TAMAN WISATA PURA MERU CAKRANEGARA LOMBOK

dokumen-dokumen yang mirip
Kerajaan Selaparang. Berdirinya Selaparang

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

ARTIKEL. Oleh I Wayan Widiarta NIM

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

Cukup Sehari Menjelajahi Pulau LOMBOK. Dikutip dari Koran SURYA terbit Sabtu, 5 Oktober 2013, halaman 14.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESA PAKRAMAN ASAK KARANGASEM. 2.1 Gambaran Umum Desa Pakraman Asak Karangasem

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama,

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR: 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMEKARAN KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KOTA MATARAM WALIKOTA MATARAM,

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

DESKRIPSI PENATAAN TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA DEWATA NAWA SANGA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

MELIHAT PEGAYAMAN, MERAYAKAN PERBEDAAN. Oleh I Nyoman Payuyasa. (Prodi Film dan Televisi FSRD ISI Denpasar) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL)

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Konversi agama merupakan suatu fenomena agama yang tidak

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra

ASAL MULA DESA TALAKBROTO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

MUNCULNYA AGAMA HINDU

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

I. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian

Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali

Perkembangan Kawasan Cakranegara-Lombok

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan, hukum adat dan hukum agama. Berdasarkan

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

SEKILAS TENTANG MATARAM DAN TAMAN NASIONAL WISATA PERAIRAN (TWP) GILI MATRA LOMBOK, JUNI 2011

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

PURA DI ANTARA SERIBU MASJID : STUDI KERUKUNAN ANTAR ETNIS BALI DAN SASAK DI DESA KARANG TAPEN, CAKRANEGARA, LOMBOK BARAT OLEH : MERI YULIANI

BAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Badung dan merupakan wilayah (palemahan) Desa Adat Kedonganan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

I.PENDAHULUAN. Majapahit adalah salah satu kerajaandi Indonesia yangberdiri pada tahun 1293-

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB III MATARAM DALAM MEMPEREBUTKAN WILAYAH BLAMBANGAN. ditemukan peninggalan-peninggalan bangunan tembok, tetapi banyak di antara

ا ا ن ا DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana.

PROFIL KECAMATAN CAKRANEGARA KOTA MATARAM

Oleh: Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar. Menurut berita-berita Cina, pulau Bali dikenal dengan nama P oli.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

antara pihak-pihak :

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINANN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG IDENTITAS DAERAH

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

5.1 Visualisasi Gajah Mada. Gambar 5.1 Visualisasi Gajah Mada

WARNA POLENG BUSANA PEMANGKU PENGLURAN PADA UPACARA PENGEREBONGAN DI PURA AGUNG PETILAN, KESIMAN

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu:

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Hubungan Malayu..., Daulat Fajar Yanuar, FIB UI, 2009

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Babad Buleleng. Bagian 3

DESKRIPSI DUKUH SILADRI. Dipentaskan pada Festival Seni Tradisional Daerah se- MPU di Mataram, Nusa Tenggara Barat 1 Agustus 2010

AGUS SANTOSO PERNIKAHAN ARJUNA. Sebuah Epik Arjunawiwaha Karya Mpu Kanwa

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya.

- 3 raja bersaudara memerintah bersama dan seorang diantaranya yi A.A.Anglurah Kt.Karangasem akan memimpin pasukan ke Lombok pd tahun 1692.

Asal Mula Candi Prambanan

Untung Suropati. Untung Bersekutu Dengan VOC

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Cerita 19 dari 60.

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Daud si Anak Gembala

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke

BAB I PENDAHULUAN. sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Di dalam sejarah Islam

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

Tinjauan Buku STUDI SEJARAH DAN BUDAYA LOMBOK. Abdul Rasyad dan Lalu Murdi. STKIP Hamzanwadi Selong,

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Agama Hindu merupakan agama tertua didunia dan masih ada hingga saat ini.

LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS. Pelatihan Pengetahuan Dasar Komputer dan Internet Siswa-Siswa Sekolah Dasar Kelas VI di Desa Peliatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Pangeran dari Sungai

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Pangeran dari Sungai

Transkripsi:

North TAMAN WISATA PURA MERU CAKRANEGARA LOMBOK 1 2 Arah Sembahyang 3 4 Petunjuk/Legend: 1. Meru. 2. Pesimpangan. 3. Balai Banten dan Pawedana. 4. Candi Bentar. Gambar Pola Tata Ruang Pura Meru Sumber : Kajian lapangan, 2006

LOKASI PURA MERU Pura Meru terletak di Wilayah Kelurahan Cakranegara Timur, Kecamatan Cakranegara, Kotamadya Mataram. Letaknya bersebrangan jalan dengan kompleks Taman Mayura, karena antara keduanya merupakan satu kesatuan di dalam konsepsi tata letak pusat pemerintahan kerajaan Cakranegara pada waktu itu. Pura Meru terletak di sebelah selatan jalan, sedangkan Taman Mayura di sebelah utara jalan. Antara keduanya mempunyai keterkaitan fungsi serta hubungan histori. Lokasi Pura Meru ini berjarak 2 km dari Mataram. SEJARAH PURA MERU Pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong (abad XV), kerajaan Gelgel di pulau Bali mengalami puncak kebesaran. Daerah kekuasaannya sampai di luar pulau Bali meliputi : Lombok, Sumbawa, dan Blambangan. Setelah Dalem Watu Renggong meninggal, ia digantikan oleh dua orang putranya yang belum dewasa, yaitu yang sulung bernama I Dewa Pemayun, kemudian setelah di angkat menjadi raja bergelar Dalem Bekung dan yang lebih kecil bernama I Dewa Anom Saganing, bergelar Dalem Saganing. Karena umurnya masih muda, dalam menyelenggarakan pemerintahannya, mereka di dampingi oleh lima orang yaitu : I Dewa Gedong Arta, I Dewa Anggungan, I Dewa Nusa, I Dewa Bangli, dan I Dewa Pasedangan. Mereka adalah putra dari I Dewa Tegal Besung, adik dari Dalem Watu Renggong. Jabatan patih agung pada saat itu di pegang oleh I Gusti Arya Batanjeruk, dan semua kebijakan pemerintahan ada di tangan patih agung Batanjeruk. Situasi seperti ini lama kelamaan menimbulkan ketidak puasan dikalangan pejabat kerajaan. Tampaknya gelagat Batanjeruk untuk mengambil alih kekuasaan dari tangan kedua raja yang masih muda itu telah di ketahui oleh penasehat raja Dang Hyang Astapaka. Penasehat raja ini telah menasehati Batanjeruk agar tidak melakukan hal yang membahayakan, karena pengikut raja cukup kuat. Namun, nasehat Dang Hyang Astapaka itu tidak di hiraukan oleh Batanjeruk sehingga ia meninggalkan istana kerajaan Gelgel menuju kesebuah desa bernama Budakeling yang terletak di daerah Karangasem Bali. Pada tahun 1556, terjadilah kekacauan di kerajaan Gelgel. Patih Agung Batanjeruk dan salah seorang pendamping raja yaitu I Dewa Anggungan mengadakan perebutan kekuasaan. Pasukan kerajaan Gelgel dapat melumpuhkan pasukan Batanjeruk. Akhirnya Batanjeruk melarikan diri ke Desa Bungaya, masih dalam wilayah Karangasem dan ditempat itulah ia di bunuh oleh pasukan Gelgel pada tahun 1556. Istri dan anak angkatnya yang bernama I Gusti Oka dapat menyelamatkan diri, mengungsi dikediaman Dang Hyang Astapaka di Budakeling, sedangkan para keluarga lainnya ada yang menetap di Batuaya Karangasem. Setelah berlangsung beberapa lama dari meninggalnya Batanjeruk, I Dewa Karangamla tertarik kepada janda Batanjeruk yang pada saat itu tinggal di kediaman Dang Hyang Astapaka. Ia ingin meminang sang janda, namun atas nasehat Dang Hyang Astapaka kepada sang janda agar mengajukan suatu syarat yaitu setelah perkawinannya berlangsung agar I Dewa Karangamla mau mengangkat putranya menjadi penguasa di Karangasem. I Dewa Karangamla setuju. Akhirnya putra yang

