Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali"

Transkripsi

1 SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 PENELITIAN Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali I Gusti Ngurah Wiras Hardy ngurahwiras@gmail.com Arsitektur dan Perencanaan Kota, Peneliti Mandiri. Abstrak Kota Karangasem merupakan kota peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali yang memiliki tata spasial kota yang spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tata spasial Kota Karangasem dan pelbagai faktor yang melatarbelakangi. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif dengan teknik analisis induktif-kualitatif, untuk menganalisis data dari hasil observasi, wawancara, dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perwujudan tata spasial Kota Karangasem, yaitu: (1) faktor kegiatan politik dan pemerintahan; (2) faktor pembagian kelompok hunian masyarakat; dan (3) faktor filosofis dan fungsional. Kata-kunci: faktor, Karangasem, kerajaan, kota, spasial Pendahuluan Kota dapat dipahami sebagai wadah kegiatan manusia yang terdiri dari beragam komponen. Komponen-komponen tersebut ditata menurut pelbagai pertimbangan yang disesuaikan dengan perkembangan hidup masyarakat. Hal ini menyebabkan kota memiliki tata spasial yang beragam, sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu tata spasial setiap kota memiliki perwujudan yang spesifik, akibat pengaruh dari pelbagai faktor dan perkembangan hidup masyarakat. Pulau Bali sebagai salah satu pulau di Indonesia, menjadi tempat berkembangnya kota-kota tradisional menjadi kota-kota modern dengan pelbagai faktor yang mempengaruhinya. Kota-kota modern di Bali pada masa sekarang, merupakan kota-kota peninggalan Kerajaan Hindu yang telah berkembang sejak masa Bali Pertengahan (sekitar abad XVII). Menurut Runa (2008), tata spasial kota-kota peninggalan tersebut pada umumnya mengadaptasi konsep catuspatha dari Keraton Majapahit. Catuspatha pada awalnya diterapkan di Kota Kerajaan Samprangan dan dalam perkembangannya diterapkan pula di kota-kota kerajaan lainnya di Bali (Geertz, 1980). Catuspatha atau pempatan agung dipahami sebagai simpang empat sakral beserta pelbagai fungsi ruang yang terdapat di sekitarnya. Fungsi-fungsi ruang tersebut, diantaranya: (1) puri sebagai kediaman raja dan pusat pemerintahan; (2) taman budaya atau wantilan sebagai tempat kegiatan sosial dan budaya, (3) peken atau pasar tradisional sebagai tempat kegiatan ekonomi; dan (4) ruang terbuka hijau (Budihardjo, 1986; Putra, 2005). Pada masa sekarang, beberapa fungsi ruang tersebut telah mengalami pelbagai dinamika, namun keberadaan catuspatha masih tetap bertahan sebagai penanda pusat kota dan pusat kegiatan masyarakat. Kota Karangasem merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Hindu di Bali yang masih mempertahankan keberadaan catuspatha dan tata spasial kota yang spesifik. Secara historis, tata spasial Kota Karangasem telah terbentuk sejak berdirinya Kerajaan Karangasem. Tata spasial kota Prosiding Seminar Heritage IPLBI

2 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali tersebut masih dapat diamati hingga sekarang dan tetap dimanfaatkan sebagai wadah kegiatan masyarakat. Hal ini yang menyebabkan Kota Karangasem menarik untuk ditelusuri lebih mendalam, terutama mengenai perwujudan tata spasial kota dan pelbagai faktor yang melatarbelakangi. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya khasanah keilmuan, terutama dalam bidang arsitektur dan perencanaan kota. Selain itu, hasil temuan ini dapat pula dimanfaatkan sebagai masukan atau pendekatan untuk menata dan mengembangkan Kota Karangasem dan kota-kota peninggalan Kerajaan Hindu lainnya di Pulau Bali. Dengan demikian, keberadaan kota-kota di Bali dengan pelbagai karakteristiknya, dapat dioptimalkan sebagai wadah kehidupan dan memberi kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Metode Penelitian Penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif untuk mengidentifikasi perwujudan tata spasial Kota Karangasem dan pelbagai faktor yang melatarbelakangi. Penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu: (1) observasi lapangan untuk memperoleh data primer mengenai kondisi Kota Karangasem dan masyarakat Kota Karangasem; (2) wawancara mendalam terhadap narasumber yang relevan, dengan teknik purposive sampling yaitu sampel menurut kriteria tertentu, untuk memperdalam dan melengkapi data yang telah diperoleh melalui observasi lapangan; dan (3) studi literatur dengan menelusuri data primer berupa catatan orang pertama atau data sekunder yang relevan dengan objek penelitian. Data dianalisis dengan menggunakan teknik induktif-kualitatif, yaitu dengan mengidentifikasi tata spasial Kota Karangasem berdasarkan data yang diperoleh melalui ketiga teknik pengumpulan data. Tahapan penelitian diawali dengan menelusuri kondisi Kota Karangasem dan masyarakat Kota Karangasem melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam. Data yang telah diperoleh, selanjutnya dikategorisasi dan didialogkan dengan hasil studi literatur mengenai tata spasial Kotakota Kerajaan Hindu di Bali, Kota Karangasem, dan masyarakat Kota Karangasem. Hasil dialog tersebut berupa identifikasi mengenai tata spasial Kota Karangasem dan pelbagai faktor yang melatarbelakangi. Hasil temuan penelitian disajikan dalam bentuk deskripsi tekstual dan gambargambar yang mendukung hasil temuan. Kajian Pustaka Kota dipahami sebagai pusat pelbagai aktivitas dan kehidupan manusia. Hal ini menyebabkan kota menjadi pusat konsentrasi manusia untuk melakukan pelbagai aktivitas dan memenuhi kebutuhan hidup. Menurut Hansen (2006), kota merupakan tempat konsentrasi manusia dengan jumlah minimal mencapai ribuan orang. Kota dipahami pula sebagai human settlements yang mencerminkan upaya manusia untuk mengelola alam beserta seluruh isinya untuk mewadahi pelbagai aktivitas dan memenuhi seluruh kebutuhan manusia. Menurut Doxiadis (1968), human settlement mencakup pelbagai skala ruang kehidupan, sehingga kota merupakan salah satu wujud dari human settlements. Menurut Rossi (1986), kota merupakan salah satu wujud karya arsitektur sebagai hasil kreasi manusia untuk mewadahi pelbagai aktivitas manusia. Kota tidak hanya ditata untuk mengoptimalkan fungsinya sebagai wadah aktivitas, namun ditata dengan memperhatikan nilai-nilai estetika. Menurut Sitte (1901 dalam Moughtin, dkk, 1999: 3), kota memiliki ornamen sebagai salah satu perwujudan nilai keindahan (estetika), seperti: jalan-jalan, taman-taman, dan bangunan-bangunan. Dalam hal ini, pelbagai ornamen tersebut merupakan bagian dari ruang kota sebagai wadah manusia melakukan pelbagai aktivitas. Ruang kota merupakan ruang fisik sebagai wadah aktivitas manusia yang dipahami pula sebagai ruang eksternal yang secara fisik dibatasi oleh dinding dan lantai kota. Menurut Hillier (1989), 18 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

