untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis dan Ekonomi Pedesaan

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

10Pilihan Stategi Industrialisasi

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

Barat yang Integratif Melalui Pegembangan Agribisnis

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAGIAN KETIGA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS KOMODITAS DAN SUMBERDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT)

MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING

19Pengembangan Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara yang kuat sering di artikan sebagai negara dengan kondisi ekonomi

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

3 KERANGKA PEMIKIRAN

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem

PENDAHULUAN Latar Belakang

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

14Pengembangan Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda sejak pertengahan tahun menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis

AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

hilir, subsektor usahatani dan subsektor agribisnis hulu yang berada atau tersebar

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia.

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berskala Kecil. Pendahuluan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

PENGENALAN KONSEP AGRIBISNIS MAHASISWA DAPAT MENJELASKAN KONSEP AGRIBISNIS

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

INDUSTRIALISASI MADURA: PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN AGROPOLITAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

BAGIAN KEDUA STRATEGI INDUSTRIALISASI BERBASIS AGRIBISNIS

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi dan sekaligus menghadapi

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

Sistem, Konsep, dan Pendekatan Agribisnis

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

Pemuda Kurang Minat Dalam Pertanian

Transkripsi:

Sumber Daya Manusia untuk Mendukung Pengembangan 21Pembinaan Agribisnis dan Pendahuluan Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Sekitar 55,6 persen (US$ 25,3 miliar) total nilai ekspor nasional tahun 1995 berasal dari ekspor produk-produk agribisnis. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja dan menghidupi sebagian besar rakyat kita. Saat ini, sektor agribisnis menyerap sekitar 60 persen angkatan kerja nasional, termasuk di dalamnya 21,3 juta unit usaha kecil berupa usaha rumahtangga pertanian. Bila seluruh anggota keluarga diperhitungkan, maka sekitar 80 persen jumlah penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis. Peranan sektor agribisnis yang demikian besar dalam perekonomian nasional memiliki implikasi penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Cara yang paling efektif untuk memberdayakan ekonomi rakyat sekaligus mendorong peningkatan ekspor adalah melalui percepatan pembangunan sektor agribisnis, Kemudian, untuk melakukan percepatan pembangunan agribisnis diperlukan peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) agribisnis, selain faktor Iainnya. Jumlah angkatan kerja yang besar pada sektor agribisnis mengharuskan kita untuk memberi prioritas utama pada pembinaan SDM agribisnis dalam program-program pembinaan SDM nasional. Dilihat dari peranannya dalam pembangunan sektor agribisnis, SDM agribisnis dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan besar yaitu: pertama, SDM yang berperan sebagai aktor utama pembangunan agribisnis. Termasuk ke dalam golongan ini adalah SDM yang bekerja pada: subsistem agribisnis hulu, agribisnis usahatani dan pada subsistem agribisnis hilir. Kedua, SDM yang berperan sebagai aktor pendukung, yaitu SDM yang bekerja pada lembaga penyedia jasa bagi pembangunan sektor agribisnis. Termasuk ke dalam golongan ini adalah SDM yang bekerja di lembaga pemerintahan, perbankan, konsultan, peneiitian dan pengembangan dan lain-lain. Sesuai dengan perannya dalam agribisnis, masing-masing golongan SDM tersebut memerlukan pembinaan mutu tersendiri.