bernama I Gusti Oka dapat berkuasa di Kerajaan Karangasem. dan mulai saat itulah kekuasaan di Kerajaan karangasem di pegang oleh dinasti Batanjeruk. I Gusti Oka atau di kenal juga dengan sebutan pangeran Oka mempunyai tiga orang istri. Salah satu putranya dari istri yang tertua melanjutkan pemerintahan di kerajaan Karangasem yang bernama I Gusti Anglurah Ketut Karang, disebutkan sebagai raja Karangasem ke III. Kerajaan Karangasem ke III inilah mulai tampak pengaturan wilayah kerajaan, yaitu dengan didirikan puri Amlaraja yang kemudian bernama puri klodan. Ketika I Gusti Anglurah Ketut karang mengalami masa pemerintahannya, ia menyerahkan kekuasaan kepada ketiga putranya yang laki-laki untuk memerintah bersama-sama. Sistem pemerintahan secara kolektif seperti ini merupakan hal yang lazim berlaku di kalangan kerajaan Karangasem Bali, di bawah pemerintahan merekalah kerajaan Karangasem Bali semakin menanjak. Beberapa faktor penting yang menyebabkan kalangan kerajaan Karangasem Bali semakin meluas, yaitu : 1. Kerajaan Gelgel sebagai pusat pemerintahan di Bali yang pada masa pemerintahan Dalem Dimade mengalami kemerosotan. Banyak wilayah kekuasaannya di luar Bali mengembangkan diri, sedangkan situasi di dalam negeri terpecah belah. 2. Situasi politik di Bali antara tahun 1650-1686 memberikan kesempatan kepada kerajaan-kerajaan yang sebelumnya menjadi taklukkan (vazal), membebaskan diri dari kekuasaan raja tertinggi (sesuhunan) yang kerajaannya pindah dari Gelgel ke Klungkung. Kerajaan Karangasem di Bali mengembangkan kekuasaannya ke arah timur yaitu Pulau Lombok pada tahun 1691, dan membantu kerajaan Buleleng menaklukkan Blambangan pada tahun 1697. 3. Kekuatan spiritual yang bersumber pada kualitas Supernatural seorang pemimpin, merupakan tipe-tipe kekuasaan yang kharismatik, yaitu kepercayaan yang mengembangkan ketentuan raja sebagai Dewa. Hal ini merupakan suatu keunikan yang dimiliki oleh ketentuan raja-raja di kerajaan Karangasem sehingga dapat membawa kerajaan Karangasem ke puncak kebesarannya, dan menjadikan sebuah kerajaan yang terkuat, terutama di Bali dan Lombok. Selama masa pemerintahan Raja Karangasem ke IV (sekitar tahun 1680-1705) yang di perintah oleh tiga orang bersaudara itu, tidak banyak hal yang di ketahui kecuali penaklukan atas pulau Lombok yang dipimpin oleh I Gusti Anglurah Ketut Karangasem. Seperti telah disebutkan di atas, pada masa pemerintahan raja Karangasem ke IV, yang di perintah oleh tiga orang bersaudara yaitu I Gusti Anglurah Wayan Karangasem, I Gusti Anglurah Nengah Karangasem, dan I Gusti Anglurah Ketut Karangasem telah berhasil meluaskan kekuasaan ke pulau Lombok pada tahun 1691. De Graaf berpendapat bahwa jatuhnya kerajaan Gelgel hampir bersamaan dengan bangkitnya kerajaan Karangasem Bali dan dikuasainya pulau Lombok. Situasi politik di pulau Lombok pada saat itu juga memberikan peluang besar kepada kerajaan Karangasem di Bali untuk menanamkan kekuasaannya di pulau ini. Hubungan politik antara Bali dan Lombok di lanjutkan oleh kerajaan Karangasem di Bali dengan dua kerajaan besar yang ada di pulau Lombok pada abad XVII, yaitu kerajaan Selaparang di Lombok Timur sebagai kerajaan Pesisir, dan kerajaan Pejanggih di Lombok Tengah sebagai kerajaan Pedalaman. Hubungan ini dimulai ketika kedua kerajaan tersebut, menjalani kekacauan sehingga situasi itu dimanfaatkan oleh kerajaan Karangasem di Bali untuk mengadakan intervensi.

