STUDI PENDANAAN PLTN KELAS 1000 MWe MENGGUNAKAN PROGRAM FINPLAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERHITUNGAN EKONOMI DAN PENDANAAN PLTN DAN PEMBANGKIT KONVENSIONAL MENGGUNAKAN SPREADSHEET INOVASI

VIII. ANALISIS FINANSIAL

12/23/2016. Studi Kelayakan Bisnis/ RZ / UNIRA

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO FINANSIAL PADA PROYEK PLTN DI INDONESIA

STUDI HARGA AIR BAKU PADA BENDUNGAN BENDO KABUPATEN PONOROGO PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS INVESTASI BUDI SULISTYO

PERHITUNGAN EKONOMI DAN PENDANAAN PLTN SMR 100 MWe

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Konsep Dasar Manajemen Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

1 Universitas Indonesia

ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING) Disampaikan Oleh Ervita safitri, S.E., M.Si

VII. RENCANA KEUANGAN

18/09/2013. Ekonomi Teknik / Sigit Prabawa / 1. Ekonomi Teknik / Sigit Prabawa / 2

Manajemen Keuangan. Keputusan Investasi. Basharat Ahmad. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus

KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai

BAB V RENCANA AKSI. bisnis mobile application platform PinjamPinjam. Penjelasan dalam bab ini

STRUKTUR HARGA PLTMH. Gery Baldi, Hasan Maksum, Charles Lambok, Hari Soekarno

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pertemuan 4 Manajemen Keuangan

BAB 5 ANALISA KEUANGAN

ASPEK KEUANGAN. Disiapkan oleh: Bambang Sutrisno, S.E., M.S.M.

PERBANDINGAN PERHITUNGAN EKONOMI DAN PENDANAAN PLTN BERBASIS SYARIAH DAN NON SYARIAH

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

RANGKUMAN BAB 23 EVALUASI EKONOMI DARI PENGELUARAN MODAL (Akuntansi Biaya edisi 13 Buku 2, Karangan Carter dan Usry)

BAB IX EVALUASI FINANSIAL

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 5 Penganggaran Modal

IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 IMPLEMENTASI SISTEM KOGENERASI

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda

BAB II LANDASAN TEORI

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

VIII. ANALISIS FINANSIAL

BAB 4 PEMBAHASAN PENELITIAN

Pengantar Metodologi (Cost-of-Service/Rate of Return)

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi suatu pasar yang dapat menjanjikan tingkat profitabilitas yang cukup

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PEDOMAN PENILAIAN KELAYAKAN USULAN INVESTASI SPAM

II. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN ANDRI HELMI M, S.E., M.M

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

STUDI KOMPARASI MODEL PERHITUNGAN BIAYA PEMBANGKITAN LISTRIK TERARAS PLTN

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP PLTU RIAU 2x110 MW Studi Kasus : Proyek PLTU RIAU 2x110 MW Pekanbaru

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

ANALISA EKONOMI 12/11/2014 Nur Istianah-PUP-Analisa Ekonomi 1

ANALISA KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PEMBANGUNAN PERUMAHAN BERLIAN KUOK SEJAHTERA

BAB 2 LANDASAN TEORI

CAPITAL BUDGETING. Penganggaran Modal (Capital Budgeting) Modal (Capital) menunjukkan aktiva tetap yang digunakan untuk produksi

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KELAYAKAN EKONOMI PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIKTENAGA AIR (PLTA) KALIBEBER KABUPATEN WONOSOBO

TUGAS ASPEK KEUANGAN STUDI KELAYAKAN BISNIS. Dosen : Tita Borshalina, S.E, M.S.M.. Kelompok 8 Muhammad iqbal al-kahfi (0113u427)

BAB III LANDASAN TEORI

IV. METODE PENELITIAN

BAB 4 PERENCANAAN KEUANGAN DAN ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

BAB II INVESTASI. Setiap perusahaan yang melakukan investasi aktiva tetap selalu

Modal (Capital) menunjukkan aktiva tetap yang digunakan untuk produksi

9 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI

Teknik Analisis Biaya / Manfaat

PERBANDINGAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Daya Mandiri merencanakan investasi pendirian SPBU di KIIC Karawang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan seorang engineer sehingga menghasilkan pilihan yang. suatu proses analisa, teknik dan perhitungan ekonomi.

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

Investasi dalam aktiva tetap

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

Penganggaran Modal (Capital Budgeting)

ABSTRACT. Universitas Kristen Maranatha

TIME VALUE OF MONEY. FVn =Po (1+r) n. FVn =Po (1+r/m) m.n 1. NILAI YANG AKAN DATANG (FUTURE VALUE)

IV. METODE PENELITIAN

STUDI KELAYAKAN INVESTASI THE CORAL HOTEL DI SURAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN

BAB III TEORI DASAR. 2. Tiap peluang memberikan hasil yang berbeda. 3. Tiap peluang memberikan resiko yang berbeda.

Capital Budgeting. adalah proses pengambilan keputusan jangka panjang.

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

Transkripsi:

STUDI PENDANAAN PLTN KELAS 1000 MWe MENGGUNAKAN PROGRAM FINPLAN Elok S. Amitayani, Suparman, Moch. Nasrullah, Rizki Firmansyah Setya Budi (PPEN) BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710 Telp/Fax: 021-5204243, Email: eloksa@batan.go.id ABSTRAK STUDI PENDANAAN PLTN KELAS 1000 MWe MENGGUNAKAN PROGRAM FINPLAN. Salah satu masalah dalam pembangunan PLTN di Indonesia adalah investasi, dan Investor perlu diyakinkan mau berinvestasi dalam proyek PLTN. Tujuan studi melakukan analisis kelayakan rencana investasi PLTN dengan menghitung tiga parameter nilai kelayakan investasi (internal rate of return (IRR) atau tingkat pengembalian modal, net present value (NPV) atau nilai bersih sekarang dan payback period (PB) atau masa pengembalian modal) menggunakan program Finplan dari IAEA. Perhitungan harga dan biaya didasarkan pada data tahun 2008. Beberapa masukan program untuk kasus dasar antara lain: biaya modal sesaat sebesar $2600/kW, kapasitas netto pembangkit 1000 MWe, faktor kapasitas 85%, masa konstruksi 6 tahun (2019-2024), biaya operasi dan perawatan $53,7 juta/tahun, biaya bahan bakar $45,1 juta/tahun, biaya dekomisioning 15% dari biaya modal sesaat, discount rate 10%, inflasi mata uang asing (dipakai dolar Amerika) sebesar 2% dan inflasi rupiah sebesar 6%. Pendanaan PLTN akan menggunakan skema konvensional (campuran antara modal sendiri dan hutang), Equity adalah gabungan modal para pemegang saham PLTN, sedangkan loan berasal dari kredit ekspor pertama dan kredit ekspor kedua. Rasio equity:hutang=25:75(%). Harga jual listrik tahun 2008 adalah Rp 700/kWh dengan kenaikan tetap 2% per tahun. Hasil skenario dasar didapat nilai IRR = 14,81%, NPV = Rp 4901,33 miliar, dan PB 12 tahun. Studi ini diharapkan dapat memberikan pandangan kelayakan proyek PLTN di Indonesia. Kata kunci: pendanaan PLTN, NPV, IRR, payback period, Finplan ABSTRACT FINANCING STUDY ON NPP OF CLASS 1000 MW USING FINPLAN PROGRAM. One of the problem in developing a nuclear power plant (NPP) is financing matter, and investors needs to be assured to invest in an NPP project. The purpose of the study to analyze the feasibility of NPP investment plans by calculating the value of three parameters of investment feasibility value (internal rate of return (IRR) or the rate of return, net present value (NPV) or net present value and payback period (PB) or payback period) using Finplan Program from IAEA. The value of the three are indicators of the feasibility of a project finacially. The calculation of prices and costs based on data in 2008. Some input programs for the base case are: overnight cost of $2600/kW, plant nett capacity of 1000 MW, capacity factor of 85%, construction time of 6 years (2019-2024), annual operation and maintenance cost of $53,7 million, annual fuel cost of $45,1 million, decommisioning cost 15% of overnight cost, discount rate 10%, foreign currency (US$ is used) inflation of 2% and rupiah inflation of 6%. Funding NPP will use the conventional scheme (mixture of own capital and loan), Equityis the combined capital of NPP shareholders plant, while the loan comes from two (2) sources of the first and the second export credit. The ratio of equity:loan is 25:75(%). Electricity selling price in 2008 years is Rp 700/kWh with constant increase per annum 2%. Results from the base case are IRR = 14,81%, NPV = Rp 4901,33 billion, and PB 12 years. This study is expected to provide the feasibility of nuclear power plant project in Indonesia. Kata kunci: NPP financing, NPV, IRR, payback period, Finplan ISSN 1979-1208 46

1. PENDAHULUAN Salah satu masalah yang mencuat seputar rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia adalah masalah pendanaan. Pendanaan proyek PLTN dikenal capital intensive atau padat modal. Beberapa contoh proyek dan nilainya antara lain, Bruce Power Alberta 2 1100 MW ACR bernilai USD 6,2 miliar (USD 2800/kW), FPL Turkey Point 2 1100 MW AP1000 senilai USD 3582/kW, KHNP Shin Kori 3&4, 1350 MW APR-1400 senilai USD 5 miliar (USD 1850/kW), ENEC UAE 4 1400 MW senilai USD 20,4 miliar (USD 3643/kW)[1]. Angka tersebut adalah untuk bare plant cost atau biaya Engineering, Procurement and Construction (EPC) saja, belum mencakup owner s cost, financing cost dan tanpa memperhitungkan faktor eskalasi. Besarnya modal yang dibutuhkan ini membuat investor sering ragu akan tingkat keuntungan proyek dan tentunya, availability dari modal itu sendiri. Oleh karena itu investor perlu diyakinkan bahwa investasi mereka dalam PLTN cukup layak sehingga mereka bersedia menanamkan modal di sana ketimbang di tempat lain. Untuk mengetahui kelayakan atau daya tarik atau keuntungan suatu usaha/investasi yang akan dilakukan, digunakan parameter-parameter finansial seperti nilai kini bersih atau Net Present Value (NPV), tingkat pengembalian internal atau Internal Rate of Return (IRR), maupun masa pengembalian modal atau Payback Period (PB). Ketiga parameter tersebut adalah parameter yang sering digunakan untuk mengevaluasi suatu rencana investasi, dan karenanya disebut pula dengan parameter kelayakan investasi. Nilai parameter-paramater tersebut merupakan indikator awal apakah suatu rencana investasi dapat dilanjutkan atau tidak. Dikatakan indikator awal karena nilainya sangat bergantung pada asumsi-asumsi keuangan yang diberikan, termasuk arus kas masuk dan keluar yang seluruhnya masih proyeksi. Kajian ini membahas tentang kelayakan rencana investasi PLTN tipe PWR berkapasitas 1000 MW dengan mempertimbangkan parameter kelayakan, yakni IRR, NPV dan PB. Perhitungan dilakukan menggunakan program Finplan. Setelah perhitungan untuk kasus dasar dilakukan, uji sensitivitas akan dilakukan atas beberapa parameter input seperti faktor kapasitas, rasio equity: hutang, kenaikan harga listrik, nilai discount rate, dan biaya investasi sesaat, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap nilai parameter kelayakan. Nilai parameter kelayakan yang disajikan oleh Finplan adalah nilai dari sudut pandang para shareholder (pemegang saham). Sehingga IRR, NPV, dan PB dalam Finplan dapat dipakai untuk meyakinkan para calon pemegang saham atau investor untuk ikut berinvestasi dalam proyek PLTN. 2. METODOLOGI 2.1. Program Finplan Finplan adalah program berbasis spreadsheet yang dikembangkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan khusus dibuat untuk perhitungan finansial perusahaan pembangkitan listrik yang memiliki satu atau lebih mesin pembangkit dari berbagai jenis teknologi dan bahan bakar. Parameter-parameter input dan opsi-opsi yang dapat dipilih user dalam program ini dibuat untuk mendekati keadaan di lapangan. Input atau masukan program antara lain perkiraan tahun awal konstruksi, lama konstruksi, umur hidup pembangkit, jumlah energi yang dibangkitkan per tahun dalam GWh, biaya investasi sesaat (overnight cost) yang dialokasikan per tahun selama masa konstruksi, serta biaya-biaya selama masa operasi, seperti biaya operasi dan perawatan (O/M), biaya bahan bakar, dan biaya dekomisioning. Pengaturan parameter ekonomi untuk sistem kajian juga dilakukan dengan memasukkan nilai-nilai untuk tingkat inflasi atas mata uang asing (USD) dan lokal (Rp), nilai tukar mata uang, asumsi harga listrik, pembagian ISSN 1979-1208 47

penjualan listrik hingga 3 kelas konsumen berikut tarif per kelas (misalnya konsumen dibedakan menjadi 3 tipe, rumah tangga, komersial, dan industri), model depresiasi, dan discount rate. Selain itu masih ada pengaturan untuk parameter finansial seperti porsi pendanaan dari luar, berapa persen yang berasal dari kredit ekspor atau Export Credit Agency (ECA) dan berapa persen yang berasal dari bank komersial luar negeri. Untuk sumber pendanaan dalam negeri juga diatur pula berapa modal atau equity yang ditanggung oleh pemegang saham (shareholder) dan berapa pinjaman yang berasal dari bank komersial dalam negeri. Selain itu, penerbitan bond atau obligasi juga diijinkan dalam program ini. Output Finplan adalah nilai-nilai parameter kelayakan investasi pembangkit listrik, yakni berupa IRR atau tingkat pengembalian internal, NPV atau nilai kini bersih dan PB (masa pengembalian modal). 2.2. Parameter Kelayakan Parameter kelayakan yang akan dibahas dalam kajian ini mencakup NPV, IRR dan PB. Di dalam Finplan, ketiganya adalah parameter yang melekat pada modal yang ditanam oleh para shareholder (equity) sehingga nilai-nilainya menjadi sangat penting bagi mereka. Sedangkan modal yang didapat dari hutang bank tidak dinilai dengan parameter kelayakan ini karena bank telah mendapat tingkat pengembalian investasi mereka melalui mekanisme bunga. Ketiga parameter tersebut dapat menjadi indikator tunggal atau digunakan secara bersama-sama. Tentunya, dengan lebih banyak parameter yang bernilai baik, akan lebih memberikan gambaran bahwa investasi tersebut adalah investasi yang menjanjikan, dan investor akan lebih mudah diyakinkan untuk menanamkan modalnya. a. Net Present Value (NPV) NPV atau nilai kini bersih adalah parameter untuk melihat nilai tambah dari suatu investasi, dilihat dari nilai uang kini (present value). Untuk mencari present value (PV), perlu didefinisikan istilah sebaliknya yakni future value (FV). Jika investasi pada tahun 0 berkembang dengan tingkat pertumbuhan r per tahun, maka pada tahun n nilainya akan menjadi: n FV PV ( 1 r) (1) dengan: FV = future value atau nilai masa depan PV = present value atau nilai kini n = jumlah tahun berinvestasi r = tingkat pertumbuhan uang/investasi Dari persamaan (1) dengan mudah didapat PV dari nilai investasi di masa depan. n PV FV ( 1 r) (2) dengan: n = jumlah tahun berinvestasi. Tanda (-) dapat diartikan bahwa nilai masa depan dibawa mundur ke masa kini. r = tingkat penyusutan uang. Dari sudut pandang ini, r tidak lagi disebut tingkat pertumbuhan uang. NPV adalah jumlahan seluruh PV dari arus kas keluar dan seluruh PV dari arus kas masuk. Arus kas keluar adalah seluruh biaya-biaya (costs) dan arus kas masuk adalah seluruh pendapatan (revenues). Biaya bernotasi negatif dan pendapatan bernotasi positif, maka: ISSN 1979-1208 48

NPV = PV revenues PV costs (3) NPV n t 1 t n t r C 1 r t 1 t t R 1 (4) dengan: Rt = Revenue atau pendapatan di tahun t Ct = Cost atau biaya yang dikeluarkan di tahun t n = jumlah tahun berinvestasi atau umur ekonomi proyek, dihitung dari awal pembangunan Dari persamaan 3 didapatlah kriteria sebagai berikut: NPV = 0 investasi impas NPV < 0 investasi tidak memiliki nilai tambah NPV > 0 investasi memiliki nilai tambah Aturan umum atau rule of thumb untuk NPV adalah: semakin besar NPV, semakin baik suatu investasi. b. Internal Rate of Return (IRR) Substansi dari istilah internal rate of return adalah rate of return itu sendiri. Rate of return atau laju pengembalian modal mengukur kecepatan kembalinya suatu investasi, dengan memperhitungkan nilai waktu uang. Ilustrasi sederhana mengenai rate of return adalah sebagai berikut: jika kita menginvestasikan uang sebesar 100 juta dan menerima revenue konstan sebesar 3 juta per tahun untuk selamanya, maka rate of return kita adalah 3/100 x 100% atau 3% per tahun. Pada kasus dimana revenue tidak konstan dan/atau tidak berlangsung selamanya, misalnya revenue hanya terjadi sebanyak 4 kali pada tahun ke-3 sampai tahun ke-6 masingmasing sebesar 30 juta, maka rate of return investasi tidak dapat langsung ditentukan seperti kasus sebelumnya. Rate of return kini menjadi sedikit 'tersembunyi' atau internal, karena itulah disebut internal rate of return. Kembalinya modal atau investasi terjadi ketika revenues = costs atau revenues - costs = 0. Namun karena IRR memperhitungkan nilai waktu uang, relasi akan menjadi: PV revenues - PV costs = 0 (5) n t 1 n t t 1 r C 1 r 0 R (6) t t 1 t sehingga IRR adalah harga r yang memenuhi persamaan (6) dan dicari dengan metode cobacoba atau trial and error. Hasil dapat diperoleh dengan cepat menggunakan formula dalam spreadsheet seperti Excel. Secara umum investor akan membandingkan IRR dengan tingkat pengembalian investasi lain misalnya bunga bank, sehingga bagi investor: IRR = tingkat pengembalian lain memilih investasi dengan resiko lebih kecil IRR < tingkat pengembalian lain investasi tidak diterima IRR > tingkat pengembalian lain investasi dapat diterima Rule of thumb untuk IRR adalah: semakin besar IRR, semakin baik suatu investasi. c. Payback period (PB) PB atau tahun impas merupakan lama pengembalian investasi tanpa memperhitungkan nilai waktu uang. PB dicari dengan menjumlahkan seluruh revenues yang diterima dari tahun pertama hingga akumulasinya di suatu tahun menyamai seluruh biaya yang dikeluarkan atau [2] : ISSN 1979-1208 49

PB t 1 Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 n R t C t 1 t dengan: PB = payback period atau tahun impas dihitung sejak awal pembangunan Rt = Revenue atau pendapatan di tahun t Ct = Cost atau biaya yang dikeluarkan di tahun t n = umur ekonomi proyek, dihitung dari awal pembangunan Rule of thumb untuk PB adalah: semakin cepat PB, semakin baik suatu investasi. Untuk diingat bahwa Finplan memberikan hasil dari sudut pandang shareholder, sehingga revenues di sini berarti deviden atau penghasilan apapun dari proyek PLTN dan costs adalah investasi yang ditanamkan (equity). 2.3. Langkah Penelitian Studi dilakukan melalui langkah-langkah berikut: - mencari nilai parameter tekno-ekonomi PLTN studi, - memasukkan nilai parameter dan asumsi-asumsi ke dalam program, - mendapatkan hasil berupa nilai atas parameter kelayakan IRR, NPV, dan PB, - melakukan uji sensitivitas atas parameter faktor kapasitas, rasio equity:hutang, kenaikan harga listrik, nilai discount rate, dan biaya investasi sesaat, - menganalisa hasil. 2.4. Parameter Tekno-ekonomi PLTN PLTN yang akan dianalisis dalam studi ini memiliki parameter teknis dan ekonomi seperti disajikan dalam Tabel 1 berikut: Tabel 1. Nilai Parameter Tekno-ekonomi untuk Kasus Dasar No Besaran Satuan Nilai 1. Kapasitas netto MWe 1000 2. Biaya investasi $/kwe 2600 (2008) 3. Tahun konstruksi - 2019 4. Lama konstruksi th 6 5. Umur hidup th 30 6. Faktor kapasitas % 85 7. Discount rate %/th 10 8. Overnight coast $/kw 3300 9. Interest rate kredit ekspor 1 & 2 %/th 6,2 10. Inflasi %/th 2% (USD), 6% (Rp) 11. Biaya bahan bakar M $/th 45,12 12. Biaya O&M (fixed+var) M $/th 54,55 13. Pajak perusahaan % p.a 25 (7) 2.5. Sumber Pendanaan Dalam studi ini, investasi dibiayai oleh 2 sumber pendanaan yakni equity dan loan (hutang). Equity atau modal sendiri adalah bagian investasi yang disediakan oleh perusahaan PLTN (dalam hal ini para shareholder). Sisa biaya investasi didanai lewat hutang yang diambil dari kredit ekspor negara vendor PLTN. Bunga kredit ekspor dilihat dari dokumen Prevailing Minimun Interest Rate untuk proyek nuklir dari OECD [3]. Berdasarkan dokumen yang diperbarui setiap tanggal 15 tersebut, untuk kredit ekspor dengan mata uang US$ bunga minimum yang berlaku hingga tanggal 14 Juli 2012 adalah ISSN 1979-1208 50

