3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006

dokumen-dokumen yang mirip
3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2006

1. Tinjauan Umum

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2006

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

Februari 2017 RESEARCH TEAM

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

Ekonomi, Moneter dan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2006

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Monthly Market Update

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2005

Juni 2017 RESEARCH TEAM

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2005

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

PERKEMBANGAN TERKINI, TANTANGAN, DAN PROSPEK EKONOMI INDONESIA

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2006

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2005

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2008

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2005

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2009

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

Ikhtisar. Kestabilan ekonomi relatif terjaga.

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009

Kondisi Perekonomian Indonesia

Tinjauan Kebijakan Moneter

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

ANALISIS TRIWULANAN:

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

meningkat % (yoy) Feb'15

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

Ikhtisar. Perekonomian tahun 2003 relatif stabil dan membaik. Inflasi Desember 2003 menurun dibanding November...

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ikhtisar. Kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan. perkembangan. yang membaik. Pada Februari,

Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Ikhtisar. Membaiknya kinerja ekonomi dalam negeri masih dapat dipertahankan.

Laporan Bulanan Ekonomi, Moneter, dan Perbankan Juni 2005

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Memen

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

CARLINK PRO SAFE Dana Investasi Pasar Uang

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Ikhtisar. Kondisi eksternal masih kondusif dan permintaan domestik masih tinggi.

Transkripsi:

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 Selama triwulan III-26, kondisi moneter menunjukkan ukkan perkembangan yang semakin membaik. Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh kecenderungan inflasi yang terus menurun, nilai tukar rupiah yang stabil disertai penurunan volatilitas yang signifikan, serta kondisi likuiditas yang tetap terjaga. Dengan mempertimbangkan perkembangan tersebut serta prospek inflasi ke depan yang diperkirakan sesuai dengan target yang ditetapkan untuk 26 dan 27 yaitu masing-masing sebesar 8±1% dan 6±1%, penuruanan BI Rate teus dilakukan secara bertahap. Selama triwulan III-26, penurunan BI Rate telah dilakukan selama tiga kali dengan total penurunan sebesar 125 bps hingga level BI Rate menjadi 11,25%. Sinyal penurunan BI Rate yang ditempuh sejak Mei 26 telah direspon positif oleh para pelaku di sektor keuangan. Di perbankan, meskipun masih terbatas, sinyal penurunan BI Rate telah ditransmisikan ke suku bunga dana dan kredit bank. Fungsi intermediasi yang sebelumnya relatif terkendala, menunjukkan peningkatan cukup besar pada Agustus 26, tercermin dari kenaikan kredit sebesar Rp 1,8 triliun. Perkembangan ini disertai dengan perbaikan risiko kredit, sebagaimana menurunnya rasio kredit bermasalah (NPL) menjadi 5, % (neto) dan 8,8% (gross). Penurunan suku bunga juga telah mendorong kegairahan di pasar modal tercermin dari meningkatnya IHSG menjadi 1.535 dan turunnya rata-rata yield Surat Utang Negara menjadi 1,77% pada akhir triwulan III-26. Di sektor riil, sinyal penurunan suku bunga juga telah meningkatkan optimisme para pelaku ekonomi. INFLASI Inflasi IHK sampai dengan September 26 tetap terkendali dan terus menurun. Penurunan inflasi IHK didorong oleh faktor non-fundamental, yaitu karena minimalnya dampak inflasi administered prices dan rendahnya inflasi volatile foods. Minimalnya inflasi administered prices disebabkan karena tidak terdapat kebijakan yang strategis. Sementara itu, rendahnya %, yoy %, yoy 5 IHK inflasi volatile foods didorong oleh kondisi pasokan bahan 45 Inti 4 makanan yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Dengan Volatile Foods Administered Prices (skala kanan) 35 3 25 perkembangan tersebut, inflasi IHK secara tahunan masih menunjukkan kecenderungan menurun. Laju inflasi IHK pada 2 15 triwulan III-26 secara tahunan mencapai 14,55% (y-o-y), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 15,53% 5 1 (y-o-y) (Grafik 3.1). Sementara itu, secara triwulanan inflasi IHK 5 mencapai 1,16% (q-t-q), meningkat dibandingkan triwulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 sebelumnya sebesar,87% (q-t-q). Sedangkan secara tahun Grafik 3.1 kalender, laju inflasi sepanjang 26 mencapai 4,6% (y-t-d), Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods lebih rendah dibandingkan laju inflasi kalender pada 25 yang 25 2 15 1 13