Ada beberapa versi tentang munculnya kerajaan-kerajaan Hindu Bali yang ada di pulau Lombok, antara lain : 1. Versi Pertama, menurut Babad Lombok intervensi ini bermula dari adanya konflik antara Patih Banjar Getas dengan raja Selaparang. Raja Selaparang mengutus patih Banjar Getas pergi ke Bali untuk mencari kijang putih (mayang putih) yang dipakai sebagai obat. Setelah patih Banjar Getas pergi ke Bali, raja menyuruh panggil istri Banjar Getas, yang bernama Dyah Candra Kusuma ke Istana untuk di peristri. Setelah patih Banjar Getas kembali, ia sadar bahwa dirinya telah ditipu. Karena itulah ia berontak terhadap raja Selaparang dan minta bantuan kepada kerajaan Karangasem di Bali. akhirnya kerajaan Selaparang dan Pejanggik dapat di taklukkan oleh kerajaan Karangasem Bali. 2. Versi Kedua, menurut Babad Selaparang di sebutkan bahwa raja Selaparang minta bantuan raja Banjarmasin sehingga akhirnya patih Banjar Getas melarikan diri ke kerajaan Pejanggik. Karena kecerdasannya ia di anggkat menjadi adipati oleh raja Pejanggik Pemban Mas Meraja Kusuma. Hal ini menyebabkan hubungan Selaparang dan Pejanggik menjadi retak. Ketika patih Banjar Getas mengabdi di kerajaan Pejanggik, terjadilah perselisihan antara patih Banjar Getas dengan istri yang keduanya, bernama Dene Bini Lala Junti, sehingga pada akhirnya diusir. Dengan hati yang sedih ia pergi ke hutan Memelak (sebelah utara kota Praya sekarang), kemudian dari tempat itu ia berlayar ke pulau Bali. Setelah ia sampai di Karangasem Bali, ia menceritakan kepada raja Karangasem tentang kekalahannya melawan raja Selaparang, dan memohon bantuan raja Karangasem. sejak itulah kerajaan Karangasem berangsur-angsur menaklukkan kerajaan di pulau Lombok. 3. Versi Ketiga, sumber lain menyebutkan bahwa ketika raja Pejanggik mengutus Arya Banjar Getas pergi menghadap raja Klungkung dan Karangasem di Bali, raja Pejanggik jatuh cinta kepada istri Arya Banjar Getas yang bernama Dene Bini Lala Junti. Sekembalinya dari pulau Bali Arya Banjar Getas mendengar cerita tentang istrinya itu, sehingga timbul keinginan untuk menantang raja Pejanggik, sesudah ia kalah menghadapi kekuatan laskar Pejanggik, ia minta bantuan kepada raja Karangasem di Bali. itulah sebabnya kerajaan Karangasem mengadakan hubungan politik dengan kerajaan Pejanggik di Lombok. Hubungan ini di perkirakan mulai tahun 1691. 4. Versi Keempat, dalam Pelelintih Sira Arya Getas di sebutkan bahwa pada masa pemerintahan raja Sri Kresna Kepakisan, raja ini mengutus Arya Getas menyerang raja Selaparang di pulau Lombok. berkat keberanian dan ketangkasannya, kerajaan Selaparang dapat di taklukkan, dan Arya Getas di suruh menetap di Praya Lombok Tengah. Sumber itu juga menyebutkan bahwa Arya Getas berputra tiga orang lakilaki, yaitu I Gusti Ngurah Praya, I Gusti Warung Getas, dan I Gusti Mangedeb We Anyar. Setelah berselang empat keturunan, yaitu pada masa pemerintahan Dalem Dimade di Bali (tahun 1621-1651), salah seorang keturunan Arya getas hanyut di laut dan terdampar di Lombok Timur dekat Pringgabaya. Anak yang hanyut itu kemudian dipelihara oleh Datu Pejanggik dan diberi nama Raden Banjar, karena di perkirakan anak tersebut adalah anak seorang pelaut dari Banjarmasin. Sesudah Raden Banjar menanjak dewasa, ia terkenal dengan nama panggilan Banjar Getas dan berkat jasajasanya ia diberi gelar Raden Kertapati. Ia kawin dengan Dende Mas Kuning, putri yang amat cantik, yang menyebabkan raja Pejanggik ingin memperistrinya, tetapi tidak berhasil. Itulah penyebab timbulnya perselisihan antara Banjar Getas dengan