sebesar 3,08%. Dalam prakteknya, bunga minimun tersebut akan ditambah dengan suatu spread yang didalamnya menampung resiko investasi di negara berkembang seperti Indonesia. Dalam studi ini bunga kredit ekspor adalah 6,2% tetap dengan masa pengembalian hutang 15 tahun dan dicicil ketika PLTN mulai beroperasi. Sebagai akibat dari pinjaman ini, muncullah IDC dalam masa konstruksi yang tidak dapat dibayar segera karena pembangkit belum menghasilkan pendapatan (revenue). Oleh karena itu khusus untuk PLTN, Finplan memfasilitasi adanya kredit ekspor kedua, yang berfungsi memberi pinjaman untuk membayar IDC akibat kredit ekspor pertama. Kredit ekspor kedua juga menawarkan bunga tetap sebesar 6,2% per tahun dan masa pembayaran 15 tahun. 2.6. Harga Jual Listrik Di dalam Finplan kita dapat membedakan harga jual listrik hingga 3 jenis untuk 3 tipe pelanggan. Namun dalam studi ini PLTN hanya akan menjual pada satu jenis pelanggan. Harga listrik pada tahun dasar ditetapkan Rp 700/kWh. Dalam studi ini kenaikan harga jual listrik diasumsikan tetap, yakni 2% per tahun, atau 4% dibawah laju inflasi. Sehingga harga jual listrik PLTN akan menjadi Rp 960/kWh di tahun pertama beroperasinya PLTN (tahun 2025). Harga secara bertahap meningkat hingga Rp 1599/kWh di akhir umur hidup (tahun 2054). Tingkat kenaikan harga listrik akan divariasi pada uji sensitivitas. 2.7. Inflasi Mata Uang Rupiah (Rp) Dan Dolar Amerika ($) Dalam Finplan resiko inflasi ini diantisipasi dengan memasukkan nilai inflasi mata uang Rp dan $, masing-masing sebesar 6% dan 2%. Nilai inflasi ini dianggap sama rata hingga akhir umur hidup PLTN. Karena inflasi maka overnight cost PLTN yang pada tahun 2008 bernilai $2600/kW menjadi $3232,77/kW pada awal tahun 2019. 2.8. Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dianggap konstan selama periode studi, yakni $ 1 = Rp 9000. 2.9. Umur Hidup PLTN Umur hidup PLTN adalah 30 tahun. Hal ini disebabkan karena keterbatasan input pada program Finplan, yang hanya mengakomodasi periode studi hingga pembangkit berumur 30 tahun. Ekstensi manual terhadap lembar kerja dapat menyebabkan perubahan pada makros program. Jika PLTN dapat memberikan perhitungan yang menarik selama 30 tahun operasi, maka kita dapat menganggap hal yang sama untuk masa-masa selebihnya. 2.10. Pajak Pendapatan Pajak pendapatan ditetapkan sebesar 25%. Setelah pajak, seluruh pendapatan bersih akan dibagikan kepada shareholder sebagai deviden. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN PLTN mulai beroperasi pada tahun 2025 setelah menyelesaikan konstruksi selama 6 tahun. Revenue utama PLTN berasal dari penjualan listrik. Dengan faktor kapasitas sebesar 85% pada kasus dasar, pembangkit dapat menghasilkan listrik hingga 7446 GWh per tahun. Faktor kapasitas 85% merupakan asumsi yang moderat, cukup untuk mengantisipasi outage akibat perawatan dan gangguan tak terduga lainnya. ISSN 1979-1208 51

Hasil perhitungan Finplan untuk kasus dasar dan uji sensitivitas ditampilkan dalam Tabel 2. Uji sensitivitas dimaksudkan untuk melihat batas-batas kritis bagi sebuah parameter input. Tabel 2. Hasil Perhitungan Finplan untuk Kasus Dasar (Cetak Tebal) dan Uji Sensitivitas Uji Sensitivitas. Variasi Parameter: Nilai parameter kelayakan NPV (M Rp) IRR (%) PB (th) Faktor kapasitas ---------------- -------------------------- -------------------------- -------------------------- 72 % 0 10 15 80 % 3.027 13,11 13 85 % 4.901 14,81 12 90 % 6.791 16,42 12 Kenaikan harga listrik p.a. -- -------------------------- -------------------------- -------------------------- 0,37% 0 10 15 2 % 4.901 14,81 12 3 % 8.303 17,61 11 4 % 12.011 20,34 10 Rasio equity:loan -------------- -------------------------- -------------------------- -------------------------- 1:99 5.836 41,5 10 5:95 7.479 29,1 10 15:85 6.209 18,5 11 25:75 4.901 14,81 12 30:70 4.240 13,7 13 59:41 0 10 15 Overnight cost per 2008 ------ -------------------------- -------------------------- -------------------------- 2.000 $/kwe 8.916 20,36 10 2.600 $/kwe 4.901 14,81 12 3.000 $/kwe 2.250 12,01 14 3.500 $/kwe -1.032 9,16 17 Discount rate -------------------- -------------------------- -------------------------- -------------------------- 6% 15.396 14,81 12 8% 8.975 14,81 12 10% 4.901 14,81 12 12% 2.263 14,81 12 14,81% 0 14,81 12 3.1. Variasi Faktor Kapasitas Faktor kapasitas terkait langsung dengan energi yang dibangkitkan, sehingga makin tinggi nilai parameter ini akan makin tinggi angka penjualan listrik, dan akan terjadi peningkatan dalam IRR dan NPV, serta PB yang semakin cepat. Berdasarkan publikasi IAEA tahun 2011, rata-rata dunia untuk Energy Availability Factor (EAF) sepanjang tahun 1995-2011 adalah 80% [4]. Angka ini merupakan perpaduan dari berbagai negara operator PLTN dengan EAF di bawah 65% sampai di atas 90%. ISSN 1979-1208 52

Gambar 1. Energy Availability Factor 1995 2011 for Nuclear Power Plants [4] Pertumbuhan permintaan tenaga listrik yang masih akan meningkat, sesuai tipikal negara berkembang, PLTN akan memiliki pangsa pasar yang baik di Indonesia. Jika perawatan dan pemeliharaan diperkirakan memakan waktu hingga 1 bulan atau 30 hari dalam setahun, maka faktor kapasitas optimal bisa mencapai 92%. Berdasarkan simulasi uji sensitivitas, PLTN sebaiknya tidak beroperasi di bawah 72% mengingat batas kritis untuk faktor kapasitas PLTN berada di nilai 72%. Batas ini akan naik menjadi lebih dari 72% untuk PLTN dengan overnight cost yang lebih tinggi dari $2600/kW, dan sebaliknya. 3.2. Variasi Kenaikan Harga Listrik Harga jual listrik yang semakin baik akan meningkatkan pendapatan (revenue) pembangkit. Ini terlihat dari IRR dan NPV yang meningkat seiring tingkat kenaikan harga, serta PB yang semakin cepat. Tarif listrik di tahun 2008 ditentukan sebesar Rp 700. Dengan kenaikan 2% per tahun untuk kasus dasar, harga listrik akan menjadi Rp 980 di tahun pertama operasi (2025). Batas kritis untuk kenaikan harga listrik ini adalah pada kenaikan 0,37% per tahun. Pada kondisi ini shareholder memperoleh NPV = 0 dan IRR = 10% Jika tarif listrik PLTN akan dibuat konstan sepanjang umur hidupnya, maka hasil yang sama (NPV = 0, IRR = 10%) akan diperoleh dengan tarif listrik di tahun dasar sebesar Rp 726. Di atas batas-batas kritis untuk masalah tarif ini, PLTN memiliki nilai tambah investasi dan tingkat pengembalian yang menguntungkan. 3.3. Variasi Rasio Equity:Loan Semakin kecil porsi equity, justru semakin besar IRR dan NPV serta semakin cepat PB. Namun, perlu diingat bahwa Finplan menampilkan hasil parameter kelayakan dari sisi shareholder. Para shareholder adalah pemilik perusahaan yang saling berbagi keuntungan maupun kerugian. Pengembalian modal mereka terjadi dengan akumulasi deviden. Baik IRR maupun NPV bergantung pada aliran arus kas bersih (arus kas masuk arus kas keluar) dari awal masa konstruksi hingga akhir umur hidup pembangkit. Equity dikeluarkan di masa konstruksi, tersebar mengikuti distribusi biaya kapital. Bagi shareholder, arus kas selama masa konstruksi adalah murni arus kas keluar, karena belum ada pendapatan apapun dari pembangkit. Formula IRR dan NPV memakai present value atau nilai kini, sehingga sesuai sifat dari nilai kini, nilai uang yang terbaik adalah nilai uang di masa kini atau di tahun-tahun yang tidak terlalu jauh dari masa kini. Artinya, pengeluaran di tahuntahun awal akan menyumbang lebih banyak pada nilai kini arus kas keluar ketimbang pengeluaran di tahun-tahun selanjutnya. Bagi shareholder akan lebih baik untuk sesedikit mungkin menyumbang equity. ISSN 1979-1208 53

