IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung akar-akar unit atau tidak. Data yang tidak mengandung akar unit

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series

METODE PENELITIAN. merupakan data time series dari bulan Januari 2002 sampai Desember Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. stasioner dari setiap masing-masing variabel, baik itu variabel independent

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Pra Estimasi Uji Akar Unit (Unit Root Test) Pada penerapan analisis regresi linier, asumsi-asumsi dasar yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Unit Root Test Augmented Dickey Fuller (ADF-Test)

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atas, data stasioner dibutuhkan untuk mempengaruhi hasil pengujian

III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Uji Stasioneritas Data

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. maupun variabel dependent. Persamaan regresi dengan variabel-variabel yang

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder runtut waktu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data-data tersebut berupa data bulanan dalam rentang waktu (time series) Januari

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Respon PDB terhadap shock

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam data time series adalah uji stasioner,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Laju Inflasi di Indonesia. masih menunjukkan fluktuasi seperti pada Gambar 4.1. Rata-rata inflasi tahun

3. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,

III. METODE PENELITIAN. tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIN. yaitu ilmu yang valid, ilmu yang dibangun dari empiris, teramati terukur,

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan

INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder.data ini

III. METODE PENELITIAN. series. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah BI rate, suku bunga

BAB 4 PEMBAHASAN. 51 Universitas Indonesia. Keterangan : Semua signifikan dalam level 1%

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang dijadikan objek

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengalami fluktuasi antar waktu. Data tersebut mengindikasikan adanya

METODE PENELITIAN. waktu (time series) dari tahun 1986 sampai Data tersebut diperoleh dari

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. Exchange Rate Rp/US$ ER WDI Tax Revenue Milyar Rupiah TR WDI Net Export US Dollar NE WDI

IV. METODE PENELITIAN

Perkembangan M1 dan M2

III. METODOLOGI PENELITIAN. diperoleh dari data Bank Indonesia (BI) dan laporan perekonomian indononesia

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit dan Jalur Harga Aset di Indonesia Pendekatan VECM (Periode 2005: :12)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi

BAB 4 PEMBAHASAN. H 1 : tidak terdapat unit root (data stasioner)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel. penjelasan kedua variabel tersebut :

I. PENDAHULUAN. Indonesia, melalui aktivitas investasi. Dengan diberlakukannya kebijakan

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISA

BAB IV. Hasil dan Pembahasan. 1. Analisis Deskriptif Saham Sektor Pertanian. dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Software Eviews Versi 4.1 dan Microsoft Office Excel Gambar 2 Plot IHSG.

Pengaruh Indeks Harga Saham Regional ASEAN dan Variabel Makroekonomi terhadap Indeks Harga Saham Syariah Indonesia (ISSI)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perkembangan Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang banyak dituntut menguakan angka,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. menguji data yang bersifat time series agar terhindar dari spurious regression. Jika nilai t-

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Dinamika Perbankan Syariah di Jawa Tengah

BAB III METODE PENELITIAN. analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat diukur dan dihitung dengan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

INTEGRASI PASAR CPO DUNIA DAN DOMESTIK

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder menurut runtun

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. time series bulanan dari Januari 2007 sampai dengan Desember Data-data

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDB, Ekspor, dan

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah diproxykan melalui penyaluran pembiayaan, BI Rate, inflasi

V. SPESIFIKASI MODEL DAN HUBUNGAN CONTEMPORANEOUS

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. (IHSG) di Bursa Efek Indonesia tahun kuantitatif dan sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regressive (VAR) perlu melakukan uji stasioneritas. Uji

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN. Variabel-variabel yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya diolah dengan

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang

Transkripsi:

32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Estimasi VAR 4.1.1 Uji Stasioneritas Uji kestasioneran data pada seluruh variabel sangat penting dilakukan untuk data yang bersifat runtut waktu guna mengetahui apakah data tersebut mengandung akar-akar unit atau tidak. Data yang tidak mengandung akar unit atau bersifat stasioner berarti data tersebut memiliki ragam yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya. Apabila data yang digunakan tidak stasioner maka dapat menghasilkan hubungan yang palsu atau spurious regresion. Spurious regresion adalah regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik tetapi pada kenyataannya tidak, atau tidak sebesar yang nampak pada regresi yang dihasilkan (Andriyani, 2008). Tabel 4.1 Hasil Pengujian Akar Unit pada Level Variabel ADF Nilai Kritis MacKinnon Statistic 1% 5% 10% Keterangan* LN_KREDIT -3.338961-4.060874-3.459397-3.155786 Tidak Stasioner LN_IHSG -0.958537-3.501445-2.892536-2.583371 Tidak Stasioner SBI -2.833356-3.501445-2.892536-2.583371 Tidak Stasioner LN_CPI -1.939893-4.057528-3.457808-3.154859 Tidak Stasioner LN_ER -2.570536-3.503049-2.893230-2.583740 Tidak Stasioner LN_IPI -1.455676-3.510259-2.896346-2.585396 Tidak Stasioner *) taraf nyata 5% Hasil uji ADF pada tingkat level menunjukkan bahwa nilai mutlak ADF statistik lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon dalam taraf nyata 5 persen, sehingga dapat disimpulkan semua variabel mempunyai akar unit atau tidak stasioner pada level. Oleh karena itu, diperlukan pengujian akar unit lanjutan.

33 Data di tingkat level didiferensiasikan dengan derajat tertentu sampai semua data yang dibutuhkan menjadi stasioner pada derajat yang sama. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Akar Unit pada First Difference Variabel ADF Nilai Kritis MacKinnon Statistic 1% 5% 10% Keterangan* LN_KREDIT -4.241469-4.060874-3.459397-3.155786 Stasioner LN_IHSG -6.315825-3.501445-2.892536-2.583371 Stasioner SBI -4.170722-3.501445-2.892536-2.583371 Stasioner LN_CPI -9.785967-4.058619-3.458326-3.155161 Stasioner LN_ER -5.008623-3.503049-2.893230-2.583740 Stasioner LN_IPI -4.117413-3.511262-2.896779-2.585626 Stasioner *) taraf nyata 5% Hasil pengujian pada first difference menunjukkan bahwa semua variabel bersifat stasioner pada taraf 5 persen. Hal ini karena nilai mutlak ADF statistik semua variabel lebih besar daripada nilai kritis MacKinnon pada taraf 5 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel yang diestimasi dalam penelitian ini telah stasioner pada derajat yang sama, yaitu derajat integrasi satu I(1). 4.1.2 Pemilihan Lag Optimum Penetapan lag optimal penting dilakukan karena dalam metode VAR lag optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan dalam model. Lag optimal dalam model ini ditentukan berdasarkan nilai Akaike Information Criterion (AIC) yang paling kecil. Tabel 4.3 Penentuan Lag Optimal Lag AIC 0-20.67202 1-21.44912* 2-21.26210 3-21.27500 4-20.81811

34 5-20.39554 6-20.23686 7-20.25818 8-20.50449 *) Lag optimal 4.1.3 Uji Stabilitas Model VAR Stabilitas VAR perlu diuji terlebih dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh, karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan tidak stabil, maka Impulse Response Function dan Variance Decomposition menjadi tidak valid (Setiawan, 2007). Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka dilakukan pengecekan kondisi stabilitas VAR berupa roots of characteristic polynomial. Suatu sistem VAR dikatakan stabil apabila seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu (Gujarati, 2003). Berdasarkan uji stabilitas VAR, dapat disimpulkan bahwa estimasi VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan VD stabil. Berikut ini adalah uji stabilitas VAR pada lag optimal yaitu lag 1. Dari tabel tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model VAR yang dibentuk sudah stabil pada lag optimalnya. Tabel 4.4 Hasil Uji Stabilitas Model VAR Root Modulus 0.623458 0.623458-0.462339 0.462339 0.439905 0.439905-0.075961-0.145818i 0.164417-0.075961 + 0.145818i 0.164417-0.035421 0.035421

35 4.1.4 Uji Kointegrasi Kointegrasi merupakan hubungan antara variabel yang tidak stasioner pada jangka panjang. Misalkan suatu data yang secara individu tidak stasioner, namun ketika dihubungkan secara linier, data tersebut menjadi stasioner. Hal ini yang kemudian disebut bahwa data tersebut terkointegrasi. Selain itu, uji kointegrasi juga akan dilakukan dengan mengikuti prosedur Johansen Trace Statistics Test. Dalam uji Johansen, penentuan kointegrasi dilihat dari nilai trace statistic setelah didahului dengan mencari panjang lag yang akan diketahui. Nilai trace statistic yang melebihi nilai kritisnya memperlihatkan bahwa terdapat kointegrasi dalam model yang digunakan. Hasil uji kointegrasi Johansen menunjukkan terdapat 3 persamaan yang terkointegrasi pada taraf 5 persen. Tabel 4.5 Uji Kointegrasi Johansen Hipotesa Eigenvalue Trace Statistic 5% critical value H 0 H 1 r=0 r 1 0.451072 148.5275* 95.75366 r 1 r 2 0.350673 92.14746* 69.81889 r 2 r 3 0.235237 51.55651* 47.85613 r 3 r 4 0.126071 26.34671 29.79707 *) Signifikan pada taraf nyata 5% 4.2 Pemodelan VECM Ketika data tidak stasioner tetapi memiliki hubungan kointegrasi, maka metode yang digunakan selanjutnya adalah VECM. Estimasi VECM menghasilkan informasi kecepatan penyesuaian (speed of adjustment) atas ketidakstabilan hubungan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang (Nursechafia, 2010). Nilai t-trace statistics yang lebih besar dari Mackinnon

36 Critical Value menunjukkan bahwa variabel signifikan pada taraf nyata lima persen. Hasil VECM untuk seluruh model dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 4.6 Hasil Estimasi VECM Variabel Koefisien T statistik Jangka Pendek D(LN_KREDIT(-1)) -0.175195-1.45753 D(LN_IHSG(-1)) -0.041952-1.59816 D(SBI(-1)) 0.004033 0.89199 D(LN_CPI(-1)) -0.098185-0.66412 D(LN_ER(-1)) 0.054824 0.97106 D(LN_IPI(-1)) -0.064574-2.34037* C 0.020831 6.87248* DUMMY_1 0.005622 0.65968 DUMMY_2 0.007244 1.07863 CointEq1 0.006096 0.12771 CointEq2 0.010547 2.08694* CointEq3 0.001341 1.39552 Jangka Panjang LN_CPI(-1) 1.673338 11.4450* LN_ER(-1) -0.833174-2.60755* LN_IPI(-1) 2.848556 8.04873* C -19.57391 - *) signifikan pada taraf nyata 5% Tabel diatas merupakan rangkuman hasil analisis VECM untuk signifikansi variabel baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pada analisis jangka pendek, terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan persamaan kointegrasi kedua (IHSG) sebesar 0.01 persen yang secara statistik signifikan. Sedangkan pada persamaan kointegrasi pertama (KREDIT) dan kointegrasi ketiga (SBI) terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan yang secara statistik tidak signifikan. Selain itu, hanya variabel IPI yang signifikan mempengaruhi kredit pada jangka pendek. Untuk jangka panjang, variabel CPI, ER, dan IPI terbukti signifikan secara statistik memengaruhi kredit.

37 4.3 Analisis Impulse Response Function Perilaku dinamis dari model VECM dapat dilihat melalui respon dari setiap variabel terhadap kejutan atau guncangan dari variabel tersebut maupun terhadap variabel endogen lainnya. Dalam model ini response dari perubahan masing-masing variabel dengan adanya informasi baru diukur dengan satu standar deviasi. Sumbu horizontal merupakan waktu dalam periode hari ke depan setelah terjadinya shock, sedangkan sumber vertikal adalah nilai respon. Secara mendasar dalam analisis ini akan diketahui respon positif atau negatif dari suatu variabel terhadap variabel lainnya. Respon tersebut dalam jangka pendek biasanya cukup signifikan dan cenderung berubah. Dalam jangka panjang respon cenderung konsisten dan terus mengecil. Impulse Response Function memberikan gambaran bagaimana respon dari suatu variabel di masa mendatang jika terjadi gangguan pada satu variabel lainnya (BAPEPAM, 2008). 4.3.1 Analisis Impulse Response Function untuk KREDIT Gambar 4.7 menunjukkan guncangan variabel IHSG yang direspon negatif oleh kredit sepanjang periode peramalan. Kestabilan kredit dalam menghadapi guncangan IHSG mulai terlihat di periode ke-6. Dalam teori, harga saham mencerminkan ekspektasi atau harapan investor akan aktivitas ekonomi riil di masa mendatang. Oleh karena itu, adanya perubahan harga saham merupakan sinyal bahwa akan terjadi perubahan juga dalam aktivitas ekonomi riil di masa yang akan datang. Berdasarkan sisi inilah permintaan kredit dipengaruhi (Kim dan

38 Moreno, 1994). Negatifnya respon kredit terhadap guncangan IHSG ini ternyata tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kim dan Moreno (1994) serta Ibrahim (2006). Hal ini disebabkan karena harga saham di Indonesia selama periode penelitian belum menjadi cerminan ekspektasi investor terhadap aktivitas ekonomi riil di masa mendatang, yang berakibat pada negatifnya permintaan kredit dan pada akhirnya akan direspon negatif juga oleh penawaran kredit. Guncangan variabel SBI direspon negatif oleh kredit sepanjang periode peramalan. Negatifnya respon kredit ini berarti ketika suku bunga SBI meningkat, maka kredit akan mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kecenderungan tingginya suku bunga SBI akan diikuti oleh naiknya tingkat bunga simpanan dan otomatis meningkatkan suku bunga pinjaman atau suku bunga kredit. Tingginya suku bunga menyebabkan terjadinya negative interest margin pada perbankan. Hal ini pada gilirannya telah menurunkan modal perbankan secara drastis. Menurunnya modal perbankan tentunya akan menyebabkan kebutuhan pendanaan dunia usaha semakin terbatas (Agung, et all. 2001). Kestabilan kredit dalam menghadapi guncangan SBI mulai terjadi pada periode ke-10.

39 Response to Cholesky One S.D. Innovations.016 Response of LN_KREDIT to LN_IHSG.016 Response of LN_KREDIT to SBI.012.012.008.008.004.004.000.000 -.004 -.004 -.008 -.008.016 Response of LN_KREDIT to LN_CPI.016 Response of LN_KREDIT to LN_ER.012.012.008.008.004.004.000.000 -.004 -.004 -.008 -.008 Response of LN_KREDIT to LN_IPI.016.012.008.004.000 -.004 -.008 Gambar 4.7 Respon KREDIT terhadap guncangan variabel IHSG, SBI, CPI, ER, dan IPI Respon negatif akibat guncangan CPI sebesar satu standar deviasi terjadi hingga akhir periode peramalan. Kestabilan kredit dalam merespon guncangan CPI mulai terlihat sejak periode ke-9. Semakin tinggi tingkat inflasi

40 mengakibatkan tingkat suku bunga simpanan akan naik. Adanya tingkat suku bunga simpanan yang meningkat, tingkat suku bunga kredit secara otomatis akan meningkat pula sehingga akan mengakibatkan penurunan permintaan kredit. Guncangan variabel ER direspon negatif oleh kredit sepanjang periode peramalan. Kredit mencapai kestabilan dalam merespon guncangan ER setelah periode ke-8. nilai tukar yang terdepresiasi akan menyebabkan pengembalian utang dalam bentuk valuta asing meningkat sehingga beban utang yang harus dibayar oleh debitur akan membesar dan sebagai akibatnya banyak debitur yang default. Risiko nilai tukar tersebut menyebabkan terjadi penurunan outstanding kredit. Guncangan IPI direspon positif oleh kredit sepanjang periode peramalan, artinya ketika terjadi peningkatan IPI maka akan terjadi pula peningkatan pada kredit. Peningkatan IPI mencerminkan peningkatan aktivitas dunia usaha. Peningkatan aktivitas dunia usaha akan direspon dengan pengembangan usaha, misalnya membangun pabrik dan proyek baru. Untuk melakukan hal tersebut, dunia usaha membutuhkan pembiayaan eksternal agar pengembangan usaha terjadi secara berkelanjutan. Dengan struktur pembiayaan sektor riil Indonesia yang masih bergantung pada kredit perbankan, peningkatan aktivitas dunia usaha akan menyebabkan peningkatan permintaan kredit perbankan. Kestabilan kredit dalam menghadapi guncangan IPI dapat terlihat pada periode ke-14.

41 4.3.2 Analisis Impulse Response Function untuk IPI Gambar 4.8 menunjukkan respon variabel IPI dalam menghadapi guncangan kredit dan IHSG. Ketika terjadi guncangan kredit, IPI merespon positif sepanjang periode peramalan dan terjadi kestabilan di periode ke-7. Meningkatnya kredit yang disalurkan perbankan akan menguntungkan dunia usaha karena pengembangan usaha seperti membuka pabrik baru, akan dapat dilaksanakan. Berkembangnya dunia usaha tentu saja akan meningkatkan aktifitas ekonomi riil atau dengan kata lain meningkatkan output. Hal ini berarti bahwa ketika terjadi peningkatan pada kredit maka akan terjadi peningkatan pula pada IPI. Response to Cholesky One S.D. Innovations.06 Response of LN_IPI to LN_KREDIT.06 Response of LN_IPI to LN_IHSG.05.05.04.04.03.03.02.02.01.01.00.00 -.01 -.01 -.02 -.02 Gambar 4.8 Respon IPI dalam menghadapi guncangan KREDIT dan IHSG Respon IPI dalam menghadapi guncangan IHSG sepanjang periode peramalan ialah negatif. Hal ini berarti bahwa ketika terjadi peningkatan pada IHSG tidak diikuti dengan peningkatan pada IPI. Fluktuasi IHSG tidak memengaruhi nilai tambah, yang terjadi hanyalah transfer daya beli diantara para pelaku pasar. Instrumen likuid yang dipertukarkan memiliki elastisitas produksi yang mendekati nol. Artinya, peningkatan permintaan suatu saham tidak banyak menciptakan kesempatan kerja dan nilai tambah dari produksi kertas saham.