raja Pejanggik sehingga minta bantuan kerajaan Karangasem di Bali. Pada saat itu raja I Gusti Anglurah Ketut Karangasem memimpin langsung keberangkatannya ke pulau Lombok. Banjar Getas yang juga di kenal dengan julukan Dipating Laga segera menyambut kedatangan pasukan Karangasem dan menceritakan mengenai dirinya, bahwa ia adalah keturunan Arya Gajah Para dari Tianyar Karangasem Bali. Situasi menjadi terbalik, pasukan kerajaan Karangasem memihak kepada Dipating Laga melawan Pejanggik, dan berakhir dengan kekalahan di pihak Pejanggik. Mulai saat itu kekuasaan Karangasem melebarkan sayapnya ke pulau Lombok. 5. Versi Kelima, menurut Babad Banjar Getas disebutkan bahwa Banjar Getas adalah seorang pengembara yang berasal dari Majapahit Jawa Timur. Menurut babad ini, ia adalah keturunan Prabu Kaisari. Ia melarikan diri ke Lombok beserta 40 orang pengiring, karena ia merasa malu tidak dapat memenuhi titah rajanya, yaitu Kencana Wungu, untuk membunuh Menak Jingga. Setelah berbagai pengalaman yang di alaminya di kerajaan Selaparang, akhirnya ia menghambakan diri di kerajaan Pejanggik, pada raja Dewa Mas Panji. Berkat kepandaiannya ia sangat berpengaruh di kerajaan Pejanggik sehingga menimbulkan kekhawatiran para pembesar kerajaan. Inilah yang menyebabkan kerajaan Pejanggik minta bantuan kepada kerajaan Karangasem di Bali untuk membunuh Banjar Getas. Ternyata kemudian raja Karangasem Bali memihak kepada Banjar Getas melawan kerajaan Pejanggik. Setelah Pejanggik dapat ditaklukkan, raja Karangasem dan Banjar Getas membagi wilayah kekuasaan di pulau Lombok, karajaan Karangasem Bali menguasai Lombok di bagian Barat, sedangkan Banjar Getas mendapat wilayah Lombok di bagian tengah dan timur. Pada wilayah kekuasaan kerajaan Karangasem Bali di pulau Lombok bagian barat, telah berdiri beberapa kerajaan-kerajaan kecil di bawah penguasa-penguasa bangsawan Karangasem Bali. Kerajaan-kerajaan kecil tersebut antara lain : kerajaan Pagesangan, kerajaan Kediri, kerajaan Sengkongo`, kerajaan Pagutan, kerajaan Mataram, dan kerajaan Singasari. Setelah adanya penaklukan terhadap pulau Lombok pada tahun 1691 sampai tahun 1740, di lokasi kerajaan yang dahulunya disebut Singasari inilah diganti namanya menjadi kerajaan Karangasem Sasak, dan kerajaan ini akan menjadi cikal bakal kerajaan Cakranegara. Pada tahun 1740 itu diperkirakan seluruh Lombok sudah dapat di kuasai oleh kerajaan karangasem Bali. Pendapat ini diperkuat oleh suatu informasi yang menyebutkan bahwa di beberapa daerah seperti Pejanggik, Purwa, dan Langko diharuskan membayar upeti dengan uang, daerah Sokong dan Bayan di kenakan upeti kapas, sedangkan daearah Praya, dan Batu Kliang di kenakan upeti darah (upeti getih) yaitu tidak membayar upeti dalam bentuk material melainkan apabila terjadi perang mereka harus membantu. Hal tersebut diperkirakan sudah berlangsung sejak tahun 1740. Di bawah pemerintahan Karangasem Bali, kekuatan politik bukan lagi berada di Lombok Timur, melainkan di pusatkan di Lombok Barat. Pada tahun 1741 raja Karangasem Bali menempatkan seorang penguasa I Gusti Wayan Tegeh yang berkedudukan di Tanjungkarang (sebelah selatan Ampenan sekarang atau berada disebelah barat kerajaan Pagesangan). Pada masa pemerintahannya ia berhasil memperkuat kedudukan Karangasem Sasak di pulau Lombok. di bawah perlindungan kerajaan Karangasem Bali, ia melakukan kegiatan dalam bidang perpajakan dan perdagangan. Setelah ia meninggal pada tahun 1775, ia digantikan oleh kedua putranya, yaitu I Gusti Made Karang yang di sebut dengan nama I Gusti Ngurah Made berdiam di Tanjungkarang,