3 I Gusti Ngurah Wiras Hardy ruang kota hanya menyentuh aktivitas manusia di permukaan, sehingga dalam memahami kota secara keseluruhan diperlukan pemahaman mengenai spasial kota. Pemahaman spasial kota menyangkut hubungan antara ruang kota secara fisik dengan kondisi manusia atau masyarakat yang menempatinya, seperti: kondisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Menurut Hillier dan Hanson (1984), hubungan antara ruang kota dengan kondisi masyarakat akan memperlihatkan perwujudan tata spasial kota. Dengan demikian, pemahaman mengenai kondisi masyarakat menjadi penting dalam upaya memahami tata spasial kota secara menyeluruh. Contoh pengaruh kondisi masyarakat terhadap perwujudan tata spasial kota, dapat diamati di kotakota lama di Indonesia. Kota-kota lama di Indonesia relatif berbeda dengan kota-kota di negara barat yang dipandang sebagai penanda batas-batas spasial secara fisik. Menurut Nas (1990a, dalam Nas dan Boender, 2002: 207), kota-kota lama di Indonesia memiliki peran utama sebagai penanda kekuasaan atas hubungan-hubungan sosial, sehingga memiliki batas yang kurang jelas. Tata spasial kota-kota lama di Indonesia dipahami sebagai cerminan dari struktur sosial masyarakatnya. Pada kawasan pusat sebuah kota ditempati oleh penguasa, yang dikelilingi oleh pemimpin agama, pemimpin duniawi, pelayan, prajurit, dan pengrajin, pedagang asing, dan petani yang berada di luar kota, sehingga membentuk lingkaran konsentris sebuah kota (Nas dan Boender, 2002). Pusat lingkaran konsentris kota-kota lama di Jawa pada umumnya disebut dengan kuta, yang dipahami sebagai wilayah permukiman yang dikelilingi oleh dinding pembatas (Wiryomartono, 1995). Kuta dapat pula disetarakan dengan keraton sebagai kediaman penguasa atau raja (dalem) yang dikelilingi oleh dinding pembatas. Wilayah kuta pada umumnya berbeda dengan wilayah desa yang ada di sekitarnya. Kuta dipandang pula sebagai awal mula pertumbuhan permukiman urban yang kini dikenal sebagai wilayah kota. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kota-kota lama berperan penting sebagai pusat kekuasaan dan pemerintahan yang ditandai dengan keberadaan keraton sebagai kediaman penguasa. Dalam perkembangannya, pusat kekuasan dan pemerintahan tersebut berkembang menjadi permukiman urban, yang menandai awal mula terbentuknya kota-kota modern di Indonesia. Hasil dan Pembahasan Kondisi Kota Karangasem Kota Karangasem merupakan ibukota dan pusat pemerintahan Kerajaan Karangasem yang berdiri sekitar abad XVII. Menurut Parimartha (2013), pada abad XVIII, Kerajaan Karangasem telah berkembang menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar di Pulau Bali. Kerajaan Karangasem memiliki wilayah kekuasaan yang luas, mencakup sebagian wilayah Bali bagian timur dan utara, hingga wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Hal ini yang menyebabkan Kerajaan Karangasem menjadi salah satu Kerajaan Hindu yang disegani di wilayah Bali dan Lombok pada masa tersebut. Secara geografis, Kerajaan Karangasem terdiri dari wilayah dataran tinggi di bagian tengah dan wilayah dataran rendah di bagian utara, timur dan selatan. Sementara itu, batas-batas wilayah kekuasaan Kerajaan Karangasem di Bali, meliputi: (1) Kerajaan Buleleng dan Laut Bali di sebelah utara; (2) Selat Lombok di sebelah timur; (3) Samudera Indonesia/Hindia di sebelah selatan; dan (4) Kerajaan Klungkung dan Kerajaan Bangli di sebelah barat (Putra Agung, 2009: 40). Hal ini menjadikan Kerajaan Karangasem memiliki wilayah pegunungan yang subur dan wilayah pesisir pantai yang dimanfaatkan sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan. Pada masa sekarang, Kota Karangasem dikenal sebagai Kota Amlapura yang merupakan ibukota Kabupaten Karangasem. Menurut Putra Agung (2009: ), batas-batas Kota Karangasem telah ditetapkan sejak tahun 1925, yaitu: (1) batas sebelah utara, dimulai dari Tukad Pati ke arah timur sampai di Bedugul, kemudian ke arah timur mengikuti selokan Sampuhan sampai di Jalan Anyar, lalu Prosiding Seminar Heritage IPLBI

