MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan [Pasal 49 ayat (3) huruf b dan Penjelasannya] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. H. Suhaemi Zakir ACARA Perbaikan Permohonan (II) Rabu, 19 November 2014, Pukul 14.42 14.49 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Aswanto (Ketua) 2) Arief Hidayat (Anggota) 3) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota) Ida Ria Tambunan Panitera Pengganti
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Rinaldi
1. KETUA: ASWANTO Sidang dalam Perkara 109/PUU-XII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. Saudara Pemohon, silakan perkenalkan diri. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Baik, nama saya Rinaldi, Kuasa Hukum dari Haji Suhaemi Zakir. 3. KETUA: ASWANTO Agenda kita pada hari ini adalah perbaikan, Saudara sudah memasukkan perbaikannya? 4. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Sudah, Yang Mulia. 5. KETUA: ASWANTO Ya, tapi tetap diberi kesempatan pada Saudara untuk menyampaikan pokok-pokok perbaikannya. Silakan. 6. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Baik, Yang Mulia. Bahwa perbaikan kami mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi, kita kami pertajam lagi, sehingga kami bacakan saja, Yang Mulia. 7. KETUA: ASWANTO SIDANG DIBUKA PUKUL 14.42 WIB KETUK PALU 3X Pokoknya saja, apa yang dilakukan perbaikan? 8. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Kami tambahkan, kami sebutkan kembali berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang -Undang Dasar Tahun 1945, terus kami sebutkan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dan lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, oleh dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Kemudian, kami tambahkan lagi dengan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi, Mahkamah Konstitusi berwenang. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Mahkamah menurut kami berwenang mengadili tingkat pertama dan terakhir putusan yang bersifat final dan menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kemudian pada kedudukan hukum, kami tambahkan bahwa Pemohon adalah perorangan warga Indonesia yang dibuktikan dengan adanya kartu tanda penduduk. Kemudian, kami pertajam lagi bahwa Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak jelas maknanya, sehingga tidak memberikan kepastian hukum, jaminan hukum, dan perlindungan hukum yang adil, maka Pemohon berpotensi mengalami kerugian konstitusional disebabkan tidak dapat dituntutnya Bank DKI secara pidana karena Bank DKI tidak taat atau tidak patuh perintah hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga Pemohon berpotensi tidak dapat menikmati hasil eksekusi tersebut. Maka dari uraian-uraian di atas, maka Pemohon jelas dirugikan hak konstitusionalnya atas berlakunya Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Maka sesuai uraian-uraian di atas, maka Pemohon berhak mengajukan permohonan ini dan Pemohon mempunyai kedudukan hukum atau legal standing dalam perkara ini agar Pemohon mendapatkan hak konstitusional kembali yaitu hak atas kepastian hukum yang adil sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Tentang pokok permohonan, kami perbaiki, diperjelas bahwa Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak jelas maknanya, terutama apa yang dimaksud dengan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank. Apakah hukum acara perdata atau (suara tidak terdengar jelas) tidak berlaku bagi bank? Apakah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP tidak berlaku bagi bank? Maka kami beranggapan bahwa frasa bagi bank ini yang membuat Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ini menjadi tidak jelas maknanya.
Kemudian kami perbaiki kembali juga masalah akibat dari laporan tuduhan melanggar Undang-Undang Pasal 49 ayat (2) huruf b Tahun 1998 tentang Perbankan oleh kepolisian, maka hal itu jelas menghilangkan hak konstitusional Pemohon yaitu hak atas kepastian hukum. Maka hak konstitusional Pemohon yaitu hak kepastian hukum, jaminan hukum, dan perlindungan hukum yang adil sesuai dengan Pasal 28D ayat (1) Undang -Undang Dasar Tahun 1945. Maka akibat dari penolakan laporan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan oleh OJK juga, maka hal ini jelas telah menghilangkan hak konstitusional Pemohon yaitu hak atas kepastian hukum, jaminan hukum, dan perlindungan hukum yang adil. Atas dasar semua itu, Pemohon berkeyakinan bahwa Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang -Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi dan jaminan hak asasi manusia yaitu jaminan hak atas hak asasi manusia tentang hak kepastian hukum, jaminan hukum, dan perlindungan hukum yang adil. Itu saja, Yang Mulia, poin-poin perbaikan kami. 9. KETUA: ASWANTO Bagian petitum ada yang Saudara perbaiki? 10. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Bagian petitum poin 2-nya, Yang Mulia. Jadi, syaratnya itu kita perbaiki menjadi menyatakan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perbankan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini. Dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp5 miliar dan paling banyak Rp100 miliar. Frasa berlaku bagi bank itu yang kita hapus. Itu saja, Yang Mulia. 11. KETUA: ASWANTO Cukup, ya. Saudara juga sudah memasukkan bukti, ya? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Sudah, Yang Mulia.
13. KETUA: ASWANTO Ini ada P-1 sampai P-13, betul, ya? 14. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Betul, Yang Mulia. 15. KETUA: ASWANTO Ya, kita sahkan, ya. KETUK PALU 1X Masih ada yang Saudara mau kemukakan? 16. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Untuk sementara cukup, Yang Mulia. 17. KETUA: ASWANTO Cukup. Baik. Dengan demikian untuk selanjutnya ya, untuk sidang selanjutnya Saudara tinggal menunggu pemberitahuan dari Mahkamah dan karena tidak ada lagi yang Saudara mau kemukakan, maka sidang pada hari ini dianggap selesai dan dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.49 WIB Jakarta, 19 November 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.