dan I Gusti Ketut Karang bertempat tinggal di Pagesangan. Kematian I Wayan Tegeh ternyata menimbulkan perpecahan, karena pengganti-penggantinya itu saling berebut kekuasaan. Konflik ini masih berlangsung sampai permulaan abad XIX dan bersamaan dengan munculnya dua kerajaan kecil lainnya yaitu kerajaan Sakra di Lombok Timur, dan kerajaan Kopang ada di Lombok Tengah. Sejak meninggalnya I Gusti Wayan Tegeh pada tahun 1775, Tanjungkarang tidak lagi memegang peranan penting dan digantikan oleh munculnya kerajaan Karangasem sasak yang sejak tahun 1720 telah berada di bawah pemerintahan I Gusti Anglurah Made Karangasem, Dewata di Pesaren Anyar Bali. Tidak banyak yang dapat di ketahui tentang kegiatannya, namun dalam struktur pemerintahan kerajaan Karangasem Sasak di Lombok ia menempati status yang paling tinggi yaitu sebagai wakil (koordinator) kerajaan Karangasem di pulau Bali. pada saat itu raja Mataram berstatus sebagai Patih, sedangkan raja-raja kecil lainnya seperti kerajaan Pagutan, Pagesangan, Sengkongo`, dan kerajaan Kediri memiliki status sebagai manca. Semua penguasa di masing-masing kerajaan itu masih mempunyai hubungan kekeluargaan. Untuk menjaga persatuan dan kesatuan diantara mereka, maka pada tahun 1720 kerajaan Karangasem Sasak di Lombok membangun sebuah pura yang megah sebagai tempat persembahyangan, yaitu pura Meru di Cakranegara Lombok. Dibangun pada tahun 1720 oleh I Gusti Anglurah Made Karangasem, Pura Meru didedikasikan untuk 3 dewa utama umat Hindu (Dewa Brahma, Dewa Siwa, dan Dewa Wisnu). Ketiga Meru tersebut juga mewakili tiga gunung yang dianggap suci oleh pemeluk agama Hindu; Pura Brahma mewakili Gunung Agung di Bali, Pura Siwa mewakili Gunung Rinjani di Lombok, dan Pura Wisnu yang diwakili oleh Gunung Semeru di Jawa Timur. Soal bentuk, hanya Pura Siwa yang memiliki atap susun 11, sedangkan Pura Wisnu dan Pura Brahma memiliki atap susun berjumlah 9. Meru merupakan singkatan dari Gunung Semeru yang berada di Jawa Timur. Anak Agung yang masih memiliki garis keturunan dari Kerajaan Singosari dari daerah Jawa Timur tidak melupakan bahwa Gunung Semeru juga merupakan gunung yang dianggap suci oleh leluhurnya. Maka dari itu, pura tersebut mengambil nama Gunung Semeru yang dipersingkat menjadi Pura Meru. Ketiga Meru tersebut juga memiliki arti simbol warna yang bermakna. Pada perayaan piodalan (acara untuk mengingat lahir kembalinya pura), setiap pura akan dihiasi dengan kain yang disesuaikan dengan warna yang berbeda. Pura Brahma akan dihiasi dengan warna merah yang berarti api, simbol kematian umat Hindu yang dikremasi menggunakan api. Pura Siwa menggunakan kain berwarna putih yang merupakan simbol air untuk mensucikan abu hasil kremasi sebelum dibuang ke laut. Sementara, Pura Wishnu akan dihiasi dengan kain hitam yang melambangkan kegelapan atau kehidupan baru setelah kematian. FUNGSI DARI PURA MERU Pura Meru berfungsi sebagai tempat persembahyangan bagi pemeluk agama Hindu Dharma. Di samping sebagai sarana kegiatan ritual keagamaan, bila dilihat dari latar belakang dibangunnya pura ini, secara politis berfungsi sebagai sarana pemersatu bagi orang-orang Bali yang ada di Lombok, terutama dalam hal menjalankan ajaran agama yang dianutnya. Karena pada waktu itu di Lombok terdapat beberapa buah kerajaan kecil dari penguasa Bali.