4 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali ke arah utara sampai di simpang empat Susuan, diteruskan ke timur sampai di Tukad Nyuling; (2) batas sebelah timur, dimulai dari Songan (Tukad Nyuling) ke arah selatan sampai di Penyampuhan; (3) batas sebelah selatan, dimulai dari Penyampuhan menuju ke arah barat sepanjang Tukad Janga sampai di sebelah selatan Desa Bukit, diteruskan ke arah barat sampai Tukad Pati; dan (4) batas sebelah barat, dibatasi Tukad Pati. Hingga sekarang, batas-batas wilayah kota berupa aliran sungai tersebut masih dapat diidentifikasi dan digunakan sebagai batas fisik Kota Karangasem. Gambar 1. Lokasi dan kondisi Kota Karangasem pada masa sekarang (sumber: dikonstruksi dari hasil observasi lapangan dan wawancara, 2014; modifikasi dari Hardy, dkk, 2017) Beberapa peninggalan Kota Karangasem sejak masa kerajaan hingga sekarang masih dapat diamati dan tetap dimanfaatkan oleh masyarakat Karangasem. Beberapa peninggalan tersebut, antara lain: catuspatha atau pempatan agung, bangunan puri, pura, geria, jero, pasar, lapangan (alun-alun), dan taman kerajaan. Menurut Munandar (2005: 29), saat ini hanya sedikit peninggalan kerajaankerajaan di Bali yang masih bertahan dan terawat dengan baik, diantaranya adalah peninggalan Puri Gede Karangasem dan Puri Agung Karangasem yang terdapat di Kota Karangasem. Oleh karena itu, Kota Karangasem menjadi salah satu kota di Bali yang relevan sebagai objek atau pendekatan, dalam mengidentifikasi tata spasial kota-kota peninggalan Kerajaan Hindu di Bali dan di Indonesia. Tata Spasial Kota Karangasem dan Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Wilayah Karangasem dibagi menjadi dua wilayah menurut sistem politik dan pemerintahan, yaitu: (1) kuta negara atau jero negara merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Karangasem; (2) jaba negara merupakan wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan lain yang berada di Pulau Bali; dan (3) dura desa/negara merupakan wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan lain yang berada di luar Pulau Bali (Putra Agung, 2009: ). Pada masa sekarang, kuta negara dikenal sebagai wilayah 20 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

5 I Gusti Ngurah Wiras Hardy Kabupaten Karangasem dan jaba negara dikenal sebagai wilayah kabupaten lain yang berada di Pulau Bali. Sementara itu, dura desa/negara merupakan wilayah luar Pulau Bali dan luar negeri. Gambar 2. Kondisi pempatan agung, puri, dan lapangan di Kota Karangasem pada masa sekarang (Sumber: dokumentasi, 2015; Hardy, dkk, 2017) Menurut fungsinya, kuta negara dibagi menjadi dua wilayah utama, yaitu: (1) wilayah dalam kota sebagai pusat pemerintahan yang disebut dengan jero kuta; dan (2) wilayah luar kota atau wilayah kepunggawaan yang disebut dengan jaba kuta. Jero kuta dikenal pula dengan wilayah ibukota Kabupaten Karangasem, sedangkan jaba kuta merupakan wilayah desa-desa yang terdapat di luar wilayah ibukota. Kedua wilayah tersebut dibatasi oleh keberadaan hunian masyarakat yang berada di pinggiran jero kuta. Pada masa kerajaan, batas ini berfungsi pula sebagai sistem pertahanan jero kuta, sedangkan pada masa sekarang, wilayah tersebut berkembang menjadi banjar-banjar pakraman dan perkampungan. Secara fisik, jero kuta ditandai dengan keberadaan puri sebagai pusat pemerintahan dan tempat kediaman penguasa. Gambar 3. Pembagian wilayah kuta (jero) negara, jaba negara, dan dura desa/negara (Sumber: dikonstruksi dari hasil eksplorasi dan wawancara, 2015 dalam Hardy, dkk, 2017; Putra Agung, 2009) Pelbagai fungsi ruang, hunian, dan kegiatan masyarakat membentuk tata spasial Kota Karangasem dengan karakteristik yang spesifik. Kegiatan politik dan pemerintahan, ekonomi, sosial, dan budaya, merupakan pelbagai kegiatan masyarakat yang mempengaruhi perwujudan tata spasial Kota Karangasem. Kegiatan-kegiatan tersebut tetap dilakukan oleh masyarakat hingga sekarang, meskipun dengan pelbagai dinamika yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan Prosiding Seminar Heritage IPLBI

6 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali masyarakat. Hal ini yang menyebabkan perwujudan tata spasial Kota Karangasem dengan pelbagai komponennya masih tetap bertahan sebagai wadah kegiatan masyarakat Kota Karangasem. Berdasarkan luas cakupannya, tata spasial Kota Karangasem dibagi menjadi tiga skala, yaitu: (1) tata spasial kota dalam skala negara (wilayah kerajaan); (2) tata spasial kota dalam skala kuta (wilayah kota); dan (3) tata spasial kota dalam skala karang (wilayah pusat kota). Tata spasial kota dalam skala negara, membagi wilayah Karangasem menjadi dua wilayah, yaitu: (1) jero kuta adalah wilayah dalam kota atau ibukota Karangasem yang berfungsi sebagai pusat kegiatan politik dan pemerintahan, ekonomi, sosial, dan budaya; dan (2) jaba kuta adalah wilayah luar Kota Karangasem yang merupakan wilayah desa-desa di sekitarnya. Berdasarkan pembagian tersebut, dapat dipahami bahwa tata spasial Kota Karangasem dalam skala negara dibentuk oleh pertimbangan kegiatan politik dan pemerintahan. Gambar 4. Tata spasial Kota Karangasem dalam skala negara (kiri) dan kuta (kanan) (Sumber: dikonstruksi dari hasil eksplorasi dan wawancara, 2015 dalam Hardy, dkk, 2017) Tata spasial kota dalam skala kuta dibentuk oleh kelompok-kelompok hunian masyarakat berdasarkan jenis hunian dan strata sosial masyarakat. Jenis-jenis hunian tersebut, yaitu: (1) puri adalah hunian dengan tingkatan utama sebagai hunian golongan ksatrya (raja dan keluarganya); (2) jero adalah hunian dengan tingkatan madya sebagai hunian golongan ksatrya (punggawa dan keluarganya) dan golongan wesya (bangsawan, saudagar, dan keluarganya); (3) geria adalah hunian dengan tingkatan madya sebagai hunian golongan brahmana (Pendeta Hindu dan keluarganya); dan (4) umah dan rumah dengan tingkatan nista sebagai hunian golongan sudra/kaula (pekerja dan masyarakat umum). Kelompok-kelompok hunian tersebut membentuk 22 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