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-26 Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, dan Rokok Perumahan mencapai 6,39% (ytd). Selama triwulan laporan, kelompok barang yang dominan dalam menyumbang inflasi adalah kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga, serta kelompok bahan makanan (Grafik 3.2). Sandang,57 Tekanan inflasi administered prices selama triwulan III-26 Kesehatan sangat kecil sejalan dengan minimnya kebijakan administered,7 7,44 prices yang bersifat strategis. Selama triwulan laporan, tekanan inflasi kelompok administered prices berasal dari kenaikan tarif,8 PAM pada bulan Juli 26. Walaupun demikian, kenaikan tarif -,1,9 1,9 2,9 3,9 4,9 5,9 6,9 PAM ini hanya berpengaruh sedikit terhadap inflasi IHK. Selain Grafik 3.2 kenaikan tarif PAM, tekanan inflasi juga datang dari kenaikan Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok harga minyak tanah di tingkat eceran. Hal ini disebabkan oleh Triwulan III-26 (q-t-q) kelangkaan pasokan akibat gangguan distribusi di beberapa daerah. Sementara itu, selama triwulan III-26 terjadi penurunan harga BBM non-subsidi (Tabel 3.1). Berhubung BBM non-subsidi masih tercampur dalam komoditas bensin, maka penurunan inflasi BBM non-subsidi juga turut mempengaruhi inflasi administered. Dengan demikian, pada triwulan III-26 inflasi kelompok administered prices secara tahunan menurun menjadi 28,6% (y-o-y) dari 3,1% (y-o-y) pada triwulan II-26. Secara triwulanan, inflasi administered prices pada akhir triwulan III-26 mencapai,22% (q-t-q), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan III-25 yang mencapai 1,32% (q-t-q) maupun dibandingkan triwulan II-26 sebesar,56% (q-t-q). Pendidikan, Rekr & OlahRaga Transportasi dan Komunikasi,8,78 1,27 Sumbangan TW III- 26 (qtq) Inflasi TW III-26 (qtq) Inflasi volatile foods pada Tabel 3.1 triwulan laporan menurun Penurunan Harga Bensin Non-subsidi dibandingkan triwulan Rata-rata kenaikan/penurunan (%) Juli Agustus -1,66 1 September -1,21 19 September -7,27 sebelumnya, yakni mencapai 17,57% (y-o-y) dibandingkan 19,7% (y-o-y) pada triwulan sebelumnya. Sementara secara triwulanan, inflasi volatile foods tercatat sebesar 1,31% (q-t-q) lebih tinggi dibandingkan,62% (q-t-q) pada triwulan sebelumnya. Lebih tingginya inflasi triwulanan tersebut merupakan pola musiman inflasi volatile foods. Namun, inflasi volatile foods pada triwulan III-26 ini jauh lebih rendah bila dibandingkan triwulan yang sama tahun 25, disebabkan karena membaiknya pasokan bahan makanan. Sementara itu, inflasi inti masih berada pada level yang tinggi yakni sebesar 9,13% (y-o-y) meski lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (9,58%, y- o-y). Secara triwulanan, inflasi inti meningkat sebesar 1,51% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,8% (q-t-q). Tingginya inflasi inti tersebut terutama disebabkan oleh ekspektasi masyarakat yang masih tinggi. Tingginya ekspektasi inflasi tercermin pada hasil Survei Persepsi Pasar dan Consensus Forecast yang menunjukkan bahwa responden survei memproyeksikan inflasi masih akan berada pada level yang cukup tinggi. Hasil kedua survei tersebut juga didukung 14