Melalui simulasi terlihat bahwa porsi equity memiliki 2 batas kritis yakni batas bawah 1% dan batas atas 59%. Menuju batas atas, semakin besar porsi equity semakin kecil nilai IRR dan NPV. Jika equity melebihi 59% maka investasi justru memiliki nilai tambah (NPV) negatif. Namun menuju batas bawah, terjadi titik balik pada nilai NPV yakni pada nilai equity 1%. Ketika porsi equity 1% maka semakin kecil equity, semakin kecil nilai NPV. Ini disebabkan karena PLTN mempunyai beban hutang yang semakin besar sehingga bunga yang harus dibayarkan sedemikian besar sehingga mengurangi deviden yang diterima shareholder. Untuk IRR, kecenderungannya tetap, yakni semakin kecil equity semakin besar IRR, walaupun pada equity 1%. Padahal, pada saat equity 1%, NPV mengecil. Ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian yang tinggi tidak selalu mengindikasikan keuntungan yang lebih besar sebelum kita dapat menunjukkan nilai NPV dari suatu investasi. Tingkat pengembalian yang tinggi dapat terjadi karena arus kas keluar yang terlalu kecil dibanding arus kas masuk. Namun tingkat pengembalian belum menunjukkan nilai bersih dari selisih kedua arus kas itu, sebagaimana ditunjukkan oleh NPV. Itulah mengapa meskipun setiap parameter kelayakan dapat berdiri sendiri-sendiri, akan lebih baik bila mereka dinilai secara bersama untuk mengevaluasi suatu investasi. 3.4. Variasi Overnight Cost di Tahun 2008 Dengan memvariasi overnight cost per tahun dasar, dapat diperkirakan sampai sejauh apa kita dapat mengambil harga sebuah pembangkit agar secara finansial masih menarik bagi investor. Tahun dasar overnight cost adalah 2008. Dengan overnight cost $3500/kW, proyek tidak mendapatkan nilai tambah alias NPV nya negatif begitu pula dengan nilai IRR yang hanya 9,16%, masih dibawah discount rate yang ditetapkan yakni 10%. Batas kritis untuk overnight cost adalah sekitar $3300/kW dimana NPV proyek bernilai nol dan IRR 10%. Overnight cost PLTN di dunia sangat bervariasi tergantung pada banyak faktor. Sebagai contoh, China mampu menekan overnight cost hingga di bawah $2000/kW karena tingkat kandungan lokal yang tinggi dan harga pekerja konstruksi yang di bawah kawasan Eropa maupun Amerika Utara [1]. 3.5. Variasi Discount Rate Discount rate adalah laju diskon/penyusutan nilai uang di masa depan. Sebagai contoh nilai Rp 1000 juta setahun yang akan datang, jika didiskon dengan discount rate 10% bernilai Rp 909,09 juta sekarang. Namun, bila discount rate 15% akan bernilai bernilai Rp 867,57 juta. Untuk kasus yang terakhir, jika kita menginvestasikan Rp 867,57 juta saat ini, maka setahun kemudian uang tersebut akan menjadi Rp 1000 juta. Dengan kata lain, untuk mencapai Rp 1000 juta, dengan discount rate yang lebih besar, dibutuhkan investasi awal yang lebih kecil. Jadi, dari arah yang berlawanan, discount rate adalah tingkat pengembalian investasi yang diharapkan. Ini berarti investor mengharapkan tingkat pengembalian yang tinggi dengan memasang discount rate yang tinggi Berdasarkan uji sensitivitas, IRR ternyata tidak terpengaruh oleh discount rate, ini karena IRR sebenarnya adalah suatu nilai dscount rate yg menyebabkan NPV bernilai nol. Discount rate juga tidak berpengaruh pada PB, karena PB ditentukan oleh akumulasi arus kas bersih tanpa memperhitungkan nilai waktu uang yang berarti tanpa memperhitungkan discount rate. Jika nilai NPV vs. discount rate diplot ke dalam grafik maka akan didapat grafik pada Gambar 2. Dari grafik di atas terlihat bahwa IRR yang tinggi untuk sebuah proyek akan lebih memberikan keleluasaan pada pelaku proyek untuk memilih harga discount rate. ISSN 1979-1208 54

NPV (M Rp) NPV (M Rp) Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 NPV (M Rp) d. rate Gambar 2. Grafik NPV vs discount rate Bagi pelaku proyek, harga discount rate dapat diambil sampai sekecil harga WACC (Weighted Average Cost of Capital). WACC adalah biaya modal rata-rata tertimbang. Setiap modal yang dipakai dalam sebuah investasi memiliki biaya penggunaan nya untuk modal hutang, dan biaya ini berupa bunga, sedang untuk equity biayanya adalah tingkat pengembalian minimum. Contoh apabila shareholder dalam kasus dasar meminta pengembalian minimal 15%, WACC proyek adalah [5] : E L WACC Re Rl (1 T) E L E L 25 75 15% 6,25% (1 25%) 100 100 7,25% dengan E = porsi equity L = porsi hutang Re = tingkat pengembalian equity Rl = tingkat pengembalian hutang T = tingkat pajak Nilai discount rate sebesar WACC dibutuhkan untuk menjamin terjadinya arus kas masuk yang dapat memenuhi pengembalian minimum kepada shareholder maupun kreditor/bank. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa selain tingkat pengembalian minimum, di dalam discount rate juga diantisipasi masalah resiko investasi dalam suatu pasar [6]. Bagi shareholder, grafik NPV vs discount rate akan lebih memberikan informasi apabila dibandingkan dengan grafik yang sama untuk investasi lain. Pada gambar berikut disajikan perbandingan antara investasi PLTN dengan suatu investasi lain. 20.000 18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000-17.396 15.396 10.975 8.975 6.901 4.901 PLTN investasi lain 4.263 2.263 2.000 0 6% 8% 10% 12% 15% 17% d.rate 0 18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000-15.396 13.396 8.975 6.975 4.901 2.901 PLTN investasi lain 0 2.263 6% 8% 10% 12% 15% d.rate 0 (a) (b) ISSN 1979-1208 55

NPV (M Rp) Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000-15.396 13.396 8.975 8.000 4.901 PLTN investasi lain 3.000 2.263 1.300 0 6% 8% 10% 12% 15% 17% d.rate (c) Gambar 3. Grafik NPV vs discount rate PLTN dan investasi lainnya 0 Gambar 3a menunjukkan seluruh nilai discount rate, dan investasi lain memberikan nilai NPV yang lebih besar. Bila ditunjang dengan IRR yang lebih baik, kasus pada Gambar 3a untuk investasi lainnya akan lebih dipilih. Gambar 3b menyatakan hal berlawanan dengan Gambar 3a, yaitu investasi PLTN akan lebih dipilih karena untuk semua discount rate nilai NPV PLTN lebih baik dibandingkan investasi lain. Gambar 3c merupakan contoh bila hanya parameter IRR nya saja, dan investasi lain akan tampak lebih baik dari PLTN. IRR untuk PLTN adalah 14,81% sedangkan untuk investasi lain 17%. Titik setimbang terjadi pada discount rate 10%, dimana kedua investasi memiliki harga NPV yang sama. Namun, di bawah discount rate 10%, PLTN lebih menguntungkan dibanding investasi lain, sedang di atas 10%, sebaliknya. Dengan cara ini investor dapat melihat kapan saat yang tepat untuk memilih suatu investasi. Sebagai contoh, karena dalam discount rate juga tercakup resiko suatu investasi [6], maka jika investor yakin bahwa tingkat resiko investasi di suatu pasar dapat diterima, maka dapat diambil discount rate yang moderat antara 7-10%. Discount rate dalam rentang tersebut, PLTN memberikan nilai tambah (NPV) yang lebih baik, sehingga PLTN dapat dipilih. Sebagai catatan, resiko pasar untuk PLTN di Indonesia cukup kecil karena pasar listrik Indonesia adalah pasar yang sedang tumbuh. Resiko investasi PLTN sering kali berkaitan dengan hal-hal non teknis seperti situasi politik dan kebijakan yang kontra PLTN. 4. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Parameter kelayakan seperti NPV, IRR, dan PB dapat digunakan untuk menganalisis kelayakan sebuah investasi. Penggunaan ke tiga parameter tersebut dilakukan secara bersamaan agar dapat menilai suatu investasi secara lebih menyeluruh. Penggunaan parameter secara sendiri-sendiri akan diperoleh hasil yang menyesatkan. Sebagai contoh, jika hanya menggunakan PB, maka investasi dianggap baik jika nilai PB nya secepat mungkin. Selain itu, penggunaan parameter ini saja tidak akan memberikan gambaran arus kas setelah waktu PB. 2. PLTN diharapkan mempunyai faktor kapasitas yang tinggi untuk menunjang pendapatannya, sehingga investasi PLTN akan makin menguntungkan bagi shareholder. Berdasarkan data dan asumsi dalam studi ini maka faktor kapasitas PLTN sebaiknya tidak di bawah 72%. 3. Kenaikan harga listrik minimum untuk mengembalikan investasi shareholder adalah 0,37% per tahun atau jika harga listrik konstan maka tarif listrik minimum adalah Rp 726/kWh. Di atas nilai-nilai tersebut maka investasi mendapatkan nilai tambah yakni NPV > 0. ISSN 1979-1208 56

4. Dari sisi shareholder, porsi equity yang semakin kecil hingga batas bawah tertentu, justru akan menambah tingkat keuntungan. Jika porsi equity ditekan lebih jauh di bawah batas bawah, maka NPV justru akan turun karena bunga hutang akan mengurangi deviden cukup besar. Dalam studi ini batas bawah porsi equity adalah 1%. 5. Investasi PLTN dalam studi ini dianggap menguntungkan bagi shareholder jika harga overnight cost tidak melebihi $3300/kW, 6. Pada studi ini, discount rate dapat diambil sampai nilai IRRnya 14,8%, dan di atas nilai tersebut menyebabkan NPV investasi akan negatif. DAFTAR PUSTAKA [1]. WNA, The Economics of Nuclear Power, World Nuclear Association, London, Desember 2011, [2]. BIRMANO, M. D., DAN I. BASTORI, Perhitungan Ekonomi dan Pendanaan PLTN dan Pembangkit Konvensional Menggunakan Spreadsheet Inovasi, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Vol. 10, No. 2, BATAN, Desember 2008. [3]. OECD, The Arrangement For Officially Supported Export Credit, Annex II: Nuclear Power Plant, Organisation for Economic Co-operation and Development, Paris, 2012, [4]. IAEA, Energy Availability Factor Trend, Power Reactor nformation System (PRIS), International Atomic Energy Agency, Vienna, 2012. [5]. INVESTOPEDIA, Weighted Average Cost Of Capital WACC, http://www.investopedia.com/terms/w/wacc.asp, Diakses April 2012 [6]. WLCF, Choice of Discount Rate, Whole Life Cost Forum, http://www.wlcf.org.uk/page32.html. Diakses April 2012 ISSN 1979-1208 57