memuat pula informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa seperti waktu yang dibutuhkan dan jarak perpindahan. Walau biasanya dinyatakan dalam jam dan jarak perpindahan biasanya dinyatakan dalam meter. Walaupun hal ini tidak terlampau mengikat. Perbedaan peta proses operasi dan peta aliran proses Program Studi Teknik Industri UWP 17

20 Dari sedikit uraian diatas kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat dua hal utama yang membedakan antara peta proses operasi dengan peta aliran proses, yaitu: a. Peta aliran proses memperlihatkan semua aktivitas-aktivitas dasarnya, termasuk transportasi, menunggu dan menyimpan. Sedangkan pada peta proses operasi, terbatas pada operasi dan pemeriksaan saja. b. Peta aliran proses menganalisa setiap komponen yang diproses secara lebih lengkap dibanding peta proses operasi, dan memungkinkan untuk digunakan di setiap proses atau prosedur, baik dipabrik atau dikantor. Sebagai konsekuensinya, peta aliran proses tidak bisa digunakan untuk menggambarkan proses perakitan secara keseluruhan. Biasanya suatu peta aliran proses hanyalah menggambarkan dan digunakan untuk menganalisa salah satu komponen dari produk yang dirakit. Macam-macam peta aliran proses Peta aliran proses pada umumnya terbagi dalam dua tipe, yaitu: 1. Peta aliran proses tipe bahan 2. Peta aliran proses tipe orang Peta aliran proses tipe bahan, ialah suatu peta yang menggambarkan kejadian yang dialami bahan(bisa merupakan salah satu bagian dari produk jadi) dalam suatu proses atau prosedur operasi. Peta aliran proses tipe orang pada dasarnya bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Peta aliran proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja seorang operator. 2. Peta aliran proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja sekelompok manusia, sering disebut peta proses kelompok kerja yang akan diuraikan lebih lengkap dalam sub-sub berikutnya. Pada umumnya peta aliran proses tipe orang adalah suatu peta yang menggambarkan suatu proses dalam bentuk aktivitasaktivitas manusianya. 3. Diagram Aliran Secara ringkas dapat dikatakan bahwa diagram aliran merupakan gambaran menurut skala dari susunan lantai dan gedung, yang menunjukkan lokasi dari semua aktivitas yang terjadi dalam peta aliran proses. Aktivitas yang berarti pergerakan suatu material atau orang dari suatu tempat ketempat berikutnya, Program Studi Teknik Industri UWP 18

21 dinyatakan oleh garis aliran dalam diagram tersebut. Arah aliran digambarkan oleh anak panah kecil pada garis aliran tersebut. Kegunaan diagram aliran 1.Lebih memperjelas suatu peta aliran proses, apalagi jika arah aliran merupakan faktor yang penting. 2. Menolong dalam perbaikan tata letak tempat kerja. 4. Peta Proses Kelompok Kerja Peta proses kelompok kerja digunakan untuk menunjukkan beberapa aktivitas dari sekompok orang yang berkerja sama dalam suatu proses atau prosedur kerja, dimana satu aktivitas dengan aktivitas lainnya saling bergantungan, artinya suatu hasil kerja secara kelompok tersebut berlangsung dengan lancar karena adanya ketergantungan tiap aktivitas ini, maka dalam peta proses kelompok kerja biasanya banyak dijumpai lambang-lambang keterlambatan, yang menunjukkan bahwa suatu aktivitas sedang menunggu aktivitas lainnya. Sehingga jelas bahwa peta proses kelompok kerja dapat digunakan untuk meningkatkan waktu efektif dari mesin dan pekerja. Kegunaan peta proses kelompok kerja 1. Bisa menguragi ongkos produksi atau proses 2. Bisa mempercepat waktu penyelesaian produksi atau proses Kasus dalam pembuatan peta kerja keseluruhan Program Studi Teknik Industri UWP 19

22 Program Studi Teknik Industri UWP 20

23 Program Studi Teknik Industri UWP 21

24 Program Studi Teknik Industri UWP 22

25 Buku Acuan : 1. Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, ITB, Bandung 2. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 3. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and Institutions, Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, Michigan. 4. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. 5. Jann Hidajat T, Studi Kerja Jurusan TI - ITB 6. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN, Surabaya. 7. Tarwaka, Solichul, Lilik S, Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas Program Studi Teknik Industri UWP 23

26 BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami Pengertian Peta Kerja untuk kegiatan kerja setempat, Lambang-lambang yang dipergunakan, terutama Peta Kerja Pekerja dan Mesin serta Peta Kerja Tangan Kiri dan Tangan Kanan. 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Pengertian Peta Kerja Untuk Kegiatan Setempat 2.2. Lambang-lambang yang Dipergunakan 2.3. Contoh pemakaian peta kerja setempat 3. Pembahasan 2.1. Pengertian Peta Kerja untuk Kegiatan Setempat Peta kerja untuk kegiatan kerja setempat untuk menganalisa suatu stasiun kerja, maka peta kerja yang digunakan peta pekerja dan mesin serta peta tangan kiri dan tangan kanan sebagai alat untuk mempermudah perbaikan suatu tempat kerja dan gerakan pekerja, sehingga dicapai keadaan ideal untuk saat itu. 1. Peta Pekerja dan Mesin Dalam beberapa hal, hubungan antara operator dan mesin sering bekerja secara silih berganti, yakni sementara mesin menganggur, operator bekerja atau sebaliknya. Pada hakekatnya waktu menganggur ini dalai suatu kerugian, maka dari itu waktu menganggur harus diminimumkan. Namun tentunya harus memperhitungkan kemampuan manusia dan mesinnya. Program Studi Teknik Industri UWP 24

27 Peta pekerja dan mesin dapat dikatakan merupakan grafik yang menggambarkan koordinasi antra waktu bekerja dan waktu mengganggur dari kombinasi antara pekerja dan mesin. Dengan demikian peta ini merupakan alat yang baik digunakan untuk mengurangi waktu menggaggur. Kegunaan peta pekerja dan mesin Informasi paling penting yang diperoleh melalui peta pekerja dan mesin adalah hubungan yang jelas antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin yang ditangainya. Dengan informasi ini, maka kita mempunyai data yang baik untuk melakukan penyelidikanj, penganalisaan, dan perbaikan suatu pusat kerja sedemikian rupa sehingga efektivitas penggunaan pekerja dan mesin bisa ditingkatkan dan tentunya keseimbangan kerja antara pekerja dan mesin bisa diperbaiki. Peningkatan efektivitas penggunaan dan perbaikan keseimbangan kerja tersebut dapat dilakukan, misalnya dengan cara: 1. Merubah tata letak tempat kerja. Tata letak tempat kerja merupakan salah satu faktor yang menentukan lamanya waktu penyelesaian suatu pekerjaan. Maka penataan kembali suatu tata letak tempat kerja diperlukan sekali. 2. Mengatur kembali gerakan-gerakan kerja. Pada dasarnya, gerakan-gerakan kerja juga merupakan lamanya waktu penyelesaian suatu pekerjaan, sehingga penataan kembali gerakan-gerakan kerja yang dilakukan sangat diperlukan sekali. 3. Merancang kembali mesin dan peralatan. Keadaan mesin dan peralatan sering kali perlu dirancang kembali, misalnya untuk mengurangi waktu mengangkut dan menghemat tenaga. 4. Menambah pekerja bagi sebuah mesin atau sebaliknya, menambah mesin bagi seorang pekerja. Program Studi Teknik Industri UWP 25

28 Abila kita menemukan bahwa efektivitas pekerja yang menangani sebuah atau beberapa mesin itu rendah, yaitu pekerja banyak menganggur, sementara ditempat lain banyak mesin yang menganggur, maka menambahan tugas bagi pekerja tersebut mungkin dapat meningkatkan efektivitas. Sebaliknya jika terdapat seorang pekerja yang terlampau sibuk dalam menangani tugasnya, sehingga tidak memungkinkan baginya melepaskan lelah, tentu hal inipun akan merugikan. Pekerja yang terlampau lelah sering melakukan kesalahankesalahan, sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan-kerusakan mesin atau menurunkan kualitas produksi. Jelas disini bahwa penambahan pekerja memungkinkan untuk mengatasi masalah ini. Dengan demikian keseimbangan antara pekerja dan mesin bisa diperoleh. 2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Peta ini menggambarkan semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu mengganggur yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan juga menunjukkan perbandingan antara tugas yang dibebankan pada tangan kiri dan tangan kanan ketika melakukan pekerjaan. Melalui peta ini kita bisa melihat semua operasi secara cukup lengkap, yang berarti mempermudah perbaikan operasi tersebut. Peta ini sangat praktis untuk memperbaiki suatu pekerjaan manual dimana tiap siklus dari pekerja terjadi dengan cepat dan terus berulang, sedangkan keadaan lain, peta ini kurang praktis untuk dipakai sebagai alat analisa. Inilah sebabnya dengan menggunakan peta ini kita bisa melihat dengan jelas pola-pola gerakan yang tidak efisien dan bias melihat adanya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang terjadi pada saat pekerja manual tersebut berlangsung. Kegunaan peta tangan kiri dan tangan kanan. 1. Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan. Dengan bantuan studi gerakan dan prinsip ekonomi gerakan, maka kita bisa menguraikan elemen pekerjaan lengkap menjadi elemen-elemen gerakan yang terperinci. Setiap elemen gerakan dari pekerjaan ini dibebankan kesetiap tangan sehingga seimbang agar mengurangi kelelahan. Program Studi Teknik Industri UWP 26

29 2. Menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan tidak produktif sehingga tentunya akan mempersingkat waktu kerja. Kemahiran untuk menguraikan suatu pekerjaan menjadi elemen-elemen gerakan dan kemudian memilih elemen-elemen mana saja yang efektif dan kurang efektif, tentunya akan mempengaruhi produktivitas kerja. Jika suatu pekerjaan sudah dilaksanakan secara efisien dan produktif, maka secara otomatis waktu penyelesaian pekerjaan tersebut merupakan waktu tersingkat saat itu. 3. Sebagai alat untuk menganalisa tata letak stasiun kerja. Tata letak tempat kerja juga memperngaruhi lamanya waktu penyelesaian. Percobaan merubah-rubah tata letak peralatan selain dapat menemukan tata letak yang baik, ditinjau dari waktu dan jarak, juga kita dapat menemukan urutan-urutan pengerjaan yang lebih baik. 4. Sebagai alat untuk melatih pekerjaan baru, dengan cara kerja yang ideal. Kiranya sudah jelaslah, bahwa peta tangan kiri dan tangan kanan menunjukan urutan-urutan pengerjaan yang lebih baik untuk saat itu. Peta ini dapat berfungsi sebagai penuntun terutama bagi pekerja-pekerja baru, sehingga akan lebih cepat proses relajar Lambang-lambang yang dipergunakan Lambang-lambang ini merupakan modifikasi dari lambang yang digunakan oleh Gilberth, yaitu lingkaran kecil diganti dengan anak panah untuk kejadian transportasi dan menambah lambang baru untuk kejadian menunggu. Lambang-lambang standar dari ASME inilah yang akan digunakan dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya, lambang-lambang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Peta Pekerja dan Mesin Program Studi Teknik Industri UWP 27

30 Ada beberapa lambang yang digunakan, yaitu yang berupa suatu batang (bar) dimana panjangnya batang ini sebanding dengan skala waktu (lamanya aktivitas tersebut). Lambang-lambang yang digunakkan : Menunjukan waktu menganggur. Digunakan untuk menyatakan pekerja atau mesin yang sedang menganggur atau salah satu sedang menunggu yang lain. Misalnya dalam suatu rangkaian kerja, si operator sedang melakukan pemeriksaan terhadap mesin, untuk mencegah kerusakan mesin, maka dalam hal ini si operator sedang melakukan kerja tak bergantungan dan mesin sedang menganggur/menunggu. Menunjukan kerja tak bergantungan. Jika ditinjau dari pekerja, maka keadaan ini menunjukan seorang pekerja yang sedang bekerja dan tak bergantungan dengan mesin dan pekerja lainnya. Misalnya seorang pekerja yang sedang mengambil dan mempersiapkan bahan atau ia sedang melakukan pemeriksaan terhadap produk akhir tanpa alat. Jika ditinjau dari pihak mesin, berarti mesin tersebut sedang bekerja tanpa memerlukan pelayanan dari operator (mesin otomatis) Menunjukan kerja kombinasi. Jika ditinjau dari pihak pekerja, maka lambang ini digunakan apabila antara operator dan mesin atau dengan operator lainnya sedang bekerja bersama-sama. Jika ditinjau dari pihak mesin, berarti selama bekerjanya mesin tersebut memerlukan pelayanan dari operator. 2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Program Studi Teknik Industri UWP 28

31 Ada beberapa lambang yang digunakan, yaitu yang berupa suatu lingkaran dan segitiga dimana merupakan simbol geometrik (geometric symbol), Lambang-lambang yang digunakkan : Sub operasi (sub-operation) Anggota tubuh (tangan) mengerjakan sesuatu pada daerah tempat kerja Bergerak ( movement) Bergerakan dari anggota tubuh dari suatu bagian (tempat) ketempat lain dalam tempat kerja. Menunggu (delay) Angota tubuh tidak mengaggur Memegang (Hold) Menjaga suatu objek didalam posisi pada anggota tubuh (tanga) 2.3. Contoh Pemakain Peta Kerja Setempat Dari gambar-gambar halaman berikutnya contoh pemakaian peta kerja setempat. Contoh-contoh yang sederhana dalam pemakaian peta kerja ini sebagai bahan analisa operasi pembuatan produk untuk mendapatkan efisiensi dan efektivitas suatu pekerjaan. Peta Kerja Pekerja dan Mesin Kasus Program Studi Teknik Industri UWP 29

32 Seorang operator mesin bubut akan mengerjakan benda kerja seperti gambar dibawah ini, dengan data pengerjaan sebagai berikut : Pasang benda kerja = 3 menit Stel bubutan I = 1 menit Bubutan I = 5 menit Stel bubutan II = 1 menit Bubutan II = 4 menit Buka benda kerja = 1 menit Pekerjaan : Pembubutan Nama Mesin : Mesin Bubut Nama Pekerja : Amri Dipetakan oleh : Anom Tanggal : 17 Januari 2006 Skala waktu ORANG Operator Pasang benda kerja Stel bubutan I Nganggur Stel bubutan II Nganggur Buka benda kerja RINGKASAN Waktu Menganggur Waktu Kerja Total Waktu % Penggunaan W MESIN BUBUT Mesin bubut I Mesin bubut II W W Nganggur Bubutan I Nganggur Bubutan II Nganggur Operator 6 menit 9 menit 15 menit 60 % Mesin bubut I 9 menit 6 menit 15 menit 40 % Coba dibuat jika menangani dua mesin bubut Program Studi Teknik Industri UWP 30

33 PETA PEKERJA DAN MESIN Pekerjaan : Nama Mesin : Nama Pekerja : Dipetakan Oleh : Tgl Pemetaan : Sekarang Usulan ORANG MESIN PEMBELI W PELAYAN W MESIN FOTOCOPY W Memesan Menunggu Pesanan Bayar Mendengarkan Mengambil Kertas Stel Mesin Menunggu Serankan+Kas Menunggu 10 Distel 5 Fotocopy 15 Menganggur 5 RINGKASAN PEMBELI PELAYAN MESIN Waktu Menganggur 25 detik 15 detik 15 detik Waktu Kerja 10 detik 20 detik 20 detik Waktu Total 35 detik 35 detik 35 detik % Penggunaan Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Kasus Program Studi Teknik Industri UWP 31

34 Buku Acuan : 1. Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, ITB, Bandung 2. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 3. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and Institutions, Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, Michigan. 4. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. 5. Jann Hidajat T, Studi Kerja Jurusan TI - ITB Program Studi Teknik Industri UWP 32

35 BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami studi gerakan dalam penelitian kerja, terutama mengerti penggunaan gerakan dasar therblig dan ekonomi gerakan terutama untuk gerakan yang dihubungkan dengan tubuh manusia, rancangan tata letak dan rancangan alat kerja. 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Studi Gerakan 2.2. Pemahaman gerakan dasar (therblig) 2.3. Ekonomi Gerakan 2.4. Contoh penerapannya 3. Pembahasan 2.1. Studi Gerakan Bila kita mengamati suatu pekerjaan yang sedang berlangsung, hal yang sudah pasti terlihat adalah adanya gerakan-gerakan yang berbentuk kerja tersebut. Studi gerakan adalah analisa yang diperlukan terhadap beberapa gerakan bagian badan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian diharapkan agar gerakan-gerakan tangan tidak efektif dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sehingga akan diperoleh penghematan dalam waktu kerja, yang selanjutnya dapat pula menghemat pemakaian fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk pekerjaan tersebut. Seorang tokoh yang telah meneliti gerakan-gerakan dasar secara mendalam adalah Frank B. Gilbreth. Ia menguraikan gerakan kedalam 17 gerakan dasar atau elem gerakan yang dinamai theblig. Therblig ini oleh Gilbreth dinyatakan dalam lambanglambang tertentu. Program Studi Teknik Industri UWP 33

36 2.2. Pemahaman Gerakan Dasar (Therblig) Dalam proses analisis gerakan-gerakan, pertama-tama suatu pekerjaan diuraikan menjadi dasar pembentukanya. Sedangkan pengertian dari setiap elemen gerakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Mencari (Search) Elemen gerakan mencari merupakan gerakan dasar dari pekerja untuk menemukan lokasi objek. Yang bekerja dalam hal ini adalah mata. Gerakan ini dimulai pada saat mata bergerak mencari objek dan berakhir bila objek telah ditemukan. Tujuan dari penganalisaan ini adalah menghilangkan sedapat mungkin gerakan yang tidak perlu. Mencari merupakan gerakan yang tidak efektif dan masih dapat dihindarkan misalnya dengan menyimpan peralatan atau bahan-bahan pada tempat yang tetap sehingga poses mencari dapat dihingkan. 2. Memilih (Select) Memilih merupakan gerakan untuk menemukan suatu objek yang tercampur, tangan dan mata adalah dua bagian badan yang digunakan untuk melakukan gerakan ini. Therblig ini dimulai pada saat tangan dan mata mulai memilih, dan berakhir bila objek telah ditemukan. Batas antara mulai memilih dan akhir dari mencari agak sulit untuk ditentukan karena ada pembaruan pekerja diantara kedua gerakan tersebut, yaitu gerakan yang dilakukan oleh mata. Gerakan memilih merupakan gerakan yang tidak efektif, sehingga sedapat mungkin elemen gerakan ini dihindarkan. Contoh dari elemen gerakan memilih adalah gerakan yang diperlukan untuk memilih pulpen dari tempatnya, sedangkan pada tempat tersebut terdapat pula pinsil-pinsil dan pulpen-pulpen yang satu dengan yang lainnya tercampur tidak beraturan. 3. Memegang (Grasp) Therblig ini dalai gerakan untuk memegang objek, biasanya didahului oleh gerakan menjangkau dan dilanjutkan oleh gerakan membawa. Program Studi Teknik Industri UWP 34

37 Therblig ini merupakan gerakan yang efektif dari suatu pekerjaan dan meskipun sulit untuk dihilangkan, dalam beberapa keadaan masih dapat dikurangi. 4. Menjangkau (Reach) Pengertian menjangkau dalam therblig adalah gerakan tangan berpindah tempat tanpa beban, baik gerakan mendekati maupun menjauhi objek. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan melepas dan diikuti oleh gerakan memegang. Therblig ini dimulai pada saat tangan mulai berpindah dan berakhir bila tangan sudah berhenti. Waktu yang digunakan untuk menjangkuau, tergantung pada jarak dari pergerkan tangan dan dari tipe menjangkaunya. Seperti juga memegang, menjangkau sulit untuk dihilangkan secara keseluruhan dari siklus kerja, yang masih mungkin adalah pengurangan dari waktu gerak ini. 5. Membawa (Move) Elemen gerak membawa juga meruapakan gerak perpindahan tangan, hanya dalam gerakan ini tangan dalam keadaan terbebani. Gerakan membawa biasanya didahului oleh memegang dan dilanjutkan oleh melepas atau dapat juga oleh pengarahan. Therblig ini mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan menjangkau, karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi waktu gerakannya pun hampir sama yaitu jarak pindah, dan macamnya. Pengaruh yang lain adalah beratnya beban yang dibawa oleh tangan. 6. Memegang Untuk Memakai (Hold) Pengertian memegang untuk memakai disini adalah memegang tanpa menggerakkan objek yang dipegang tesebut, perbedaannya dengan memegang yang terdahulu adalah pada perlakuan terhadap objek yang dipegang. Pada memegang, pemegangan dilanjutkan dengan gerak membawa, sedangkan memegang untuk memakai tidak demikian. Therblig ini merupakan gerakan yang tidak efektif, dengan demikian sedapat mungkin harus dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Program Studi Teknik Industri UWP 35

38 7. Melepas (Release) Elemen gerak melepas terjadi bila seorang pekerja melepaskan objek yang dipegangnya. Bila dibandingkan dengan gerak therblig lainnya, gerakan melepas merupakan gerakan yang relatif lebih singkat. Therblig ini mulai pada saat pekerja mulai melepaskan tangannya dari objek dan berakhir bila seluruh jarirnya sudah tidak menyentuh objek lagi. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan membawa atau dapat juga gerakan mengarahkan dan biasanya diikuti oleh gerakan menjangkau. 8. Mengarahkan (Position) Gerakan ini merupakan gerakan mengarahkan suatu objek pada suatu lokasi terntu. Mengarahkan biasanya didahului oleh gerakan membawa dan biasa diikuti oleh gerakan merakit, gerkan ini mulai sejak tangan mengendalihan objek dan berakhir pada saat gerakan merakit atau memakai dimulai. 9. Mengarahkan Sementara (Pre position) Mengarahkan sementara merupakan elemen gerakan mengarahkan pada suatu tempat sementara. Tujuan dri penempatan ini adalah memudahkan pemegangan apabila objek tersebut akan dipakai kembali. Dengan demikian siklus kerja berikutnya elemen gerakan mengarahkan diharapkan berkurang. 10. Pemeriksaan (Inspect) Gerakan ini merupakan pekerjaan memeriksa objek untuk mengetahui apakah objek telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Elemen ini dapat berupa gerakan melihat seperti untuk memriksa warna, meraba seperti untuk memeriksa kehalusan dan lain-lain. Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan objek dengan suatu standart. Sehingga banyak atau sedikitnya waktu untuk pemeriksaan, tergantung pada kecepatan operator untuk menemukan perbesaan antara objek dengan standart yang dibandingkan. 11. Perakitan (Assemble) Perakitan adalah gerakan untuk menggabungkan satu objek dengan objek yang lain sehingga menjadi satu kesatuan. Pekerjaan dimulai bila objek sudah siap dipasang dan berakhir bila objek tersebut sudah tergabung secara sempurna Program Studi Teknik Industri UWP 36

39 12. Lepas Rakit (Disassemble) Gerakan ini merupakan kebaikan dari gerakan diatas, disini dua bagian objek dipisahkan dari satu kesatuan. Gerakan lepas rakit biasanya didahului oleh memegang dan dilanjutkan oleh membawa atau biasanya juga dilanjutkan oleh melepas. 13. Memakai ( Use ) Yang dimaksud memakai disini adalah bila satu tangan atau kedua - duanya dipakai untuk menggunakan alat. Lamanya waktu yang dipergunakan untuk gerak ini tergantung dari jenis pekerjaannya dan keterampilan dari pekerjaannya. 14. Keterlambatan Yang Tak Terhindarkan ( Unavoidable delay ) Keterlambatan yang dimaksud disini adalah keterlambatan yang diakibatkan oleh hal-hal yang terjadi diluar kemampuan pengendalian pekerja. Contohnya adalah padamnya listrik, rusaknya alat-alat dan lain-lain. Keterlambatan ini dapat dihindarkan dengan mengadakan perubahan atau perbaikan pada proses operasinya. 15. Keterlambatan Yang Dapat Dihindarkan( Avoidable delay ) Keterampilan ini disebabkan oleh hal-hal yang ditimbilakan sepanjang waktu kerja oleh pekerjanya baik disengaja maupun tidak disengaja. Misalnya pekerja yang sedang merokok ketika sedang bekerja dan lain-lain. Untuk mengurangi keterlambatan ini harus diadakan perbaikan oleh pekerjanya tanpa harus merubah proses operasinya. 16. Merencana ( Plan) Merencana merupakan proses mental, diaman operator berfikir untuk menentukan tindakan yang akan diambil selanjutnya. Waktu untuk therblig ini sering pada seorang pekerja baru. 17. Istirahat Untuk Menghilangkan Rasa Fatique (Rest to Overcome fatique) Hal ini tidak terjadi pada setiap siklus kerja, tetapi terjadi secara periodik. Waktu untuk memulihkan kembali kondisi badannya dari ras fatique sebagai akibat kerja berbedabeda, tidak saja karena jenis pekerjaannya tetapi juga oleh individu pekerjanya. Program Studi Teknik Industri UWP 37

40 Gagasan untuk mengefektifkan penerapan dari Therblig ini muncul dari seorang konsultan Methods Enginering ternama dari Jepang : Mr. Shigeo singo. Ia mengklasifikasikan Therblig yang telah dibuat oleh Gilbreth menjadi 4 kelompok, yaitu : KELOM POK ELEMEN GERAKAN KETERANGAN Utama Penunjang Pembantu - Assemble (A) - Use (U) - Disassemble (DA) - Reach (RE) - Grasp (G) - Move (M) - Release Load (RL) - Search (SH) - Select (ST) - Position (P) - Hold (H) - Inspection (I) - Preposition (PP) Gerakan - gerakan dalam kelompok ini bersifat memberikan nilai tambah. Perbaikan kerja untuk kelompok ini dapat dilakukan dengan cara mengefisienkan gerakan. Gerakan-gerakan dalam kelompok ini diperlukan, tetapi tidak memberikan nilai tambah. Perbaikan kerja untuk kelompok ini dapat dilakukan dengan meminimumkan gerakan. Gerakan-gerakan dalam kolompok ini tidak memberikan nilai tambah dan mungkin dapat dihilangkan. Perbaikan kerja untuk kelompok ini dapat dilakukan dengan pengaturan kerja yang baik atau dengan menggunakan alat bantu. Gerakan Elemen Luar - Rest (R) - Plan (Pn) - Unavoidable Delay (UD) - Avoidable Delay (AD) Gerakan-gerakan dalam kelompok ini sedapat mungkin dihilangkan Ekonomi Gerakan Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, tentu diperlukan perancangan sistem kerja yang baik pula. Oleh karena itu sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan hasil kerja yang diingini. Prinsip ekonomi gerakan terkait Program Studi Teknik Industri UWP 38

41 juga dengan studi gerakan, karena sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memungkinkan dilakukan gerakan-gerakan yang ekonomis. Prinsip ekonomi gerakan yang akan dibahas dihubungkan dengan tubuh manusia dan gerakannya, pengaturan tata letak tempat kerja dan perancangan peralatan. Untuk lebih jelasnya, diuraikan sebagai berikut : I. Prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan tubuh manusia dan gerakannya, terdiri dari : a. Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri gerakan pada saat yang sama. b. Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang sama, kecuali pada waktu istirahat. c. Gerakan kedua tangan harus dibuat dengan arah simetris dan berlawan arah. Ketiga perinsip diatas cukup erat satu sama lainnya dan dapat dipertimbangkan secara bersama-sama. Pada umumnya setiap pekerjaan akan lebih mudah dan cepat jika dikerjakan sekali gus oleh tangan kanan dan tangan kiri. Gerakan yang simetris diperlukan agar kedua tangan mencapai keseimbangan antara satu dengan yang lainnya. Lintasan pekerjaan yang tidak teratur (tidak simetris) akan lebih cepat menimbulkan kelelahan. d. Pergerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat, yaitu hanya menggerakkan tangan atau badan secukupnya saja untuk menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Penugasan pada bagian tubuh harus memperhatikan kesanggupan dari bagianbagian tubuh itu sendiri, agar tidak menimbulkan gerakan-gerakan sulit yang harus dilakukan oleh tubuh, misalnya : usahakan penempatan semua bahan dan peralatan sedemikian rupa sehingga tubuh tidak usah berputar-putar terlalu sering. e. Sebaiknya para pekerja dapat memanfaatkan momentum untuk membantu pekerjanya, pemanfaatan ini timbul karena berkurangnya kerja otot dalam bekerja. Program Studi Teknik Industri UWP 39