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 16 Indeks 15 14 13 12 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 23 24 Grafik 3.3 Ekspektasi Harga Konsumen 6 Bulan Ke Depan %, yoy 15 125 1 75 5 25-25 -5-75 1.5 1. 9.5 9. 8.5 8. Total Peralatan Rumah Tangga Pakaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 24 Grafik 3.4 Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran Rp/USD Rata-rata Bulanan Rata-rata Triwulanan 9.299 Grafik 3.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Makanan dan Tembakau 9.115 9.124 9.21 9.252 9.379 9.558 9.48 9.631 9.81 1.3 1.218 1.85 1.42 9.852 9.479 9.256 9.163 8.939 9.24 9.37 9.131 9.94 9.151 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep oleh Survei Konsumen yang menunjukkan bahwa ekspektasi pedagang dan konsumen untuk 3 bulan yang akan datang masih meningkat. Walaupun demikian, ekspektasi inflasi pedagang maupun konsumen untuk 6 bulan yang akan datang kembali menurun (Grafik 3.3). Sementara itu, tekanan dari faktor eksternal dan kesenjangan output (output gap) masih relatif minimal. Tekanan dari faktor eksternal yang berasal dari imported inflation dapat diredam oleh penguatan nilai tukar. Adapun tekanan kesenjangan output masih minimal karena belum pulihnya daya beli masyarakat, yang menyebabkan permintaan agregat belum kuat di tengah terjaganya pasokan. Hal ini tergambar dari pertumbuhan indeks penjualan eceran dari hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia pada triwulan II-26 yang masih negatif (Grafik 3.4). NILAI TUKAR RUPIAH Selama triwulan III-26 nilai tukar rupiah bergerak stabil didukung oleh perkembangan neraca pembayaran yang membaik. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah triwulan III-26 mencapai Rp 9.124 per dolar AS atau sedikit melemah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp 9.115 per dolar AS (Grafik 3.5). Secara point to point, rupiah mengalami apresiasi sebesar,4% dari Rp 9.263 menjadi Rp 9.225. Perkembangan rupiah yang stabil ini juga tergambar pada volatilitas yang menurun signifikan dari 3,1% menjadi,85% (Grafik 3.6). Faktor domestik yang mendukung stabilitas rupiah, antara lain membaiknya indikator makroekonomi, menariknya imbal hasil penanaman instrumen rupiah, dan menurunnya indikator risiko investasi. Beberapa indikator makroekonomi selama triwulan III- 26 yang mengalami perbaikan antara lain PDB, inflasi, dan kinerja ekspor. Sementara itu hasil investasi rupiah kembali menurun sepanjang triwulan ini, namun masih tetap menarik dibandingkan kawasan regional. Dari sisi risiko investasi, faktor risiko dalam negeri membaik tercermin pada peningkatan rating Indonesia, penurunan premi swap, dan stabilnya yield spread. Adapun faktor eksternal yang mendukung stabilitas rupiah antara lain adalah keputusan Bank Sentral Amerika yang mempertahankan suku bunga kebijakannya (Fed Funds Rate). Terjaganya perkembangan rupiah ditopang oleh membaiknya kondisi makroekonomi domestik. Beberapa indikator ekonomi yaitu ekspor, PDB, serta inflasi, terus membaik sehingga turut menopang stabilitas nilai tukar rupiah. Ekspor non migas pada bulan Agustus 26 tumbuh 3,97% (y-o-y), tertinggi dalam 5 tahun terakhir, sehingga total ekspor periode Januari-Agustus 26 tumbuh 15

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-26 Kurs, Rp/USD Volatilitas, % 11. 12, Kurs Harian Volatilitas 1.5 Rata-rata Volatilitas 1, 1. 9.5 9. 8.5 8. 16, Persen 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2,, Jan Sumber : Reuters (diolah) Grafik 3.6 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah 9.263 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Premi 1 M Premi 6 M 3,1 8, 6, 9.225 4, 2,,85 - Premi 3 M Premi 12 M 17,13% dibanding tahun sebelumnya. Meningkatnya ekspor yang didorong oleh kenaikan harga produk ekspor Indonesia menjadikan terms of trade Indonesia membaik. Perkembangan tersebut menyebabkan peningkatan surplus pada NPI. Sementara itu, pertumbuhan PDB triwulan II-26 yang mencapai 5,22% dan inflasi yang terus menurun menimbulkan ekspektasi positif terhadap membaiknya prospek ekonomi, sehingga semakin meningkatkan kepercayaan terhadap rupiah. Pada triwulan III-26 faktor risiko dalam negeri membaik, tercermin pada peningkatan rating Indonesia, penurunan premi swap,, dan stabilnya yield spread. Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor»s, pada Juli 26 meningkatkan sovereign rating Indonesia (long-term foreign currency debt) dari «B+«menjadi «BB-«. Lembaga pemeringkat Fitch pada Agustus 26 juga meningkatkan peringkat country ceiling Indonesia dari «BB-«menjadi «BB». Sementara itu, indikator risiko yield spread relatif terjaga dan premi swap semakin menurun (Grafik 3.7). Perbaikan indikator risiko telah turut menopang stabilitas rupiah di tengah kecenderungan penurunan BI rate di mana imbal hasil rupiah tetap menarik bagi masuknya aliran modal asing. Aliran masuk dana asing menambah pasokan valas di pasar Sep Des Mei valas perbankan domestik. Pada bulan Juli 26 terjadi aliran Grafik 3.7 masuk dana investasi asing yang relatif besar sehingga pasar Premi Swap Berbagai Tenor valas mengalami ekses pasokan, yang kemudian mendorong rupiah terapresiasi. Pada bulan Agustus 26 aliran masuk dana investasi asing melambat, namun pada saat yang sama tekanan dari ekses permintaan domestik juga menurun. Secara keseluruhan terjadi akumulasi ekses permintaan valas namun dalam jumlah yang kecil. Menjelang akhir triwulan III terjadi pelepasan aset rupiah oleh asing yang disertai dengan konversi ke valas, sehingga terjadi ekses permintaan dari pihak luar negeri. Di pihak lain, minimnya pasokan valas dari pihak dalam negeri menjadikan terjadinya ekses permintaan di pasar valas sehingga rupiah melemah terhadap dolar AS. Adapun permintaan valas dalam negeri masih didominasi oleh permintaan valas korporasi. Dengan perkembangan di atas, secara akumulasi sepanjang triwulan III-26 terjadi aliran masuk dana asing sehingga menambah pasokan valas untuk memenuhi ekses permintaan. Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep KEBIJAKAN MONETER Strategi Kebijakan Setelah melakukan asesmen perekonomian secara keseluruhan dan mempertimbangkan sejumlah faktor risiko yang dapat mengganggu kinerja 16

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 ekonomi ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia terus melanjutkan penurunan BI Rate. Selama triwulan III-26, RDG pada tanggal 6 Juli 26, 8 Agustus 26, dan 5 September 26 menetapkan penurunan level BI Rate masing-masing sebesar 25 bps, 5 bps, dan 5 bps hingga level BI Rate menjadi 11,25%. Langkah ini didukung dari sisi operasional di mana beberapa ketentuan telah dilaksanakan, antara lain Fixed Rate Tender dalam pelaksanaan lelang SBI 1 bulan, penjarangan SBI 3 bulan, serta diskresi (penutupan) penyediaan window FASBI 7 hari. Secara eseluruhan, pelaksanaan kebijakan moneter selama triwulan III-26 berjalan cukup optimal. Hal ini terlihat dari kecenderungan suku bunga PUAB yang terus mendekati BI Rate, serta turunnya suku bunga perbankan baik simpanan maupun pinjaman. Di bidang nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya tersebut antara lain dilakukan dengan instrumen suku bunga, serta penyempurnaan berbagai instrumen moneter yang diperlukan. Selain itu Bank Indonesia juga terus berupaya menjaga kecukupan cadangan devisa yang dapat digunakan sebagai penyangga apabila terjadi pembalikan modal secara mendadak, terutama pasca percepatan pelunasan utang IMF sebesar $ 3,8 juta yang dilakukan pada 3 Juni 26. Di samping itu, Bank Indonesia juga terus memantau beberapa peraturan terkait nilai tukar terutama untuk mengendalikan tekanan terhadap melemahnya rupiah dari arus modal asing jangka pendek (khususnya dalam bentuk swap beli) dan atau transaksi valas yang tidak mempunyai transaksi ekonomi yang mendasarinya (non-underlying transactions). Peraturan tersebut antara lain seperti yang tertera pada ketentuan PBI 7/14/25 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang dikeluarkan pada tanggal 14 Juni 25. Koordinasi kebijakan dengan pemerintah terus dilakukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Bank Indonesia terus berupaya untuk bersinergi bersama pemerintah dalam mengoptimalkan stimulus fiskal serta memperbaiki iklim investasi yang merupakan kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Adapun langkah-langkah untuk menuju hal itu terus disinergikan, antara lain adalah upaya untuk mempercepat belanja modal pemerintah, mempercepat realisasi anggaran terutama untuk pemerintah daerah serta mendorong kemajuan implementasi perbaikan iklim investasi dan infrastruktur. Suku Bunga Sejalan dengan penurunan BI Rate selama triwulan III-26, seluruh suku bunga instrumen moneter juga mengalami penurunan. Suku bunga FASBI O/N menjadi berada pada level 6,25%, dan suku bunga SBI Repo menjadi 14,25%. Sementara itu, rata-rata tertimbang suku bunga PUAB O/N berkisar antara 9-1% dengan volatilitas PUAB O/N rata-rata mencapai 3,1-3,7%. 17

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-26 Tabel 3.2 Perkembangan Berbagai Suku Bunga Penurunan BI Rate tersebut diikuti pula oleh penurunan suku bunga penjaminan dan Triwulan I-26 Triwulan II-26 Triwulan III-26 Suku Bunga suku bunga simpanan. Dalam Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep triwulan III-26 suku bunga BI Rate 12,75 12,75 12,75 12,75 12,5 12,5 12,25 11,75 11,25 Penjaminan Dep, 1 bulan 12,75 12,75 12,5 12,5 13, 12,5 12, 11,75 11,25 penjaminan deposito rupiah 1 Dep, 1 bulan (Weight Avg) 12, 11,9 11,8 11,7 11,6 11,3 11,1 1,8 Dep, 1 bulan (Counter Rate) 1,6 1,4 1,4 1,5 11,2 1,4 1,2 1, 9,8 bulan menurun sebesar 125 bps Base Lending Rate 16,1 16,1 16, 16, 16, 15,8 15,8 15,7 15,5 menjadi 11,25% dari 12,5% Kredit Modal Kerja (KMK) 16,3 16,3 16,4 16,3 16,3 16,2 16,1 16,1 Kredit Investasi (KI) 15,8 15,9 15,9 15,9 15,9 15,9 15,9 15,9 di akhir triwulan II-26. Kredit Konsumsi (KK) 17,1 17,3 17,5 17,7 17,8 17,8 17,9 17,8 Penurunan ini selanjutnya diikuti oleh turunnya suku bunga deposito 1 bulan counter rate menjadi 9,8% pada akhir triwulan III-26 dari 1,4% di akhir Persen 2 BI Rate* rkredit Modal Kerja rjam.dep.1 bln 18 16 14 12 1 triwulan sebelumnya (Tabel 3.2). Secara rata-rata tertimbang (weighted average) suku bunga deposito rupiah 1 bulan pada Agustus 26 tercatat 1,8%, juga menurun dibanding akhir triwulan II-26 sebesar 11,3%. Penurunan suku bunga deposito ini merupakan kelanjutan dari kecenderungan suku bunga deposito yang telah menurun sejak bulan Februari 26 (Grafik 3.8). 8 6 4 rkredit Investasi rdeposito 1 bln rkredit Konsumsi 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 24 Grafik 3.8 Perkembangan Berbagai Suku Bunga (%, y-o-y) 5 Total DPK Tabungan 4 3 2 1 Giro Deposito Suku bunga kredit seperti yang ditunjukkan oleh base lending rate juga mengalami penurunan. Pada akhir triwulan III-26, base lending rate tercatat sebesar 15,5%, menurun dibanding akhir triwulan sebelumnya sebesar 15,8% (Tabel 3.2). Sementara itu, sampai dengan akhir Agustus 26 suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) menurun menjadi 16,1% dari akhir triwulan II-26 sebesar 16,2%. Adapun suku bunga Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) tidak mengalami perubahan dibanding akhir triwulan II-26. Dengan menurunnya suku bunga simpanan dan perkembangan suku bunga kredit yang demikian, selisih suku bunga kredit dan simpanan mengalami sedikit peningkatan. - (1) (2) Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags 24 sumber: DPNP Grafik 3.9 Perkembangan Dana Dana, Kredit, dan Uang Beredar Penurunan BI Rate direspon oleh perlambatan pertumbuhan dana masyarakat. Sampai dengan Agustus 26, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) terus menurun (Grafik 3.9). Pada akhir Agustus 26, pertumbuhan DPK mencapai 13,6% (y-o-y), lebih rendah dari akhir triwulan II-26 sebesar 15,6% (y-o-y). Penurunan pertumbuhan tersebut terjadi pada komponen deposito. Sementara itu pertumbuhan giro dan tabungan sedikit meningkat dari akhir triwulan II-26. Dengan demikian, terdapat kecenderungan masyarakat untuk menyimpan dananya dalam produk perbankan yang bersifat jangka pendek seiring dengan kecenderungan penurunan suku bunga. 18