7 I Gusti Ngurah Wiras Hardy lingkaran konsentris yang membagi wilayah Karangasem menjadi tiga wilayah, yaitu: (1) wilayah puri di lapisan paling dalam atau pusat kota dengan tingkatan utama; (2) wilayah jero dan geria di lapisan tengah atau sekitar pusat kota dengan tingkatan madya; dan (3) wilayah umah-banjar pakraman dan rumah-kampung di lapisan luar atau pinggiran kota dengan tingkatan nista. Gambar 5. Tata spasial Kota Karangasem dalam skala karang (kiri) dan fungsi-fungsi ruang sekitar pempatan agung (kanan) (Sumber: dikonstruksi dari hasil eksplorasi dan wawancara, 2015 dalam Hardy, dkk, 2017) Tata spasial Kota Karangasem dalam skala karang dibentuk oleh pola catuspatha atau pempatan agung yang diadaptasi dari Keraton Majapahit. Dalam hal ini, pempatan agung merupakan persilangan dua jalan utama atau simpang empat yang dipahami sebagai simbol pusat alam semesta dan berperan penting sebagai pusat kota dan pusat pelbagai aktivitas masyarakat. Pempatan agung Kota Karangasem terletak di sebelah kelod kauh (dalam konteks ini berarti barat daya) Puri Kanginan, yang ditandai oleh beberapa fungsi ruang utama, yaitu: (1) Puri Kanginan di areal sebelah kaja kangin (timur laut) pempatan agung yang berfungsi sebagai kediaman keluarga raja (ksatrya); (2) Pura Puseh Meru dan Bale Agung di areal sebelah kelod kangin (tenggara) pempatan agung yang berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan bagi Umat Hindu; (3) peken (pasar tradisional) dan pertokoan di sebelah kelod kauh (barat daya) pempatan agung yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan; dan (4) Puri Kelodan atau Amlaraja di areal sebelah kaja kauh (barat laut) pempatan agung yang berfungsi sebagai kediaman keluarga raja (ksatrya). Hal ini memperlihatkan bahwa pada masa sekarang, catuspatha atau pempatan agung beserta pelbagai fungsi ruangnya memiliki fungsi penting yaitu sebagai penanda pusat kota, pusat kegiatan keagamaan, sosial, budaya, dan ekonomi bagi masyarakat Kota Karangasem. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat dipahami bahwa tata spasial Kota Karangasem terbagi menjadi tiga skala, yaitu: (1) skala negara membagi wilayah menjadi jero kuta Prosiding Seminar Heritage IPLBI

8 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali dan jaba kuta; (2) skala kuta membagi wilayah menjadi wilayah puri, jero dan geria, umah-banjar pakraman dan rumah-kampung; dan (3) skala karang yang dibentuk oleh pempatan agung beserta pelbagai fungsi ruangnya. Dengan demikian, perwujudan tata spasial Kota Karangasem dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1) faktor kegiatan politik dan pemerintahan yang mempengaruhi perwujudan tata spasial kota dalam skala negara; (2) faktor pembagian kelompok hunian masyarakat yang mempengaruhi perwujudan tata spasial kota dalam skala kuta; dan (3) faktor filosofis dan fungsional yang mempengaruhi perwujudan tata spasial kota dalam skala karang, berupa catuspatha (simpang empat sakral) yang dipahami sebagai pusat alam semesta dan pusat kegiatan keagamaan, sosial, budaya, dan ekonomi. Hingga sekarang, faktor-faktor tersebut tetap mempengaruhi perwujudan tata spasial Kota Karangasem. Dengan demikian, hasil temuan ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk menata dan mengembangkan spasial Kota Karangasem, sesuai dengan pelbagai faktor yang mempengaruhi perwujudannya. Daftar Pustaka Budihardjo, E. (1986). Architectural Conservation in Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Doxiadis, C. A. (1968). Ekistics: an Introduction to the Science of Human Settlements. London: Hutchinson and Co. Ltd. Geertz, C. (1980). Negara, The Theatre State in Nineteenth-Century Bali. Princeton University Press. Hansen, M.H. (2006). Polis: an Introduction to the Ancient Greek City-State. Oxford University Press. Hardy, I G.N.W. Setiawan, B. & Prayitno, B. (2017). Tata Spasial Kota Kerajaan Karangasem. Disertasi belum dipublikasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Hillier, B. (1989). The Architecture of the Urban Object. Dalam Ekistics: The Problems and Science of Human Settlements. 334/335, January/February-March/April Hillier, B. & Hanson, J. (1984). The Social Logic of Space. New York and Melbourne: Cambridge University Press. Moughtin, C., Oc, T., dan Tiesdell, S Urban Design: Ornament and Decoration. Second edition. Architectural Press. Munandar, A.A. (2005). Istana Dewa Pulau Dewata: Makna Puri Bali Abad ke Depok: Komunitas Bambu. Nas, P.J.M. & Boender, W. (2002). Kota Indonesia Dalam Teori Perkotaan (terjemahan). Dalam Nas, P. J. M Kota-kota Indonesia: Bunga Rampai (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Parimartha, I G. dkk. (2013). Sejarah Bali Pertengahan Abad XIV-XVIII, dalam Ardika, I W., dkk Sejarah Bali, Dari Prasejarah Hingga Modern. Denpasar: Udayana University Press. Putra, I G.M. (2005). Catuspatha, Konsep, Transformasi, dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah Universitas Udayana, Vol. 3 No. 2 Agustus 2005 : Putra Agung, A.A.G. (2009). Peralihan Sistem Birokrasi dari Tradisional ke Kolonial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rossi, A. (1986). The Architecture of the City. Cambridge, Massachusetts, and London: Oppositions Books and The MIT Press. Runa, I W. (2008). Sejarah Arsitektur Tradisional Bali, dalam Sueca, Ngakan P. (ed) Pustaka Arsitektur Bali. Denpasar: Ikatan Arsitek Indonesia, Daerah Bali. Wiryomartono, A.B.P. (1995). Seni Bangunan dan Seni Binakota di Indonesia: Kajian Mengenai Konsep, Struktur, dan Elemen Fisik Kota Sejak Peradaban Hindu-Budha, Islam Hingga Sekarang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 24 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Pengaruh Sistem Catur Wangsa terhadap Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Hindu di Bali: Kasus Kota Karangasem