42 Dalam beberapa keadaan ditempat kerja sering dijumpai total berat dari objek digerakan sepenuhnya oleh pekerja, hal tersebut tidak dimanfaatkannya prinsip momentum. Momentum dari suatu objek adalah massa objek tersebut dilakukan dengan kecepatanya. f. Gerakan tangan yang patah-patah, banyak perubahan arah yang tajam akan memperlambat gerakan tersebut. Perubahan arah gerakan dalam suatu pekerjaan akan memperlambat waktu penyelesaian kerja. Hal ini seperti pada saat memegang yang didahulukan dengan menjangkau dilanjutkan dengan membawa dan yang lainnya. g. Gerakan balistik lebih cepat, mudah dan lebih akurat dibandingkan dengan gerakan yang tegang atau dikendalikan. Yang dimaksud dengan gerakan yang dikendalikan adalah gerakan yang yang terjadi pada suatu pekerjaan dimana memerlukan dua otot yang berlawanan kerjanya, misalnya pekrjaan untuk menulis, disini terdapat dua otot yang saling tahan yaitu jari dan jempol. Sedangkan yang dimaksud dengan gerkan balistik adalah gerakan yang bebas, misalnya pada saat memukul bola kasti. h. Pekerjaan harus diatur semudah mungkin dan jika mungkin menggunakan ritme/irama kerja yang harus mengikuti irama yang alamiah bagi sipekerja. Yang dimaksud dengan irama yang sering diartikan pada kecepatan rata-rata mengulang kembali gerakan, misalnya irama melangkah kaki, irama pernapasan mengikuti irama yang tertentu. Setiap individu mempunyai irama alamiahnya sendiri. i. Usahakan sesedikit mungkin gerakan mata. j. Gerakan mata kadang-kadang tidak dapat dihindarkan dari pekerjaan terutama bila pekerjaannya baru. Objek yang kecil juga memerlukan gerakan mata untuk mengerjakannya. Seringkali antara tangan dan mata terjadi koordinasi dimana fungsi mata sebagai pengarah dari tangan. Rasa lelah yang dialami oleh mata akan menjalar keseluruh badan dengan cepat. Program Studi Teknik Industri UWP 40

43 II. Prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan pengaturan tata letak tempat kerja. a. Sebaiknya diusahakan agar bahan dan perkakas/peralatan mempunyai tempat yang tetap. Sebaiknya diusahakan agar bahan dan perkakas/peralatan mempunyai tempat yang tetap, karena dengan demikian akan memudahkan pekerja untuk mengambil bahan dan peralatan tersebut. Jika tempat bahan dan peralatan sudah tetap, tangan pekerja akan secara otomatis dapat mengambilnya, sehingga mencari yang merupakan pekerjaan mental dapat dihilangkan. b. Tempatkan bahan-bahan dan perkakas/peralat pengukur ditempat yang mudah, cepat dan enak untuk dicapai. Dari analisa therblig sudah dikenal bahwa untuk menjangkau jarak yang pendek diperlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan bila jaraknya lebih jauh. Oleh karena itu semua bahan dan peralatan sedapat mungkin harus diatur tata letaknya menurut prinsip diatas. Selain itu manusia juga mempunya keterbatasan dalam jarak jangkaunya. c. Tempat penyimpanan bahan yang akan dikerjakan sebaiknya memanfaatkan prinsip gaya berat / gravitasi sehingga bahan yang akan dipakai selalu tersedia ditempat yang dekat untuk diambil. Tempat penyimpanan bahan-bahan dimiringkan atau mempunyai sudut tertentu dengan bagian bawah /alasnya, misalnya saja untuk suatu perakitan yang mempunyai jumlah komponen banyak, disini bahan akan selalu berada pada bibir box kerena terdorong oleh bahan lainnya dari atas. d. Sebaiknya untuk menyalurkan objek yang sudah selesai dirancang dengan mekanisme yang baik. Program Studi Teknik Industri UWP 41

44 Penempatan objek yang telah selesai dikerjakan sebaiknya diatur dengan mempertimbangkan cara kerja secara keseluruhan termasuk urutan-urutan geraknya. Jadi dapat dirancang suatu mekanisme penyaluran objek ke tempat penyimpanan dengan memanfaatkan prinsip gaya berat. e. Bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga gerakan gerakan dapat dilakukan dengan urutan-urutan yang terbaik. Agar didapat urutan-urutan yang baik dari gerakan-gerakan yang membentuk suatu sistem kerja, bahan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tangan dapat mengambil bahan tersebut dengan secepatnya. f. Tinggi tempat kerja dan kursi sebaiknya diatur agar kegiatan berdiri dan duduk dapat dilakukan dengan mudah dan menyenangkan. Seorang pekerja dalam menghadapi pekerjaannya mempunyai berbagai alternative posisi untuk mengerjakannya, dapat dilakukan dengan duduk dan dapat pula dilakukan dengan berdiri, tergantung dari cara yang lebih disukai. Rancangan kerja yang baik adalah rancangan yang memungkinkan untuk melakukan pekerjaan secara kombinasi duduk dan berdiri. g. Tipe dan tinggi kursi harus sedemikian rupa sehingga pekerja yang mendudukinya bersikap yang baik. Yang dimaksud dengan bersikap yang baik pada waktu berdiri adalah sikap dimana kepala leher - dada dan perut berada dalam keseimbangan yang baik ke arah vertical. Posisi ini memungkinkan organ-organ tubuh seperti pernapasan, peredaran darah pencernaan dan lain-lain bekerja dalam kondisi normal. Dengan demikian diharapkan pekerjaan akan mencapai efisiensi yang tinggi. h. Tata letak peralatan dan pencahayaan sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga dapat membentuk kondisi yang baik untuk penglihatan. Program Studi Teknik Industri UWP 42

45 Penerangan/pencahayaan yang baik merupakan kebutuhan utama dalam pekerjaan yang memerlukan ketelitian dalam penglihatan. Untuk menciptakan kondisi yang baik untuk penglihatan, satu hal yang penting harus diperhatikan adalah tata letak peralatan dan alat penerangan yang dipakai untuk menerangi ruang kerja, karena hal ini akan menentukan arah datangnya cahaya kepada objek yang sedang diperiksa atau dikerjakan. III. Prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan perancangan peralatan. a. Sebaiknya tangan dibebaskan dari pekerjaan dan digantikan dengan perkakas pembantu, atau peralatan yang digerakkan dengan kaki. Seringkali banyak kita jumpai peralatan pada suatu pabrik hanya menunjukan dijalankan dengan oleh tangan saja. Hal ini mengakibatkan bagian tubuh lain termasuk kaki menganggur sepanjang siklus kerja tersebut. Sedangkan tenaga yang dipunyai oleh kaki jauh lebih kuat, sehingga bila kaki dapat dimanfaatkan untuk bekerja diharapkan hasilnya dapat meningkat. b. Sebaiknya peralatan atau perkakas harus dirancang agar mempunyai lebih dari satu kegunaan sedapat mungkin. Bila suatu alat dapat dirancang untuk beberapa kegunaan dalam pemakaiannya, diharapkan dari alat tersebut dapat mengakibatkan peningkatan efisiensi dalam bekerja. Dengan memakai alat yang lebih dari satu kegunaan diharapkan proses pengambilan alat yang lain dalam suatu pekerjaan dapat ditiadakan, karena alat tersebut dapat pula dikerjakan oleh alat yang sedang dipakai. c. Peralatan atau perkakas dirancang sedimikian rupa sehingga memudahkan dalam pemegangan dan penyimpanan. Pemegangan dari suatu alat sebaiknya dirancang dengan memperhatikan ukuranukuran dan kenyamanan dalam pemegangannya. Perancangan juga harus diatur sedemikian rupa sehingga alat-alat tersebut dapat disimpan ditempat penyimpanan Program Studi Teknik Industri UWP 43

46 dan memungkinkan dapat diambil secara mudah bila akan dipakai dalam pekerjaan selanjutnya. d. Apabila setiap jari melakukan gerakan khusus, seperti misalnya mengetik, maka beban pekerjaan harus didistribusikan sedemikian hingga tercapai keseimbangan kapasitas setiap jari. Kedua tangan, yaitu tangan kanan dan kiri biasanya mempunyai kekuatan yang berbeda. Tangan kanan biasanya lebih kuat dari tangan kiri. Tidak demikian halnya dengan jari, sulit sekali untuk menyamakan kemampuan atau kekuatan dari setiap jari, pada umumnya jari telunjuk dan jari tengah merupakan jari yang lebih kuat dari jari lainnya. e. Roda putar, palang dan peralatan yang sejenisnya harus diatur sedemikian rupa sehingga badan dapat melayaninya dengan posisi yang baik, dan dengan tenaga yang minimum. Yang dimaksud dengan sejenis peralatan diatas adalah peralatan yang sejenis roda penggerak pada pintu air, roda pembuka lemari besi dan lain-lain. Untuk dapat merancang peralatan ini dengan baik, terlebih dahulu harus diketahui foktor-faktor dari peralatan tersebut yang dapat mempengaruhi dalam pemakaiannya. Faktorfaktor yang dapat memberikan pengaruh pada kemudahan pelayanan terhadap peralatan diatas antara lain adalah posisi penempatan, diameter dan arah putar Contoh Penerapannya Contoh penerapan dari prinsip ekonomi gerakan, seperti sebagian telah diuraikan dan penjelesan diatas, juga dapat dilihat pada gambar-gambar yang dilampirkan. Penggunaan prinsip-prinsip ini digabungkan dengan sikap kritis telah terbukti amat berhasil dalam mengembangkan rancangan sistem kerja yang efisiensi di stasiun-stasiun kerja. Tetapi penulis mendapati bahwa pada kenyataannya, saat ini di dunia industri jarang dilakukan penelitian studi gerakan dan ekonomi gerakan yang mendetail dan inovatif. Program Studi Teknik Industri UWP 44

47 Buku Acuan : 1. Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, ITB, Bandung 2. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 3. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and Institutions, Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, Michigan. 4. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. 5. Jann Hidajat T, Studi Kerja Jurusan TI - ITB 6. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN, Surabaya. 7. Tarwaka, Solichul, Lilik S, Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas. Program Studi Teknik Industri UWP 45

48 BAB V ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami mengenai ergonomi dan aplikasi dalam perancangan tempat kerja. 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Definisi ergonomi 2.2. Pendekatan Ergonomi dalam perancangan stasiun kerja 3. Pembahasan 2.1 Definisi Ergonomi. Kehidupan manusia masa lampau disaat kebanyakan dari mereka masih hidup dalam lingkungan alam yang asli ( natural environment). Perubahan waktu, walaupun secara perlahan lahan telah merubah manusia dari keadaan primitif / tradisional menjadi manusia yang berbudaya/modern. Disini manusia berusaha mengadaptasikan dirinya menurut situasi dan kondisi lingkungannya. Hal ini terlihat pada perubahan rancangan peralatan yang dipergunakan manusia untuk menaklukan alam lingkungannya. Tujuan pokok manusia untuk selalu mengadakan perubahan rancangan peralatan yang dipakai adalah untuk memudahkan dan mengenakan penggunaannya. Disiplin keilmuan, lahir dan berkembang, sekitar pertengahan abad ke 20 (1960) ini, yang berkaitan dengan perancangan peralatan dan fasilitas kerja yang memperhatikan aspek-aspek manusiasebagai pemakainya, dikenal kemudin dengan nama ergonomi. Istilah Ergonomi berasal dari bahasa latin (Yunani) yaitu Ergo berarti kerja dan Nomos yang berarti Hukum Alam, sehingga Ergonomi dapat diartikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan. Selain itu Ergonomi juga Program Studi Teknik Industri UWP 46

49 berhubungan dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyaman atau kemudahan manusia baik di tempat kerja, di rumah maupun di tempat lainnya. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem di mana manusia, fasilitas kerja di lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utamanya yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Menurut seorang ilmuwan bernama DR. Roger W. Pease Jr. (Sander & Cormick, 1987) merekomendasikan defini dari ergonomi sebagai berikut: Ergonomi adalah suatu aplikasi ilmu pengetahuan yang memperhatikan karakteristik manusia yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan dan penataan sesuatu yang digunakan, sehingga antara manusia dengan benda yang digunakan tersebut terjadi interaksi yang lebih efektif dan nyaman. Dan menurut Prof. A. Manuaba, 1992, ergonomi didefinisikan sebagai ilmu teknologi dan seni yang berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia untuk menciptakan kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien agar dapat dicapai produktivitas kerja yang maksimum. Maksud dan tujuan dari disiplin ergonomi adalah mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan teknologi dan produknya, sehingga dimungkinkan adanya suatu rancangan sistem manusia dengan mesin yang optimal. Kegunaan dari penerapan ergonomi adalah untuk : Memperbaiki performasi kerja (menambah kecepatan kerja, keakuratan, keselamatan kerja dan mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi kelelahan). Memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia melalui peningkatan ketrampilan yang diperlukan Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan human error Memperbaiki kenyamanan manusia dalam kerja Disiplin Human Factor (faktor manusia) dalam ergonomi mempunyai definisi sebagai berikut (Sander & Cormick, 1987) : Human Factor Engineering adalah pengetahuan tentang manusia, keterbatasan, kelebihan dan karakterisitik manusia lainnya yang relevan dalam suatu perancangan. Dengan mengaplikasikan aspek-aspek ergonomi atau Human Factor Engineering, maka dengan memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dapat dirancang sebuah stasiun kerja yang bisa dioperasikan oleh rata-rata Program Studi Teknik Industri UWP 47

50 manusia sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik. Dalam arti dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui aktivitas tersebut dengan efektif, efisien, aman dan nyaman. Memang banyak bidang ilmu juga memiliki kaitan dengan isu-isu ini, tetapi ergonomi memiliki perspektif khusus, sesuai dengan naluri/insting manusia sejak beribu-ribu tahun yang lalu yaitu mencari cara terbaik untuk mengorganiasi aktivitas manusia agar mampu berproduksi dengan lebih efisien dan produktif, bisa meningkatkan kesejahteraan, cukup dalam penyediaan makanan, baju, rumah, dan lain sebagainya. Dari diuraikan singkat diatas maka dapat ditarik beberapa pokok-pokok kesimpulan mengenai disiplin ergonomi, yaitu sebagai berikut : a. Fokus perhatian dari ergonomi ialah berkaitan erat dengan aspek-aspek manusia di dalam perencanaan man-made objects dan lingkungan kerja. Pendekatan ergonomi akan ditekankan pada penelitian kemampuan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun mental psikologis dan intraksinya dalam sistem manusia-mesin yang integral. Secara sistematis pendekatn ergonomi kemudian akan memanfaatkan informasi tersebut untuk tujuan rancang bangun, sehingga akan tercipta produk, sistem atau lingkungan kerja yang lebih sesuai dengan manusia. Pada giliran rancangan yang ergonomis akan dapt meningkatkan efisien, efektifitas dan produktifitas kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok, aman, nyaman dan sehat. b. Ergonomi didefinisikan sebagai a discipline concernid with designing manmade objects (equipmens) so that people can use them effectively and savely and creating environments suitable for human living and work, Dengan demikian jelas bahwa pendekatan ergonomi akan mampu menimbulkan functional effectiveness dan kenikmatan-kenikmatan pemakai dari peralatan fasilitas maupun lingkungan kerja yang dirancang. c. Maksud dan tujuan utama dari pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki perfomans kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja, accuracy, keselamatan kerja disamping untuk mengurangi enersi kerja yang berlebihan serta mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat. Disamping itu disiplin ergonomi diharapkan pula mampu memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia serta meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia (human errors). Manusia Program Studi Teknik Industri UWP 48

51 adalah manusia bukannya mesin! Mesin tidaklah seharusnya mengatur kerja manusia, untuk itu bebanilah manusia (operator / pekerja) dengan tugastugas yang manusiawi. d. Pendekatan khusus yang ada dalam disiplin ergonomi aplikasi yang sistematis dari segala informasi yang relavan yang berkaitan dengan karakteristik dan perilaku manusia di dalam perancangan peralatan, fasilitas dan lingkungan kerja yang dipakai. Untuk ini analisis dan penelitian ergonomi akan meliputi hal-hal yang berkaitan dengan : Anatomi (struktur), fisiologi (bekerjanya) mengenai berfungsinya otak dan anthropometri (ukuran) tubuh manusia. Psikologi yang fisiologi mengenai berfungsinya otak dan sistem syaraf yang berperan dalm tingkah laku manusia. Kondisi-kondisi kerja yang dapat mencederai baik dalm waktu yang pendek maupun panjang ataupun membuat celaka manusia; dan sebaliknya ialah kondisi-kondisi kerja yang dapat membuat nyaman kerja manusia. Denagn memperhatikan hal-hal tersebut maka penelitian dan pengembangan ergonomi akan memerlukan dukungan berbagai disiplin keilmuan seperti psikologi, anthropologi faal/anatomi dan teknologi (engineering) Pendekatan Ergonomis dalam perancangan stasiun kerja Secara ideal, perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin / peralatan dan lingkungan fisik kerja. Berkaitan dengan perancangan stasiun kerja aspek ergonomi yang harus di pertimbangkan adalah : a. Sikap dan posisi kerja Secara ideal, perancangan tempat kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin / peralatan dan lingkungan fisik kerja. Dimensi ruang kerja di pengaruhi oleh situasi fisik dan situasi kerja yang ada. Dalam menentukan dimensi ruang kerja perlu di perhatikan jarak jangkau yang bisa dilakukan oleh operator, batasan-batasan ruang yang enak dan cukup Program Studi Teknik Industri UWP 49

52 memberikan keleluasaan gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan Untuk mendefinisikan batasan-batasan daerah kerja horizontal diperlukan untuk memastikan bahwa material atau alat kontrol tidak dapat ditempatkan bergitu saja diluar jangkauan tangan. Batasan-batasan jangkauan tangan harizontal hapir seluruhnya ada kendala, karena semua bangku kerja material dan beralatan lainnya disusun pada sebuah permukaan yang horizontal. Batasan operator semakin meningkat, jika operator mengendalikan beberapa macam gerakan tubuh, misalnya operator duduk yang menghindari gangguan keseimbangan pada saat menjangkau, bahkan jika berdiri jangkauan kedepan dibatasi oleh pinggiran bangku, hal ini akan dapat mengganggu keadaan badan dan menimbulkan tekanan pada pungkung. Dalam buku RM Barnas (Motion and Time Study ) mendefinisikan daerah kerja Normal dan Maksimum dengan batasan yang ditentukan oleh ruang tengah jari (mid point of fingers) sebagai berikut : Daerah Normal Lengan bawah yang berputar pada bidang horizontal dengan siku tetap. Daerah Maksimum Lengan direntangkan keluar dan diputar sekitar bahu. Para peneliti menyadari bahwa tidak realistis jika kedudukan siku diasumsikan supaya tetap, sehingga batasan-batasan tersebut tidak berupa lengkungan - lengkungan. Mereka juga percaya bahwa para pekerja cendurung duduk atau berdiri tidak dekat dengan pinggiran bangku. Mereka menjelaskan bahwa batas dengan sebuah persamaan yang meliputi pengukuran statis dari panjang lengan dan posisi bangku. Jelasnya kerja seharusnya dibatasi sampai dengan wilayah kerja normal jika mungkin hindarkan kebutuhan untuk menaikkan lengan sebisa mungkin. Untuk menjaga agar pekerjaan tetap berada dalam wilayah kerja yang normal, maka tidak cukup dengan mengoptimalkan lay-out tempat kerja. Namun demikian lay-out tersebut seharusnya juga menghasilkan posisi anatomi alami yang baik. Lay-out yang memposisikan tetap untuk tangan kanan dengan pergelangan tangan yang bervariasi, ini merupakan penyimpangan dan memberikan kesan bahwa bangku yang terlalu tinggi adalah suatu masalah yang akan dipertimbangkan. Program Studi Teknik Industri UWP 50

53 Gambar 5.1. Dimensi area kerja normal dan maksimum Sumber : Barnes, Ralph M, Motion and Time Study. Design and Measurement of Work, Secara ringkasnya bahwa : * Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. * Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan. * Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada dan kaki berada dalam sikap atau posisi miring. * Operator tidak seharusnya di paksa bekerja dalam frekuensi waktu yang lama dengan tangan / lengan berada dalam posisi di atas level siku yang normal. b. Anthropometri dan Dimensi Ruang Kerja Anthropometri merupakan studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia yang secara luas dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk merancang produk ataupun sistem kerja yang melibatkan manusia. Perancangan produk harus Program Studi Teknik Industri UWP 51

54 mampu mengakomodasikan populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut. Sekurang-kurangnya 90% - 95% dari populasi dalam kelompok pemakai harus dapat menggunakannya dan didekati dengan distribusi normal. Dimensi ruang kerja di pengaruhi oleh situasi fisik dan situasi kerja yang ada. Dalam menentukan dimensi ruang kerja perlu di perhatikan jarak jangkau yang bisa dilakukan oleh operator, batasan-batasan ruang yang enak dan cukup memberikan keleluasaan gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan tertentu. Perancangan tempat kerja pada dasarnya merupakan suatu aplikasi data antropometri, tetapi masih memerlukan dimensi fungsional yang tidak terdapat pada data statis. Dimensi-dimensi tersebut lebih baik didapat dengan cara pengukuran langsung dari pada data statis. Misalnya gerakan menjangkau dan gerakan lain-lain yang sukar didefinikan. c. Pengaruh ukuran kursi kerja Pertimbangan untuk ukuran kursi kerja yang sering menjadi masalah adalah ketinggian kursi. Ada dua macam dasar untuk menentukan ketinggian permukaan kerja yaitu : (1). Bangku atau mesin yang tepat untuk bekerja sambil berdiri. ( walaupun berdiri dan duduk bergantian adalah suatu hal yang mungkin dan diikuti dengan tersedianya kursi yang sesuai ) (2). Bangku atau kursi yang disesuaikan hanya untuk pekerjaan sambil duduk. Prinsip yang diterapkan untuk ketinggian permukaan kerja : Hindari beban otot yang terlalu berat yang disebabkan oleh lengan atas yang disampingkan terlalu tinggi. ( dalam pekerjaan keyboard, pergeseran lengan atas sering terjadi akan menyebabkan timbulnya kaharusan untuk deviasi ulnar yaitu penyimpangan pergelangan tangan kearah kelingking ) Hindari tekanan tajam pada sisi lengan dengan bagian bawah dari pinggiran bangku, jika permukaan tempat kerja terlalu tinggi. Hindari posisi membungkuk secara terus menerus jika permukaan tempat kerja terlalu rendah. Operator seharusnya bekerja dalam posisi tegak, dengan lengan atas dalam posisi santai dan dalam posisi vertikal yang dekat dengan meja, dan lengan bawah dimiringkan sedikit dari kedudukan horizontal. Hal ini dapat dicapai jika ketinggian tempat kerja kirakira 5 cm dibawah tinggi siku operator tentunya akan menimbulkan pertanyaan tetang Program Studi Teknik Industri UWP 52

55 percentil dari tinggi atau panjang siku yang digunakan. Masalah lain yang timbul adalah jika ada suatu populasi campuran yang terdiri dari pria dan wanita. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut sebagai berikut : (a). Gunakan dimensi rata-rata dari ketinggian siku, hal ini dapat menimbulkan ketidak nyamanan atau gangguan diantara populasi yang digunakan dan merupakan penyelesaian yang kurang bagus. (b). Perancangan untuk percentil 95 dan diberikan plat-form lantai untuk operator yang lebih kecil, tatapi ini dapat menimbulkan masalah baru dan sukar untuk mengatasinya. (c). Perancangan untuk percentil 5 dan menambah tinggi bangku untuk operator yang lebih besar, tetapi hal ini mengurangi keleluasaan duduk pada bangku sebab hilangnya ruang gerak untuk lutut. (d). Rancanglah suatu pengatur (adjustment), hal ini umum untuk meja-meja kantor dan sistem produk yang komersial juga tersedia untuk bangku-bangku kerja dengan sistem pengatur. (e). Rancanglah suatu kursi yang tingginya pada ketinggian yang dapat disesuaikan (adjustable height) dan sandaran kaki yang dapat disetel. Untuk tempat kerja yang dekat dengan operator, tinggi bangku dapat dibuat dengan ekstra tinggi yang sesuai. Sedangkan bangku yang lebih rendah adalah untuk pekerjaan yang berat, tetapi bangku yang standar didasarkan pada panjang siku pada umumnya, dengan perkiraan bahwa penyesesuaian akan dapat dicapai. Masalah pemilihan tinggi bangku dilantar belakangi oleh sejumlah studi (lihat tabel). Beberapa rekomendasi untuk tinggi bangku (standing work) Sumber Data Wanita Pria R. Farley (1985) H. Dreyfuss (1967) E. Grandjean (1980) (untuk kerja ringan) Standar Australia (general purpose) Sebuah operasi penggabungan yang sederhana ditunjukan bahwa ada tiga perbedaan tinggi bangku kerja oleh sejumlah operator. Operator dalam percobaan tersebut mempunyai Program Studi Teknik Industri UWP 53

56 panjang siku antara 965 mm sampai 1143 mm dan tinggi meja yang disesuaikan untuk meletakkan pekerjaan dibedakan menjadi 3 bagian sebagai berikut : 50 mm diatas siku 50 mm dibawah siku 150 mm dibawah siku Rata-rata proses produksi diukur pada setiap posisi dengan operator yang berbeda dan dalam analisa variansi ketinggian tersebut diubah menjadi berbagai macam ketinggian berarti. Yang paling baik adalah 50 mm dibawah siku, jika 50 mm diatas siku mengurangi produksi sekitar 1 %. jika 150 mm dibawah siku menyebabkan produksi berkurang sekitar 2,8 % Buku Acuan : 1. Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, ITB, Bandung 2. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 3. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and Institutions, Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, Michigan. 4. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. 5. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN, Surabaya. Program Studi Teknik Industri UWP 54

57 BAB V I Analisa & Perancangan Kerja 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami mengenai Anthropometri 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Definisi Anthropometri 2.2. Sumber Variabilitas 2.3. Data Anthropometri 2.4. Penerapan Data Anthropometri 3. Pembahasan 2.1. Anthropometri Istilah anthropometri berasal dari anthro yang berarti manusia dan metri yang berarti ukuran. Anthropometri menurut stevenson(1989) dan Nurmianto (1991) adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, usuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penangan masalah design. Anthropometri merupakan studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia yang secara luas dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk merancang produk ataupun sistem kerja yang melibatkan manusia. Perancangan produk harus mampu mengakomodasikan populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut. Mengenai data anthropometri anggota tubuh yang diukur dariberbagai negara dapat dilihat pada tabel & gambar 1.1 Program Studi Teknik Industri UWP 55