42 Berbeda dengan permintaan mobil atau barang lainnya (Susanto, 2007). Kestabilan IPI dalam menghadapi guncangan IHSG terjadi pada periode ke-7. 4.3.3 Analisis Impulse Response Function untuk IHSG Gambar 4.9 menunjukkan respon variabel IHSG dalam menghadapi guncangan kredit dan IPI. Ketika terjadi guncangan kredit, IHSG merespon negatif sepanjang periode peramalan dan kestabilan dalam menghadapi guncangan kredit ini sudah mulai terlihat pada periode ke-13. Negatifnya respon IHSG ini disebabkan karena terjadinya peningkatan jumlah kredit yang disalurkan perbankan selama periode peramalan lebih direspon oleh sektor riil. Response to Cholesky One S.D. Innovations.08 Response of LN_IHSG to LN_KREDIT.08 Response of LN_IHSG to LN_IPI.06.06.04.04.02.02.00.00 -.02 -.02 -.04 -.04 -.06 -.06 Gambar 4.9 Respon IHSG dalam menghadapi guncangan KREDIT dan IPI Begitu pula dengan guncangan IPI, IHSG pun merespon negatif guncangan tersebut sepanjang periode peramalan dan kestabilan mulai terjadi pada periode ke-17. Negatifnya respon IHSG dalam menghadapi guncangan IPI disebabkan karena peningkatan output di sektor riil tidak lantas menaikkan nilai kapitalisasi pasar dan nilai perdagangan saham.

43 4.3.4 Analisis Variance Decomposition Variabel Dependent LN_KREDT Tabel 4.7 Variance Decomposition Periode Dijelaskan oleh Kejutan LN_KREDIT LN_IHSG SBI LN_CPI LN_ER LN_IPI 1 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 4 77.64368 2.718044 0.094424 2.808196 0.531622 16.20403 8 63.94368 3.226245 0.763376 5.117225 1.013335 25.93614 12 59.77145 3.282643 1.265808 6.009506 1.177299 28.49330 16 58.03917 3.292522 1.528342 6.408096 1.246965 29.48490 20 57.10156 3.296876 1.674755 6.626435 1.284768 30.01561 24 56.50555 3.299784 1.767300 6.765039 1.308779 30.35355 28 56.09122 3.301856 1.831426 6.861291 1.325466 30.58874 32 55.78639 3.303387 1.878582 6.932092 1.337742 30.76181 36 55.55275 3.304559 1.914724 6.986357 1.347151 30.89446 Tabel di atas menjelaskan Variance Decomposition yang memberikan proporsi pada fluktuasi Kredit. Pada periode pertama, keragaman fluktuasi Kredit dijelaskan 100 persen oleh Kredit itu sendiri. Dominasi Kredit ini terus terjadi hingga periode akhir peramalan, namun dengan proporsi yang semakin menurun. Keragaman mulai nampak diberikan sejak periode ke-2 peramalan. Pada periode tersebut, Kredit memberikan keragaman sebesar 93,95 persen terhadap fluktuasinya sendiri. IHSG, SBI, dan CPI memberikan proporsi sebesar 1,7, 0,007 dan 1,15 persen. Sedangkan masing-masing ER dan IPI memberikan kontribusi sebesar 0,08 dan 3,1 persen pada periode yang sama. Hingga periode ke-36 peramalan, Kredit tetap memberikan keragaman terbesar yaitu sebesar 55,55 persen dan di antara seluruh variabel, IPI memberikan kontribusi terbesar setelah Kredit itu sendiri sebesar 30,89 persen. CPI dan IHSG masing-masing memberikan kontribusi sebesar 6,99 dan 3,30 persen serta SBI dan ER berkontribusi sebesar 1,91 dan 1,35 persen.