Pembinaan SDM memiliki dimensi luas. Keunikan f aktor produksi SDM ini, dimana kemampuan kerja seorang tenaga kerja tidak dapat dipisahkan dengan pribadinya, maka pembinaan SDM dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui pendidikan, perbaikan kesehatan dan perbaikan nutrisi. Dalam makalah ini, pembinaan SDM agribisnis dibatasi pada sisi pendidikan/ pengetahuan saja. Karakteristik Agribisnis dan Tuntutan Kualitas SDM Sektor agribisnis memiliki karakteristik yang berbeda dengan sektor ekonomi lain, sehingga menuntut kualitas tenaga kerja tersendiri pula, yang tidak cukup dinilai hanya berdasarkan pendidikan formal yang diperoleh. Karakteristik suatu agribisnis yang berkaitan dengan tuntutan kualitas SDM adalah: pertama, produk akhir yang dihasilkan suatu agribisnis komoditi merupakan hasil suatu tahapan-tahapan produksi produk antara yang berbasis pada proses produksi dan produk biologis. Artinya, setiap SDM agribisnis yang berada pada suatu agribisnis harus sadar betul bahwa proses produksi dan produk yang ditanganinya adalah produk biologis, yang sangat sensitif terhadap perubahan waktu dan iklim; dan agribisnis tidak mungkin berhasil kalau hanya menangani ini satu tahap proses produksi saja. Kedua, antar tahapan proses produksi (dari hulu ke hilir) mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi, terutama dari segi mutu produk. Mutu produk akhir suatu agribisnis sangat ditentukan oleh genetic make up bibit/ benih (sebagai blue print) yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hulu (industri pembibitan). Ketiga, kinerja akhir suatu agribisnis ditentukan oleh konfergensi berbagai aspek seperti teknologi, sosial-budaya dan kelembagaan, politik (kebijakan) dan lain-lain, mulai dari subsistem agribisnis hulu sampai subsistem agribisnis hilir dan sub-sistem penyedia jasa. Karakteristik agribisnis di atas menuntut pengelolaan agribisnis yang terintegrasi secara vertikal, mulai dari hulu ke hilir. Pengembangan dan pengusahaan agribisnis tidak dapat dilakukan secara sepotong-sepotong (misalnya on-farm atau agroindustri saja), tetapi harus dilakukan secara utuh. Keutuhan yang dimaksud bukan sekedar melihat subsistem-subsistem agribisnis yang terpisah sebagai satu sistem, tetapi pengelolaannya, bahkan pengusahaannya, harus menjadi satu sistem. Karakteristik agribisnis yang menghendaki pengelolaan secara integrasi vertikal menuntut kualitas yang baik SDM agribisnis. Kinerja akhir dari suatu 238

agribisnis ditentukan oleh kerjasama tim yang harmonis mulai dari hulu ke hilir. Hal ini berarti SDM yang bekerja pada level manajemen paling bawah (bottom level management) tidak cukup hanya memiliki orientasi pekerjaannya semata (on-the job oriented), tetapi juga harus memiliki wawasan tentang pekerjaan yang lain; wawasan tentang departemennya, wawasan tentang perusahaannya (micro behaviour) bahkan wawasan yang cukup tentang industri (macro behaviour). Dengan demikian, setiap SDM yang berada pada job yang berbeda dapat menghargai (appreciate) pekerjaan yang lain dan mampu melihat konsekuensi dari kinerja-kinerjanya terhadap kinerja job yang lain dan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Pada level yang lebih luas, SDM yang bekerja pada suatu subsistem agribisnis harus memiliki wawasan tentang subsistem lain (termasuk jasa penunjang). Dengan demikian, kinerja setiap subsistem pada aliran produk tertentu dapat secara harmonis dan konvergen menyumbang pada kinerja akhir suatu sistem agribisnis. Pembinaan SDM Agribisnis SDM agribisnis selama ini berasal dari SDM dengan latar belakang pendidikan/pengalaman yang berbeda, sesuai dengan job yang ada. SDM agribisnis terdiri dari yang berpendidikan SLTA ke bawah sampai tingkat pendidikan S2/S3; dari yang berlatar belakang pendidikan pertanian sampai dengan yang bukan pertanian. Variasi latar belakang pendidikan/pengalaman SDM agribisnis sering menimbulkan kesalahpahaman antar SDM dalam perusahaan agribisnis, sehingga kerjasama tim yang harmonis tidak dapat diwujudkan. Tidak jarang pula terjadi bahwa masalah inefisiensi dan kelambatan perkembangan perusahaan agribisnis bersumber dari tidak harmonisnya SDM yang ada. Biasanya, perusahaan-perusahaan agribisnis dan departemen teknis melaksanakan pelatihan on-job bagi karyawannya baik pada awal perekrutan maupun secara periodik dalam rangka promosi jabatan. Hal ini sangat penting mengingat latar belakang pendidikan formal atau pengalaman yang beragam tidak selalu match dengan kualifikasi SDM yang dibutuhkan, sehingga diperlukan on-the job training untuk memperbaiki on-the job skills. Namun demikian, mengandalkan on-the job training saja ternyata tidak cukup untuk memenuhi kualifikasi SDM yang dibutuhkan untuk perusahaan agribisnis. Pengalaman berbagai negara yang telah maju agribisnisnya, misalnya Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa keterbatasan on-the job training 239 239

adalah tenaga kerja pada unit kegiatan atau departemen tidak memahami apa yang dikerjakan oleh tenaga kerja pada unit kegiatan atau departemen lain, sehingga kerjasama tim tidak berjalan secara optimal. Untuk mengatasi keterbatasan on-the job training tersebut, di negara sudah maju agribisnisnya seperti Amerika Serikat, sedang mengembangkan dan melaksanakan suatu model simulasi pembinaan SDM agribisnis yang bersifat cross-training (Koontz et al., 1995). Esensi dari cross-training ini adalah membina setiap SDM agribisnis how to do each other s job, melalui simulasi on-the job cross-training excercise. Hasil pembinaan SDM agribisnis dengan model cross-training ternyata mampu meningkatkan kemampuan SDM secara signifikan dalam wawasan: posisi setiap kerja dalam perusahaan; posisi perusahaan dalam industri; pemahaman kondisi makro (macro behaviour); psikologi dan dinamika pasar; kemampuan pengambilan keputusan secara kerjasama tim; kemampuan memahami dan menghargai posisi pekerja lain, baik dalam satu perusahaan maupun perusahaan yang berbeda dan meningkatkan pemahaman keterkaitan proses dalam suatu aliran produk tertentu (Koontz et al. 1995; Hill et al. 1996). Barangkali, untuk membina SDM agribisnis yang masih cenderung terkotak-kotak, kita perlu mengembangkan model-model pembinaan yang bersifat cross-training disamping on-the job training yang telah ada. Pembinaan SDM dan Pengembangan Perekonomian Pedesaan Dalam upaya pembangunan perekonomian pedesaan di Indonesia saat ini, pengembangan agribisnis merupakan syarat keharusan (necesary condition) agar kue yang besar dari hasil pembangunan agribisnis dapat dinikmati secara nyata dan memadai oleh masyarakat pedesaan. Salah satu mekanisme yang dapat diandalkan agar manfaat pembangunan agribisnis dapat dinikmati oleh masyarakat pedesaan adalah mengambangkan organisasi bisnis petani berupa pengembangan koperasi agribisnis, Melalui pengambangan koperasi agribisnis beserta pengembangan jaringan bisnisnya, petani yang berada pada agribisnis usahatani dapat mengembangkan unit-unit usaha, baik pada agribisnis hulu maupun pada agribisnis hilir untuk merebut nilai tambah (added value) yang ada. Dengan demikian, manfaat yang ditimbulkan oleh pengembangan agribisnis, seperti manfaat kemajuan teknologi, peningkatan permintaan dan Iain-lain dapat dinikmati oleh masyarakat petani pedesaan. 240

Dalam upaya mendorong pengembangan koperasi agribisnis ini kita memerlukan reorientasi pembinaan SDM petani maupun SDM agribisnis yang lain seperti penyuluh pertanian dan SDM yang berada pada departemen teknis. Pembinaan SDM petani dimasa lalu masih cenderung terbatas pada peningkatan kemampuan agro-teknik. Pembinaan kemampuan bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani kita hampir tidak pernah dilakukan. Akibatnya, organisasi bisnis petani sulit (tidak) berkembang sehingga manfaat dari pembangunan agribisnis sangat sedikit dinikmati petani. Di masa yang akan datang, pembinaan SDM petani perlu diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam aspek bisnis, managerial, organisasi bisnis dan peningkatan wawasan agribisnis sehingga petani kita mampu membangun organisasi bisnisnya seperti koperasi agribisnis. Perubahan kebutuhan SDM petani yang demikian, tentu saja memerlukan reorientasi peran penyuluhan pertanian yang secara tradisional merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Bila di masa lalu cakupan penyuluhan pertanian hanya pada aspek agro-teknis, maka yang diperlukan selanjutnya adalah penyuluhan dan pembinaan aspek bisnis, manajerial dan organisasi bisnis SDM petani. Tentu saja, dengan pendidikan para penyuluh pertanian kita yang hanya SLTA/Akademi saja, tidak dapat diandalkan lagi. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan penyuluh perlu dilakukan, baik melalui pendidikan formal yang lebih tinggi maupun melalui kursus singkat (shortcourse), studi perbandingan ke negara yang maju agribisnisnya dan lain-iain. Dengan demikian, fungsi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang selama ini hanya sebagai lembaga penyuluhan agroteknis, dapat lebih berfungsi sebagai klinik konsultasi agribisnis. Reorientasi pembinaan SDM di tingkat pedesaan tersebut memerlukan reorientasi pembinaan SDM di departemen teknis yang melayani kawasan pedesaan. SDM Departemen Pertanian mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat daerah, perlu memiliki wawasan agribisnis yang luas, bukan hanya micro behaviour atau macro behaviour, tetapi juga global behaviour dari agribisnis. Hal ini dibutuhkan agar kebijaksanaan yang ditujukan pada pembangunan ekonomi pedesaan benar-benar mendorong pembangunan pedesaan. Untuk memiliki kemampuan seperti itu, pembinaan SDM birokrat tidak cukup mengandalkan on-the job training yang hanya membina SDM bagaimana menjadi birokrat tetapi juga memerlukan semacam cross-training. Hanya birokrat yang memiliki pengalaman beiajar menjadi petanilah yang 241 241

mampu menghasilkan kebijaksanaan yang integratif dan memberi iklim yang kondusif bagi perkembangan agribisnis. Catatan Penutup Untuk memberdayakan ekonomi rakyat termasuk pembangunan ekonomi pedesaan, percepatan pembangunan sektor agribisnis merupakan satusatunya pilihan bagi kita saat ini. Percepatan pembangunan agribisnis tidak akan mungkin bila tidak didukung oleh SDM yang memadai. Oleh sebab itu, pembinaan SDM agribisnis yang mencakup sekitar 60 persen angkatan kerja nasional, hendaknya menjadi prioritas utama dalam strategi dan kebijakan pembinaan SDM nasional. Dalam upaya mendukung pembinaan SDM agribisnis, perguruan tinggi perlu mengembangkan model-model simulasi pembinaan SDM yang bersifat cross-training, yang dapat digunakan untuk pembinaan SDM agribisnis baik, yang berada pada birokrasi, perusahaan maupun petani. Tabel Perkembangan Net Ekspor Sektor Agribisnis dalam Neraca Pembayaran Indonesia Tahun 1985-1997(Us $ Milyar) No URAIAN 1985 1988 1992 1993 1994 1995 1996 1997 I Ekspor Barang Netto 6.06 5.51 7.98 7.38 8.04 6.25 6.22 10.64 A. Migas 11.44 6.77 8,60 7,60 7.28 7,50 8.08 7.21 B. Non-Migas -5.38-1.26-0.62-0.22-0.76-1.25-1.86 3.43 B.1. Agribisnis 2.72 5.34 6.24 8.23 8.93 8.17 10.52 12.96 B.2. Non-Agribisnis -8.1-6.6-6.86-8.45-9.69-9.42-12.38-9.35 II Ekspor Jasa Netto -7.89-7.37-10.55-10.32-11.53-13.24-14.29-14.92 Transaksi Berjalan -1.83-1.86-2.57-2.94-3.49-6.74-8.07-4.28 III Pinjaman Pemerintah 3.43 6.59 5.75 6.19 5.65 5.73 5.29 11.25 Pelunasan Pinjaman IV -1.64-3.76-4.84-5.13-5.55-5.94-6.12-4.88 Pemerintah Pemasukan Modal Lain V 0.57-0.21 4.28 4.65 4.64 11.67 13.49-10.35 (netto) VI Selisih Perhitungan -0.33-1.44-1.18-2.04-0.63-2.07-0.7-1.18 VII Perubahan Cadangan Devisa -0.201 0.68-1.44-0.73-0.62-2.65-3.89 9.44 +) Angka Sementara ++) tanda (-) berarti bertambah, tanda (+) berarti berkurang Sumber: diolah dari berbagai sumber (PSP-IPB, 1998) 242