58 Gambar 1.1. Anthropometri tubuh manusia yang diukur dimensinya (Sumber data : Nurmianto, 1998) Keterangan : 1 = Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala) 2 = Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak 3 = Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak 4 = Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus) 5 = Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan) 6 = Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat sampai dengan kepala) 7 = Tinggi mata dalam posisi duduk 8 = Tinggi bahu dalam posisi duduk 9 = Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus) 10 = Tebal atau lebar paha 11 = Panjang paha yang diukur dari pantat sampai ujung lutut 12 = Panjang paha yang diukur dari pantat sampai bagian belakang dari lutut/betis 13 = Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri maupun duduk Program Studi Teknik Industri UWP 56

59 14 = Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai paha 15 = Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi breidri maupun duduk) 16 = Lebar pinggul/pantat 17 = Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak dalam gambar) 18 = Lebar perut 19 = Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus 20 = Lebar kepala 21 = Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari 22 = Lebar telapak tangan 23 = Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar) 24 = Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertical) 26 = Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan. Pengukuran tersebut adalah relatif mudah untuk didapat jika diaplikasikan data perseorangan. Akan tetapi jika semakin banyak jumlah manusia yang diukur dimensi tubuhnya maka akan semakin kelihatan betapa besar variasinya antara satu tubuh dengan tubuh lainnya, baik secara keseluruhan tubuh maupun persegmennya. Untuk mendapatkan data yang teliti mungkin dibutuhkan beberapa alternatif jawaban dari beberapa pertanyaan berikut ini : berapa besar jumlah sample yang harus diukur?. apakah sample tersebut hanya terbatas pada kalangan masyarakat tertentu saja?. apakah data yang didapat nanti akan dapat diterapkan pada jenis populasi masyarakat tertentu yang lain? 2.2. Sumber variabilitas Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain dikarenakan oleh faktorrfaktor sebagai berikut (Nurmianto, 1991) : Jenis kelamin Program Studi Teknik Industri UWP 57

60 Untuk kebanyak dimensi tubuh pria dan wanita ada perbedaan yang segnifikan diantara rata-rata dan nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Pria dianggap lebih panjang dimensi segmen badannya daripada wanita. Oleh karena nya data antropomentri untuk kedua jenis kelamin tersebut selalu disajikan secara terpisah. Usia Digolongkan atas beberapa kelompok usia yaitu : Balita, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia. Antropomentri nya akan cendrung terus meningkat sampai batas usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia mempunyai kecenderungan untuk menurun, yang antara lain disebabkan oleh kekurangan elestisitas tulang belakang, selain itu juga berkurangnya dinamika gerakan tangan dan kaki. Suku bangsa Variasi diantara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang tidak kala pentingnya. Misalnya orang eropa, asia, afrika atau lebih nampak lagi antara negara yang mewakili suku bangsa, misalnya jepang, inggris, arab dan lainnya. Faktor yang lainnya : Kehamilan (wanita) Faktor ini sudah jelas akan mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Cacat tubuh secara fisik Akibat cacat fisik mengakibatkan keterbatasan gerak., sehingga segmen tubuh mungkin terjadi suatu perbedaan dimensinya. Ada fasilitas yang dibangun atau dirancang karena memperhatikan para penderita cacat fisik. Pakaian Hal ini juga merupakan variabilitas yang disebabkan oleh variasi musim yang berbeda dari satu tempat. Misalnya pada waktu musim dingin akan memakai pakaian yang lebih tebal. 2.3 Data Antropometri Dimensi tubuh yang umum digunakan seperti pada tabel yang dibuat Stevenson,1989, dengan memberikan data pada berbagai kelompok usia dan antar bangsa. Penerapan antropomentri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai mean (rata-rata) dan standar deviasi (penyimpangan) dari suatu distribusi normal. Adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai mean dan standar deviasi (SD). Sedangkan Program Studi Teknik Industri UWP 58

61 percentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut. Misal 95 % populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 percentil, sedangkan 5 % populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 5 percentil. Dalam pokok bahasan antropomentri, 95 percentil menunjukan tubuh berukuran besar, sedangkan 5 percentil menunjukan tubuh berukuran kecil. Besarnya nilai percentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi normal. Distribusi normal dan perhitungan percentil, sumber data Nurmianto 1991, seperti tabel dibawah ini. Percentile Calculation 1 st 2,5 th 5 th 10 th 50 th 90 th 95 th 97,5 th 99 th X - 2,323 σ X - 1,960 σ X - 1,645 σ X - 1,280 σ X X + 1,280 σ X + 1,645 σ X + 1,960 σ X + 2,323 σ Contoh perhitungan : Tinggi badan wanita dewasa (Hongkong) yang berusia antara tahun adalah ter distribusi normal dengan mean x adalah 1680 mm dan SD adalah 58 mm. Berapa tinggi pada 95 percentil dan pada 5 percentil dari populasi tersebut. Penyelesaian : Dari rumus diatas didapat bahwa untuk 95 percentil adalah : = X + 1,645 σ = ,645 ( 58 ) = 1775,41 mm Dari rumus diatas didapat bahwa untuk 5 percentil adalah : = X - 1,645 σ = ,645 ( 58 ) = 1584,59 mm Program Studi Teknik Industri UWP 59

62 Selain dimensi individu dari masing-masing segmen tubuh yang telah ditabelkan sebelumnya dan juga tidak seorangpun yang mempunyai nilai persentil sama untuk semua dimensi segmen tubuh. Akan tetapi dimensi individual yang bervariasi tersebut berintraksi dalam suatu bentuk perancangan tempat kerja yang komplek, jadi dapat dikatakan bahwa manfaat dengan dipunyainya berbagai macam kombinasi untuk semua dimensi. Jika dimensi segmen tubuh yang diperlukan untuk perancangan belum tersedia dalam tabel, maka kita dapat mencari dengan cara menghitung secara teliti dari dimensi lain yang telah diketahui. Seperti contoh, kita ingin menghitung jarak jangkauan genggam kedepan, maka kita dapat mengukur dari depan perut, bukan dari punggung. Jika kita namakan dimensi ini adalah, maka X k X 26 X18 X k = = 510 mm. X k Akan tetapi terdapat kesalahan jika kita menghitung percentile X k dengan cara menguranginya dari percentile dimensi 26 dan percentile dimensi 18. Metode yang benar adalah dengan cara memperkirakan nilai standar deviasi dari dimensi yang baru dan kemudian menghitung percentilenya dengan cara seperti diatas. Adapun nilai standar deviasi tersebut dapat diperkirakan dengan menggunakan koefisien variansi yang telah diperkirakan relatif terhadap sejumlah dimensi yang lain. x Koefisien variansi ( v ) didefinisikan v.100% X Adapun nilai v yang direkomendasikan oleh J.A. Roebuck, untuk berbagai macam kelompok dimensi tubuh tersebut, seperti tabel berikut : Macam Dimensi Koef.Var, v % Anggota tubuh memanjang (tinggi badan, 3,7 tinggi duduk, tinggi mata ) Anggota tubuh memanjang ( yang lebih 4,6 pendek ) Lebar tubuh ( lebar pinggung, lebar bahu ) 5,9 Tebal tubuh ( tebal dada, tebal perut ) 8,8 Usuran kepala ( panjang, lebar kepala ) 3,5 Program Studi Teknik Industri UWP 60

63 Jika dibahas lagi variable X k, nilai v yang mana yang akan dipakai untuk memperkirakan standar debíais (SD). Karena dalam hal ini yang berkepentingan adalah lebar perut, maka kita pilih diatas. Dengan menggunakan rumus v.100% X koefisien variansi sebesar 8,8 % dari tabel x, maka SD = _ x v. X, sehingga didapat SD = 8,8/100 x(510) = 44,9 mm ~ 45 mm dan untuk nilai 5 percentile di dapat = X k - 1,645.SD = 510 1,645 ( 45 ) = 436 mm. Sekiranya belum ada statu data antropometri untuk populasi yang tersedia, maka perkiraan untuk dimensi yang belum diketahui dapat dibuat dengan mengasumísikan bahwa masing-masing dimensi adalah sebanding dengan dimensi yang telah diketahui. Caranya adalah dengan perhitungan relatif terhadap proposional dimensi. Jadi data yang paling baik adalah didapat dari pengukuran langsung terhadap dimensi tubuh yang diingini dengan menggunakan populasi yang sesuai. 2.4 Penerapan data Anthropometri Penggunaan data antropometri dalam penerapan perancangan produk atau tempat kerja perlu diperhatian dimensi yang hipotesis yaitu menganggap bahwa semua dimensi adalah merupakan rata-rata. Walaupun hanya penggunaan satu dimensi saja, seperti misalnya jangkauan kedepan, maka penggunaan rata-rata (50 percentil) dalam penyesuaian pemasangan alat control akan menghasilkan bahwa 50 % populasi akan tidak mampu menjangkaunya. Selain dari itu, jika seseorang mempunyai dimensi rata-rata populasi, katakanlah tinggi badan, maka belum tentu bahwa dia berada pada rata-rata populasi untuk dimensi lainnya. Contoh perancangan dengan menggunakan data antropometri statis, misalnya rancangan tinggi pintu, dalam perancangan ini cukup beralasan jika menggunakan 99 percentil populasi pria yang diperkirakan akan menggunakan pintu tersebut. Dan hal ini hanya akan mengakibatkan 1 % populasi pria yang terantuk pada saat melewati pintu tersebut. Dengan menggunakan data tabel 5.1 untuk orang Inggris, dengan dimensi nomor satut (1) tinggi tubuh posisi tegak (x) = 1740 mm dan SD = 70 mm. Nilai 99 percentil tersebut adalah mengaplikasikan rumus = X + 2,325 SD. = (2,325 x 70) = 1903 mm. Perlu juga adanya penambahan kelonggaran dinamis (dynamic clearance), karena tinggi badan masusia akan relatif bertambah jika berlari yang disebut sebagai pengaruh dinamis ( dynamic effect ) dan kemungkinan penambahan penggunaan Program Studi Teknik Industri UWP 61

64 alat (asesoris) misalnya topi, sepetu. Jika kelonggaran dinamis = 50 mm, tinggi topi = 50 mm dan tinggi sepatu = 30 mm. Sehingga total tinggi pintu = = 2033 mm. Ini adalah tinggi pintu yang sesuai dengan perancangan riil. Sedangkan Standard British tinggi pintu adalah 2040 mm. Coba saudara buat rancangan untuk lebar pintu?. Perancangan kursi kerja harus dikaitkan dengan jenis pekerjaan, posture yang diakibatkan, gaya yang dibutuhkan, arah visual (pandangan mata), kebutuhan akan perlunya perubahan posisi (posture). Kursi tersebut haruslah terintegrasi dengan bangku atau meja yang sering dipakai. Kursi untuk kerja dengan posisi duduk adalah dirancang dengan metoda floor up yaitu dengan berawal pada permukaan lantai, untuk menghindari adanya tekanan dibawah paha. Setelah ketinggian kursi didapat kemudian haruslah menentukan ketinggian meja kerja yang sesuai dan konsisten dengan ruang yang diperlukan untuk paha dan lutut. Jika meja dirancang untuk tetap (tidak dapat dinaik-turunkan), maka perancangan kursi hendaknya dapat dinaik-turunkan sesuai dengan ketinggian meja, sehingga perlu adanya sandaran kaki. Suatu studi yang dilakukan oleh Joan S. ward, studi ditunjukan untuk mengetahui ketinggian permukaan kerja yang optimum untuk suatu dapur. Ketinggian sampling sejumlah ibu-ibu rumah tangga menunjukan bahwa 23 % waktu mereka dihabiskan didapur, 34 % di wastafel dan tempat cuci, 14 % dipermukaan meja kerja, 14 % dimeja, 13 % ditungku kompor. Fleksibilitas dan penyesuaian yang didapat dalam rentang sebagai berikut : Wastafel (sink) : mm Permukaan meja kerja ( work top) : mm Permukaan meja setrika : mm Permukaan kompor (stove) : mm Sangat sulit untuk memakai rekomendasi diatas, namun untuk meja setrika ketinggiannya dapat disesuaikan. Pendekatan yang digunakan oleh E. Grandjean (fitting the task to the man, Taylor & Francis Press,1986), yakni untuk menjamin cukup ruang bagi lutut orang dewasa, maka direkomendasikan mengambil 95 th persentil dariukuran telapak kaki sampai puncak lutut (tinggi lutut) dan menambahkan kelonggaran sebagai berikut : Laki-laki : (sepatu) + 25 (kelonggaran) = 685 mm Wanita : (sepatu) + 25 (kelonggaran) = 645 mm Program Studi Teknik Industri UWP 62

65 Penambahan 40 mm untuk ketebalan puncak atas meja (kadang-kadang banyak meja yang lebih tebal) memberikan tinggi permukaan kerja yang seharusnya memberikan keleluasaan bagi gerak lutut orang dewasa. Penambahan tersebut adalah sebagai berikut : Laki-laki = 680 mm, Wanita = 645 mm. Dari tabel antropometri (5.1) diketahui tinggi rata-rata dari siku diatas lantai jika duduk : dimensi 14 + dimensi 9 = = 685 mm ( laki-laki) atau = 635 mm ( wanita). Dengan mengasumsikan suatu koefisien variasi dari 4,5 %, 95 percenstil, maka dihitung sbb : (1,645 x 0,045 x 685) = 736 mm ( laki-laki ) 635+ (1,645 x 0,045 x 635) = 682 mm ( wanita ) Dengan menambahkan hak sepatu (shoe heel) 25 mm untuk pria dan 40 mm untuk wanita, maka 95 persentil tinggi siku adalah : 761 mm pria dan 722 wanita. Problem utama yang timbul dari kursi tinggi adalah terbatasnya gerak untuk lutut. Perancangan ulang untuk kursi yang memiliki ruang lutut lebih diinginkan. Sebuah sandaran kaki merupakan bagian yang paling penting dari suatu kursi tinggi, tanpa sandaran kaki tersebut, beban kaki bagian bawah akan dipindahkan pada sisi dalam dari lipatan paha. Untuk memberikan keleluasaan ruang posisi sandaran kaki yang seharusnya pula dibuat pada kerangka bangku tersebut. Sandaran kaki seharusnya dapat disetel untuk tinggi yang tidak tergantung pada tinggi tempat duduk, untuk panjang kaki yang lebih rendah. Kebanggaan orang adalah dengan memiliki kursi yang bisa disetel dan mempunyai sandaran kaki. Untuk memberikan pengertian yang mudah dari posisinya lebih baik menghindari sandaran kaki dan hal ini dapat dicapai dengan membuat tinggi meja yang dapat disetel. Untuk membaca dan menulis, orang biasanya mengistirahatkan lengan pada meja sehingga perlu permukaan yang lebih tinggi. Grandjean memberi nilai antara mm untuk laki-laki dan mm untuk wanita. Para operator menegakkan lengan diatas permukaan horizontal untuk jenis permukaan kerja yang terlalu tinggi dan menghasilkan penglihatan mata yang bagus. Hal ini dapat dikurangi dengan pembuatan sandaran lengan yang terbuat dari bantalan sepanjang sisi depan bangku. Fungsinya adalah dapat mengurangi benturan dengan sisi yang tajam dan mengurangi kerja otot statis. Kadangkala memang tidah mudah mencari alternatif penyelesaian konflik yang timbul antara permukaan kerja yang terlalu tinggi dengan perlihatan yang baik serta meletakkan tangan dengan rendah untuk mengurangi kelelahan. Program Studi Teknik Industri UWP 63

66 Buku Acuan : 1. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 2. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and Institutions, Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, Michigan. 3. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. 4. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN, Surabaya. Program Studi Teknik Industri UWP 64

67 BAB V II Analisa & Perancangan Kerja 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami yang berkaitan dengan pengertian, pengukuran produktivitas kerja dan indeks produktivitas. 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Pengertian Produktivitas 2.2. Pengukuran Produktivitas 2.3. Indeks Produktivitas 3. Pembahasan 2.1. Pengertian Produktivitas Produktivitas pada dasarnya merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa menciptakan lebih banyak barang atau jasa bagi kebutuhan manusia, dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Untuk mencapai tingkat produktivitas yang optimal, maka perlu dilakukan melalui pendekatan multidisipliner yang melibatkan semua usaha, keahlian, modal, teknologi, manajemen, informasi dan sumber-sumber daya lainnya secara terpadu untuk melakukan perbaikan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia. Kata yang terkait dengan produktivitas adalah : Efektif : Merupakan serangkaian kegiatan yang harus dilakukan secara tepat dan sebaikbaiknya, serta memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Efisien: Tuntutan untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya (memaksimalkan output, pendapat atau profit, dan meminimalkan input atau biaya, limbah serta dampak negatif). Program Studi Teknik Industri UWP 65

68 Konsep umum produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input) persatuan waktu. Perbandingan antara output dengan sumber-sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output. Perbandingan antara : Output = Input Perbandingan antara : Nilai tambah = Sumber yang terpakai Produktifitas penciptaan nilai ekonomis. Biasa dihubungkan dengan keefektifan buruh Output Produktifitas = Unit waktu Produktifitas = Output Jam kerja buruh Prinsip produktifitas : 1. Hari ini lebih baik dari hari kemaren 2. Tidakk ada cara terbaik. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas : * Keefektifan buruh dan efisiensi operasi mesin * Perlengkapan dan fasilitas * Keekonomisan penggunaan material Peningkatan produktifitas memungkinkan untuk : * Membayar gaji pegawai dengan baik Program Studi Teknik Industri UWP 66

69 * Memuaskan pemilik deviden * Menjual produkk dan jasa pada harga yang rendah * Meningkatkan standard hidup dan mengurangi inflasi. Dengan adanya perkembangan teknologi peningkatan produktifitas. * Pekerjaan fisik yang berat dan operasi yang berulang dilakukan mesin. * Lingkungan kerja yang diperbaiki * Operator sering hanya menjadi seorang manajer Pengukuran Produktivitas Pengukuran produktivitas secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1). Produktivitas Total, adalah perbadingan antara total keluaran dengan total masukan persatuan waktu. Dalam perhitungan Produktivitas Total, semua faktor masukan (tenaga kerja, kapital, bahan energi) terhadap total keluaran harus diperhitungkan. 2). Produktivitas Parsial, adalah perbadingan dari keluaran dengan satu jenis masukan persatuan waktu, seperti upah tenaga kerja, bahan, energi dll. Produktivitas atas bila rasio output dan input dapat dengan : Output tetap Input berkurang atau Output bertambah Input berkurang Caranya : 1. Turunkan biaya cara yang cepat dan tradisional output tetap input. * Mengurangi biaya energi dan biaya pendidikan * Mengurangi iklan * Biaya riset dan pengembangan * Menunda pemeliharaan jam rusak mesin * Sekretariatan dapat juga dengan tenaga kerja. * Cara yang baik untuk menurunkan biaya produksi : - Merancang produkk yang mudah untuk dibuat. Program Studi Teknik Industri UWP 67

70 - Mendayagunakan sumber daya manusia dengan kombinasi jabatan, training, dsb. 2. Usahakan perkembangan * Output lebih besar dan input lebih kecil * Dengan perbaikan teknologi, pengembangan modal, perancangan sistem, pelatihan dan pengorganisasian. 3. Bekerja lebih cerdik * Output naik, input tetap * Dengan desain produk dan desain proses yang lebih baik 4. Menurut output dan input * Output lebih kecil dan input lebih besar * Menghapus jenis fasilitas, biaya tenaga kerja dan kegiatan serta aktifitas yang tidak produktif. 5. Bekerja lebih efektif * Output input * Dapat mengurangi cacat produksi, harga produk tidakk turun, faktor manusia naik. * Atau dengan - Analisa biaya - Perancangan produk - Penjadwalan produksi yang lebih baik Peningkatan produktifitas akan terlaksana bila didukung oleh sistem manajemen yang baik dan tenaga kerja yang termotivasi untuk maju, juga memperhatikan pengaruh teknologi dan mekanisasi. Sistem manajemen yang baik : * Planning : dalam bisnis dan operasional target * Organizing : dalam pengorganisasian, manusia dan pekerjaan hasil optimal * Controlling : - Menentukan standard - Mengukur prestasi - Memperbaiki deviasi, prestasi dan standard. Bila penggunakan energi sudah mamksimal perlu bekerja lebih cerdik Hubungan Motion & Time Study dengan produktifitas: * Mengurangi kerja yang tidak perlu Program Studi Teknik Industri UWP 68

71 * Merancang metode dan prosedur yang paling efektif. * Dengan pengukuran kerjanya. Produktifitas rendah perusahaan, tidak mampu menjual produk yang kompetitif dengan harga rendah, produk tidak laku perusahaan rugi, pemutusan hubungan kerja dengan karyawan. Tenaga kerja merupakan faktor pengukur produktifitas, karena : 1. Biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja 2. Masukan pada sumber daya manusia lebih mudah dihitung 3. Kemajuan teknologi berkembang dari faktor tenaga kerja. Metode untuk meningkatkan produktifitas 1. Mengganti usaha/tenaga manusia dengan mesin 2. Menyempurnakan metode kerja 3. Menghilangkan praktek-praktek yang tidak produktif 4. Menyempurnakan manusia personalia Untuk menyerpurnakan manusia personalia, memotivasi sistem kerja, penyelenggaraan perangsang keuangan : dengan imbalan dan tunjangan, Teori kebutuhan Maslow. Untuk setiap tingkat kebutuhan, diperlukan bentuk imbalan yang berbeda, perlu adanya kebijaksanaan perusahaan. Hal ini mungkin dengan memperbaiki : Metode kerja Peralatan kerja Aspek Manajemen Aspekk Teknologi Aspek Manusia Program Studi Teknik Industri UWP 69

72 Kasus 1. Pada tahun 2005 dan 2006, PT Jenang Merah menghasilkan produksi berturut-turut sebesar kg dan roti kering. Sumberdaya yang digunakan perusahaan dalam dua tahun tersebut adalah sebagai berikut: Masukan Tepung terigu (Kg) Tenaga kerja (jam-orang) Listrik (kva) Harga/biaya sumberdaya yang digunakan pada tahun 2005 dan 2006 adalah sama atau tetap, yakni: Harga tepung terigu = Rp ,-/Kg, Biaya tenaga kerja = Rp ,-/kg jam, dan Biaya listrik = Rp /kVA Tingkat produktivitas total tahunan adalah : Tahun 2005 = = 200 Kg/juta rupiah 40(1) + 10(6) + 8(5) Tahun 2006 = = 209,6 Kg/juta rupiah 50(1) + 12(6) + 9(5 Produktivitas total tahun 2006, dihitung berdasarkan harga konstan tahun Selama periode terjadi kenaikan produktivitas dari 200 menjadi 209,6 kg/juta rupiah, atau sebesar: {(209,6-200) / 200 } x 100% = 4,8 % Program Studi Teknik Industri UWP 70

73 Kasus 2. Produktivitas parsial yang paling banyak diamati adalah produktivitas tenaga kerja. Salah satu faktor penting yang paling memperngaruhi tingkatproduktivitas tenaga kerja adalah perubahan teknologi. Pertumbuhan teknologi yang tinggi apabila faktor lain tetap akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang tinggi pula. Misal: bagian produksi dari PT. Telectra, suatu perusahaan membuat pesawat telepon. Rata-rata berhasil merakit 800 set pesawat telepon per hari pada tahun Apabila jumlah tenaga kerja pada bagian itu sebanyak 80 orang, maka: Produktivitas tng. kerja = 800 unit/hari = 10unit/hari/orang 80 orang 2.2. Indeks Produktivitas Pengukuran produktivitas dapat dilakukan untuk lingkup nasional, industri, organisasi, atau perorangan. Pengukuran produktivitas juga dapat digunakan untuk perbandingan produktivitas antara periode, atau antar nergara, departemen, bagian, perorangan. Untuk memudahkan dalam perbandingan, produktivitas sering dinyatakan dengan menggunakan indeks. Angka indeks produktivitas pada periode dasar diberi nilai 100. Dengan menggunakan angka indeks produktivitas, akan memudahkan orang untuk melakukan perbandingan. Perbandingan dapat dilakukan dalam ukuran relatif, sehingga orang akan lebih mudah untuk mengetahui besar kecilnya perbedaan atau perubahan. Rumus dari indeks produktivitas sebagai berikut. indeks produktivitas = Produktivitas periode tertentu X 100 Produktivitas periode dasar Program Studi Teknik Industri UWP 71

74 Tabel berikut menunjukkan suatu contoh penghitungan produktivitas dan indeks produktivitas dari perusahaan telepon PT. Telectra (tahun dasar digunakan tahun 2000). Tahun Rata-rata produksi Tenaga kerja (orang) Produktivitas (unit,orang,hari) Indeks produktivitas (Unit/hari) Produktivitas tng. kerja = 640 unit/hari = 8,00 unit/hari/orang 80 orang Produktivitas tng. kerja = 701 unit/hari = 8,25 unit/hari/orang 85 orang Untuk tahun lainnya berhitungan sama dengan yang diatas, untuk mendapatkan produktivitas tng. Kerja, Sedangkan untuk menghitung Indeks produktivitas sbb : Indeks produktivitas 2000 = 100 Indeks produktivitas 2001 = 8,25/8.00 x100 = 103 Indeks produktivitas 2002 = 7,85/8.00 x100 = 98 Indeks produktivitas 2003 = 7,68/8.00 x100 = 96 Indeks produktivitas 2004 = 7,60/8.00 x100 = 95 Rata-rata produksi terlihat adanya pertumbuhan produksi yang selalu positif dari tahun ketahun. Penilaian kinerja berdasarkan rata-rata hasil produksi akan menyesatkan. Oleh karena itu penilaian harus memperhatikan baik keluaran maupun masukan. Penilaian menjadi objektif jika dilakukan dengan menggunakan kinerja produktivitas. Pengukuran produktivitas dalam sektor jasa lebih sulit dibandingkan dengan sektor non-jasa. Program Studi Teknik Industri UWP 72

75 Misalnya. Dalam suatu kantor pengacara terdapat kasus-kasus yang berbeda, pengukuran produktivitas dapat dinyatakan dalam kasus per jam-orang atau kasus perstaff Buku Acuan : 1. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 2. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and Institutions, Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, Michigan. 3. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. 4. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN, Surabaya. 5. Tarwaka, Solichul, Lilik S, Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas Program Studi Teknik Industri UWP 73

76 BAB V III Analisa & Perancangan Kerja 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep penggunaan waktu sebagai alat ukur kerja, langkah-langkah sebelum melakukan pengukuran dan rumus pengujian data. 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Konsep Penggunaan Waktu Sebagai Alat Ukur Kerja 2.2. Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran 2.3. Rumus Pengujian Data 3. Pembahasan 2.1. Konsep Penggunaan Waktu Sebagai Alat Ukur Kerja Waktu adalah hal yang sangat diperhatikan dalam dunia rekayasa maupun ilmu pengetahuan, demikian juga pada perusahaan manufaktur. Sebagai contoh, percobaan Newton tentang benda jatuh sangat banyak bergantung pada pengukuran jarak dan waktu. Walaupun waktu telah menjadi variabel yang penting dalam sejarah, baru Taylorlah yang menawarkan konsep pengukuran waktu pekerjaan manusia sebagai alat pengendalian hasil pekerjaan buruh di dunia industri. Jam adalah alat yang dengan bantuan mekanisme roda gigi dan berputar yang menunjukkan waktu yang telah dilewatkan. Karena sebuah jam hanya pengukur waktu dan tidak ada lainnya, maka dapat dimengerti bahwa teknik pengukuran pertama yang dilakukan ialah teknik jam henti. Pada modul terdahulu telah dibahas berbagai prinsip yang perlu dipegang dalam merancang sistem kerja dan ditunjukkan bagaimana unsur manusia, mesin/ peralatan, Program Studi Teknik Industri UWP 74