Pengaruh Sistem Catur Wangsa terhadap Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Hindu di Bali: Kasus Kota Karangasem Pengaruh Sistem Catur Wangsa terhadap Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Hindu di Bali: Kasus Kota Karangasem I Gusti Ngurah Wiras Hardy, Bakti Setiawan, Budi Prayitno Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Bab VIII memaparkan pembahasan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, serta implikasi dan saran dalam ranah akademik dan praktis sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian. Pada bagian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1- BAB I. PENDAHULUAN Bab Pendahuluan terdiri dari subbab (I.1) Latar Belakang; (I.2) Pertanyaan Dan Tujuan Penelitian; (I. 3) Manfaat Penelitian; (I. 4) Keaslian Penelitian; (I. 5) Batasan Penelitian; dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn Konsepsi sangamandala menentukan sembilan tingkatan nilai ruang pada sembilan zone bumi atau tata zoning tapak. Sembilan zona ini lahir berdasarkan

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI ABSTRAK Desa Pegayaman di Kecamatan Sukasada, Buleleng, Singaraja, Bali, adalah sebuah desa muslim di Bali. Desa dengan penduduk yang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. besar dari sejak awalnya berdirinya desa (kurang lebih 150 tahun yg lalu)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. besar dari sejak awalnya berdirinya desa (kurang lebih 150 tahun yg lalu) BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Main Conclusion Desa Bayung Gede mengalami perubahan morfologi yang sangat besar dari sejak awalnya berdirinya desa (kurang lebih 150 tahun yg lalu) hingga

Lebih terperinci

Konservasi Nilai-nilai Hunian Bali Aga (Bali Kuno) dalam Wisata Budaya di desa Penglipuran, Bangli

Konservasi Nilai-nilai Hunian Bali Aga (Bali Kuno) dalam Wisata Budaya di desa Penglipuran, Bangli SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Konservasi Nilai-nilai Hunian Bali Aga (Bali Kuno) dalam Wisata Budaya di desa Penglipuran, Bangli Ida Ayu Dyah Maharani (1), Imam Santosa (2), Prabu Wardono (3),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman perwujudan bangunan

Lebih terperinci

Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali

Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali Annisa Nurul Lazmi (1), Dita Ayu Rani Natalia (1) annisanurullazmi@gmail.com (1) Preserv

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) D-95

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) D-95 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-95 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kawasan Pusat Kota Ubud yang Mencitrakan Ruang Tradisional Bali Ni Luh Putu Sukma,

Lebih terperinci

DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL BALI

DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL BALI DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL BALI (NENGAH KEDDY SETIADA) DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL BALI Oleh : Nengah Keddy Setiada Dosen Fakultas Teknik Program Studi

Lebih terperinci

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional Bali Pola Tata Ruang Tradisional Konsep Sanga Mandala Konsep Tri Angga pada lingkungan Konsep Tri Angga pada Rumah Tata Ruang Rumah Tinggal Konsep tata ruang tradisional Pola tata ruang tradisional Bali

Lebih terperinci

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola BAB 5 KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Kawasan Cakranegara pada awalnya dirancang berdasarkan kosmologi Hindu-Bali, namun kenyataan yang ditemui pada kondisi eksisting adalah terjadi pergeseran nilai kosmologi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN ALUN-ALUN MALANG

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN ALUN-ALUN MALANG 124 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN ALUN-ALUN MALANG Wiwik Dwi Susanti Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan tata ruang sebagai sebuah hasil akulturasi antara budaya dan logika tercermin dalam proses penempatan posisi-posisi bangunan. Dasar budaya adalah faktor

Lebih terperinci

Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater : Clifford Geertz : Isnan Amaludin : 08/275209/PSA/1973

Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater : Clifford Geertz : Isnan Amaludin : 08/275209/PSA/1973 Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater Penulis : Clifford Geertz Oleh : Isnan Amaludin NIM : 08/275209/PSA/1973 Prodi : S2 Sejarah Geertz sepertinya tertarik pada Bali karena menjadi suaka

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan. beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini.

BAB VI KESIMPULAN. Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan. beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini. BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini. 1. Perkembangan morfologi dan aspek-aspek simbolik di Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR Oleh : SEVINA MAHARDINI L2D 000 456 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR Oleh: M Anwar Hidayat L2D 306 015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan Rossler, 1995). Lanskap budaya pada beberapa negara di dunia

Lebih terperinci

APLIKASI LANGGAM ARSITEKTUR MELAYU SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN MENUJU KOTA BERKELANJUTAN

APLIKASI LANGGAM ARSITEKTUR MELAYU SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN MENUJU KOTA BERKELANJUTAN APLIKASI LANGGAM ARSITEKTUR MELAYU SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN MENUJU KOTA BERKELANJUTAN Fakultas Teknik Universitas Riau, Email: hidayat79_iium@yahoo.com Abstract Perkembangan kota yang berkelanjutan (sustainable

Lebih terperinci

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA ARSITEKTUR TRADISIONAL NURYANTO, S.Pd., M.T.Ars. ARSITEKTUR VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2 0 1 0 RUMAH DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini akan membahas mengenai pendahuluan. Adapun aspek yang dibahas meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian yang akan digunakan seperti data primer,

Lebih terperinci

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI Cara hidup manusia pada awalnya adalah berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain. Aktivitas sehari-harinyapun hanya mencari makan untuk bertahan hidup seperti berburu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan perkotaan dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan gb. 1.1. Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar Potensi dan daya tarik Pantai Lebih 1. Potensi alam Pantai

Lebih terperinci

MASTER PLAN PENATAAN DAN PENGEMBANGAN PURA DALEM BIAS MUNTIG DI DESA PAKRAMAN NYUH KUKUH, DUSUN PED, DESA PED, KECAMATAN NUSA PENIDA, KLUNGKUNG

MASTER PLAN PENATAAN DAN PENGEMBANGAN PURA DALEM BIAS MUNTIG DI DESA PAKRAMAN NYUH KUKUH, DUSUN PED, DESA PED, KECAMATAN NUSA PENIDA, KLUNGKUNG UNDAGI Jurnal Arsitektur Warmadewa, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2017, Hal 17-29 ISSN 2338-0454 MASTER PLAN PENATAAN DAN PENGEMBANGAN PURA DALEM BIAS MUNTIG DI DESA PAKRAMAN NYUH KUKUH, DUSUN PED, DESA PED,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara Tamiya Miftau Saada Kasman Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,

Lebih terperinci

I Kadek Merta Wijaya, S.T., M.Sc. Dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Warmadewa

I Kadek Merta Wijaya, S.T., M.Sc. Dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Warmadewa TELAAH ARSITEKTUR VERNAKULAR PADA ARTIKEL: THE BALINESE CHRISTIAN SETTLEMENT AND CHURCH ARCHITECTURE AS A MODEL OF INCULTURATION (Penulis: Salmon Priaji Martana Universitas Kristen Indonesia) I Kadek Merta

Lebih terperinci

IDENTITAS KAWASAN CAKRANEGARA LOMBOK DAN RUMUSAN BENTUK YANG SESUAI DENGAN IDENTITAS PADA ELEMEN FISIK KAWASAN Disertai contoh aplikasi penerapannya 1

IDENTITAS KAWASAN CAKRANEGARA LOMBOK DAN RUMUSAN BENTUK YANG SESUAI DENGAN IDENTITAS PADA ELEMEN FISIK KAWASAN Disertai contoh aplikasi penerapannya 1 IDENTITAS KAWASAN CAKRANEGARA LOMBOK DAN RUMUSAN BENTUK YANG SESUAI DENGAN IDENTITAS PADA ELEMEN FISIK KAWASAN Disertai contoh aplikasi penerapannya 1 Baiq Dende Diah Ayu Ditya 2 Ir. Heru Purwadio, M.S.P

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah yang merupakan sasaran ekspansi dari kerajaan-kerajaan Jawa Kuna. Daerah Bali mulai dikuasai sejak Periode Klasik Muda dimana kerajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di perkotaan yang sangat cepat seringkali tidak memperhatikan kebutuhan ruang terbuka publik untuk aktivitas bermain bagi anak. Kurangnya ketersediaan

Lebih terperinci

Cukup Sehari Menjelajahi Pulau LOMBOK. Dikutip dari Koran SURYA terbit Sabtu, 5 Oktober 2013, halaman 14.

Cukup Sehari Menjelajahi Pulau LOMBOK. Dikutip dari Koran SURYA terbit Sabtu, 5 Oktober 2013, halaman 14. Cukup Sehari Menjelajahi Pulau LOMBOK Lembar BIL Dikutip dari Koran SURYA terbit Sabtu, 5 Oktober 2013, halaman 14. B ila hanya ada sedikit waktu untuk berlibur, pilihan transportasi paling mudah adalah

Lebih terperinci

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara

Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Ria Selfiyani Bahrun (1), Sudaryono (1), Djoko

Lebih terperinci

MASTER PLAN PENATAAN DAN PENGEMBANGAN PURA DALEM BIAS MUNTIG DI DESA PAKRAMAN NYUH KUKUH, DUSUN PED, DESA PED, KECAMATAN NUSA PENIDA, KLUNGKUNG

MASTER PLAN PENATAAN DAN PENGEMBANGAN PURA DALEM BIAS MUNTIG DI DESA PAKRAMAN NYUH KUKUH, DUSUN PED, DESA PED, KECAMATAN NUSA PENIDA, KLUNGKUNG MASTER PLAN PENATAAN DAN PENGEMBANGAN PURA DALEM BIAS MUNTIG DI DESA PAKRAMAN NYUH KUKUH, DUSUN PED, DESA PED, KECAMATAN NUSA PENIDA, KLUNGKUNG I Kadek Merta Wijaya Dosen Program Studi Teknik Arsitektur,

Lebih terperinci

RUMAH TRADISIONAL BANYUWANGI

RUMAH TRADISIONAL BANYUWANGI Nama : Reza Agung Priambodo NPM : 0851010034 RUMAH TRADISIONAL BANYUWANGI Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Banyuwangi. Kabupaten ini terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat terjadinya pola aktivitas masyarakat mulai dari sosial, ekonomi, budaya dan politik. Kota yang berhasil tidak lepas dari penggunaan fungsi kota

Lebih terperinci

Tipomorfologi Fasade Bangunan Pertokoan di Sepanjang Ruas Jalan Malioboro, Yogyakarta

Tipomorfologi Fasade Bangunan Pertokoan di Sepanjang Ruas Jalan Malioboro, Yogyakarta TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Tipomorfologi Fasade Bangunan Pertokoan di Sepanjang Ruas Jalan Malioboro, Yogyakarta Adinda Rafika Dani (1), Djoko Wijono (2) adinda.rafika@gmail.com (1) Mahasiswa Program S2 Arsitektur,

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR Oleh: RINA AFITA SARI L2D 306 021 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAKSI

Lebih terperinci

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta Augustinus Madyana Putra (1), Andi Prasetiyo Wibowo

Lebih terperinci

PENGARUH KERAJAAN ISLAM TERHADAP POLA BENTUK KOTA PASURUAN

PENGARUH KERAJAAN ISLAM TERHADAP POLA BENTUK KOTA PASURUAN PLANO MADANI VOLUME 6 NOMOR 1, APRIL 2017, 27-35 2017P ISSN 2301-878X- E ISSN 2541-2973 PENGARUH KERAJAAN ISLAM TERHADAP POLA BENTUK KOTA PASURUAN Junianto Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Gubahan Bentuk Taman dan Bentuk Ruang Taman Kiriman; Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar.

Gubahan Bentuk Taman dan Bentuk Ruang Taman Kiriman; Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar. Gubahan Bentuk Taman dan Bentuk Ruang Taman Kiriman; Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar. Gubahan Bentuk Taman a. Zaman Bali Kuna Bila desain taman peninggalan kerajaan-kerajaan

Lebih terperinci

HASIL Hasil rekomendasi rekonstruksi perletakan/layout bangunan yang. PENDAHULUAN Arsitektur Bali Aga di Desa Bungaya memiliki keunikan-keunikan

HASIL Hasil rekomendasi rekonstruksi perletakan/layout bangunan yang. PENDAHULUAN Arsitektur Bali Aga di Desa Bungaya memiliki keunikan-keunikan Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK-2015), Kuta, Bali, INDONESIA, 29 30 Oktober 2015 P-PNL-90 REKONSTRUKSI ARSI ITEKTUR BALI AGA - UMAH DI DESA BUNGAYA, KECAMATAN BEBANDEM KABUPATEN KARANGASEM

Lebih terperinci

Lampiran A Foto Bangunan Objek Penelitian di Jl.Cilaki

Lampiran A Foto Bangunan Objek Penelitian di Jl.Cilaki Daftar Pustaka (2001), Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2001-2010, P.T. Surya Anggita Sarana Consultant & Pemerintah Kota Bandung, Bandung. Akihary (1996), Ir.F.J.L. Ghijsels Architect in Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali yang terkenal sebagai pulau Dewata merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali yang terkenal sebagai pulau Dewata merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali yang terkenal sebagai pulau Dewata merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang menjadi tujuan wisata bagi para wisatawan domestik maupun dari manca negara,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBERIAN NAMA JALAN, TAMAN, LAPANGAN, BANGUNAN DAN PENOMORAN RUMAH/BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai Dasar Pertimbangan, Konsep Pelestarian, Arahan pelestarian permukiman tradisional di Desa Adat

Lebih terperinci

Pengaruh Hindu pada Atap Masjid Agung Demak

Pengaruh Hindu pada Atap Masjid Agung Demak SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Pengaruh Hindu pada Atap Masjid Agung Demak Nugraha Pratama Mahasiswa Sarjana, Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan,

Lebih terperinci

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta Firdha Ruqmana firdha.ruqmana30@gmail.com Mahasisw a Sarjana Program Studi A rsitektur,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Nggela. Bentuk permukiman adat di Desa Nggela yang berbentuk linear namun,

BAB III METODE PENELITIAN. Nggela. Bentuk permukiman adat di Desa Nggela yang berbentuk linear namun, 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, sebagai awalnya dilihat fenomena yang terjadi di Desa Nggela. Bentuk permukiman adat di Desa Nggela yang berbentuk linear namun,

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana.

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana. ARSITEKTUR BALI Mata Kuliah ARSITEKTUR PRA MODERN pertemuan ke 5 Dosen: Dr. Salmon Martana, M.T. Masyarakat Bali sangat percaya bahwa mereka hadir di dunia membawa misi hidup, yaitu berbuat kebaikan. Kesempurnaan

Lebih terperinci

Bagian II Pelaksanaan Kegiatan Program IAI Daerah Bali (Periode )

Bagian II Pelaksanaan Kegiatan Program IAI Daerah Bali (Periode ) 1 Bagian I Pendahuluan Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Bali periode 2005-2008 adalah kepengurusan yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Daerah IAI Daerah Bali yang diselenggarakan pada tanggal 26 dan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN PERMUKIMAN MASYARAKAT KOTA DEPOK LAMA (Kajian Permukiman Kota)

LINGKUNGAN PERMUKIMAN MASYARAKAT KOTA DEPOK LAMA (Kajian Permukiman Kota) LINGKUNGAN PERMUKIMAN MASYARAKAT KOTA DEPOK LAMA (Kajian Permukiman Kota) Dimyati Jurusan Arsitektur, Fakultas Sipil & Perencanaan, Universitas Gunadarma dimyati@staff.gunadarma.ac.id ABSTRAK Pemukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

Lebih terperinci

SILABUS. I. Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah ini membahas mengenai perkembangan kebudayaan di nusantara pada periode Hindu-Budha.

SILABUS. I. Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah ini membahas mengenai perkembangan kebudayaan di nusantara pada periode Hindu-Budha. UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI FRM/FISE/46-01 12 Januari 2009 SILABUS Fakultas : Ilmu Sosial Ekonomi Jurusan/Program Studi : Pendidikan Sejarah/Ilmu Sejarah Mata Kuliah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah yang letaknya berada di pesisir utara Pulau Jawa. Kota ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sisi utara.

Lebih terperinci

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI Jurnal Sabua Vol.1, No.1: 1-7, Mei 2009 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI Veronica A. Kumurur 1 & Setia Damayanti 2 1 Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M) Jln. Nusa Indah (0361) 227316 Fax. (0361) 236100 Denpasar 80235 Website

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bab Metode Penelitian ini terdiri atas delapan pokok bahasan. Pokok

BAB III METODE PENELITIAN. Bab Metode Penelitian ini terdiri atas delapan pokok bahasan. Pokok BAB III METODE PENELITIAN Bab Metode Penelitian ini terdiri atas delapan pokok bahasan. Pokok bahasan kesatu membicarakan rancangan penelitian; kedua, membicarakan tentang lokasi penelitian; ketiga membicarakan

Lebih terperinci

GUNA DAN FUNGSI PADA ARSITEKTUR BALE BANJAR ADAT DI DENPASAR, BALI

GUNA DAN FUNGSI PADA ARSITEKTUR BALE BANJAR ADAT DI DENPASAR, BALI TEMU ILMIAH IPLBI 2012 GUNA DAN FUNGSI PADA ARSITEKTUR BALE BANJAR ADAT DI DENPASAR, BALI Christina Gantini (1), Josef Prijotomo (2), Yuswadi Saliya (3) (1) Mahasiswa Program Doktor Arsitektur, Sejarah,

Lebih terperinci

Perkembangan Kawasan Cakranegara-Lombok

Perkembangan Kawasan Cakranegara-Lombok Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia Perkembangan Kawasan Cakranegara-Lombok Adhiya Harisanti F. (1), Antariksa (2), Turniningtyas Ayu R. (3) (1) Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil, Minat Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus

Lebih terperinci

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Oleh: Nyoman Tri Ratih Aryaputri Mahasiswa Program Studi Seni Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar Email: triratiharyaputri3105@gmail.com

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M) Jln. Nusa Indah (0361) 227316 Fax. (0361) 236100 Denpasar 80235 Website