Di Pura Meru ini, dalam waktu satu tahun sekali diadakan upacara pujawali atau usadha, yaitu upacara besar pada bulan purnama bulan ke-4 menurut perhitungan kalender Bali, biasanya jatuh pada bulan September-Oktober kalender Masehi. Pada hari itu semua banjar atau kampung sebanyak 29 kampung membawa alat dari pura pemaksan masing-masing, datang ke Pura Meru kemudian melakukan upacara pujawali dan menghias sanggar masing-masing. Untuk tiga bangunan Meru, sesajen dibuat oleh Panitia Pura (dahuluu dilaksanakan oleh istana). Upacara pujawali biasanya dimulai didahului dengan upacara pembersihan dari pikolannya (disebut jempana) secara simbolis, hal ini disebut penyucian atau melasti. Upacara pembersihan ini dilakukan di pancuran air yang terletak di Pura Kelepug, Taman Mayura. Disini tampak jelas keterkaitan fungsi antara Pura Meru dengan Taman Mayura. Pada Sore harinya, barulah diadakan upacara pujawali yang secara keseluruhan memerlukan waktu tiga hari maka segala alat sanggah itu dibawa ke kampung, ke pemaksan masing-masing. FILOSOFI ATAP PURA MERU Keindahan dan keagungan meru ditonjolkan oleh bentuk atapnya yang bertingkat tingkat yang disebut atap tumpang. Ini dapat dibedakan atas meru tumpang satu, dua, tiga, lima, tujuh, sembilan, dan sebelas. Meru sebagai perlambang atau simbolis alam semesta, tingkatan atapnya merupakan simbolis tingkatan lapisan alam yaitu bhuana agung (alam besar atau makrokosmos) dan bhuana alit (alam kecil atau mikrokosmos) dari bawah ke atas sebanyak sebelas tingkatan. Tingkatan tersebut yaitu : 1 = Sekala 2 = Niskala 3 = Cunya 4 = Taya 5 = Nirbana 6 = Moksa 7 = Suksmataya 8 = Turnyanta 9 = Ghoryanta 10 = Acintyataya, dan 11 =Cayen. Ada juga meru beratap 21, namun biasanya ini dapat dilihat pada wadah atau bade pada saat ada upacara ngaben di Bali. Meru "khusus" ini memiliki pengertian Dasa Dewata sebagai dasar pokok, kemudian ditambah 11 tangga atma sebagai kelanjutannya. Tingkatan-tingkatan atap meru adalah simbolisasi penyatuan dasa aksara (huruf suci) sebagai urip (jiwa) dari meru atau alam semesta. Sepuluh huruf suci ini merupakan urip bhuana yang letaknya di 10 penjuru alam semesta termasuk di tengah. Ke-10 huruf itu adalah huruf suci sa (letaknya di timur, dewanya Iswara dan warnanya putih), ba (selatan, Brahma, merah), ta (barat, Mahadewa, kuning) a (utara, Wisnu, hitam), i (tengah, Ciwa, campuran atau panca warna), na (tenggara, Mahesora, merah muda atau dadu), ma (barat daya, Rudra, jingga), si (barat laut, Sangkara, hijau), wa (timur laut, Sambu, biru) dan ya (tengah atas, Ciwa, panca warna). Penunggalan 10 huruf itu menjadi satu lambang aksara suci bagi umat Hindu

yaitu Omkara (huruf suci Sanghyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa). Sedangkan pengejawatahan ke-10 huruf suci dan huruf suci Omkara dalam meru diuraikan sbb.: 1. Meru beratap 11 adalah lambang dari 11 huruf suci -- 10 huruf suci + huruf suci Omkara sebagai lambang Eka Dasa Dewata. 2. Meru beratap 9 adalah lambang 8 huruf di seluruh penjuru (sa, ba, ta, a, na, ma, si, wa) + satu huruf Omkara di tengah, 9 huruf itu lambang Dewata Nawa Sanga. 3. Meru beratap 7 adalah lambang 4 huruf (sa, ba, ta, a) + 3 huruf di tengah (i, Omkara, ya). Ini lambang Sapta Dewata/Rsi. 4. Meru beratap 5 adalah simbolis dari 5 huruf (sa, ba, ta, a) + satu huruf Omkara di tengah. Ini lambang Panca Dewata. 5. Meru beratap 3 adalah simbolis dari 3 huruf di tengah (i, Omkara, ya), merupakan lambang Tri Purusa yaitu Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa. 6. Meru beratap 2 adalah simbolis dari dua huruf di tengah (i, ya) adalah lambang dari Purusa dan Pradhana (Ibu-Bapak). 7. Meru beratap satu adalah simbolis dari penunggalan ke-10 huruf suci itu yaitu "Om" atau Omkara sebagai perlambang Sang Hyang Tunggal (Sanghyang Widi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa).