VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004)

dokumen-dokumen yang mirip
VIII. RANCANGAN TAPAK

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep

BAB V ANALISIS SINTESIS

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

V. ANALISIS DAN SINTESIS

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK

ANALISIS DAN SINTESIS

PERENCANAAN LANSKAP. Sub Ruang Fungsi Aktivitas Fasiltas Luas (m 2 ) Membeli tiket Memperoleh informasi

V. ANALISIS DAN SINTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota

BAB III ANALISA. Lokasi masjid

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan

BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS

Lampiran 7: Pertanyaan Kuesioner dan Wawancara

BAB VI KONSEP PERENCANAAN dan PERANCANGAN RUMAH RETRET di KALIURANG, SLEMAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH YPCM

BAB VI HASIL RANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. daksa yang dapat menerima segala umur dan kelas sosial, memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

BAB VI KONSEP RANCANGAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

BAB VI HASIL RANCANGAN. terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KONSEP 6.1 Konsep Umum

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A


HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri


HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III METODE PERANCANGAN. teori-teori dan data-data yang di dapat dari studi literatur maupun studi lapangan, sehingga dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. terstruktur. Begitu pula dengan perencanaan lansekap (landscape planning)

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR. I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir.

BAB VI R E K O M E N D A S I

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Sentra Agrobisnis tersebut. Bangunan yang tercipta dari prinsip-prinsip Working

ANALISIS SINTESIS Aspek Fisik Letak, Luas dan Batas-batas Tapak Aksesibilitas dan Sistem Transportasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

BAB III METODOLOGI 3. 1 Tempat dan Waktu 3. 2 Alat dan Bahan 3. 3 Metode dan Pendekatan Perancangan 3. 4 Proses Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

PERENCANAAN LANSKAP Rencana Ruang dan Aktivitas Ruang Utama Agrowisata Area Tanaman Hias

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

METODOLOGI. Tempat dan Waktu

BAB VI HASIL PERANCANGAN

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

BAB III METODOLOGI. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: dan Googlemaps, 2009) Peta Kota Bandung Tanpa Skala.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau

DAFTAR ISI

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

PENGANTAR ARSITEKTUR PERTAMANAN

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

Transkripsi:

VII. RENCANA TAPAK Tahap perencanaan ini adalah pengembangan dari konsep menjadi rencana yang dapat mengakomodasi aktivitas, fungsi, dan fasilitas bagi pengguna dan juga makhluk hidup yang lain (vegetasi dan satwa) pada ruang terbuka hijau Kompleks BBRVBD Cibinong. Gambar rencana tapak (site plan) tersaji dalam Lampiran 16. 7.1. Rencana Ruang Berdasarkan pembagian ruang yang telah ditetapkan pada tahap konsep ruang, rencana tata ruang Kompleks BBRVBD Cibinong terbagi atas ruang rekreasi aktif, ruang rekreasi pasif, dan ruang konservasi. Berikut ini adalah matriks hubungan ruang, jenis aktivitas, fasilitas dalam ruang, dan standar kebutuhan ruang (Tabel 15). Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004) Pembagian Ruang Jenis Aktivitas Fasilitas Standar Kebutuhan Ruang Rekreasi Aktif berkebun planter box, wastafel, rak semai, dan rak perkakas 10 m 2 /orang (Chiara dan Koppleman, 1990) Rekreasi Pasif berjalan-jalan, dudukduduk, menikmati lingkungan sekitar pergola, gazebo, dan bangku taman 8 m 2 /orang (Chiara dan Koppleman, 1990) Konservasi rusa makan, minum, menjelajah, berlindung, dan bekembang biak pohon penduh, padang rumput, dan kolam/telaga 800 m 2 /ekor (Akmal, 2004) Ruang rekreasi aktif (Lampiran 17, 18, 19, 20, 21, dan 22) adalah ruang yang direncanakan untuk kegiatan rekreasi alami sederhana dengan tujuan mendekatkan diri dengan alam dan meningkatkan hubungan pengguna dengan tanaman (berkebun). Praktik berkebun ini bertujuan menambah kegiatan pada ruang terbuka hijau dan menstimulasi aspek psikologis yang dilakukan dalam bentuk praktik budi daya tanaman. Ruang ini terletak pada ruang terbuka hijau di

67 antara ruang pelatihan vokasional siswa dan taman bundar di dekat ruang administrasi. Ruang rekreasi pasif (Lampiran 23, 24, dan 25) adalah ruang yang direncanakan untuk kegiatan rekreasi yang lebih bersifat interpretatif, seperti mengamati satwa, menikmati pemandangan, jalan-jalan, dan aktivitas rekreasi pasif lainnya. Ruang ini terletak di bagian barat laut pada tapak di dekat asrama staf pelatihan. Ruang konservasi (Lampiran 26, 27, dan 28) adalah ruang yang direncanakan untuk tempat perlindungan vegetasi satwa, terutama rusa. Ruang ini merupakan habitat rusa yang mengakomodasi rusa untuk menjelajah, berlindung dari terik matahari dan hujan, mencari makan dan minum, beristirahat, berkembang biak, dan membesarkan anak-anaknya. Ruang ini terletak pada bagian barat tapak, hal ini dimaksudkan agar ruang ini berfungsi optimal sebagai habitat satwa. Dari hasil analisis yang dilakukan dan ruang-ruang yang direncanakan, diperoleh gambaran mengenai jenis aktivitas rekreasi ruang luar, aktivitas satwa, dan kebutuhan vegetasi. Selanjutnya, dibuatlah matriks kesesuaian antara aktivitas tersebut dan sumber daya yang ada di tapak (Tabel 16). Tabel 16. Matriks Kesuaian Antara Sumber Daya dan Aktivitas Sumber Daya Aktivitas Pengguna Tapak Satwa Vegetasi Rekreasi Aktif Rekreasi Pasif Makan & Minum Berlindung Berkembang Biak Topografi + + + + + + Tanah + + + + + + Iklim Tapak Suhu + + + + + + Kelembaban - - + - + + Curah Hujan - - - - + + Angin + + + + + + Air - - - - - + Pohon - - + + + + Rumput + + + + + + Keterangan: + : sesuai - : kurang sesuai Tumbuh

68 Kondisi ruang terbuka hijau kompleks BBRVBD yang cukup luas dan terpencar menjadi beberapa bagian mengakibatkan hubungan antarruang yang tidak erat. Ruang-ruang yang direncanakan hanya dapat diakses melalui koridorkoridor gedung. Meskipun terkesan terpisah-pisah, setiap ruang yang direncanakan memiliki karakter yang sangat kuat sehingga dapat mengurangi kesan ambiguitas. Tabel 17 menyajikan matriks keterkaitan antarruang. Tabel 17. Matriks Hubungan Antarruang Ruang Rekreasi Aktif Rekreasi Pasif Konservasi Rekreasi Aktif - - Rekreasi Pasif - * Konservasi - * Keterangan: * : berhubungan tidak langung - : tidak berhubungan + : berhubungan 7.2. Rencana Fasilitas Fasilitas yang direncanakan disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas masing-masing ruang. Pada ruang rekreasi aktif, fasilitas yang direncanakan adalah planter box dan rak susun vertikultur yang dapat berfungsi sebagai sarana berkebun yang sesuai dengan karakter pengguna. Selain itu, juga akan ditambahkan elemen taman lain berupa lampu taman, keran air, gudang sederhana untuk menyimpan perkakas (Gambar 38) berkebun, dan ramp yang aman untuk jalur masuk pengguna. garpu untuk mendangir media tanam sekop kecil untuk memasukkan media tanam gunting untuk memangkas batang tanaman sprayer untuk menyiram tanaman dan menyemprotkan pupuk dan pestisida Gambar 38. Peralatan Berkebun yang Dibutuhkan pada Ruang Rekreasi Aktif

69 Menurut Haris dan Dines (1988), lebar minimum satu jalur pengguna kursi roda adalah 4 (1200 mm), dengan lebar planter box 1200 mm dan tinggi 600 mm hingga 850 mm, serta tinggi kaki penyangga planter box 300 mm. Selain itu, terdapat ruang menjorok ke dalam pada bagian tinggi planter box sejauh 175 mm (Gambar 39). Gambar 40 menyajikan ilustrasi kegiatan yang akan dilakukan pada ruang rekreasi aktif. Pengguna tapak dapat melakukan budi daya tanaman yang merupakan suatu rangkaian kegiatan berkebun (hortikultura) dengan sarana yang lebih sederhana dan mudah. Gambar 39. Standar Planter Box bagi Penyandang Cacat (Harris and Dines, 1988) Gambar 40. Ilustrasi Bentukan Planter Box bagi Penyandang Cacat

70 Fasilitas yang direncanakan pada ruang rekreasi pasif adalah bangku taman, gazebo, dan pergola. Fasilitas-fasilitas ini diharapkan dapat mengakomodasi pengguna tapak beristirahat sejenak, untuk mengamati lingkungan sekitar dengan alat inderanya. Pada ruang rekreasi pasif diharapkan, pengguna tapak dapat lebih berelaksasi dengan atraksi yang sangat minim, yakni duduk santai menikmati pemandangan, mendengarkan suara lembut, dan menikmati aroma yang menyegarkan (Gambar 41). Gambar 41. Ilustrasi Rekreasi Pasif Bagi Penyandang Cacat Fasilitas pada ruang konservasi adalah menciptakan habitat yang alami bagi satwa dan vegetasi, yakni dengan pembuatan kolam/telaga untuk minum rusa. Fasilitas untuk interpretasi pada tapak berupa papan informasi (untuk peringatan dan himbauan) dan interpretasi. Referensi (Gambar 42) yang didapat dari Haris dan Dines (1988), terkait dengan standar zona peletakan papan informasi. Tinggi pandangan mata pengguna kursi roda berkisar antara 760 mm hingga 915 mm, sedangkan untuk tinggi pandangan mata orang berdiri normal (diasumsikan sama dengan tinggi berdiri pengguna kruk ketiak) kurang lebih 1,4 meter. Jarak pandang pembaca minimum adalan 1,2 meter hingga 1,8 meter dengan tinggi maksimal 1,5 meter. Sarana dan fasilitas diletakkan pada ketinggian di atas 0,9 meter, sedangkan ketinggian untuk sarana tempat sampah adalah d ibawah 0,9 meter. Gambar 42. Zona Peletakan Papan Informasi (Harris and Dines, 1988)

71 7.3. Rencana Sirkulasi Sirkulasi yang direncanakan pada tapak terdiri dari sirkulasi primer dan sekunder. Sirkulasi primer berfungsi sebagai jalur yang mengakomodasi kendaraan, sedangkan sirkulasi sekunder berfungsi sebagai yang mengakomodasi pengguna dan menghubungkan tempat-tempat pada setiap ruang. Sirkulasi sekunder lebih ditekankan pada peruntukan pengguna, yakni dengan keterbatasan fisik. Jalur sirkulasi sekunder pada tapak memanfaatkan koridor pada bangunan yang telah ada dan perombakan pada jalur pedestrian (jogging track) pada RTH BBRVBD. Hal ini dilakukan karena standar ukuran desain kurang memadai untuk sirkulasi penyandang cacat dengan alat bantu, dan terdapat spot menjebak (buntu) sehingga jalur sirkulasi sekunder pada RTH BBRVBBD tersebut ditiadakan. Selain itu, kehadiran manusia dapat menganggu tingkat kenyamanan dan adaptasi rusa sehingga rusa tersebut merasa terusik dan menjauh dari manusia yang hendak melintas atau menghampirinya. Pertimbangan lain adalah karena perilaku rusa yang pada masa-masa tertentu (saat birahi dan musim kawin) menjadi rusa yang jalang sehingga dapat mengancam kehadiran pengguna tapak yang berada dalam kawasan tersebut. Komposisi jalur sirkulasi menentukan distribusi beban yang diberikan pada tanah (Gambar 43). Haris dan Dines (1988) mengemukakan dua jenis komposisi pendistribusian beban pada tanah, yakni beban ditopang oleh aspal/perkerasan kemudian langsung didistribusikan pada tanah (2 lapis yang meliputi perkerasan dan tanah) dan beban ditopang oleh aspal/perkerasan kemudian diredam terlebih dahulu selanjutnya dipencar ke tanah (3 lapis yang meliputi perkerasan, subgrade/bidang kerja, dan tanah). Pada tapak, jalur sirkulasi yang direncanakan adalah komposisi tiga lapis dengan tujuan menjaga kondisi jalur sirkulasi dari beban yang akan ditanggungnya, Gambar 43. Komposisi Aspal Jalur Sirkulasi (Harris and Dines, 1988)

72 Secara detil dimensi ukuran kursi roda dengan memiliki lebar 2-1 (63,5 cm), panjang 3-6 (106,8 cm), dan tinggi 125 cm (Gambar 44). Gambar 45 dan 46 menyajikan lebar jalur kursi roda yang direkomendasikan untuk satu jalur pengguna kursi roda adalah 4 (121,92 cm), untuk dua jalur arah adalah 6 (182,88 cm), dan untuk satu pengguna kursi roda dan satu pengguna kruk ketiak adalah 5 (152,4 cm) (Brooks, 1988). Jalur sirkulasi yang saat ini terdapat pada tapak adalah Kelas III (jalur sirkulasi untuk satu pengguna kursi roda) jalur ini akan dipertahankan. Jalur sirkulasi yang akan direncanakan adalah Kelas II, yakni dengan sirkulasi dua arah oleh pengguna kursi roda untuk memudahkan akses. Gambar 44. Standar Khusus dan Manuver Kursi Roda (Brooks, 1988) Gambar 45. Standar Jalur Sirkulasi bagi Penyandang Cacat (Harris and Dines, 1988)

73 Gambar 46. Rekomendasi Jalur Sirkulasi Pengguna Kursi Roda (Brooks, 1988) 7.4. Rencana Tata Hijau Rencana vegetasi direncanakan sesuai dengan kebutuhan ruang yang direncanakan serta fungsi-fungsi pada ruang. Pada ruang rekreasi aktif, tata hijau direncanakan komposisi, susunan, bentukan, dan fungsinya untuk menunjang aktivitas rekreasi aktif. Ruang rekreasi aktif yang direncanakan berupa taman sayur. Pohon peneduh diperlukan sebagai shelter, tetapi tidak terlalu rimbun agar cahaya matahari dapat masuk dan memberikan cahaya bagi tanaman budi daya yang ditanam oleh pengguna tapak. Pada ruang rekreasi pasif, tata hijau direncanakan komposisi, susunan, bentukan, dan fungsinya untuk dapat menunjang aktivitas rekreasi pasif. Pohon peneduh digunakan sebagai shelter bagi pengguna tapak sehingga pengguna tapak dapat berteduh di bawahnya. Tanaman dengan bentukan, tekstur, dan aroma yang khas juga digunakan untuk menarik pengunjung tapak untuk masuk dan beraktivitas di dalamnya. Pada ruang konservasi, tata hijau direncanakan komposisi, susunan, bentukan, dan fungsinya sebagai habitat bagi satwa terutama rusa. Pada ruang konservasi ini, tata hijau diharapkan dapat menjadi tempat perlindungan dan tempat untuk beraktivitas bagi rusa sehingga dibutuhkan bentukan hutan sebagai tempat berlindung dan pertanaman rumput untuk beraktivitas bagi rusa.