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak Sapi Bali di Kabupaten Tabanan 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak Sapi Bali di Kabupaten Tabanan 1 BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan serta metode penelitian, yang diperlukan dalam penulisan landasan konseptual Laporan Seminar Tugas Akhir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman budaya baik berupa fisik maupun non fisik. Budaya yang berupa fisik Salah satunya adalah arsitektur tradisional. Rumah tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kota merupakan tempat atau ruang bagi manusia menjalankan semua aktivitasnya. Dalam kota manusia melakukan aktivitas berdagang, sekolah, belajar, bekerja, dan aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

DAERAH RAWAN BENCANA ANGIN KENCANG DI BALI. Oleh. Komang Arthawa Lila, MS

DAERAH RAWAN BENCANA ANGIN KENCANG DI BALI. Oleh. Komang Arthawa Lila, MS DAERAH RAWAN BENCANA ANGIN KENCANG DI BALI Oleh Ir. Komang Arthawa Lila, MS JURUSAN ARSITEKTUR PERTAMANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 RINGKASAN Secara geografis daerah Bali memang bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Gereja merupakan bangunan ibadat umat kristiani yang mewadahi kegiatan spiritual bagi jemaatnya. Berbagai bentuk desain gereja telah tercipta sejak berabad-abad silam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Metode Penelitian Pada pendekatan penelitian ini merujuk dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh sejumlah peneliti yang memiliki beberapa kesamaan judul

Lebih terperinci

Arsitektur Hijau pada Morfologi Permukiman Tepi Sungai Tallo

Arsitektur Hijau pada Morfologi Permukiman Tepi Sungai Tallo TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Arsitektur Hijau pada Morfologi Permukiman Tepi Sungai Tallo Edward Syarif (1), Nurmaida Amri (2) (1) Lab Perumahan dan Permukiman, Morfologi Permukiman, Departemen Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

EKSPRESI KERUANGAN BUDAYA LOKAL: Tinjauan Diakronik Spasial Permukiman Desa Adat Kesiman, Denpasar Bali

EKSPRESI KERUANGAN BUDAYA LOKAL: Tinjauan Diakronik Spasial Permukiman Desa Adat Kesiman, Denpasar Bali EKSPRESI KERUANGAN BUDAYA LOKAL: Tinjauan Diakronik Spasial Permukiman Desa Adat Kesiman, Denpasar Bali I Komang Gede Santhyasa 1) Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota - FT, Universitas Hindu Indonesia e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Marina Central Place di Jakarta Utara (Sebagai Lokasi Sentral Bisnis dan Wisata Berbasis Mixed Use Area)

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Marina Central Place di Jakarta Utara (Sebagai Lokasi Sentral Bisnis dan Wisata Berbasis Mixed Use Area) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Perancangan Marina Central Place di Jakarta Utara (Sebagai Lokasi Sentral Bisnis dan Wisata Berbasis Mixed Use Area) Perancangan : Proses penerapan berbagai teknik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA

KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA Desak Made Sukma Widiyani Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Dwijendra E-mail : sukmawidiyani@gmail.com Abstrak Arsitektur

Lebih terperinci

kita bisa mengetahui dan memperoleh informasi mengenai destinasi pariwisata yang ada dan baru ada di Bali. Mengenai banyaknya jumlah biro perjalanan

kita bisa mengetahui dan memperoleh informasi mengenai destinasi pariwisata yang ada dan baru ada di Bali. Mengenai banyaknya jumlah biro perjalanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebagai daerah pariwisata mempunyai berbagai hal yang menarik untuk di kunjungi. Hal menarik tersebut mulai dari obyek wisata, bermacam kreasi budaya, adat istiadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang; rumusan masalah; tujuan; serta metodologi penelitian penyusunan landasan konsepsual Museum Nelayan Tradisional Bali di Kabupaten Klungkung.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii. ABSTRAK...iii. ABSTRACT... iv. PERNYATAAN... v. KATA PENGANTAR vi. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. Halaman. PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii. ABSTRAK...iii. ABSTRACT... iv. PERNYATAAN... v. KATA PENGANTAR vi. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii ABSTRAK...iii ABSTRACT... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI...ix DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR GAMBAR...xiv DAFTAR LAMPIRAN...xvi BAB I PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

BAB III GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK ROCK DI DENPASAR

BAB III GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK ROCK DI DENPASAR BAB III GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK ROCK DI DENPASAR Perencanaan dan perancangan bangunan gedung pertunjukan musik rock sangat dipengaruhi dengan lokasi bangunan tersebut berada. Bangunan penunjang rekreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

Pelestarian Permukiman Tradisional di Desa Adat Sukawana Kecamatan Kintamani, Kabupanten Bangli, Provinsi Bali

Pelestarian Permukiman Tradisional di Desa Adat Sukawana Kecamatan Kintamani, Kabupanten Bangli, Provinsi Bali Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Pelestarian Permukiman Tradisional di Desa Adat Sukawana Kecamatan Kintamani, Kabupanten Bangli, Provinsi Bali 1 Regga Nabilia Dewi, 2 Hilwati Hindersah

Lebih terperinci

Pengertian Kota. Pengertian Kota (kamus)

Pengertian Kota. Pengertian Kota (kamus) Pengertian Kota Urban seringkali juga dimengerti sebagai kota, untuk membedakannya nya dengan rural, pengertian urban sendiri lebih kepada permukiman, dimana kawasan terbangun lebih mendominasi, sedangkan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,

Lebih terperinci

87 Universitas Indonesia

87 Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Kepurbakalaan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa merupakan perpaduan dari kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal atau kebudayaan lama yaitu kebudayaan Hindu-Buddha. Perpaduan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

BAB V LAHAN DAN HUTAN

BAB V LAHAN DAN HUTAN BAB LAHAN DAN HUTAN 5.1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan Kota Denpasar didominasi oleh permukiman. Dari 12.778 ha luas total Kota Denpasar, penggunaan lahan untuk permukiman adalah 7.831 ha atau 61,29%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Puri Agung Peliatan Ubud sebagai Destinasi Wisata Budaya

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Puri Agung Peliatan Ubud sebagai Destinasi Wisata Budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Puri Agung Peliatan Ubud sebagai Destinasi Wisata Budaya Puri merupakan salah satu hasil karya arsitektur di Bali yang berfungsi sebagai hunian bagi

Lebih terperinci