77 bahan dan lingkungan fisik pekerjaan harus diperhatikan baik secara sendiri sendiri maupun dalam kaitan satu sama lainnya, semuanya sebagai komponen komponen dari sistem kerja. Bahwa prinsip prinsip pengaturan kerja yang dikemukakan akan mendatangkan beberapa alternatif sistem yang terbaik dimana untuk mendapatkan yang baik diperlukan adanya pengukuran. Dalam pembahasan pengukuran yang akan dibicarakan, adalah garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi kedalam dua bagian, pertama secara langsung dan kedua secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian karena pengukurannya dilakukan secara langsung yaitu ditempat dimana pekerja yang bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk didalamnya adalah cara jam henti dan sampling pekerjaan. Sebaliknya cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen gerakan. Yang termasuk kelompok ini adalah data waktu baku dan data waktu gerakan. Dengan salah satu dari cara-cara ini, waktu penyelesaian suatu pekerjaan yang dijalankan dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan. Sehingga jika pengukuran dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, yang terbaik diantaranya dilihat dari segi waktu dapat dicari yaitu sistem yang membutuhkan waktu penyelesaian tersingkat. Lebih jauh lagi pengukuran waktu ditunjukkan juga untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Harap diperhatikan pengertian waktu baku ini kata-kata wajar, normal dan terbaik. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku yang dicari bukanlah waktu penyelesain pekerjaan yang diselesaikan secara tidak wajar seperti terlampau cepat atau terlampau lambat, bukan yang diselesaikan oleh mengerjakannya dalam sistem kerja yang belum tebaik Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan maka tidaklah cukup sekedar malakuan beberapa kali pengukuran. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar pada akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, operator, Program Studi Teknik Industri UWP 75

78 cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Sebagian dari hal-hal tersebut dilakukan sebelum melakukan pengukuran. Dibawah ini adalah langkah-langkah yang perlu diikuti agar maksud diatas dapat dicapai. 1. Penetapan Tujuan Pengukuran Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa tingkat ketelitian dan tingkat kenyakinan yang dinginkan dari hasil pengukuran tersebut. Misalnya jika waktu baku yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sebagai dasar upah peransang, maka ketelitian dan keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapat buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Tetapi jika pengukuran dimaksudkan untuk memperkirakan secara kasar bilamana pemesan barang dapat kembali untuk mengambil pesanannya, maka tingkat ketelitian dan tingkat kenyakinan tidak perlu sebesar yang tadi. 2. Malakukan Penelitian Pendahuluan Yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu dari suatu kondisi kerja yan gada dapat dicari waktu yang pantas tersebut ; artinya akan didapatkan juga waktu yang pantas untuk meyelesaikan pekerjaan dengan kondisi yang bersangkutan. Suatu perusahaan biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja dari pekerja perkerjaan yang ada diperusahaan terserbut tidak menunjang agar dapat dicapainya hal tadi. Marilah kita lihat sebuah contoh. Katakanlah ada suatu pekerjaan yang berada disebuah ruangan yang berjendela tidak cukup besar. Keadaan ini bukan saja akan mengakibatkan pengapnya ruangan karena tidak lancarnya aliran pertukaran udara, tetapi juga meyebabkan gelapnya ruangan terutama saat hari mendung. Keadaan meja dimana pekerjaan dilakukan, tidak baik ; terlalu tinggi jika pekerja duduk dikursi, dan terlalu rendah jika pekerja berdiri. Waktu penyelesaian yang pantas untuk kondisi demikan tentu bisa dicari, tetapi dapat diduga bukanlah waktu yang sebaik baiknya, melainkan waktu yang lebih panjang dari yang seharusnya diperlukan. Bagi pekerja, kondiri demikan tidak selalu menguntungkan ; antara lain Program Studi Teknik Industri UWP 76

79 menghambat dirinya berprestasi kerja disamping akibat akibat jangka panjang seperti terhadap kesehatannya. Dari contoh ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa waktu kerja yang pantas hendaknya merupakan waktu kerja yang didapat dari kondisi kerja yang baik. Dengan lain perkataan, pengukuran waktu sebaiknya dilakukan bila kondisi kerja dari pekerjaan yang diukur sudah baik. Jika belum maka kondisi yang ada hendaknya diperbaiki terlebih dahulu. Hal yang sama juga dapat terjadi bila cara cara kerja yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan belum baik. Untuk mendapatkan waktu penyelesaian yang singkat, maka perbaikan-perbaikan cara kerja perlu juga dilakukan. Mempelajari kondisi kerja dan cara kerja kemudian memperhatikannya, adalah apa yang dilakukan dalam langkah penelitian pendahuluan. Tentunya ini berlaku jika pengukuran dilakukan atas pekerjaan yang telah ada bukan pekerjaan yang baru. Dalam keadaan seperti yang terakhir, maka yang dilakukan bukanlah memperbaiki melainkan merancang kodisi dan cara kerja yang baik yang baru sama sekali. Untuk memperbaki kondisi dan cara kerja yang ada diperlukan pengetahuan dan penerapan perancangan sistem kerja yang baik yang prinsip prinsip beserta keterangan keterangannya telah dibahas pada modul sebelum ini. Suatu hal lain masih harus dilakukan dalam rangka ini, yaitu membakukan secara tertulis sistem kerja yang dianggap baik. Disini semua kondisi dan cara kerja dicatat dan dicantumkan dengan jelas serta bila perlu dengan gambar-gambar misalnya untuk tata letak peralatan dan wadah. Pembakuan sistem kerja yang diplih adalah suatu hal yang panting baik dilihat untuk keperluan keperluan sebelum, pada saat ini, maupun sesudah pengukuran dilakukan dan waktu baku didapatkan. Kerap kali, sebelum pengukuran dilakukan, operator yang dipilih untuk melakuan pekerjaan memerlukan serangkaian latihan dengan sistem kerja yang baku, Ini terjadi bila operator tadi belum terbiasa dengan sistem tersebut. Untuk ini baik operator maupun pengukuran waktu yang melatihnya memerlukan suatu pegangan yang baku. Begitu pula pada saat pengukuran dilakukan, keduanya memerlukan pegangan agar sistem kerja yang dipilih itu dapat tetap diselenggarakan. Waktu yang akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang dijalankan ketika pengukuran berlangsung. Jadi waktu penyelesaiannya pun berlaku hanya untuk sistem tersebut. Suatu penyimpangan dari padanya dapat memberikan waktu penyelesaian yang jauh berbeda dari yang telah ditetapkan berdasarkan pengukuran. Karenanya catatan yang Program Studi Teknik Industri UWP 77

80 baku tentang sistem kerja yang telah dipilih perlu ada dan dipelihara. Walaupun pengukuran telah selesai. 3. Memilih Operator Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Orang itu harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. Jika jumlah pekerja yang tersedia ditempatkan kerja yang bersangkutan banyak maka jika kemampuan mereka dibandingkan akan terlihat perbedaan perbedaan diantaranya, yaitu mulai dari yang berkemampuan rendah sampai tinggi. Terlihat bahwa orang orang yang berkemampuan rendah dan berkemampuan tinggi jumlahnya hanya sedikit. Sedangkan yang berkemampuan rata-rata jumlahnya banyak. Secara statistik distribusi demikan dapat dibuktikan berdistirbusi normal atau dapat didekati oleh distribusi normal. Kembali pada tujuan mengukuran waktu yaitu untuk medapatkan waktu penyelesaian, maka dengan melihat kemampuan pekerja seperti ditunjukkan tadi jelaslah bahwa yang dicari bukanlah orang orang yang berkemampuan tinggi ataupun rendah, karena orang-orang demikian hanya meliputi sebagian kecil saja dari seluruh pekerja yang ada. jadi yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerja yang secara wajar diperlukan oleh pekerja pekerja normal, dan ini adalah orang yang berkemampuan ratarata. Dengan demikian pengukuran mencari operator yang memenuhi hal tersebut. Disamping itu operator yang dipilih adalah orang yang pada saat pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar. Walaupun operator yang bersangkutan sehari harinya dikenal memenuhi syarat pertama tadi bukan mustahil dia akan bekerja tidak wajar ketika pengukuran dilakukan karena alasan alasan tertntu. Biasanya jika operator tersebut memiliki kecurigaan terhadap maksud maksud pengukuran, misalnya dianggap untuk hal-hal yang akan merugikan dirinya atau pekerja lain, dia akan bekerja lamban. Sebaliknya mungkin saja dia bekerja dengan kecepatan lebih dari biasanya karena menginginkan hasil yang banyak untuk mendapatkan pujian. Selain itu operator harus dapat bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun dirinya sedang diukur dan pengukur berada didekatnya. Penjelasan tentang maksud baik pengukuran serta tentang bagaimana operator sebaiknya bersikap ketika sedang diukur, bila perlu diberikan dahulu. Dan operatorpun Program Studi Teknik Industri UWP 78

81 harus mengerti dan menyadari sepenuhnya. Inilah yang dimaksud bahwa operator harus dapat diajak bekerja sama. Dalam pekaksanaannya, jika pengukur tidak mengenal pekerja-pekerja yang ada, untuk mendapatkan operator yang akan diukur, dia dapat mencarinya dengan mendapatkan petunjuk dari kepala-kepala regu, kepala pabrik atau pejabat-pejabat setempat lain. yang telah mengenal baik para pekerja. Data tentang hasil-hasil kerja para pekerja dalam catatan catatan ditempat kerja dapat juga membantu pekerjaan ini. Gambar 8.1 Distribusi kemampuan bekerja 4. Melatih Operator Walapun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan adanya latihan bagi operator tersebut terutama bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator. Hal ini terjadi jika pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja seduah mengalami perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus sudah terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan (dan telah dibakukan) itu. Harap diingat bahwa yang dicari adalah waktu Program Studi Teknik Industri UWP 79

82 penyelesaian pekerja yang didapat dari suatu penyelesaian wajar dan bukan penyelesaian dari orang yang bekerja kaku dengan berbagai kesalahan. Gambar 8.2. Kurva belajar operator 5. Menguraikan Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur waktunya. Waktu siklusnya adalah jumlah dari waktu setiap elemen ini. Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produk sejak bahan baku mulai diproses ditempatkan kerja yang bersangkutan. Misalnya waktu yang dibutuhkan untuk merakit ballpen adalah waktu yang dibutuhkan untuk menggabungkan bagian bawah ballpen, pegas isi, dan bagian atasnya sehingga merupakan suatu ballpen lengkap. Gerakan menggabungkan bagian bawah, pegas dan seterusnya dapat merupakan elemen elemen pekerjaan, dan jumlah dari waktu gerakan gerakan ini adalah waktu siklus perakitan ballpen. Program Studi Teknik Industri UWP 80

83 Namun satu siklus tidak harus berarti waktu yang diperlukan untuk meyelesaikan suatu produk sehingga menjadi barang jadi seperti ballpen tadi yang sudah siap pakai. Jika pekerjaan merakit ballpen diserahkan kepada dua orang dimana orang pertama menggabungkan baigan bawah, pegas dan isi, dan orang kedua menggabungkan bagian atas kebagian lainnya yang telah diselesaikan orang pertama dan bila setiap pekerja dianggap dua stasiun kerja yang berbeda, maka waktu siklus bagi orang pertama adalah hanya jumlah waktu yang diperlukan untuk menggabungkan bagian bawah, pegas dan isi. Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen elmenennya. Pertama untuk memperjelas catatan tentang cara kerja yang dibakukan. Pada langkah kedua diatas telah dikemukkan bagaimana kondisi dan cara kerja yang telah (dianggap) baik dibakukan, yaitu menyetakan secara tertulis untuk kemudian digunakan sebagai pegangan sebelum, pada saat saat, dan sesudah pengukuran waktu. Salah satu cara membakukan cara kerja adalah dengan membakukan pekerjaan berdasarkan elemen elemennya. Kedua adalah untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena keterampilan bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan gerakan kerjanya. Sebab ketiga melakukan pembagian pekerjaan menjadi elemen elemen pekerjaan adalah untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja. Elemen demikan bisa diterima jika memang harus terjadi, misalnya gerakan-gerakan yang dilakukan tidak ada pada setiap siklus tetapi secara berkala seperti memeriksaan ukuran/pada setiap produk kesepuluh yang dihasilkan. Sebaliknya elemen demikan harus dibuang dari pengamatan jika terjadinya semata mata karena penyimpangan dari elemen elemen baku tanpa alasan baik disadari atau tidak oleh operator. Dan alasan keempat adalah untuk memungkinkan dikembangkannya Data Waktu Standard dipabrik atau tempat kerja yang bersangkutan. Jika ini yang merupakan sebab maka pembagian pekerjaan atas elemen elemennya harus mengikuti aturan khusus yang akan dibahas nanti. Jelaslah sekarang mengapa perlu melakuan penguraian elemen elemen dari suatu pekerjaan yang akan diukur waktunya. Walaupun demikian ketentuan ini tidak bersifat mutlak; artinya jika alasan-alasan diatas dianggap tidak penting atau dirasakan tidak akan terjadi maka langkah ini tidak perlu dilakukan., Dengan lain perkataan yang Program Studi Teknik Industri UWP 81

84 diukur waktunya adalah siklusnya (bukan elemen elemennya). Pengukuran demikian disebut pengukuran keseluruhan. Sedangkan pengukuran elemen adalah bila pengukuran dilakukan terhadap setiap elemen elemen pekerjaan. Sehubungan dengan langkah kelima ini, ada beberapa pedoman penguraian pekerjaan atas elemen elemennya, yaitu : - Seseuai dengan ketelitian yang diinginkan, uraian pekerjaan menjadi elemen elemennya seterinci mungkin, tetapi masih dapat diamati oleh indera pengukur dan dapat direkam waktunya oleh jam henti yang digunakan. - Untuk memudahkan, elemen elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau beberapa elemen gerakan misalnya seperti yang dikembangkan oleh Gilbreth. - Jangan sampai ada elemen yang tertinggal ; jumlah dari semua elemen baru tempat sama dengan satu siklus pekerjaan yang bersangkutan. - Elemen yang satu hendaknya dipisahkan dari elemen yang lain secara jelas. Batas batas diantaranya harus dapat dengan mudah diamati agar tidak ada keraguan-raguan dalam menentukan bilamana suatu elemen berakhir dan bilamana elemen berikutnya bermula. Kadang kadang, disamping mata, telinga pun dapat digunakan untuk mengetahui perpindahan elemen terutama jika perpindahan tersebut menimbulkan bunyi. 6. Menyiapkan Alat Pengukuran. Setelah kelima langkah diatas dijalankan, dengan baik, tibalah sekarang pada langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran yaitu menyiapkan alat-alat yang diperlukan. Alat-alat tersebut adalah: - Jam Henti - Lembaran - Lembaran Pengamatan - Pena atau Pinsil - Papan Pengamatan Lembaran - lembaran pengamatan digunakan sebagai tempat mencatat hasil hasil pengukuran. Agar catatan ini baik, biasanya lembaran lembaran pengamatan disediakan sebelum pengukuran dengan kolom-kolom yang memudahkan pencatatan dan pembacaannya kembali. Pada dasar nya ada dua macam lembaran pengamatan. Program Studi Teknik Industri UWP 82

85 Pertama untuk pengukuran keseluruhan seperti yang diisi dengan waktu yang teramati pada jam henti untuk setiap siklus. Gambar 8.3 Alat ukur waktu Sedangkan kedua, jika pengukuran elemen yang dilakukan, maka lembaran pengamatannya yang digunakan memerlukan adanya perhitungan. Selain kotak kotak untuk mencatat waktu, lembaran pengamatan juga memuat baris untuk mencantumkan keterangan-keterangan yang juga diperlukan seperti nama pekerjaan yang diukur, mesin yang dipakai, operator yang diukur, pengukur waktunya dan lain-lain. Pena atau pinsil digunakan untuk mecatat segalanya yang diperlukan pada lembaran - lembaran pengamatan. Program Studi Teknik Industri UWP 83

86 Papan pengamatan dimaksudkan untuk dipakai sebagai alas lembaran pengamatan sehingga memudahkan pencatatan. Bentuk papan yang baik terdapat lengkungan untuk mempermudahkan pemegangan oleh tangan dan penempatan papan pada badan. Lengkungan lengkungan tersebut disesuaikan dengan genggaman tangan, lengkungan tubuh yang menjaganya serta posisi terhadap badan. Jika alat alat ini telah disiapkan, maka selesailah sudah persiapan persiapan yang mendahului pengukuran. Ini berarti tahap berikutnya yaitu pengukuran waktu, sudah bisa dimulai Rumus Pengujian Data A. Tingkat Ketelitian Dan Tingkat Keyakinan Berbicara tentang tingkat ketelitian, tingkat keyakinan, sebenarnya adalah pembicaraan tentang pengertian-pengertian stantistik. Karenanya untuk memahaminya secara mendalam diperlukan beberapa pengetahuan statistik. Tetapi sungguhpun demikian apa yang dikemukakan ini adalah pembahasan kearah pengertian yang diperlukan dengan cara sederhana. Yang dicari dengan melakukan pengukuran pengukuran ini adalah waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk meyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnya, maka harus diadakan pengukuran pengukuran. Yang ideal tentunya dilakukan pengukuran pengukuran yang sangat banyak (sampai tak terhingga kali, misalnya), karena dengan demikianlah diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun sebaliknya jika hanya dilakukan beberapa kali pengukuran saja, dapat diduga hasilnya sangat kasar. Sehingga yang diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga dan biaya yang besar, tetapi hasilnya dapat dipercaya. Jadi walaupun jumlah pengukuran tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya beberapa kali saja. Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali ini, pengukuran akan hilangan sebagian kepastian akan ketetapan/rata rata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Hal ini harus disadari oleh pengukur; Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakkan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan Program Studi Teknik Industri UWP 84

87 maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukur memberoleh rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauhnya 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 95%. Dengan lain perkataan jika pengukuran sampai memperoleh rata-rata pengukuran yang menyimpang lebih dari 10% seharusnya, hal ini dibolehkan terjadi hanya dengan kemungkinan 5% (= 100%-95%). Sebagai contoh, katakanlah rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan adalah 100 detik. Harga ini tidak pernah diketahui kecuali jika dilakukan tak terhingga kali pengukuran. Paling jauh yang didapat dilakukan adalah memperkirakannya dengan melakukan sejumlah pengukuran. Dengan pengukuran yang tidak sebanyak itu maka rata-rata yang diperoleh, mungkin tidak 100 detik, tetapi suatu harga yang lain, misalnya 88, 96, atau 105 detik. katakalah rata-rata pengukuran yang didapat 96 detik. Walaupun rata rata sebenarnya (=100 detik) tidak diketahui, jika jumlah pengukuran yang dilakukan memenuhi untuk ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%, maka pengukuran mempunyai keyakinan 95% bahwa 96 detik itu terletak pada interval harga rata rata sebenarnya dikurangi 10% dari rata rata ini, dan harga rata rata sebenarnya ditambah 10% dari rata rata ini. Mengenai pengaruh tingkat tingkat ketelitian dan keyakinan terhadap jumlah pengukuran yang diperlukan dapat dipelajari secara statistik. Tetapi secara intuitif hal ini dapat diduga yaitu bahwa semakin tinggi tingkat ketelitian dan semakin besar tingkat keyakian, maka semakin banyak pengukuran yang diperlukan. B. Pengujian Keseragaman Data Sekarang akan kita lihat beberapa hal yang berhubungan dengan pengujian keserangan Data. Secara teoritis apa yang dilakukan dalam pengujian ini adalah berdasarkan teori statistik tentang peta-peta kontrol yang biasanya digunakan dalam melakukan pengendalian kualitas dipabrik pabrik atau tempat tempat kerja lain. Telah dikemukakan bahwa satu langkah yang dilakukan sebelum melakukan pengukuran adalah merancang suatu sistem kerja yang baik, yaitu yang terdiri dari kondisi kerja dan cara kerja yang baik. Jika yang dihadapi adalah suatu sistem kerja Program Studi Teknik Industri UWP 85

88 yang sudah ada, maka sistem ini dipelajari untuk kemudian diperbaiki. Jika sistemnya belum ada maka yang dilakukan adalah merancang sesuatu yang baru dan baik. Terhadap sistem kerja yang baik inilah pengukuran waktu dilakukan, dan dari sistem inilah waktu penyelesaian pekerjaan dicari. Walupun senjutnya pembakuan sistem yang dipandang baik ini dilakukan, seringkali pengukur, sebagaimana halnya juga operator, tidak mengetahui terjadinya perubahan perubahan pada sistem kerja. Memang perubahan adalah sesuatu yang wajar karena bagaimanapun juga suatu sistem tidak dapat tetap dipertahankan terus menerus pada keadaan yang tepat sama. Keadaan sistem yang selalu berubah dapat diterima, asalkan perubahannya adalah yang memang sepantasnya terjadi. Akibatnya waktu penyelesaian yang di hasilkan sistem selalu berubah ubah namun juga mesti dalam batas kewajiban. Dengan lain perkataan harus seragam. Tugas pengukur adalah mendapatkan data yang seragam ini. Karena ketidak seragam dapat datang tanpa disadari, maka diperlukan suatu alat yang dapat mendeteksinya. Batas batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol. Yang diperlihatkan dalam contoh pengujian keseragaman diatas adalah data yang berada didalam batas batas kontrol; karenanya semua data dimasukkan dalam perhitungan perhitungan selanjutnya. Jika ada yang terletak diluar batas kontrol, apa yang dilakukan? Rumus pengujian keseragaman data pada pengukuran langsung adalah : a. Pengukuran dengan Jam henti : Batas Kontrol Atas (BKA) = X + Z. X Batas Kontrol Bawah (BKB) = X - Z. X b. Pengukuran dengan sampling pekerjaan : Batas Kontrol Atas (BKA) = p + Z. X Batas Kontrol Bawah (BKB) = p - Z. X Seluruh subgrup harus berada pada BKA dan BKB - data dikatakan seragam. Z = Z á/2 Program Studi Teknik Industri UWP 86

89 Z = Koefisien pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan Tk. Keyakinan 90% - Z = 1.65 Tk. Keyakinan 95% - Z = 1.95 ~ 2 Tk. Keyakinan 99% - Z = 2,58 ~ 3 X = Standar deviasi dari harga rata-rata subgrup x = Harga rata-rata subgrup p = Harga rata-rata persentase produktif Misalnya dari ketiga puluh dua harga yang telah terkumpul, dengan cara cara yang sama didapat BKA = 18,246 dan BKB = 9,197, dan subgrup keenam berharga rata rata 19,261. Jelas subgrup ini berada diluar batas kontrol karena diatas harga BKA. Oleh sebab itu subgrup ini harus dibuang karena berasal dari sistem sebab yang berbeda. Dengan demikian untuk perhitungan perhitungan selanjutnya seperti untuk mencari banyaknya pengukuran yang harus dilakukan, semua data dalam subgrup ini tidak turut diperhitungkan. C. Pengujian Kecukupan Data Semua harga (data) yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan yaitu dengan menggunakan rumus umum : a. Pengukuran dengan Jam henti : N = Z s N X 2 j X j X j 2 2 s = Tingkat ketelitian dalam (%) N = Jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan N = Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan Xj = Data pengamatan ( hasil pengukuran ) Rumus ini adalah untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat kenyakinan 95%*. Program Studi Teknik Industri UWP 87

90 Tk. Keyakinan 95% - Z = 1.95 ~ 2 s = 5 % = 5/100 = 1/20 Z/s = 2 : 1/20 = 2 x 20 = 40 N = 40 N X 2 j X j X j 2 2 b. Pengukuran dengan sampling pekerjaan : Z 1 p N = s p 2 P = persentase produktif dari seluruh pengamatan. Seandainya jumlah pengukuran teoritis yang diperlukan ternyata masih lebih besar dari pada jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N > N, dimana dalam contoh misalnya N = 16 > 32), maka pengukuran tahap kedua harus dilakukan. Pada tahap inipun urut urutan pekerjaan sama dengan tahap tahap sebelumnya. Demikian seterusnya sampai jumlah pengukuran teoritis yang diperlukan sudah dilampaui oleh jumlah yang telah dilakukan (N N). Buku Acuan : 1. Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, ITB, Bandung 2. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 3. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and Institutions, Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, Michigan. 4. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. Program Studi Teknik Industri UWP 88

91 5. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN, Surabaya. 6. Tarwaka, Solichul, Lilik S, Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas Program Studi Teknik Industri UWP 89

92 BAB IX Analisa & Perancangan Kerja 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep faktor penyesuaian, cara menentukan faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran serta menentukan faktor kelonggaran. 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Konsep Faktor Penyesuaian 2.2. Beberapa Cara Menentukan Faktor Penyesuaian 2.3. Konsep Faktor Kelonggaran 2.4. Menentukan Faktor Kelonggaran 3. Pembahasan 2.1. Konsep Faktor Penyesuaian. Selama pengukuran berlangsung, pengukuran harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidak wajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitankesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sabab - sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Andaikata ketidak wajaran ada maka pengukur harus mengetahui dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata waktu siklus atau elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar harga rata rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkan dengan melakukan penyesuaian. Program Studi Teknik Industri UWP 90

93 Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata rata atau waktu elemen rata rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja diatas normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari satu ( p > 1) ; sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p akan lebih kecil dari satu (p < 1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan satu (p = 1). Telah dikemukakan diatas bahwa ketidak wajaran harus diwajarkan untuk mendapatkan waktu normal. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana yang disebut wajar itu? Dengan standard apa pengukur menilai wajar tidaknya kerja seorang operator? Biasanya, melalui pengamatan seorang pengukur dapat melihat bagaimana hal tersebut ditunjukkan opertor. Dalam kehidupan sehari haripun hal ini sering bisa kita rasakan yaitu bila di suatu waktu melihat seorang sedang bekerja. Dalam waktu yang tidak terlampau lama kita dapat menyatakan, misalnya orang tersebut bekerjanya lambat atau sangat cepat. Ketepatan penilaian, pengukur akan lebih teliti bila dia telah cukup berpengalaman apalagi bila bagi jenis pekerjaan yang sedang diukur. Memang pengalaman banyak menentukan, karena melalui pengalamanlah mata dan indera lain akan terlatih dalam memberikan penilaian. Semakin berpengalaman seorang pengukur, semakin peka inderanya dalam melakukan penyesuaian. Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat mempelajari bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal itu yaitu; jika seorang operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaanya. Walaupun usaha-usaha membakukan konsep bekerja wajar telah dilakukan, namun penyesuaian tetap tampak sebagai suatu yang subjektif. Memang hal inilah yang dipandang sebagai kelemahan pengukuran waktu dilihat secara ilmiah. Namun bagaimanapun penyesuaian harus dilakukan karena ketidak wajaran yang menghasilkan ketidak normalan data merupakan suatu hal yang bisa terjadi. Sehubungan dengan faktor penyesuaian dikembangkanlah cara untuk mendapatkan harga p termasuk cara-cara yang berusaha seobjektif mungkin. Program Studi Teknik Industri UWP 91

94 2.2. Beberapa Cara Menentukan Faktor Penyesuaian Cara persentase adalah cara yang merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya di tentukan oleh pengukur melalui pengamatan selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai pengukuran dia menentukan harga p yang menurut pendapatnya akan menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Misalnya di pengukur berpendapat bahwa p = 110%. Jika waktu siklusnya terlah terhitung sama dengan 14,6 menit, maka waktu normalnya: Wn = 14,6 x 1,1 = 16,6 menit Terlihat bahwa penyesuaiannya diselesaikan dengan cara yang sangat sederhana. Memang cara ini merupakan cara yang paling mudah dan sederhana, namun segera pula terlihat adanya kekurang ketelitian sebagai akibat dari kasarnya cara penilaian. Bertolak dari kelemahan ini dikembangkanlah cara cara lain yang dipandang sebagai cara yang lebih objektif. Cara-cara ini umumnya memberikan patokan yang dimaksudkan untuk mengarahkan penilain pengukur terhadap kerja operator. Akan dikemukakan beberapa cara tersebut yaitu cara Shummard, Westinghouse dan objektif. A. Cara Shummard Cara Shummard memberikan patokan-patokan melalui kelas - kelas performence kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri ( lihat tabel 9.1 ). Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performance kerja operator menurut kelas kelas Superfast, Fast +, Fast, Fast -, Excellent dan seterusnya. Seorang yang dipandang bekerja normal diberi nilai 60, dengan nama performance kerja yang lain dibandingkan untuk menghitung faktor penyesuaian. Bila performance seorang operator dinilai Excellent maka dia mendapat nilai 80, dan karenanya faktor penyesuaiannya adalah p = 80/60 = 1,33 Jika waktu siklus rata - ratanya sama dengan 270,4 detik, maka waktu normalnya : Wn = 270,4 x 1,33 = 359,63 detik Program Studi Teknik Industri UWP 92

95 B. Cara Westinghouse Berbeda dengan cara Shumard diatas, cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidak wajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja dan Konsistensi, Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilai masing - masing. Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu saja. Tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerjaan yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude pekerja untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan dapat juga menurun yaitu bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pangaruh lingkungan sosial dan sebagainya. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan pada buku acuan 1. Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, bekas bekas latihan dan hal hal yang serupa. Dengan pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja di lihat dari segi keterampilannya. Karenanya faktor penyesuaian yang nantinya diperoleh dapat lebih efektif. Untuk usaha atau Effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Untuk keperluan penyesuaian usaha dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan pada buku acuan 1. Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempuyai keterampilan rendah bekerja dengan usah yang lebih sungguh sungguh sebagai imbangnya. Kadang kadang usaha ini begitu besarnya sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan. Sebaliknya seseorang yang mempunyai keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak mendukung dihasilkannya performance yang lebih baik lagi. Jadi Program Studi Teknik Industri UWP 93

96 walaupun hubungan antara kelas tinggi pada keterampilan dengan usaha tampak erat sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendahnya (misalnya Excellent dengan Excellent, Fair dengan Fair dan sebagainya), kedua faktor ini adalah hal - hal yang dapat terjadi secara terpisah didalam pelaksanaan pekerjaan. Karena cara Westinghouse memisahkan faktro keterampilan dari usaha dalam rangka penyesuaian. Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik lingkugnannya seperti keadaan pencahayaan,temperatur dan kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsisten merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupkan suatu operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya. Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu Ideal, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerjaan membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Suatu kondisi yang dianggap good untuk suatu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair atau bahkan poor bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu memungkinkan performance maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat pencapaian performace yang baik. Sudah tentu suatu pengetahuan tentang keadaan bagimana yang disebut ideal, dan bagaimana pula yang disebut poor perlu dimiliki agar penilian terhadap kondisi kerja dalam rangka melakukan penyesuaian dapat dilakukan denan seteliti mungkin. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angkaangka yang dicatat tidak pernah semuanya sama; waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus kesiklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu : Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Seseorang yang bekerja perfect adalah yang teoritis mesin atau pekerjaan yang waktunya dikendalikan mesin merupakan contoh dimana variasi waktu tidak diharapkan terjadi. Sebaliknya konsistensi Program Studi Teknik Industri UWP 94

97 yang poor terhadi bila waktu waktu penyelesaiannya berselisih jauh dari rata rata secara acak. Konsistensi rata-rata atau average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang letaknya jauh. Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor diatas diperhatikan pada tabel 9.2. Dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan yang dianggap wajar diberi harga p = 1, sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan ini harga p nya ditambah dengan angka - angka yang sesuai dengan ke empat faktor diatas. Sebagai contoh jika waktu siklus rata-rata sama dengan 124,6 detik dan waktu ini dicapai dengan keterampilan pekerja yang dinilai fair (E 1 ). Usaha good (C 2 ), kondisi excellent (B) dan konsistensi poor (F), maka tambahan terhadap p = 1 adalah : Keterampilan : Fair (E 1 ) = - 0,05 Usaha : Good (C 2 ) = + 0,02 Kondisi : Excellent (B = + 0,04 Konsistensi : Poor (F) = - 0,04 + Jumlah : - 0,03 Jadi p = (1-0,03) atau p = 0,97 sehingga waktu normalnya : Wn = 270,4 x 0,97 = 262,29 detik Agar diperhatikan oleh para pembaca bahwa p yang besarnya sama dengan 0,97 bukanlah sekedar hasil penjumlahan nilai dari kelas kelas yang bersangkutan tetapi juga merupakan hasila interaksi dari kelas kelas keempat faktor tersebut. Artinya nilainilai tersebut hanya dapat berlaku setelah dijumlahkan (baca : diinteraksikan) satu sama lain. Jika penilian hanya dilakukan terhadap sebagian dari 4 faktor tersebut, angka - angka tersebut tidak berlaku, dan tentunya akan memberikan harga p yang tidak wajar. C. Cara Objektif Akhirnya sampailah kita dengan cara penyesuaian terakhir yang akan dibahas di sini yaitu cara objektif yaitu cara yang memperhatikan 2 faktor: kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama menentukan berapa besarnya heraga p untuk mendapatkan waktu normal. Kecepatan Program Studi Teknik Industri UWP 95

98 kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Disini pengukur harus melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukkan oleh operator. Jika operator bekerja dengan kecepatan wajar kepadanya diberi nilai satu; atau p 1 = 1. Notasi p adalah bagian dari faktor penyesuaian yaitu untuk kecepatan kerjanya. Jika kecepatan dianggap terlalu tinggi maka p 1 > 1 dan sebaliknya p 1 < 1 jika terlalu lambat. Cara menentukan besarnya p, ini tidak berbeda dengan cara menentukan faktor penyesuaian dengan cara presentase yang telah dibicarakan diatas. Perbedaannya terletak pada yang dinilainya. Pada yang ditulis terakhir yang dinilai adalah keadaan keseluruhan yaitu semua keadaan yang dianggap berpengaruh pada kewajaran kerja, sedangkan pada cara objektif yang dinilai hanya kecepatannya saja. Untuk kesulitan kerja disediakan sebuah tabel yang menunjukkan berbagai keadaan kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut. Memerlukan banyak anggota badan, apakah ada pedal kaki dan sebagainya. Ini semua diperlihatkan pada tabel 9.3. Angka angka yang ditunjukukan disini adalah dalam perseratus dan jika nilai dari setiap kondisi kesulitan kerja yang bersangkutan dengan pekerjaan yang sedang diukur dijumlahkan atan menghasilkan p 2 yaitu notasi bagi bagian penyesuaian objektif untuk tingkat kesulitan pekerjaan. Jadi jika untuk satu pekerjaan diperlukan gerakangerakan lengan bagian atas, siku, pergelangan tangan dari jari (C), tidak ada pedal kaki (F), kedua tangan bekerja bergantian (H), koordinasi mata dengan tangan sangat dekat (L), alat yang dipakai hanya memerlukan sedikit control (0)), dan berat benda yang ditangani 2,3 kg, maka : Bagian badan yang dipakai : C - 2 Pedal kaki : F = 0 Cara menggunakan kekuatan tangan : H = 0 Koordinasi mata dengan tangan : L = 7 Peralatan : 0 = 1 Berat : B - 5 = 13 Jumlah : = 23 Sehingga p 2 = (1+ 0,23) atau p 2 = 1,23 Faktor penyesuaian dihitung dengan : p = p 1 x p 2 Jadi kalau p 1 telah dinilai besarnya sama dengan 0,9 maka faktor penyesuaian untuk operator yang bersangkutan adalah: p = 0,9 x 1,23 = 1,11 Program Studi Teknik Industri UWP 96

99 Jadi p = 1,11 sehingga waktu normalnya : Wn = 270,4 x 1,11 = 300,14 detik Telah dikemukakan bahwa cara Shummard, Westinghouse dan obyektif dimaksudkan untuk lebih mengobyektifkan penyesuaian karena cara presentase sangat dipengaruhi oleh subyektifitas pengukur. Memang pada cara yang disebut terakhir, seorang pengukur melakukan penilian keseluruhan, yaitu menilai semua faktor yang dianggap berpengaruh sekali. Dengan cara ini pengukur tidak mempunyai sistematika yang jelas sehingga jika dia memberi harga p = 1,20 dan kepadanya ditanyakan seberapa (misalnya) besar faktor kondisi telah diperhitungkan dalam angka tersebut, ia akan sulit menjawabnya Bila pekerjaan yang sama dinilai secara Westinghouse misalnya, pengukur diarahkan penilaiannya melalui faktor-faktor yang berpengaruh dan melalui kelas-kelas dari setiap faktor. Dengan cara seperti ini mungkin saja diperoleh p = 1,28 atau p = 1,16 yang berbeda dengan p yang dipeoleh dengan cara persentase. Tidaklah mudah untuk menyatakan yang mana yang lebih baik karena keduanya tetap diperoleh dari penilaian pribadi pengukur.bagaimanapun perbedaan terdapat diantara cara-cara diatas jelas kiranya bahwa cara-cara seperti Shummard, Westinghouse, objekti dan lain-lain, dimaksudkan untuk lebih mengobjektifkan cara. Dan memang dirasakan lebih objektif. Tabel 9.1. FAKTOR PENYESUAIAN MENURUT CARA SHUMARD KELAS PENYESUAIAN Superfast 100 Fast + 95 Fast 90 Fast - 85 Excellent 80 Good + 75 Good 70 Good - 65 Normal 60 Fair + 55 Fair 50 Fair - 45 Poor 40 Tabel 9.2. Program Studi Teknik Industri UWP 97

100 PENYESUAIAN MENURUT WESTINGHOUSE FAKTOR KELAS LAMBANG PENYESUAIAN KETERAMPILAN Superskill A1 + 0,15 A2 + 0,13 Excellent B1 + 0,11 B2 + 0,08 Good C1 + 0,06 C2 + 0,03 Average D 0,00 Fair E1-0,05 E2-0,10 Poor F1-0,16 F2-0,22 USAHA Excessive A1 + 0,13 A2 + 0,12 Excellent B1 + 0,10 B2 + 0,08 Good C1 + 0,05 C2 + 0,02 Average D 0,00 Fair E1-0,04 E Poor F1-0,12 F2-0,17 KONDISI Ideal A + 0,06 KERJA Excellenty B + 0,04 Good C + 0,02 Average D 0,00 Fair E - 0,03 Poor F - 0,07 KONSISTENSI Perfect A + 0,04 Excellenty B + 0,03 Good C + 0,01 Average D 0,00 Fair E - 0,02 Poor F - 0,04 Tabel. 9.3 Program Studi Teknik Industri UWP 98

101 PENYESUAIAN MENURUT TINGKAT KESULITAN, CARA OBYEKTIF KEADAAN LAMBANG PENYESUAIAN ANGGOTA BADAN TERPAKAI Jari A 0 Pergelangan tangan dari jari B 1 Lengan bawah, pergerlangan tangan dan jari C 2 Lengan atas, lengan bawah dsb. D 5 Badan E 8 Mengangkat beban dari lantai dengan kaki E2 10 PEDAL KAKI Tanpa pedal, atau satu pedal dengan sumbu dibawah kaki F 0 Satu atau dua pedal dengan sumbu tidak dibawah kaki G 5 PENGGUNAAN TANGAN Kedua tangan saling bantu atau bergantian H 0 Kedua tangan mengerjakan gerakan yang samap pada saat yang sama H2 18 KOORDINASI MATA DENGAN TANGAN Sangat sedikit I 0 Cukup dekat J 2 Konstan dan dekat K 4 Sangat dekat L 7 Lebih kecil dari 0,04 cm M 10 PERALATAN Dapat ditangani dengan mudah N 0 Dengan sedikit kontrol O 1 Perlu kontrol dan penekanan P 2 Perlu penanganan hati hati Q 3 Mudah pecah, patah R 5 Tabel. 9.3 (Lanjutan) Program Studi Teknik Industri UWP 99

102 PENYESUAIAN MENURUT TINGKAT KESULITAN, CARA OBYEKTIF KEADAAN LAMBANG PENYESUAIAN BERAT BADAN (Kg) tangan kaki 0,45 B ,90 B ,35 B ,80 B ,25 B ,70 B ,15 B ,60 B ,05 B ,50 B ,95 B ,40 B ,85 B ,30 B Konsep Faktor Kelonggaran Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya. Pada modul lalu telah ditunjukkan bagaimana langkah-langkah sebelum dan pada saat-saat pengukuran seharusnya dilakukan. selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian, satu hal lain yang kerapkali terlupakan adalah menambahkan kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan - hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal - hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. Program Studi Teknik Industri UWP 100

103 A. Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam kerja. Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak; tidak bisa misalnya, seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya menurun. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti berbeda beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai kerakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dari pekerja wanita; misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi kerja normal pria memerlukan 2-2,5 dan wanita 5% (persentase ini adalah dari waktu normal). Tabel 9.4 menunjukkan besarnya kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan untuk menghilangkan rasa fatique untuk berbagai kondisi kerja. B. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Fatique Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kwalitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat mana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinnan lain yang dapat menyebabkannya. Program Studi Teknik Industri UWP 101

104 Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambahkan rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditunjukkan untuk menghilangkan rasa fatique ini. Pada modul ini antara lain membahas macam dan sebab-sebab fatique. Disini di tunjukkan bagaimana pendekatan-pendekatan dilakukan untuk menghitung masalahmasalah fatique. Dalam bab tersebut dikemukakan pula bagaimana fatique merupakan hal yang akan terjadi pada diri seorang sebagai akibat melakukan pekerjaan. Karena itulah kelonggaran untuk melepaskan rasa lelah karena fatique ini perlu ditambahkan. Besarnya kelonggaran ini dan kelonggaran untuk kebutuhan pribadi ditunjukkan pada tabel 9.4. C. Kelonggaran Untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindarkan Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja ada pula hambantan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku. Beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah : - Menerima atau meninta petunjuk kepada pengawas - Melakukan penyesuaian - penyesuaian mesin - Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya. - Mengasah peralatan potong - Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang - Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan Program Studi Teknik Industri UWP 102

105 - Mesin berhenti karena matinya aliran listrik. Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian situ sangat bervariasi dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lain karena banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian suplai alat dan bahan dan sebagainya. Salah satu cara yang baik yang biasanya digunakan untuk menentukan besarnya kelonggaran bagi hambantan tak terhindarkan adalah dengan melakukan sampling pekerjaan yang tekniknya dibahas dalam modul yang akan datang Menentukan Faktor Kelonggaran Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal diatas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan yang tak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain dapat diperoleh dari tabel 9.4 yaitu dengan memperhatikan kondisi-kondisi yang sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan. Untuk yang ketiga dapat diperoleh melalui pengukuran khusus seperti sampling pekerjaan. Kesemuanya, yang biasanya masing-masing dinyatakan dalam presentase dijumlahkan; dan kemudian mengalihkan jumlah ini dengan waktu normal yang telah dihitung sebelumnya. Misalkan suatu pekerjaan yang sangat ringan yang dilakukan sambil duduk dengan gerakan-gerakan yang terbatas, membutuhkan pengawasan mata terus menerus dengan pencahayaan yang kurang memadai, temperatur dan kelembaban ruangan normal, sirkulasi udara baik, tidak bising. Dari tabel didepan didapat prosentase kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan untuk fatique sebagai berikut : ( , ) % = 19,5% Jika dari sampling pekerjaan didapatkan bahwa kelonggaran untuk hambatan yang tidak terhindarkan adalah 5% maka kelonggaran total yang harus diberikan untuk pekerjaan itu adalah (19,5 + 5) % = 24,5%. Jika waktu normalnya telah dihitung sama dengan 5,5 menit, maka waktu bakunya adalah : 5,5 + 0,245 (5,5) = 6,85 menit. Program Studi Teknik Industri UWP 103

106 Menentukan faktor kelonggaran dengan mengamati kondisi operator dan pekerjaannya serta lingkungan kerjanya. Misalnya suatu pekerjaan : FAKTOR Contoh pekerjaannya A B C D E F G Kelonggaran % Ref. Kelonggaran % Diambil Tenaga yg dikeluarkan sangat ringan 6,0 7,5 7 Sikap Kerja 0,0 1,0 0 duduk Gerakan kerja 0,0 5,0 3 agak terbatas Kelelahan Mata 2,0 5,0 5 terus menerus Keadaan Temperatur T. Ker. 0,0 5,0 2,5 temperatur normal Keadaan atmosfir 0 0 siklus udara baik Keadaan lingkungan baik 1,0 3,0 2 tidak bising, berulang 2 Sub total 19,5 Kebutuhan pribadi 2,0 5,0 2,5 Wanita Hambatan yg tak terhidarkan 2,5 Total kelonggaran 24,5 Program Studi Teknik Industri UWP 104

107 Tabel 9.4. BESARNYA KELONGGARAN BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH FAKTOR CONTOH PEKERJAAN KELONGGARAN ( % ) A. TENAGA YG DIKELUARKAN 1. Dapat diabaikan 2. Sangat ringan 3. Ringan 4. Sedang 5. Berat 6. Sangat berat 7. Luar biasa berat B. SIKAP KERJA 1. Duduk 2. Berdiri diatas dua kaki 3. Berdiri diatas satu kaki 4. Berbaring 5. Membungkuk C. GERAKAN KERJA 1. Normal 2. Agak terbatar 3. Sulit 4. Pada anggota badan terbatas 5. Seluruh anggota badan terbatas D. KELELAHAN MATA *) 1. Pandangan yg terputus-putus 2. Pandangan yg hampir terus menerus 3. Pandangan terus menerus dgn fokus berubah-ubah 4. Pandangan terus menerus dgn fokus tetap Bekerja dimeja, duduk Bekerja dimeja, berdiri Menyekop, ringan Mencangkul Mengayun palu yg berat Memanggul beban Memanggul karung berat Bekerja dudu, ringan Badan tegak, ditumpu dua kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol Pada bagian sisi, belakang atau depan badan Badan dibungkukkanbertumpu pada dua kaki Ayunan bebas dari palu Ayunan terbatas dari palu Membawa beban berat dengan satu tangan Bekerja dengan tangan diatas kepala Bekerja dilorongpertambangan yg sempit Membawa alat ukur Pekerjaan-pekerjaan yang teliti Memeriksa cacat-cacat pada kain Pemeriksaan yang sanga teliti EKIVALEN BEBAN RIA WANITA tanpa beban 0,0-6,0 0,0-6,0 0,00-2,25 kg 6,0-7,5 6,0-7,5 2,25-9,00 7,5-12,0 7,5-16,0 9,00-18,00 12,0-19,0 16,0-30,0 19,00-27,00 19,0-30,0 27,00 50,00 30,0-50,0 Diatas 50 kg 0,0-1,0 1,0-2,5 2,5-4,0 2,5-4,0 4,0-10, PENCAHAYAAN BAIK BURUK 0,0-6,0 0,0-6,0 6,0-7,5 6,0-7,5 7,5-12,0 7,5-16,0 19,0-30,0 16,0-30,0 Program Studi Teknik Industri UWP 105

108 Tabel BESARNYA KELONGGARAN BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH ( LANJUTAN ) FAKTOR KELONGGARAN (% ) E. KEADAAN TEMPERATUR TEMPAT KERJA **) TEMPERATUR ( C) 1. Beku dibawah 0 2. Rendah Sedang Normal Tinggi Sangat tinggi diatas 38 KELEMBABAN NORMAL BERLEBIHAN Diatas 10 diatas Diatas 40 diatas 100 F. KEADAAN ATMOSFER ***) 1. Baik Ruang yg bervintilasi baik, udara segar 2. Cukup Vintilasi kurang baik, ada bau-bauan 3. Kurang baik Adanya debu beracun atau tidak beracun tapi banyak 4. Buruk Adanya bau-bauan berbahaya harus menggunakan alat pernafasan G.KEADAAN LINGKUNGAN YANG BAIK 1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 10 detik 3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 5 detik 4. Sangat bising 5. Jika faktor yg berpengaruh dapat menurunkan kualitas 6. Terasa adanya getaran lantai 7. Keadaan yg luar biasa (bunyi, kebersihan dll) *) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan **) Tergantung juga pada keadaan ventilasi ***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim Catatan pelengkap : kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : Pria = 2 2,5 % dan Wanita = 2 5 % Program Studi Teknik Industri UWP 106

109 Buku Acuan : 1. Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, ITB, Bandung 2. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 3. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and Institutions, Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, Michigan. 4. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. 5. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN, Surabaya. 6. Tarwaka, Solichul, Lilik S, Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas Program Studi Teknik Industri UWP 107

110 BAB X Analisa & Perancangan Kerja 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami untuk Konsep Data Waktu Gerakan Pengukuran waktu yang terkait dengan Faktor Kerja dan Pengukuran Waktu Metoda serta kegunaan Data Waktu Gerakan 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Konsep Data Waktu Gerakan 2.2. Pengukuran Faktor Kerja 2.3. Pengukuran Waktu Metoda 2.4. Kegunaan Data Waktu Gerakan 3. Pembahasan 2.1. Konsep Data Waktu Gerakan Dengan Pengukuran Waktu Jam Henti, Sampling Kerja (Work Sampling) atau cara-cara lain untuk menentukan waktu baku, penyelidikannya harus dilakukan secara menyeluruh terus-menerus. Dengan Jam Henti misalnya, berpuluh-puluh bahkan mungkin lebih pengamatan harus dilakukan terhadap pekerjaan yang diselidiki. Begitu pula dengan sampling kerja, pengamatan acak (random) sesaat-sesaat harus dilakukan beratus sampai beribu kali untuk mendapatkan hasil yang teliti. Sehingga untuk menentukan waktu baku secara demikian membutuhkan waktu yang lama. Satu hal lain yang juga penting adalah bahwa pengamatan hanya dapat dilakukan setelah suatu pekerjaan berjalan, sehingga penentuan waktu bakunyapun baru diperoleh setelah kegiatan berlangsung beberapa lama. Hal ini jelas kurang membantu pimpinan perusahaan atau pabrik dalam merencana kegiatan produksi sebelumnya. Program Studi Teknik Industri UWP 108

111 Suatu cara lain yang cukup teliti adalah dengan menggunakan kamera film untuk pengamatan. Sudah dapat diduga biayanya akan sangat tinggi bila perekaman dilakukan untuk setiap pekerjaan dipabrik. Bersama dengan dihadapinya kenyataan-kenyataan ini, para ahli melihat bahwa sebenarnya terdapat bagian-bagian dari suatu pekerjaan yang sama dengan bagianbagian dipekerjaan lain. Bahkan dalam sebuah pabrik, seringkali kesamaan bagianbagian pekerjaan ini terdapat. Hal ini mula-mula terlihat pada pekerjaan-pekerjaan pemotongan logam. Misalnya hampir selalu terdapat pekerjaan mengangkat benda kerja dari tempatnya dan memasangnya pada kedudukan baru dimesin. Ternyata kondisi benda kerja yang sama (seperti berat dan bentuk) waktu penyelesaiannya dapat dikatakan untuk setiap macam pekerjaan pemotongan. Keadaan ini membawa mereka pada suatu penelitian lebih jauh tentang penentuan waktu baku. Dikembangkanlah waktu baku untuk bagian-bagian pekerjaan dari suatu pekerjaan yang kiranya terdapat pula pada banyak pekerjaan lain. Sehingga untuk suatu pekerjaan, bila bagian-bagian pekerjaan yang harus dijalankan telah diketahui, maka waktu baku sudah dapat ditentukan, yaitu dengan mensintesa waktuwaktu baku dari bagian-bagiannya itu yang telah tersedia pada tabel-tabel. Walaupun manfaat dari Data Waktu Baku ini dengan cepat dirasakan, namun masih dijumpai adanya kekurangan. Hal ini sehubungan dengan kemungkinan lingkupan pekerjaan yang dapat menggunakan tabel data waktu baku yang telah dibuat. Data Baku untuk pekerjaan-pekerjaan pemotongan logam, misalnya umumnya tidak dapat dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan dipabrik kimia. Lebih jelas lagi terlihat bahwa data baku pekerjaan-pekerjaan pabrik tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan-pekerjaan kantor. Jadi data waktu yang dibuat untuk suatu kelompok pekerjaan hanya berlaku untuk kelompok itu sendiri. Maka para ahlipun berusaha untuk mendapatkan data waktu baku pekerjaan yang dapat berlaku lebih umum. Hal ini kemudian dilakukan dengan memperhatikan elemen-elemen gerakan sebagai perincian dari suatu pekerjaan. Jadi bukan lagi bagian pekerjaan memindahkan benda kerja ke mesin yang dilihat, tetapi elemen-elemen gerakan apa yang menjalankannya. Yang dimaksud dengan elemen-elemen gerakan disini adalah serupa dengan yang dimaksud oleh Gilbreth dan istrinya mengenai therblig-therblig, memang, dari therblig-therblig inilah timbul gagasan mengurai suatu pekerjaan atas elemenelemennya walaupun elemen-elemen gerakan disini tidak selalu sama dengan yang Program Studi Teknik Industri UWP 109

112 dikemukakan Gillbreth. Cara ini dikenal sebagai penentuan waktu baku dengan Data Waktu Gerakan. Disamping dengan penyelidikan macromotion, data-data baku setiap elemen gerakan diperoleh juga dari pengamatan-pengamatan dengan jam henti seperti yang dikembangkan oleh Taylor. Karenanya Data Waktu Gerakan sebenarnya merupakan perkembangan dari perpaduan antara penemuan-penemuan Taylor dan Gilbreth. Berbagai cara pembagian suatu pekerjaan atas elemen-elemen gerakan telah melahirkan beberapa metoda penentuan waktu baku secara sintersa. Terdapat diantaranya Analisa Waktu Gerakan (Motion Time Analysis), Waktu Gerakan Baku (Motion Time Standards), Waktu Gerakan Dimensi (Dimension Motion Time), Faktor Kerja (Work Factors), Pengukuran Waktu Metoda (Motion Time Measurement), dan Pengukuran Waktu Gerakan Dasar (Basic Motion Time). Yang akan dibahas disini adalah cara-cara yang paling banyak dipakai yaitu dua cara yang disebut yakni : Faktor Kerja (Work Factors), dan Pengukuran Waktu Metoda (Motion Time Measurement), Dengan demikian, untuk pekerjaan apapun di pabrik atau tempat kerja lain, kita dapat menentukan waktu bakunya dengan terlebih dahulu mengurai pekerjaan tersebut atas elemen-elemen gerakannya, dan mensintesakan waktu-waktu elemen tersebut Pengukuran Faktor Kerja Pada faktor kerja, suatu pekerjaan dibagi atas elemen-elemen gerak menjangkau (Reach), Membawa (Move), Pegang (Grasp), Mengarahkan sementara (Preposition), Merakit (Assemble), Lepas Rakit (Diaassamble), memakai (Use), Melepas (Release), dan Proses Mental (Mental Proses), sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan. Dalam menentukan waktu penyelesaian, yang diperhatikan adalah bagian badan yang menggerakannya. Umumnya bagian badan yang bergerak adalah jari atau telapak tangan, putaran lengan, lengan, badan atas telapak kaki, dan kaki. Selain itu diperhatikan pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi lamanya waktu gerakan yaitu jarak, berat atau hambatan, keadaan perhentian, pengarahan, kehati-hatian gerakan dan perubahan arah gerakan, yang semuanya ini disebut sebagai faktor-faktor kerja. Program Studi Teknik Industri UWP 110

113 A. Variabel dan Faktor Kerja Ada empat variabel yang diperhitungkan disini, yaitu anggota badan yang digerakkan, jarak yang ditempuhnya, berat atau tahanan yang menghambat dan kontrol manual ( manual control ) yang diperlukan. a. Anggota Badan Dalam faktor kerja diperhatikan enam anggota badan berikut : - Jari atau Telapak Tangan (F atau H) Walaupun jari dan telapak tangan merupakan bagian-bagian badan yang tidak sama, penyelidikan faktor kerja menunjukkan bahwa perbedaan waktu diantaranya sangat kecil dan dapat diabaikan sehingga dapat dianggap sama. Yang dimasud dengan gerakan-gerakan jari dan telapak tangan adalah gerakan bagian-bagian badan ini baik maupun telapak tangan yang bersumbu pada pergelangan tangan. - Putaran Lengan (FS) Yang dimaksud disini adalah bila lengan bagian bawah berputar pada sumbunya sementara siku tertekuk. Selain itu bila seluruh tangan berputar pada sumbunya dengan berpangkal pada bahu dan siku tidak tertekuk, termasuk dalam gerakan ini. Begitu pula kombinasi antara keduannya. - Lengan (A) Gerakan lengan terjadi bila lengan bawah begerak dengan sumbu siku, seluruh lengan bergerak dengan sumbu bahu atau kombinasi keduanya. - Badan Atas (T) Gerakan badan atas dapat berupa gerakan kedepan, kebelakang, kesamping ataupun berputar. - Telapak Kaki (FT) Bila telapak kaki bergerak mengerjakan sesuatu, seperti ketika menginjak pedak gas kendaraan, maka gerakannya disebut gerakan telapak kaki. - Kaki (L) Yang dimaksud dengan gerakan kaki adalah gerakan seluruh bagian kaki. Program Studi Teknik Industri UWP 111

114 b. Jarak (D) Yang dimasud dengan jarak adalah jarak lurus antara titik dimulainya gerakan sampai titik berhentinya. c. Berat atau Tahanan (W) Dua gaya yang harus diperhatikan adalah tahanan yang harus diatasi dan berat benda yang dipindahkan, Tahanan terjadi, misalnya pada pekerjaan mendorong sebuah kotak pada sebuah meja, atau menekan sebuah pegas. Penyelidikan faktor kerja menunjukkan bahwa berat atau tahanan, untuk sekelompok berat tertentu tidak mempunyai perbedaan yang berarti dari lainnya sehingga perbedaan ini dapat diabaikan. Karenanya pengaruh faktor ini pada waktu gerakan dibagi dalam beberapa kelompok berat. d. Kontrol Manual Kontrol manual suatu gerakan mempengaruhi lamanya gerakan. Semakin besar kontrol diperlukan, semakin lama waktu yang dibutuhkannya. Besar kecilnya kontrol ditentukan oleh berapa banyak diantara empat faktor dibawah ini yang tersangkut dalam suatu gerakan: 1. Keadaan Perhentian Yang Pasti (Definite Stop) 2. Pengarahan (Steering) 3. Kehati-hatian (Precaution) 4. Perubahan Arah Gerak (Change Direction). Keempat hal ini, beserta berat atau tahanan, dan jarak disebut sebagai faktor-faktor kerja. Berikut ini adalah keterangan dari semua faktor-faktor kerja, kecuali berat dan tahanan yang sudah diterangkan diatas. 1. Perhentian Yang Pasti (D) Bila letak perhentian suatu gerakan merupakan tempat yang pasti maka perhentian ini disebut Perhentian Pasti. Umumnya gerakan Jangkau yang mendahului gerakan Program Studi Teknik Industri UWP 112

115 pegang atau angkut yang mendahului gerakan Pegang atau Angkat yang mendahului gerakan Rakit harus berhenti pada suatu tempat yang pasti. 2. Pengarahan (S) Bila suatu gerakan memerlukan pengarahan, faktor kerja yang tersangkut adalah pengarahan. Seringkali faktor ini terjadi bersama Perhentian Pasti dimana untuk suatu gerakan Rakit juga diperlukan faktor Pengarahan. 3. Kehati-hatian (P) Gerakan yang pengerjaannya memerlukan kehati-hatian, misalnya untuk menghindari kecelakaan atau kontrol lain, mengandung faktor kehati-hatian didalamnya. 4. Perubahan Arah Gerak (U) Perubahan arah gerakan adalah faktor yang tersangkut bila dalam suatu gerakan terjadi perubahan arah yang cukup tajam. B. Waktu Gerak Menurut Cara Faktor Kerja Dan Cara Menggunakan Tabel Waktu gerakan menurut Faktor Kerja dicantumkan dalam tabel-tabel Waktu Gerakan Faktor Kerja. Pada suatu gerakan dengan tiada satu faktor kerja pun yang tersangkut disebut gerakan dasar. Jika ada maka semakin banyak faktor kerja yang tersangkut, semakin lama waktu yang dibutuhkannya. Harga-harga yang dicantumkan dalam tabel-tabel tersebut belum memasukkan kelonggaran untuk kelelahan, kebutuhan-kebutuhan pribadi, dan kelambatan yang tak dapat dihindarkan. Tabel Waktu Gerakan Faktor Kerja mencantumkan waktu-waktu gerak menurut anggota badan yang menggerakannya. pada bagian paling kiri setiap tabel terdapat kolom jarak, yaitu jarak yang ditempuh setiap gerakan. Kolom sebelahnya adalah waktu untuk gerakan tersebut bila gerakannya merupakan gerak dasar. Kolom--kolom berikutnya dibawah Kepala-kepala 1, 2, 3, dan 4 masing-masing mencantumkan waktu gerak yang mengandung 1, 2, 3, dan 4 faktor kerja. Faktor-faktor kerja yang tersangkut tidak diperhatikan macamnya, melainkan banyaknya. Jadi bukan faktor kerja yang mana yang berpengaruh, tetapi berapa faktor kerja yang tersangkut di dalamnya. Dibaris paling bawah untuk setiap kolom dicantumkan berat atau tahanan yang menghambat gerakan untuk pria dan wanita. Berat yang ditulis untuk suatu kolom merupakan batas tertinggi berat yang menunjukkan berapa faktor kerja yang tersangkut Program Studi Teknik Industri UWP 113

116 karena adanya faktor ini (batas bawahnya ditulis pada kolom sebelumnya.). Tabel-tabel lampiran menunjukkan hal ini. Beberapa Contoh Notasi Untuk Gerakan Notasi umum untuk setiap gerakan Pengukuran Waktu Faktor Kerja adalah : a b c dimana a : adalah notasi untuk anggota badan yang bergerak b : adalah jarak yang ditempuh c : menyatakan banyaknya faktor kerja yang tersangkut dalam gerakan. Waktu-waktu gerak yang dicantumkan pada Tabel Waktu Gerakan Faktor Kerja bersatuan TU atau Time Unit yang berarti Satuan Pengukuran Waktu. Besarnya 1 TU sama dengan 0,006 detik atau sama dengan 0,0001menit atau sama dengan 0, jam. Berikut ini adalah beberapa buah contoh: - Menjangkau sebuah benda yang terletak ditengah meja, sejauh 10 inci A 10 D : menit - Membawa benda seberat 5 lb. sejauh 12 inci A 12 WD : 0,0085 menit 2.3. Pengukuran Waktu Metoda Pengukuran waktu metoda membagi gerakan-gerakan kerja atas elemen-elemen gerakan Menjangkau, Mengangkut, Memutar, Memegang, Posisi, Melepas, Lepas Rakit, Gerakan Mata (Eye Movements) dan beberapa gerakan anggota badan lain. Waktu untuk setiap elemen gerak ini ditentukan menurut beberapa kondisi yang disebut dengan kelas-kelas. Kelas-kelas ini dapat menyangkut keadaan-keadaan perhentian, keadaan obyek yang disentuh atau dibawa, sulit mudahnya menangani obyek atau kondisi-kondisi dijelaskan dibawah ini. Program Studi Teknik Industri UWP 114

117 Gerakan-gerakan Dasar Pada Pengukuran Waktu Metoda : - Menjangkau ( R ) Menjangkau adalah gerakan dasar yang digunakan bila maksud utama gerakan adalah untuk memindahkan tangan atau jari ke suatu tempat tujuan. Waktu yang dibutuhkan berubah-ubah tergantung pada keadaan tujuan, panjang gerakan dan jenis menjangkau. Ada lima kelas menjangkau yaitu : Menjangkau Kelas A : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu tempat yang pasti, atau kesuatu obyek ditangan lain. Menjangkau Kelas B : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu sasaran yang tempatnya berada pada jarak kira-kira tapi tertentu dan diketahui. Menjangkau Kelas C : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu obyek yang tercampur aduk dengan banyak obyek lain. Menjangkau Kelas D : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu obyek yang sangat kecil sehingga diperlukan suatu pegangan (grasping) yang teliti. Menjangkau Kelas E : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu sasaran yang tempatnya tidak pasti (indefinite location). - Mengangkut (M) Mengangkut adalah gerakan dasar yang dikerjakan bila maksud utamanya adalah untuk membawa suatu obyek kesuatu sasaran. Ada tiga kelas mengangkut, yaitu : Mengangkut Kelas A : Adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan obyek dari suatu tangan ketangan lain, atau berhenti karena suatu penahan. Mengangkut Kelas B : adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan obyek kesuatu sasaran yang terletak tidak pasti. Mengangkut Kelas C : adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan obyek kesuatu sasaran yang letaknya pasti. Program Studi Teknik Industri UWP 115

118 Waktu Yang dibutuhkan oleh gerak angkut dipengaruhi oleh keadaan sasaran, jarak yang ditempuh, jenis angkut, dan berat obyek yang dipindahkan. Pengaruh berat pada waktu gerak (terjadi bil berat lebih besar dari 2 1 / 2 lbs) ditambahkan pada waktu yang diperoleh dari tabel. - Memutar (T) Memutar adalah gerakan yang dilakukan untuk memutarkan tangan baik dalam keadaan kosong maupun berbeban. Waktunya tergantung pada besarnya derajat pemutaran dan beratnya. - Memegang (G) Memegang adalah elemen dasar yang digerakkan dengan maksud utama untuk mengusai sebuah atau beberapa obyek baik dengan jari maupun dengan tangan untuk memungkinkan melakukan dasar berikutnya. Diantara hal-hal yang mempengaruhi lamanya gerak ini adalah mudah sulitnya dipegang, bercampur tidaknya obyek dengan obyek lainnya, bentuk obyek dan lain-lain. - Melepas (RL) Melepas adalah gerakan dasar melepas penguasaan atas suatu obyek dengan jari atau tangan. Biasanya Lepas tidak membutuhkan waktu untuk melakukannya, kecuali bila gerakannya terpisah dari gerak lainnya. - Lepas Rakit (D) Lepas Rakit adalah gerakan dasar untuk memisahkan suatu obyek dari obyek lainnya, dua hal yang mempengaruhinya adalah mudah sulitnya dipisahkkan serta mudah sulitnya dipegang. - Gerakan Mata (E) Umumnya Gerakan Mata tidak mempengaruhi waktu gerakan, kecuali bila gerakan diarahkan oleh mata. Gerakan Gerakan Badan Lainnya : Yang dimaksud pada bagian-bagian badan lainnya adalah kaki, telapak kaki, serta bagian-bagian lain seperti lutut, pinggang dan lain-lain. Notasi Untuk Gerakan. dimana : Notasi umum setiap gerak Pengukuran Waktu Metoda adalah a b c Program Studi Teknik Industri UWP 116

119 a : adalah elemen gerak yang bekerja b : jarak yang ditempuh c : kelas dari gerak yang bersangkutan. Waktu-waktu gerak yang dicantumkan pada tabel-tabel Pengukuran Waktu Metoda bersatuan TMU atau Time Measurement Unit yang berarti Satuan Pengukuran Waktu. Besarnya 1 TMU sama dengan 0,00001 jam atau sama dengan 0,0006 menit. Berikut ini adalah beberapa buah contoh : - Menjangkau sebuah benda yang terletak ditempatkan yang pasti pada jarak 5 inci R 5 A : 6,5 TMU - Memegang sebuah benda yang sangat kecil G 1 B : 3,5 TMU 2.4. Kegunaan Data Waktu Gerakan Sesuai dengan latar belakang perkembangannya, dibandingkan dengan cara- cara lain, data waktu gerakan mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya: 1. Karena setiap elemen gerakan diketahui waktunya (dalam tabel-tabel), maka waktu penyelesaian suatu operasi dapat ditentukan sebelum operasi tersebut dijalankan. 2. Waktu baku untuk setiap operasi dapat ditentukan dalam waktu yang singkat karena hanya menyintesa waktu-waktu dari elemen-elemen gerakannya. 3. Karenanya pula biaya untuk menentukan waktu baku dengan cara ini sangat murah. Ketiga kelebihan ini dijumpai juga pada cara data waktu baku. Kelebihan-kelebihan lain dari data waktu gerakan adalah : 4. Untuk mengembangkan metoda yang ada. Disini dievaluasi waktu dari metoda lama dan dikembangkan metoda baru. 5. Untuk membantu perancangan produk (produk design). Bila ternyata kondisi fisik suatu produk (seperti berat, bentuk dan lain-lain) memberi pengaruh buruk terhadap waktu kerja maka dapat diusahakan perbaikannya. Terlihatlah bahwa waktu yang lama untuk menentukan waktu baku seperti yang terdapat pada pengukuran waktu jam henti dan sampling kerja, biaya yang tinggi seperti pada penyelidikan micromotion, penentuan yang baru dapat dilakukan setelah pekerjaan berjalan sekian lama yang terjadi pada ketiga cara diatas, ataupun pemakaian yang Program Studi Teknik Industri UWP 117

120 agak terbatas pada sekelompok pekerjaan tertentu seperti yang dijumpai dengan data waktu baku, semuanya tidak dijumpai pada penentuan waktu baku dengan data waktu gerakan. Buku Acuan : 1. Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, ITB, Bandung 2. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 3. Kazarian E. A. Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and Institutions, Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, Michigan. 4. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. 5. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN, Surabaya. 6. Tarwaka, Solichul, Lilik S, Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas Program Studi Teknik Industri UWP 118

121 BAB X I Analisa & Perancangan Kerja 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep untuk waktu kerja dengan sampling pekerjaan dan perhitungan waktu baku. melakukan pengukuran 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Konsep Pengukuran Waktu Kerja Dengan Sampling Pekerjaan 2.2. Langkah-langkah Sebelum Melakukan Sampling Pekerjaan 2.3. Melakukan Pengukuran Waktu Kerja Dengan Sampling Pekerjaan 2.4. Perhitungan Waktu Baku 2.5. Berbagai Kegunaan Sampling Pekerjaan 3. Pembahasan 2.1. Konsep Pengukuran Waktu Kerja Dengan Sampling Pekerjaan Cara ini, bersama-sama dengan pengukuran waktu jam henti, merupakan cara langsung karena dilakukan dengan melakukan pengukuran secara langsung ditempat berjalannya pekerjaan. Bedanya dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara sampling pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan mengamatinya (ditempat pekerjaan) hanya sesaat-sesaat pada waktu-waktu yang ditentukan secara acak. Pada awalnya cara ini dikembangkan di Inggis oleh seorang yang bernama L.H. C Tippet dipabrik-pabrik tekstil di Inggis, tetapi karena berbagai kegunaannya cara ini kemudian dipakai dinegara-negara lain secara lebih luas. Dari namanya dapat diduga bahwa cara ini menggunakan prinsip-prinsip sampling dari ilmu statistik. Cara jam henti sebenarnya jaga menggunakan ilmu statistik, tetapi pada sampling pekerjaan hal ini tampak lebih nyata. Program Studi Teknik Industri UWP 119

122 Telah disebutkan diatas bahwa sampling pekerjaan dilakukan secara sesaatsesaat pada waktu-waktu yang ditentukan secara acak. Bagaimana suatu pengamatan demikian dapat menghasilkan sesuatu yang berguna seperti waktu kerja? Untuk memahami berbagai kegunaan sampling pekerjaan kiranya akan lebih baik kalau diketahui terlebih dahulu bagaimana bekerjaanya cara ini. Sebenarnya pengamatan sesaat-sesaat pada waktu-waktu yang acak tidak berbeda dengan seorang mahasiswa yang mengunjungi temannya dirumahnya. Kunjungan ini biasanya dilakukan pada waktu-waktu yang tidak menentu, kadangkadang setiap hari sekali, dua kali sehari, dua atau tiga hari sekali, atau mungkin juga seminggu sekali atau kurang dari itu. Jika mahasiswa tersebut mengunjungi temannya, pada waktu-waktu yang tidak tertentu seperti demikian dapat dikatakan dia melakukan kunjungan pada waktu-waktu yang acak. Misalnya dia telah melakukan 19 kali kunjungan, dan 7 diantaranya tidak menjumpai temannya karena sedang tidak berada dirumah. Berdasarkan pengalaman ini, jika dia bertemu dengan temannya mungkin akan berkata: Wah, tampaknya kau sering tak berada dirumah. Jika ia melakukan kunjungan-kunjungan lagi, katakanlah 100 kali, dan dari keseratus kunjungan ini temannya tidak menjumpai sebanyak 75 kali, maka sekarang dia dapat berkata rupanya tujuh puluh lima dari waktumu tidak dihabiskan dirumah. Ilustrasi diatas tadi menunjukkan bagaimana kesimpulan tentang ada tidaknya suatu kejadian dapat disimpulkan melalui kunjungan-kunjungan. Terlihat pula semakin banyak kunjungan dilakukan semakin kuat dasar untuk mengambil kesimpulan. Begitu pula kurang lebih apa yang terjadi dengan sampling pekerjaan. Kunjungan-kunjungan dilakukan untuk mengetahui apa yang terjdi ditempat kerja yang bersangkutan. Cari catatan yang dilakukan setiap kali kunjungan dapat dilihat berbagai kegiatan yang terjadi beserta berapa sering (frekwensi) kegiatan itu teramati. Semakin tinggi frekwensinya semakin sering kegiatan tersebut dan dapat pula diduga bahwa total waktu yang dibutuhkan semakin banyak. Agar kesimpulan yang diambil lebih tepat, yaitu tidak sekedar mengira-ngira, diperlukan teknik tertentu yang secara statistik dikenal sebagai sampling menduga perbandingan populasi atau sampling for estimating population proportion Langkah-langlah Sebelum Melakukan Sampling Pekerjaan. Program Studi Teknik Industri UWP 120

123 Pada dasarnya semua langkah-langkah dalam melakukan sampling pekerjaan tidak berbeda dengan yang diketengahkan pada cara jam henti. Begitu pula langkahlangkah yang dijalankan sebelum sampling dilakukan yaitu: a. Menetapkan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan, yang akan menentukan besarnya tingkat ketelitian dan keyakinan. b. Jika sampling ditujukkan untuk mendapatkan waktu baku, lakukanlah penelitian pedahuluan untuk mengetahui ada tidaknya sistem kerja yang baik. Jika belum, perbaikan-perbaikan sistem kerja yang baik. Jika belum, perbaikan-perbaikan atas kondisi dan cara kerja harus dilakukan dahulu. c. Memilih operator atau operator-operator yang baik. d. Bila perlu mengadakan latihan bagi para operator yang dipilih agar bisa dan terbiasa dengan sistem kerja yang dilakukan. e. Melakukan pemisahan kegiatan sesuai yang ingin didapatkan, secara terperinci. f. Menyiapkan peralatan yang diperlukan berupa papan pengamatan, lembaranlembaran pengamatan pena atau pensil. Papan pengamatan yang digunakan disini tidak berbeda dengan yang digunakan untuk pengukuran waktu jam henti A. Pemisahan Kegiatan untuk Sampling Pekerjaan. Diantara langkah - langkah sebelum melakukan sampling, mungkin pemisahan kegiatan merupakan langkah yang agak berbeda dengan langkah serupa yaitu pembagian pekerjaan atas elemen-elemen pada cara jam henti. Pada cara sampling kegiatan, yang ingin diukur dipisahkan dari kegiatan-kegiatan lain yang mungkin terjadi. Bentuk yang paling sederhana adalah memisahkan seluruh kegiatan menjadi dua bagian yaitu yang pertama yang ingin diukur, dan yang kedua lainnya. Contoh pemisahan demikian adalah kegiatan produktif dan non produktif. Bentuk lain yang lebih rumit adalah jika yang ingin diukur beberapa kegiatan sehingga kemungkinan pengelompokkannya akan seperti ini: Kegiatan 1 : Mengetik Kegiatan 2 : menerima instuksi pimpinan Kegiatan 3 : menelpon/melayani panggilan telepon Kegiatan 4 : Membereskan arsip-arsip kantor Kegiatan 5 : tugas keluar kantor Kegiatan 6 : lain-lainnya Program Studi Teknik Industri UWP 121

124 Pada contoh ini pengukur mungkin ingin mengetahui bagaimana distribusi penggunaan waktu bagi kegiatan-kegiatan 1 sampai 5. Kegiatan-kegiatan lainnya yang mungkin banyak sekali seperti mengobrol, membaca surat kabar, makan/minum, mengaggur dan sebagainya tidak menjadi perhatiannya. Sehubungan dengan pemisahan kegiatan-kegiatan ini, satu hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa kegiatan-kegiatan tersebut harus mutually exclusive dan mutually exhaustive artinya satu kegiatan terpisah sama sekali dari lainnya, dan jumlah semua kegiatan tersebut adalah semua kegiatan yang mungkin terjadi di tempat pekerjaan berlangsung. B. Cara Menentukan Waktu Pengamatan Secara Acak. Berulang kali telah disebutkan bahwa kunjungan-kunjungan dilakukan pada waktu -waktu yang ditentukan secara acak. Untuk ini biasanya satu hari kerja dibagi kedalam satuan-satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur. Biasanya panjang satu-satuan waktu tidak terlampau singkat dan juga tidak terlampau panjang. Berdasarkan satuan-satuan waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan. Misalkan satu satuan waktu panjang 5 menit. Jadi satu hari kerja (7jam) mempunyai 84 satuan waktu. Ini berarti jumlah kunjungan per hari tidak lebih dari 84 kali. Jika dalam satu hari akan dilakukan 36 kali kunjungan maka dengan bantuan tabel bilangan acak ditentukanlah saat-saat kunjungan tersebut: Tabel bilangan acak biasanya terdapat pada buku-buku statistik ataupun bukubuku khusus tabel-tabel teknik. Dengan tabel ini kita pecahkan persoalan kita tadi. Angka-angka pada tabel itu kita ikuti dua-dua sampai 36 kali. Tentu syaratnya adalah bahwa pasangan-pasangan dua buah angka itu besarnya tidak boleh lebih dari 84 dan tidak boleh terjadi pengulangan. Jadi didapat: (36 pasang). Dengan demikian kunjungan dilakukan pada satuan waktu ke 39, 65,...(36 kali) yang berarti pada jam , dan seterusnya (jika jam kerja dimulai pukul dan berakhir pukul dengan waktu istirahat antara ). Kalau diurut dari awal Program Studi Teknik Industri UWP 122

125 sampai akhir maka akan didapat daftar saat kunjungan dari kunjungan pertama sampai ke tiga puluh enam. Diatas telah dikatakan bahwa panjang satu satuan waktu tidak terlalu pendek dan juga tidak terlalu panjang. Untuk yang pertama kiranya sudah jelas, yaitu bila terlalu pendek misalkan satu menit ada kemungkinan mendapatkan 2 atau lebih kunjungan berturut-turut setiap satu menit sekali yang tentunya menyulitkan. Untuk yang kedua mudah pula dimengerti, yaitu akan menyebabkan jumlah kunjungan per hari terbatas yang berarti akan menjadikan masa pengamatan sampling pekerjaan lebih lama Melakukan Pengukuran Waktu Kerja Dengan Sampling Pekerjaan. Cara melakukan pengamatan dengan sampling pekerjaan juga tidak berbeda dengan yang dilakukan untuk cara jam henti yaitu yang terdiri dari tiga langkah : melakukan sampling pendahuluan, menguji keseragaman data dan menghitung jumlah kunjungan yang diperlukan. Langkah-langkah ini dilakukan terus sampai jumlah kunjungan mencukupi yang diperlukan untuk tingkat ketelitian dan tingkat kenyakinan yang diperlukan. A. Sampling Pendahuluan Disini dilakukan sejumlah kunjungan yang banyaknya ditentukan oleh pengukur biasanya tidak kurang dari 30. Untuk mudahnya kita ikuti sebuah contoh sampling pekerjaan untuk menghitung waktu baku penyelesaian suatu pekerjaan. Katakanlah semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan disebut sebagai kegiatan produktif, lainnya non-produktif. Selanjutnya dilakukan pengamatan-pengamatan sesaat pada waktu-waktu yang acak sebanyak 144 kali, dan hasilnya sebagai berikut: Program Studi Teknik Industri UWP 123

126 Kegiatan Frekwensi teramati pada hari ke jumlah Produktif Non produktif Jumlah % Produktif B. Pengujian Keseragaman Dan Kecukupan Data a. Keseragaman Data Untuk ini kita tentukan batas-batas kontrolnya yaitu, Dimana p adalah p p i = k BKA = p + 3 p (1 p) n CL = p BKB = p - 3 p (1 p) n dengan p i adalah persentase produktif dihari ke - i dan k adalah jumlah hari pengamatan. Maka n adalah : n k n i dengan n i adalah jumlah pengamatan yang dilakukan pada hari ke i selanjutnya untuk contoh diatas didapat : Program Studi Teknik Industri UWP 124

127 p = : 100 = 0,76 sehingga : n = = 36 4 BKA = 0, ,76(1 0,76) 36 = 0,976 BKB = 0,76-3 0,76(1 0,76) 36 = 0,546 Ternyata semua harga-harga pi berada dalam batas-batas ini sehingga semuanya dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengamatan yang diperlukan. Jika terdapat yang diluar batas kontrol, maka pengamatan yang membentuk pi yang bersangkutan dibuang karena berasal dari sistem sebab yang berbeda. b. Kecukupan Data Jumlah pengamatan yang diperlukan yang untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% diketahui melalui rumus: Z 1 p N =. s p p N = 0,05 p 2 = p p dimana p adalah persentase produktif dari seluruh pengamatan yang telah dilakukan. Untuk contoh tadi, 109 p = = 0, Program Studi Teknik Industri UWP 125

128 Sehingga 1600 (1-0,757) N = = 514 0,757 Jadi masih diperlukan ( ) = 370 kali kunjungan lagi. Maka sampling tahap keduapun dilakukan. Demikian seterusnya pengamatan dilakukan tahap demi tahap sampai jumlah kunjungan yang telah dilakukan lebih banyak atau sama dengan yang seharusnya dilakukan Menghitung Waktu Baku Misalkan pada contoh kita diatas, akhirnya didapat bahwa jumlah pengamatan yang diperlukan adalah 425 kali, dan jumlah pengamatan yang dilakukan 432 kali selama 12 hari penuh atau sama dengan 5040 menit. Dari ke-432 pengamatan ini frekwensi kegiatan produktif yang teramati adalah 343, maka : a. - Jumlah pengamatan jumlah produktif persentase produkti 343/432 x 100% = 79,4% b. - Jumlah menit pengamatan 5040 menit - jumlah menit produktif 79,4/100 x 5040 = 4002 menit c. - Jumlah barang / produk yang dihasilkan selama masa pengamatan 370 unit - Waktu diperlukan / unit 4002/370 = 10,82 menit d. - Faktor Penyesuaian 0,95 - Waktu normal (10,82 x 0,95) = 10,28 menit e. - Faktor Kelonggaran 12% - Waktu baku 10,28 + 0,12 (10,28) = 11,51 menit Disini dianggap bahwa pekerjaan menyelesakan produk yang bersangkutan sepenuhnya manually controlled, artinya kecepatannya kerjanya sepenuhnya tergantung pada pekerjaan yang bersangkutan. Bagaimana jika ada sebagian diantaranya yang machine controlled yaitu yang kecepatanya sepenuhnya ditentukan oleh mesin? Seandainya pada contoh kita tadi dari ke 343 kegiatan produktif 87 diantaranya mechine controlled maka perhitungan diatas menjadi : Program Studi Teknik Industri UWP 126

129 a. - Jumlah pengamatan jumlah produktif 343 = 79,4% (dari total) - jumlah man. cont 256 = 74,6% (dari produktif) - jumlah mach. cont 87 = 25,4% (dari produktif) b. - Jumlah menit pengamatan 5040 menit - jumlah menit produktif 4002 menit c. - Jumlah barang dihasilkan 370 unit - Waktu diperlukan / unit 10,82 menit - Waktu man. cont/unit 0,746 x 10,82 = 8,07 menit - Waktu mach. cont/unit 0,254 x 10,82 = 2,75 menit d. - Faktor Penyesuaian 0,95 (dari salah satu metode) - Waktu normal (8,07 x 0,95) + 2,75 = 10,42 menit e. - Faktor Kelonggaran 12% (dihitung dari tabel lebih dahulu) - Waktu baku 10,42 + 0,12 (10,42) = 11,67 menit Terlihat bahwa faktor penyesauaian dikalikan hanya terhadap waktu manually controlled karena memang faktor penyesuaian adalah untuk kegiatan-kegiatan demikian. Yang machine controlled tidak perlu disesuaikan karena kegiatan-kegiatan ini dapat dipastikan bekerja normal Berbagai Kegunaan Sampling Pekerjaan Selain untuk mendapatkan waktu baku dan kegunaan-kegunaan lain, sampling pekerjaan dapat juga digunakan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan besarnya kelonggaran. Pada modul terdahulu telah dikemukakan adanya tiga macam kelonggaran yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan untuk hambatanhambatan yang tak terhindarkan. Jika sampling pekerjaan dijalankan untuk keperlukan ini maka pemisahan kegiatannya dapat berbentuk seperti: Kegiatan 1 : Kegiatan untuk kebutuhan pribadi Kegiatan 2 : Kegiatan untuk menghilangkan rasa fatique Kegiatan 3 : Hambatan-hambantan yang tidak terhindarkan Kegiatan 4 : lain-lain Program Studi Teknik Industri UWP 127

130 Selanjutnya lankah-langkahnya mengikuti langkah-langkah sampling pekerjaan. Kegiatan kegiatan 1, 2, dan 3 dapat digabungkan menjadi satu, yaitu kegiatan kelonggaran sehingga menjadi : Kegiatan 1: Kegiatan kelonggaran Kegiatan 2 : lain-lain Cara demikian lebih sederhana, antara lain karena jumlah pengamtan yang diperlukan lebih sedikit. Tetapi tentunya tidak dapat diketahui secara terperinci. Sebaliknya penguraian yang lebih terperinci dari cara pertama dapat juga dilakukan, misalnya menjadi: Kegiatan 1: bercakap-cakap sekedarnya Kegiatan 2 : minum sekedarnya Kegiatan 3 : Kekamar kecil Kegiatan 4 : Berhenti waktu istirahat dan seterusnya Dengan demikian kelonggaran untuk setiap macam kegiatan yang bersangkutan dapat diketahui. Namun cara ini menurut jumlah pengamtan yang lebih banyak karena persentase setiap kegiatan yang terperinci ini (relatif terhadap keseluruhan) kecil atau sangat kecil. Sehubungan dengan penggunaan sampling pekerjaan untuk mendaptkan kelonggaran ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama adalah sifat dari kegiatankegiatan kelonggaran yang tidak selalu tampak sebagai kegiatan yang berdiri sendiri. Misalnya, untuk menghilangkan rasa fatique opertor tidak selalu berhenti bekerja, tetapi dapat juga dengan melambatkan kecepatan kerja. Yang terakhir ini tidak mudah dideteksi selama kunjungan-kunjungan dilakukan. Namun paling tidak dengan sampling pekerjaan didapat kelonggaran untuk yang tampak yang seolah-olah dapat diperlakukan sebagai kelonggaran menimal untuk pekerjaan yang berangkutan. Atau bila ditambahkan sejumlah kelonggaran lagi atasnya akan menjadi kelonggaran yang diharapkan sepantasnya. Yang kedua adalah bahwa operator yang diukur harus seorang yang melakukan kegiatan-kegiatan kelonggaran secara wajar: artinya dia tidak bercakap-cakap terlampau banyak, sering minum atau kekamar kecil karena badan yang sedang tidak sehat dan sebagainya. Hal ini adalah untuk menjamin agar kelonggaran yang akhirnya didapatkan merupakan kelonggaran yang sepantasnya. Program Studi Teknik Industri UWP 128

131 Karena cara bekerjanya seperti yang telah dikemukakan diatas, sampling pekerjaan mempunyai beberapa kegunaan lain dibidang produksi sampling untuk menghitung waktu penyelesaian. Kegunaan-kegunaan tersebut adalah: a. Untuk mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh pekerja atau kelompok pekerja. b. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat dipabrik. c. Untuk menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja tak langsung. d. Untuk memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan. Distribusi pemakian waktu pekerj atau kelompok pekerja dan tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat secara mudah diketahui dengan mempelajari frekwensi setiap kegiatan atau pemakian dari catatan pengamatan setiap melakukan kunjungan. Keguanaan-kegunaan sampling pekerjaan yang dikemukan ini tampak sebagai kelebihan cara ini dibandingkan cara jam henti. Memang kecuali dengan melakukan pengukuran tak henti-henti sepanjang hari, cara jam henti tidak dapat melakukan hal-hal diatas, bahwa dengan jam henti sama sekali tidak dapat dilakukan pengamatan terhadap beberapa pekerjaan sekaligus, yang pada sampling pekerjaan dengan mudah dijalankan, yaitu dengan cara melakukan pengamatan ke beberapa pekerjaan disetiap kunjungan. Begitu pula dengan pekerja-pekerja tak langsung yang tidak mudah diukur dengan jam henti karena tidak menentunya kegiatan mereka. Tentang lamanya pengamatan, ternyata pada umumnya cara sampling pekerjaan membutuhkan waktu yang lebih bahkan tidak jarang lebih lama dari pada cara jam henti. Misalkan saja jika tingkat-tingkat ketelitian dan kenyakinan yang diinginkan berturut-turut 5% dan 95%. Maka untuk suatu kegiatan yang menghabiskan waktu 20% dari seluruh waktu yang tersedia diperlukan 6400 kali kunjungan. Ini berarti memakan waktu 183 hari jika + 5 kali kunjungan dilakukan setiap jan disetiap hari yang mempunyai 7 jam kerja. Dengan kata lain, jika yang hendak diukur waktu bakunya hanya satu pekerjaan saja, cara sampling pekerjaan sering kali terlalu mahal. Memang dalam keadaan demikian cara jam henti dapat memberikan hasil yang sama kwalitasnya dalam waktu yang jauh lebih cepat dan tentunya biaya lebih murah. Program Studi Teknik Industri UWP 129

132 Buku Acuan : 1. Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, ITB, Bandung 2. Barnes R. M, Motion and Time Study - Design and Measurement of Work, John Wiley & Sons.Inc, New York. 3. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, ITSN, Surabaya. 4. Wignjosoebroto Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu ITSN, Surabaya. Program Studi Teknik Industri UWP 130

133 BAB X II Analisa & Perancangan Kerja 1. Tujuan Instruksional Khusus Diharapkan mahasiswa dapat memahami yang berkaitan dengan pengertian beban kerja, penilaian beban kerja fisik dan beban kerja mental, pengertian kelelahan, pengukuran dan mengatasi kelelahan. 2. Daftar Materi Pembahasan 2.1. Pengertian Beban Kerja 2.2. Penilaian Beban Kerja Fisik dan Beban Kerja Mental 2.3. Pengertian Kelelahan 2.4. Pengukuran dan Mengatasi Kelelahan 3. Pembahasan 2.1. Pengertian Beban Kerja Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas kerja sehari-hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh barat tubuh, memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan pekerjaan. Pekerjaan disatu pihak mempunyai arti penting bagi kemajuan dan peningkatan prestasi. Di pihak lain, dengan pekerjaan berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang bersangkutan. Beban tersebut dapat berupa beban fisik maupun beban mental. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Menurut Suma mur (1984) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya Program Studi Teknik Industri UWP 131

134 dan sangat tergantung dari tingkatan keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh dari pekerjaan yang bersangkutan. Beban kerja oleh karena faktor eksternal Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja, ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor. - Tugas-tugas yang dilakukan baik yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, sikap kerja, beban yang diangkat-angkut, peralatan, sarana informasi dll. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental, seperti tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dll. - Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja, seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, model struktur organisasi, sistem pelimpahan tugas dan wewenang, dll. - Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah ; * lingkungan kerja fisik, seperti intensitas penerangan, kebisingan, temperatur ruangan, getaran, dll. * lingkungan kerja kimiawi, seperti debu, gasgas pencemar udara, uap logam, dll. * lingkungan kerja biologis, seperti bakteri, virus, jamur, parasit dll. * lingkungan kerja psikologis, seperti pemilihan dan penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, atasan dan bawahan, dll. Beban kerja oleh karena faktor internal Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal sebagai strain. Berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian secara objektif, yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian subjektif dapat dilakukan secara subjektif berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan dll. Secara lebih ringkas faktor internal meliputi ; faktor somatis ( jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi ), faktor psikis ( motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan dll. ). Program Studi Teknik Industri UWP 132

135 2.2. Penilaian Beban Kerja Fisik dan Beban Kerja Mental A. Beban Kerja Fisik Menurut Astrand & Rodahl (1977) bahwa penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan melalui asupan oksigen selama bekerja. Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama kerja. Kemudian Konz (1996) mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi. Katagori berat, ringan nya beban kerja didasarkan pada metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung. Tabel 1. Katagori Beban Kerja Katagori beban kerja Konsumsi oksigen (l/min) Vestilasi paru (l/min) Suhu rektal ( C ) Denyut jantung (denyut/min) Ringan 0,5 1, , Sedang 1,0 1, ,5 38, Berat 1,5 2, ,0 38, Sangat berat 2,0 2, ,5 39, Sangat sekali berat 2,5 4, > 39 > 175 Sumber : Chris tensen (1996 ) Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk penentuan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Program Studi Teknik Industri UWP 133

136 Semakin berat beban kerja maka semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tampa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakan otot adalah kebutuhan akan oksigen yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembekaran zat dalam menghasilkan energi. Sehingga jumlah oksigen yang dipergunakan oleh tubuh untuk bekerja merupakan salah satu indikator pembebanan selama bekerja. Dengan demikian setiap aktivitas pekerjaan memerlukan energi yang dihasilkan dari proses pembakaran. Semakin berat pekerjaan yang dilakukan maka akan semakin besar pula energi yang dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut maka besarnya jumlah kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan berat ringannya beban kerja. Berkaitan hal tersebut, menurut Kepmennaker (1999), menetapkan kategori beban kerja menurut kebutuhan kalori sebagai berikut : Beban kerja ringan : kilo kalori / jam Beban kerja sedang : > kilo kalori / jam Beban kerja berat : > kilo kalori / jam Kebutuhan kalori dapat dinyatakan dalam kalori yang dapat diukur secara tidak langsung dengan menentukan kebutuhan oksigen.. Komsumsi energi diukur dalam satuan Watt, 1 Watt = 1 Joule/detik, untuk konversi satuan energi setiap kebutuhan 1 liter oksigen akan memberikan 4,8 kilo kalori energi yang setara dengan 20 KJ. Dalam satuan SI didapat 1 kilo kalori = 4,2 kilojoule (KJ). Konsumsi energi merupakan faktor utama dan tolak ukur yang dipakai sebagai penentu besar/ringannya kerja fisik dilaksanakan. Proses Metabolisme merupakan fasa yang penting sebagai penghasil energi yang diperlukan untuk kerja fisik. Besarnya energi yang dihasilkan / dikonsumsi dinyatakan dalam satuan kilo kalori(kcal). Untuk kegiatan dengan klasifikasi ringan (berjalan, berdiri/duduk, berpakaian) memerlukkan tambahan kalori kerja Kcal/24 jam. Standar untuk energi Kerja 5.2 Kcal/menit adalah energi maksimum yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan fisik sedang secara terus-menerus. Program Studi Teknik Industri UWP 134

137 No. Tabel 2. Kebutuhan kalori perjam menurut janis aktivitas Jenis Aktivitas Kilo Kalori/jam/kg Berat Badan Tidur Duduk dalam keadaan istirahat Membaca dengan intonasi keras Berdiri dalam keadaan tenang Menjahit dengan tangan Berdiri dengan konsentrasi terhadap suatu objek Berpakaian Menyanyi Menjahit dengan mesin Mengetik Menyetrika (berat setrika +- 2,5 kg) Mencuci peralatan dapur Menyapu lantai dengan kecepatan kali permenit. Menjilid buku Pelatihan ringan Jalan ringan dengan kecepatan +-3,9 km/jam Pekerjaan kayu, logam dan pengecetan dalam industri Pelatihan sedang Jalan agak cepat dengan kecepatan +-5,6 km/jam Jalan turun tangga Pekerjaan tukang batu Pelatihan berat Pekerjaan kayu secara manual Berenang Lari dengan kecepatan +-8 km/jam Pelatihan sangat berat Jalan sangat cepat dengan kecepatan +-8 km/jam Jalan naik tangga 0,98 1,43 1,50 1,50 1,59 1,63 1,69 1,74 1,93 2,00 2,06 2,06 2,41 2,43 2,43 2,86 3,43 4,14 4,28 5,20 5,71 6,43 6,86 7,14 8,14 8,57 9,28 15,80 Program Studi Teknik Industri UWP 135

138 Kebutuhan kalori perjam tersebut merupakan pemenuhan kebutuhan kalori terhadap energi yang dikeluarkan akibat beban kerja utama. Sehingga masih diperlukan tambahan kalori apabila terdapat beban kerja tambahan seperti, suhu lingkungan yang panas dan lain-lain. Contoh : Seorang pekerja laki-laki dengan berat badan 65 kg, bekerja sebagai tukang batu dibawah terik matahari. Berdasarkan data tersebut maka dapat dilakukan penaksiran terhadap beban kerja fisik yang diterima pekerja yang bersangkutan. Kebutuhan kalori perjam tukang batu tersebut adalah 5,71 kilo kalori /kg-bb x 65 kg-bb = 371 kilo kalori / jam, termasuk katagori beban kerja berat. Hal tersebut belum termasuk pertimbangan faktor tekanan panas yang dapat memberikan beban kerja tambahan. Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam sehari ditentukan oleh tiga hal : 1. Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal. Metabolisme basal adalah konsumsi energi secara konstan pada saat istirahat dengan perut dalam keadaan kosong, yang mana tergantung pada ukuran berat badan dan jenis kelamin Dimana seorang laki-laki dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal kilo Joule(23,87 kilo kalori) per 24 jam kg-bb. Sedangkan seorang wanita dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal kilo Joule(23,39 kilo kalori) per 24 jam kg-bb. Contoh seorang laki-laki dewasa dengan berat badan 60 kg akan memerlukan kalori untuk metabolisme basal sebesar kilo Joule(1432 kilo kalori) per 24 jam. 2. Kebutuhan kalori untuk kerja. Kebutuhan kalori untuk kerja sangat ditentukan dengan jenis aktivitas kerja yang dilakukan atau berat ringannya pekerjaan. 3. Kebutuhan kalori untuk aktivitas lain diluar jam kerja. Rerata-rata kebutuhan kalori untuk aktivitas lain diluar jam kerja adalah kilo Joule(573 kilo kalori) untuk seorang laki-laki dewasa dan sebesar kilo Joule( kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa. Program Studi Teknik Industri UWP 136

139 Beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah kilo kalori yang dikonsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima serta tekanan panas dari lingkungan kerjanya yang dapat meningkatkan denyut nadi. Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indeks beban kerja. Dan salah satu cara yang sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan merasakan denyutan pada arteri radialis dipergelangan tangan. Denyut nadi untuk mengistimasi indeks beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang didefinisikan oleh Grandjean (1993) : 1. Denyut nadi istirahat : adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai 2. Denyut nadi kerja : adalah rerata denyut nadi selama bekerja 3. Nadi kerja : adalah selisih antara Denyut nadi istirahat dan Denyut nadi kerja B. Beban Kerja Mental Selain beban kerja fisik, beban kerja yang bersifat mental harus pula dinilai. Namun demikian penilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban kerja fisik. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Pada hal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan dengan aktivitas fisik, karena lebih melibatkan kerja otak ( white-collar) dari pada kerja otot( Blue-collar). Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh pekerja-pekerja kantor, supervisor dan pimpinan sebagai pengambil keputusan dengan tanggung jawab yang lebih besar. Menurut Grandjean (1993) setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensor untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat informasi yang lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan untuk memanggil kembali atau mengingat informasi yang disimpan. Proses mengingat kembali ini sebagian besar menjadi masalah bagi orang tua. Seperti kita tahu bahwa orang tua kebanyakan mengalami penurunan daya ingat. Dengan demikian penilaian beban kerja mental lebih tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan maupun konstansi kerja. Sedangkan jenis pekerjaan yang lebih memerlukan kesiapsiagaan tinggi seperti petugas air traffic controllers di Bandara udara adalah Program Studi Teknik Industri UWP 137

140 sangat berhubungan dengan pekerjaan mental yang memerlukan konsentrasi tinggi. Semakin lama orang berkonsentrasi maka akan semakin berkurang tingkat kesiapsiagaannya. Maka uji yang lebih tepat untuk menilai kesiapsiagaan tinggi adalah tes waktu reaksi. Dimana waktu reaksi sering dapat digunakan sebagai cara untuk menilai kemampuan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan mental Pengetian Kelelahan Kelelahan bagi setiap orang lebih bersifat subjektif karena terkait dengan perasaan. Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai dengan penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada penurunan efisiensi dan terjadinya penurunan vitalitas dan produktivitas kerja akibat faktor pekerjaan. Kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu. Gejala kelelahan kerja adalah adanya perasaan lelah, penurunan kesiagaan, persepsi yang lambat dan lemah disamping penurunan kerja fisik dan mental. Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah merupakan tremor pada otot (perasaan nyeri pada otot). Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerjayang disebabkan karena monotoni, intensitas, lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi ( Grandjean, 1993). Byrd dan Moore (1986) menyatakan bahwa penurunan produktivitas kerja pada pekerja terutama oleh adanya kelelahan kerja. ILO (1983) mengutarakan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja adalah adanya monotoni pekerjaan ; adanya intensitas dan durasi kerja mental dan fisik yang tidak proporsional; faktor lingkungan kerja, cuaca dan kebisingan; faktor mental seperti tanggung jawab, ketegangan dan adanya konflik-konflik; serta adanya penyakit-penyakit, kesakitan dan nutrisi yang tidak memadai. Faktor penyebab terjadinya kelelahan akibat kerja Grandjean (1991 ) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/ mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel Program Studi Teknik Industri UWP 138

141 out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Faktorfaktor penyebab kelelahan digambarkan seperti pada gambar 8.1. Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari. Astrand & Rodahl (1977) berpendapat bahwa kerja dapat dipertahankan beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang dikerahkan tidak melebihi 8% dari maksimum tenaga otot. Lebih lanjut Suma'mur (1982); Grandjean (1993), juga menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat (Strenous), kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis dan dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama. Waters & Bhattacharya (1996), berpendapat agak lain, bahwa kontraksi otot baik statis maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu ketahanan (Endurance time) otot terlampaui. Waktu ketahanan otot tergantung pada jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot sebagai suatu prosentase tenaga maksimum yang dapat dicapai oleh otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi. Sedangkan Annis & McConville (1996) berpendapat bahwa saat kebutuhan metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi. Kemudian mereka merekomendasikan bahwa, penggunaan energi tidak melebihi 50% dari tenaga aerobik maksimum untuk kerja 1 jam; 40% untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja 8 jam terus menerus. Nilai tersebut didesain untuk mencegah kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan resiko cedera otot pada tenaga kerja. Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan Program Studi Teknik Industri UWP 139

142 merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif Pengukuran dan Mengatasi Kelelahan A. Pengukuran Kelelahan Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) mengelompokan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yakni : 1. Kuantitas dan Kualitas kerja yang dilakukan Pada metode ini, kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan, seperti target produsksi, prilaku dalm kerja. Sedangkan kualitas output ( kerusakan produk, penolakan produk ) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor. 2. Uji Psiko-motor ( Psychomotor test ) Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau gayangan badan. Terjadinya perpanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot. Alat ukur waktu reaksi yang dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli. 3. Uji Hilangnya Kelipatan ( Flicker fusion test ) Program Studi Teknik Industri UWP 140

143 Dalam kondisi yang lelah, kemaqmpuan tenaga kerja untuk melihat kelipatan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipatan. Ujia kelipatan disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukan keadaan kewaspadaan tenaga kerja. Gambar 1. Alat ukur uji kelelahan 4. Perasaan kelelahan secara subjektif dengan menggunakan IFRC (Subjective Self Rating Test - Industrial Fatique Research Committee ) dari Jepang, yang merupakan salah satu pengukuran dengan menggunakan kuesioner, yang dapat mengindentifikasi tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari : 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan : 1). Persaan berat dikepala 2). Lelah seluruh badan 3). Berat di kaki 4). Menguap 5). Pikiran kacau 6). Mengantuk 7). Ada beban pada mata 8). Gerakan cangkung dan kaku Program Studi Teknik Industri UWP 141

144 9). Berdiri tidak stabil 10). Ingin berbaring 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi : 11). Susah berfikir 12). Lelah untuk bicara 13). Gugup 14). Tidak terkonsentrasi 15). Sulit memusatkan perhatian 16). Mudah lupa 17). Kepercayaan diri berkurang 18). Merasa cemas 19). Sulit mengontrol sikap 20). Tidak tekun dalam pekerjaan 10 pertanyaan tentang gambaran pelemahan fisik : 21). Sakit dikepala 22). Kaku dibahu 23). Nyeri dipunggung 24). Sesak nafas 25). Haus 26). Suara serak 27). Merasa pening 28). Spasme dikelopak mata 29). Tremor pada anggota badan 30). Merasa kurang sehat B. Mengatasi Kelelahan Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks dan saling mengkait antara faktor yang satu dengan yang lain. Yang penting adalah bagai mana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah, seperti gambar dibawah ini. Program Studi Teknik Industri UWP 142

145 PENYEBAB KELELAHAN 1. Aktivitas kerja fisik 2. Aktivitas kerja mental 3. Stasiun kerja tidak ergonomis 4. Sikap paksa 5. Kerja statis 6. Kerja bersifat monotoni 7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis 9. Kebutuhan kalori kurang 10. Waktu kerja istirahat tidak tepat 11. Dan lain-lain CARA MENGATASI 1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental 3. Redesain stasiun kerja 4. Sikap kerja alami 5. Keja lebih dinamis 6. Keja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi kerja 9. Kebutuhan kalori setimbang 10. Istirahan setiap dua jam kerja dengan kudapan/penganan 11. Dan lain-lain RESIKO 1. Motivasi kerja turun 2. Performansi rendah 3. Kualitas kerja rendah 4. Banyak terjadi kesalahan 5. Stress akibat kerja 6. Penyakit akibat kerja 7. Cidera 8. Terjadi kecelakaan akibat kerja 9. Dan lain-lain MANAJEMEN PENGAENDALIAN 1. Tindakan preventif melalui pendekatan inovatif dan partisipatoris 2. Tindakan kuratif 3. Tindakan rehabilitatif 4. Jaminan masa tua Gambar 2. Bagan penyebab dan mengatasi kelelahan Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan karena berbagai faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan anthropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja istirahat yang tidak tepat. Dibawah ini contoh kasus, Didapat dari kuisioner yang diisi pekerja untuk meindetifikasi keluhan subjektif. Observasi gerakan operator yang membuat terjadi kelelahan disaat kerja. Program Studi Teknik Industri UWP 143

146 Gambar 3. Observasi gerakan operator yang membuat rasa nyeri pada bahu dan pinggang Dalam pengisian checklist ini diharapkan memberikan tanda check ( ) terhadap setiap bagian tubuh, dimana ada empat pilihan keluhan yang dirasakan dan skor yang diberikan dari tingkat keluhan yang ringan sampai keluhan yang berat. Keempat pilihan tersebut adalah : a. Tidak ada keluhan (dengan Skor 0), hal ini apabila pekerja tidak merasakan keluhan yang berarti terhadap bagian tubuh. Program Studi Teknik Industri UWP 144

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Studi Kerja Studi kerja adalah penelaahan secara sistematik terhadap pekerjaan, dengan maksud untuk : (Barnes, 1980, Halaman 6) 1. Mengembangkan sistem dan metode kerja yang lebih

Lebih terperinci

ERGONOMI & APK - I KULIAH 4: PETA KERJA

ERGONOMI & APK - I KULIAH 4: PETA KERJA ERGONOMI & APK - I KULIAH 4: PETA KERJA By: Rini Halila Nasution, ST, MT DEFINISI Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui petapeta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Peta Kerja Peta kerja ( Peta Proses process chart ) merupaka alat komunikasi yang sistematis dan logis guna menganalisa proses kerja dari tahap awal sampai akhir (Sritomo,

Lebih terperinci

PETA PETA KERJA. Nurjannah

PETA PETA KERJA. Nurjannah PETA PETA KERJA Nurjannah Peta Kerja Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas (Sutalaksana, 2006) Peta kerja merupakan alat komunikasi yang sistematis

Lebih terperinci

ERGONOMI & APK - I KULIAH 3: STUDI & EKONOMI GERAKAN

ERGONOMI & APK - I KULIAH 3: STUDI & EKONOMI GERAKAN ERGONOMI & APK - I KULIAH 3: STUDI & EKONOMI GERAKAN By: Rini Halila Nasution, ST, MT STUDI GERAKAN Studi gerakan atau yang biasanya disebut dengan motion study adalah suatu studi tentang gerakan-gerakan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. Ergonomi Istilah ergonomi yang juga dikenal dengan human factors berasal dari bahasa Latin yaitu ergon yang berarti kerja, dan nomos yang berarti hukum alam. Sehingga, ergonomi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Peta Aliran Proses (Flow Process Chart) 1 Setelah mempunyai gambaran tentang keadaan umum dari proses yang terjadi seperti yang diperlihatkan dalam peta proses operasi, langkah

Lebih terperinci

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA tutorial 6 MOTION STUDY Prodi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Tahun Ajaran 2016/2017 www.labdske-uii.com WORK TIME MEASUREMENT (MOTION

Lebih terperinci

STUDI WAKTU DAN PROSES PEMBUATAN TERALIS JENDELA DI PT X

STUDI WAKTU DAN PROSES PEMBUATAN TERALIS JENDELA DI PT X STUDI WAKTU DAN PROSES PEMBUATAN TERALIS JENDELA DI PT X I Wayan Sukania 1), Oktaviangel 2), Julita 3) Program Studi Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara 1) Program

Lebih terperinci

DEFINISI. Peta kerja untuk kegiatan setempat digunakan untuk menganalisa suatu stasiun kerja. Peta pekerja & mesin Peta tangan kanan dan tangan kiri

DEFINISI. Peta kerja untuk kegiatan setempat digunakan untuk menganalisa suatu stasiun kerja. Peta pekerja & mesin Peta tangan kanan dan tangan kiri DEFINISI Peta kerja untuk kegiatan setempat digunakan untuk menganalisa suatu stasiun kerja MACAM Peta pekerja & mesin Peta tangan kanan dan tangan kiri Peta Pekerja dan Mesin : Menggambarkan Koordinasi

Lebih terperinci

Tabel 2.4 Penyesuaian menurut Westinghouse

Tabel 2.4 Penyesuaian menurut Westinghouse Tabel 2.4 Penyesuaian menurut Westinghouse 32 33 Tabel 2.5 Kelonggaran Tabel 2.5 Kelonggaran ( Lanjutan ) 34 Tabel 2.5 Kelonggaran ( Lanjutan ) 35 36 2.2 Peta Kerja 2.2.1 Pengertian Peta Kerja Peta kerja

Lebih terperinci

STUDI DAN EKONOMI GERAKAN. Amalia, S.T., M.T.

STUDI DAN EKONOMI GERAKAN. Amalia, S.T., M.T. STUDI DAN EKONOMI GERAKAN Amalia, S.T., M.T. Learning Outcomes Pada akhir semester mahasiswa dapat menganalisa dan merancang sistem kerja yang efisien dan efektif dengan melakukan pengukuran kerja. Learning

Lebih terperinci

practicum apk industrial engineering 2012

practicum apk industrial engineering 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern seperti saat ini, sebagai pekerja yang baik harus mampu menciptakan suatu sistem kerja yang baik dalam melakukan pekerjaan agar pekerjaan tersebut

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN METODA KERJA PADA STASIUN KERJA POLA DENGAN MOTION ECONOMY CHECK LIST (STUDI KASUS INDUSTRI RUMAH TANGGA SEPATU CIBADUYUT X )

USULAN PERBAIKAN METODA KERJA PADA STASIUN KERJA POLA DENGAN MOTION ECONOMY CHECK LIST (STUDI KASUS INDUSTRI RUMAH TANGGA SEPATU CIBADUYUT X ) Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 USULAN PERBAIKAN METODA KERJA PADA STASIUN KERJA POLA DENGAN MOTION ECONOMY CHECK LIST (STUDI KASUS INDUSTRI RUMAH TANGGA SEPATU CIBADUYUT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keseimbangan Lini (Line Balancing) Keseimbangan lini adalah pengelompokan elemen pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang bertujuan membuat seimbang jumlah pekerja yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Penelitian cara kerja atau yang dikenal juga dengan nama methods analysis merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan metode kerja yang akan dipilih untuk melakukan suatu pekerjaan.

Lebih terperinci

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL PERANCANGAN DAN PERBAIKAN METODE KERJA

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL PERANCANGAN DAN PERBAIKAN METODE KERJA TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL PERANCANGAN DAN PERBAIKAN METODE KERJA OLEH WAHYU PURWANTO LABOTARIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNWERSITAS GADJAH MADA

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI OLEH: Marianus T. Dengi 122080139 LABORATORIUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA & ERGONOMI JURUSAN

Lebih terperinci

MODUL 1 PERANCANGAN PRODUK MODUL 1 ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA (MOTION AND WORK MEASUREMENT)

MODUL 1 PERANCANGAN PRODUK MODUL 1 ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA (MOTION AND WORK MEASUREMENT) MODUL 1 PERANCANGAN PRODUK MODUL 1 ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA (MOTION AND WORK MEASUREMENT) 1.1. TUJUAN PRAKTIKUM Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Deskripsi Produk Produk yang telah dibuat dalam peta-peta kerja ini adalah meja lipat. Komponennya terdiri dari alas yang berukuran 50 cm x 33 cm, kaki meja yang berukuran

Lebih terperinci

Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study

Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study ABIKUSNO DHARSUKY Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Untuk memperoleh prestasi kerja dan hasil kerja yang optimum diperlukan

Lebih terperinci

PETA KERJA UNTUK ANALISA KERJA KESELURUHAN

PETA KERJA UNTUK ANALISA KERJA KESELURUHAN PETA KERJA UNTUK ANALISA KERJA KESELURUHAN TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI MANUFAKTUR/JASA PETA KERJA Peta Kerja : alat yg menggambarkan kegiatan kerja secara

Lebih terperinci

PETA-PETA KERJA. Kata kunci : Peta-Peta Kerja, Proses Operasi, Kotak Kado

PETA-PETA KERJA. Kata kunci : Peta-Peta Kerja, Proses Operasi, Kotak Kado PETA-PETA KERJA Oke Sofyan,Ita Novita Sari Mahasiswa Jurusan Teknik Industri, Universitas Gunadarma, Jakarta Kampus J Universitas Gunadarma Jl. KH. Noer Ali, kalimalang, Bekasi Telp: (021) 94122603 Email:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 SMED (Single Minute Exchange Die) Salah satu masalah yang dihadapi oleh industri manufaktur adalah seringnya keterlambatan dalam menyelesaian pekerjaan sehingga tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

PERBAIKAN METODE KERJA PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. KEMBANG BULAN

PERBAIKAN METODE KERJA PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. KEMBANG BULAN No. 1, Januari 2013, pp 41-48 PERBAIKAN METODE KERJA PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. KEMBANG BULAN Yoppy Setiawan 1, Herry Christian Palit,S.T.,M.T. 2 Abstract: PT Kembang Bulan merupakan salah satu perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Sistem Kerja Suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem kerja yang bersangkutan. Teknikteknik dan

Lebih terperinci

GAMBARAN KESELURUHAN TEKNIK TATA CARA KERJA

GAMBARAN KESELURUHAN TEKNIK TATA CARA KERJA GAMBARAN KESELURUHAN TEKNIK TATA CARA KERJA TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN MANAJEMEN INDUSTRI Company LOGO Analisis Perancangan Kerja (Method engineering) Merupakan studi yang mempelajari secara

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Industri Page 1 Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Program Studi Teknik Industri Page 1 Fakultas Teknik Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern saat ini, persaingan di dunia manufaktur menjadi sangat ketat, hal ini menyebabkan perusahaan harus mempunyai kemampuan yang baik dalam mengelola perusahaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM KERJA. PPMJ Diploma IPB

PERENCANAAN SISTEM KERJA. PPMJ Diploma IPB PERENCANAAN SISTEM KERJA PPMJ Diploma IPB PERANCANGAN SISTEM KERJA Faktor Sistem Kerja: Pekerja, Bahan, Mesin dan Perlatan, Lingkungan Perancangan Sistem Kerja: Mendapatkan sistem kerja yang lebih baik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PASCA PANEN PADI 2.2 PENGGILINGAN PADI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PASCA PANEN PADI 2.2 PENGGILINGAN PADI II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PASCA PANEN PADI Penanganan pascapanen padi merupakan upaya sangat strategis dalam rangka mendukung peningkatan produksi padi. Konstribusi penanganan pasca panen terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Produksi dan Proses Produksi 2.1.1 Pengertian Produksi Dari beberapa ahli mendifinisikan tentang produksi, antara lain 1. Pengertian produksi adalah suatu proses pengubahan

Lebih terperinci

Analisis Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Dalam Upaya Peningkatan Produktifitas ( Topik Study Kasus pada Perakitan Rangka Kursi Rotan )

Analisis Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Dalam Upaya Peningkatan Produktifitas ( Topik Study Kasus pada Perakitan Rangka Kursi Rotan ) Analisis Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Dalam Upaya Peningkatan Produktifitas ( Topik Study Kasus pada Perakitan Rangka Kursi Rotan ) Indonesia merupakan negara terbesar ke 4 dunia dengan jumlah

Lebih terperinci

Nurjannah. Pendahuluan

Nurjannah. Pendahuluan Nurjannah Pendahuluan Adalah suatu mata kuliah yang berisi prinsip prinsip dan teknik teknik untuk mendapatkan suatu rancangan sistem kerja yang terbaik. Teknik dan prinsip kerja yang dicari adalah sistem

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan sistem kerja Suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancanganterbaik dari system kerja yang bersangkutan. Teknik-teknik

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional

Tujuan Instruksional Identitas Judul Mata Kuliah : PERANCANGAN KERJA DAN STUDI GERAKAN SKS : 3(1-2) Semester : 4 PK : MANAJEMEN INDUSTRI Prasyarat : - Pengajar : Ir. Purana Indrawan, MP (PJMK) Annisa Kartikawati, STP, MT Angga

Lebih terperinci

Menganggur Independent Kerja Kombinasi

Menganggur Independent Kerja Kombinasi PETA KERJA SETEMPAT PETA PEKERJA-MESIN Menganggur Independent Kerja Kombinasi Contoh Kasus Berapakah jumlah mesin yang seharusnya bisa dilayani oleh seorang operator bilamana diketahui data sebagai berikut

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN STASIUN KERJA DI BAGIAN PACKING DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI ( Studi Kasus di PT. Nikkatsu Electric Work)

USULAN PERBAIKAN STASIUN KERJA DI BAGIAN PACKING DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI ( Studi Kasus di PT. Nikkatsu Electric Work) USULAN PERBAIKAN STASIUN KERJA DI BAGIAN PACKING DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI ( Studi Kasus di PT. Nikkatsu Electric Work) Yanti Helianty, Caecilia SW, Mita Lianie Astuti Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERBAIKAN METODE PERAKITAN STEKER MELALUI PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN

PERBAIKAN METODE PERAKITAN STEKER MELALUI PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PERBAIKAN METODE PERAKITAN STEKER MELALUI PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN (Improving The Plug Assembling Method Through The Left and Right Hand Motions) I Wayan Sukania*,

Lebih terperinci

PERBAIKAN METODE KERJA PENGANTONGAN SEMEN MENGGUNAKAN PETA TANGAN KIRI DAN KANAN. ABSTRAK

PERBAIKAN METODE KERJA PENGANTONGAN SEMEN MENGGUNAKAN PETA TANGAN KIRI DAN KANAN. ABSTRAK Konsumsi Semen PERBAIKAN METODE KERJA PENGANTONGAN SEMEN MENGGUNAKAN PETA DAN KANAN Cut Ita Erliana 1, Listiani Nurul Huda 2, A. Rahim Matondang 2 1 Program Studi Teknik Industri Universitas Malikussaleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN Penentuan waktu standar akan mempunyai peranan yang cukup penting didalam pelaksanaan proses produksi dari suatu perusahaan. Penentuan waktu standar yang tepat dan

Lebih terperinci

Sejarah ilmu managemen, chapter 2. Gilbreth dan Studi Waktu

Sejarah ilmu managemen, chapter 2. Gilbreth dan Studi Waktu Sejarah ilmu managemen, chapter 2 Gilbreth dan Studi Waktu Ketika membicarakan Studi Waktu, maka ada dua tokoh sentral, yakni Frank Bunker Gilbreth dan Lillian Moller Gilbreth. Keduanya adalah pasangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Perkembangan Studi tentang Penelitian Kerja. Berbicara tentang perancangan sistem kerja dan aktivitas penelitian kerja yang terdiri dari gerakan kerja dan pengukuran

Lebih terperinci

PERBAIKAN METODE PERAKITAN STEKER MELALUI PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN

PERBAIKAN METODE PERAKITAN STEKER MELALUI PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN PERBAIKAN METODE PERAKITAN STEKER MELALUI PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN I Wayan Sukania, Oktaviangel 2, Julita 2. Staf pengajar Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Untar 2. Mahasiswa Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu kerja Pengukuran waktu kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Berikut adalah

Lebih terperinci

M A K A L A H Operation Process Chart Of Banquet Chair Disusun Oleh :...(...) Muhammad Faisol Bahri ( )

M A K A L A H Operation Process Chart Of Banquet Chair Disusun Oleh :...(...) Muhammad Faisol Bahri ( ) M A K A L A H Operation Process Chart Of Banquet Chair Disusun Oleh :...(...) Muhammad Faisol Bahri (4411216140) Universitas Pancasila Jakarta Jl.Srengseng Sawah, Jagakarsa Jakarta Selatan 12640 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PEMBUATAN BISKUIT

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PEMBUATAN BISKUIT II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PEMBUATAN BISKUIT Biskuit merupakan produk pangan hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir kurang dari 5%.Biasanya formulasi

Lebih terperinci

STUDY 07/01/2013 MOTION STUDY DAPAT DILAKUKAN DG: SEJARAH MUNCULNYA MOTION DEFINISI : 2. MEMOMOTION STUDY LANGKAH-LANGKAH MICROMOTION

STUDY 07/01/2013 MOTION STUDY DAPAT DILAKUKAN DG: SEJARAH MUNCULNYA MOTION DEFINISI : 2. MEMOMOTION STUDY LANGKAH-LANGKAH MICROMOTION TIME STUDY IS THE ONE ELEMENT IN SCIENTIFIC MANAGEMENT BEYOND ALL OTHERS MAKING POSSIBLE THE TRANSFER OF SKILL FROM MANAGEMENT TO MEN.. FREDERICK W. TAYLOR Etika Muslimah, ST, MT etika_muslimah@yahoo.com

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS) Kode / Nama Mata Kuliah : E124306 / Analisa dan Perancangan Sistem Kerja Revisi 4 Satuan Kredit Semester : 2 SKS Tgl revisi : 16 Juli 2015 Jml Jam

Lebih terperinci

TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT

TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT By: Rini Halila Nasution, ST, MT Alat, bahan dan pekerja harus diatur posisinya sedemikian rupa dalam suatu pabrik, sehingga hasilnya paling efektif dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peta Kerja Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Hill, hlm Chase, dkk., Operations Management for Advantage Competition. New York: McGraw-

BAB 2 LANDASAN TEORI. Hill, hlm Chase, dkk., Operations Management for Advantage Competition. New York: McGraw- BAB LANDASAN TEORI.1. Jabaran Pekerjaan Dalam mendefinisikan pekerjaan yang dilakukan maka perlu ditentukan apa yang dilakukan diurutkan menjadi kesatuan yang disusun secara sistematis. Hal ini juga tentu

Lebih terperinci

PERANCANGAN KERJA PETA-PETA KERJA

PERANCANGAN KERJA PETA-PETA KERJA PERANCANGAN KERJA PETA-PETA KERJA PEMBUATAN DONAT Siapkan dan timbang tepung terigu Tambah gula, mentega, telur campur rata Setelah tercampur, potong dan bentuk bulat kecil Diamkan sejenak agar adonan

Lebih terperinci

FM-UDINUS-PBM-08-04/R0

FM-UDINUS-PBM-08-04/R0 SILABUS MATAKULIAH Revisi : 4 Tanggal Berlaku: 4 September 2015 A. Identitas 1. Nama Matakuliah : Analisa dan Perancangan Sistem Kerja 2. Program Studi : Teknik Industri 3. Fakultas : Teknik 4. Bobot sks

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jika dalam suatu organisasi atau perusahan telah diterapkan sistem kerja yang baik dengan diperhatikannya faktor-faktor kerja serta segi-segi ergonomis,tentunya perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Kerja Untuk Meminimasi Waktu Proses Menggunakan Maynard Operation Sequence Technique (MOST) (Studi Kasus PT Pan Panel, Palembang)

Perbaikan Metode Kerja Untuk Meminimasi Waktu Proses Menggunakan Maynard Operation Sequence Technique (MOST) (Studi Kasus PT Pan Panel, Palembang) Perbaikan Metode Kerja Untuk Meminimasi Waktu Proses Menggunakan Maynard Operation Sequence Technique (MOST) (Studi Kasus PT Pan Panel, Palembang) Tri Martanto 1, Theresia Sunarni 2 1 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Toyota Production System atau yang biasa disingkat menjadi TPS. TPS adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Toyota Production System atau yang biasa disingkat menjadi TPS. TPS adalah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Toyota Production System Toyota Production System atau yang biasa disingkat menjadi TPS. TPS adalah aktivitas pada tingkat keseluruhan perusahaan berdasarkan pada kesadaran untuk

Lebih terperinci

CONTOH OPC DAN FPC. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart) TUGAS PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI AYU DINI R

CONTOH OPC DAN FPC. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart) TUGAS PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI AYU DINI R TUGAS PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI AYU DINI R. 0810670002 CONTOH OPC DAN FPC Peta Proses Operasi (OPC) dan Peta Aliran Proses (FPC) merupakan dua jenis peta kerja digunakan untuk mengetahui secara jelas proses

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA

MODUL PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA MODUL PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA LABORATORIUM MENENGAH TEKNIK INDUSTRI JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK/KALIMALANG 05 Modul Peta Peta Kerja (Work

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pembebanan Pembebanan (loading) dapat diartikan pekerjaan yang diberikan kepada mesin atau operator. Pembebanan menyangkut jadwal waktu kerja operator dalam kurun waktu satu hari

Lebih terperinci

METODE KERJA MENGGUNAKAN MOST UNTUK MENINGKATKAN OUTPUT PRODUKSI MUKENA

METODE KERJA MENGGUNAKAN MOST UNTUK MENINGKATKAN OUTPUT PRODUKSI MUKENA METODE KERJA MENGGUNAKAN MOST UNTUK MENINGKATKAN OUTPUT PRODUKSI MUKENA Renny Septiari 1) dan Umi Nurillah 2) 1) Program Studi Teknik Industri, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Nasional Jl. Bendungan

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Teknik Tata Cara Kerja Teknik Tata Cara Kerja adalah suatu ilmu yang mempelajari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan suatu rancangan

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 1

Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ergonomi adalah suatu study yang mengkaji tentang manusia dan interaksinya dengan unsure-unsur yang ada dalam lingkungan kerja, baik itu interaksinya dengan peralatan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perancangan Sistem Kerja Perancangan Sistem Kerja Adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik-tknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem kerja yang

Lebih terperinci

METODE KERJA DAN PRODUKTIVITAS TUKANG BATU PADA PEKERJAAN PLESTERAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono

METODE KERJA DAN PRODUKTIVITAS TUKANG BATU PADA PEKERJAAN PLESTERAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono METODE KERJA DAN PRODUKTIVITAS TUKANG BATU PADA PEKERJAAN PLESTERAN Oleh: Taufik Dwi Laksono Abstraksi Pelaksanaan pekerjaan tidak terlepas dari kemampuan seseorang dalam menyelesaikannya. Semakin cepat

Lebih terperinci

Analisis Operasional (Peta Kerja) ANALISA DAN PENGUKURAN KERJA

Analisis Operasional (Peta Kerja) ANALISA DAN PENGUKURAN KERJA Jurusan Teknik Industri Semester Genap 2015/2016 Analisis Operasional (Peta Kerja) ANALISA DAN PENGUKURAN KERJA 5 Debrina Puspita Andriani e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : http://debrina.lecture.ub.ac.id/

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Model Diagram Metodologi Gambar 4.1 Metodologi Penelitian 47 Gambar 4.2 Metodologi Penelitian (lanjutan) 48 4.2 Penelitian Pendahuluan Penelitian dilakukan di PT. Refconindo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan yang paling pokok

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan yang paling pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan Lintasan berkaitan dengan bagaimana operasi yang ditunjuk pada stasiun kerja dapat dioptimalkan melalui menyeimbangkan kegiatan yang ditugaskan

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM KERJA DAN ALIRAN MATERIAL PADA PT. M MOTORS AND MANUFACTURING

PERBAIKAN SISTEM KERJA DAN ALIRAN MATERIAL PADA PT. M MOTORS AND MANUFACTURING PERBAIKAN SISTEM KERJA DAN ALIRAN MATERIAL PADA PT. M MOTORS AND MANUFACTURING Niken Parwati¹, Ibnu Sugandi². Program Studi Teknik Industri, Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta 12110 niken.parwati@uai.ac.id

Lebih terperinci

MODUL 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA (MICROMOTION STUDY)

MODUL 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA (MICROMOTION STUDY) 1 MODUL 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA (MICROMOTION STUDY) I. TUJUAN PRAKTIKUM a. Tujuan Umum Memperkenalkan kepada Mahasiswa tentang metode Micromotion Study dalam aplikasi pengukuran waktu baku dengan menganalisis

Lebih terperinci

BAB II PROSES KERJA DAN MATERIAL

BAB II PROSES KERJA DAN MATERIAL BAB II PROSES KERJA DAN MATERIAL 2.1 Landasan Teori Operation Process Chart (OPC) adalah suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang dialami oleh bahan baku yang meliputi urutan proses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian Metode penelitian merupakan usaha yang harus dilakukan dalam penelitian untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

Lebih terperinci

BAB II OPC, APC, STRUKTUR PRODUK, DAN BOM

BAB II OPC, APC, STRUKTUR PRODUK, DAN BOM II-13 BAB II OPC, APC, STRUKTUR PRODUK, DAN BOM 2.1 Landasan Teori Peta proses operasi adalah peta kerja yang yang mencoba menggambarkan urutan kerja dengan jalan membagi pekerjaan tersebut menjadi elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah suatu analisis yang mencoba melakukan suatu perhitungan keseimbangan hasil produksi dengan membagi beban antar proses secara berimbang

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1 2017 ISSN 1412-7350 PERANCANGAN ALAT ANGKUT TABUNG LPG 3 KG YANG ERGONOMIS (STUDI KASUS DI UD. X) Ronal Natalianto Purnomo, Julius Mulyono *, Hadi Santosa Jurusan

Lebih terperinci

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS BERDASARKAN BEBAN KERJA (Studi Kasus Pada Industri Kerupuk) RADHY ANGGARA K

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS BERDASARKAN BEBAN KERJA (Studi Kasus Pada Industri Kerupuk) RADHY ANGGARA K PENGUKURAN PRODUKTIVITAS BERDASARKAN BEBAN KERJA (Studi Kasus Pada Industri Kerupuk) RADHY ANGGARA K Kp. Warnasari Timur No. 48 RT 02/12 Desa Cibeber I Kec. Leuwiliang - Bogor Email : dhy_abcd@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Perkembangan ekonomi nasional saat ini tak terlepas dari adanya peningkatan teknologi dan globalisasi yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan perindustrian dalam negeri, baik itu industri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perancangan Sistem Kerja Perancangan sistem kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik - teknik dan prinsip - prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan. 2.1.1. Studi Waktu Menurut Wignjosoebroto (2008), pengukuran

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Kerja Suatu sistem kerja terdiri dari elemen manusia, material, mesin,metode kerja dan lingkungan. Elemen-elemen tersebut saling berinteraksi sehingga dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating Petunjuk Sitasi: Cahyawati, A. N., & Pratiwi, D. A. (2017). Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. B211-216). Malang: Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Methods Time Measurement Pengukuran waktu metoda atau Methods Time Measurement adalah suatu sistem penetapan awal waktu baku yang dilakukan secara tidak langsung dan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh BAB 2 STUDI LITERATUR Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh sumberdaya produksi secara efisien dan efektif sehingga diperoleh keuntungan yang maksimum (maximum profit). Tanpa

Lebih terperinci

PENGANTAR DAN KONSEP DASAR ER E G R O G N O O N M O I

PENGANTAR DAN KONSEP DASAR ER E G R O G N O O N M O I PENGANTAR DAN KONSEP DASAR ERGONOMI MENGAPA PERLU ERGONOMI? ERGO asal kata ERGON = Kerja NOMi asal kata NOMOS = hukum Ergonomi berkaitan dengan disain suatu sistem dimana manusia bekerja di dalamnya Penting,

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA. Dosen Pengampu : Amalia, S.T., M.T.

PENGANTAR ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA. Dosen Pengampu : Amalia, S.T., M.T. PENGANTAR ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA Dosen Pengampu : Amalia, S.T., M.T. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa menjelaskan konsep dan tujuan methods engineering Capaian Pembelajaran Pada akhir semester

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik

Lebih terperinci

Manajemen Operasi. Modul Final Semester MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Manajemen Operasi. Modul Final Semester MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Manajemen Operasi Modul Final Semester Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ekonomi dan Bisnis Manajemen 08 MK, ST, MBA Abstract Mampu mengidentifikasi masalah dan memberikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teknik Pengukuran Data Waktu Jam Henti Di dalam penelitian ini, pengukuran waktu setiap proses operasi sangat dibutuhkan dalam penentuan waktu baku setiap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Latar Belakang Masalah. Perumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Latar Belakang Masalah. Perumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini secara sistematis mengenai tahapan yang dilakukan dalam membuat penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan dapat digambarkan dengan sebuah flowchart pada gambar

Lebih terperinci

STUDI GERAK DAN WAKTU

STUDI GERAK DAN WAKTU STUDI GERAK DAN WAKTU 1 STUDI GERAK/MOTION STUDY Penganalisisan segenap gerak dasar yang terdapat pada pelaksanaan suatu pekerjaan jasmani dengan tujuan menetapkan cara terbaik untuk melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA #5_ANALISA OPERASIONAL (PETA KERJA) ANALISA DAN PENGUKURAN KERJA

DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA #5_ANALISA OPERASIONAL (PETA KERJA) ANALISA DAN PENGUKURAN KERJA DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA #5_ANALISA OPERASIONAL (PETA KERJA) ANALISA DAN PENGUKURAN KERJA O U T L I N E Peta Kerja Peta Kerja Keseluruhan Peta Kerja Setempat Standard Operation Procedure PETA KERJA

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI UNTUK MENGURANGI BALANCE DELAY GUNA MENINGKATKAN OUTPUT PRODUKSI

PERANCANGAN SISTEM KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI UNTUK MENGURANGI BALANCE DELAY GUNA MENINGKATKAN OUTPUT PRODUKSI PERANCANGAN SISTEM KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI UNTUK MENGURANGI BALANCE DELAY GUNA MENINGKATKAN OUTPUT PRODUKSI Jaka Purnama Laboratorium Sistem Produksi Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Adhi

Lebih terperinci

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI PERANCANGAN TATA CARA KERJA DAN ERGONOMI Oleh : Muhamad Ali, M.T JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2011 MODUL VII PERANCANGAN

Lebih terperinci

ABSTRAK Setiap perusahaan selalu berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar. Semakin tinggi permintaan dari pasar, maka perusahaan harus dapat memenuhi permintaan tersebut, tetapi dalam suatu perusahaan

Lebih terperinci

PENGUKURAN WAKTU TIDAK LANGSUNG DATA WAKTU GERAKAN

PENGUKURAN WAKTU TIDAK LANGSUNG DATA WAKTU GERAKAN PENGUKURAN WAKTU TIDAK LANGSUNG DATA WAKTU GERAKAN Kegunaan/Kelebihan data waktu gerakan 1. waktu baku pekerjaan dapat diketahui sebelum pekerjaan tsb dijalankan 2. waktu baku pekerjaan dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran waktu kerja Pengukuran waktu kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Dari pengukuran

Lebih terperinci

Hengki SM 1, Abdullah Merjani 2

Hengki SM 1, Abdullah Merjani 2 ANALISA PENINGKATAN PRODUKTIFITAS MELALUI PENGOPTIMALAN PENGGUNAAN MESIN MTI PADA PROSES PEMOTONGAN BAR DI PT.MKPI (BATAM) Hengki SM 1, Abdullah Merjani 2 1 Program StudiTeknikIndustri, Universitas Riau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar dan Ucapan Terima Kasih Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran

DAFTAR ISI. Kata Pengantar dan Ucapan Terima Kasih Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran ABSTRAK Pembangunan industri yang baik terutama harus memperhatikan faktor manusia sebagai penggerak utamanya. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatan dengan baik bila ditunjang oleh sistem kerja dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas. Dalam suatu industri manufaktur, tercapainya output merupakan target yang harus dicapai terutama dalam divisi produksi. Akan tetapi untuk mencapai target output

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUK DAN PROSES MANUFAKTURING

ANALISIS PRODUK DAN PROSES MANUFAKTURING ANALISIS DAN PROSES MANUFAKTURING Suatu rancangan ataupun rencana tentang tata letak fasilitas pabrik tidaklah akan bisa dibuat efektif apabila data penunjang mengenai bermacam-macam faktor yang berpengaruh

Lebih terperinci