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 Persen 8 2,6 6 2,5 4 2,4 2 2,3 2,2-2 2,1-4 2, -6 1,9-8 1,8 PDB M2 Riil Velocity -1 1,7 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3* 21 22 23 24 Grafik 3.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Likuiditas Perekonomian Dari sisi kredit, penurunan BI Rate sudah mulai diikuti dengan peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Fungsi intermediasi yang sebelumnya relatif terkendala, menunjukkan peningkatan cukup besar. Hal ini tercermin dari kenaikan kredit perbankan sebesar Rp 1,8 triliun selama bulan Agustus 26. Dengan demikian, total penyaluran kredit sampai akhir Agustus 26 mencapai Rp 765,3 triliun (Tabel 3.3). Secara tahun kalender, total pertumbuhan kredit mencapai 4,82% (y-t-d). Perkembangan yang baik ini disertai dengan perbaikan risiko kredit, sebagaimana menurunnya rasio kredit bermasalah (NPL Non Performing Loan) menjadi 5,% (neto) dan 8,8% (gross). Dengan sinyal penurunan BI Rate yang tetap terbuka di masa datang, pertumbuhan kredit diharapkan dapat lebih tinggi lagi terutama memasuki triwulan IV-26. 7, 6,5 6, 5,5 5, 4,5 4, M2/M (%) 13,5 Dari sisi uang beredar, likuiditas perekonomian mengalami MM2 (M2/M) Grafik 3.11 C/DPK 13, 12,5 12, 11,5 11, 1,5 1, 9,5 9, perkembangan yang positif. Pada akhir Agustus 26, secara nominal M2 tumbuh sebesar 13,9% (y-o-y). Dengan pertumbuhan tersebut, pada akhir Agustus 26 level M2 tercatat sebesar Rp 1.27,5 triliun, meningkat sebesar Rp 16,6 triliun dari akhir triwulan II-26. Kenaikan M2 tersebut disumbang oleh uang giral dan uang kuasi rupiah. Dari sisi faktorfaktor yang mempengaruhinya, kenaikan M2 terutama disumbang oleh kenaikan posisi kredit kepada bisnis dan rumah tangga. Kenaikan posisi kredit tersebut terjadi baik pada kredit Perkembangan Angka Pengganda Uang rupiah maupun valas. Adapun secara riil, pertumbuhan M2 mulai tumbuh negatif dibanding akhir triwulan II-26 (Grafik 3.1). Sementara itu penciptaan uang cukup stabil pada triwulan III-26 walaupun dengan kecenderungan yang melambat (Grafik 3.11). 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 24 C/DPK Pasar Keuangan Penurunan BI Rate selama 3 kali pada triwulan III-26 semakin mendorong maraknya perdagangan pasar modal. Reaksi pasar tersebut terlihat dari kondisi pra dan pasca penurunan BI Rate dimana perdagangan saham semakin ramai. Pada akhir periode laporan IHSG ditutup di level 1.535 atau menguat 224 (17,1%) dibanding triwulan sebelumnya. Dari sisi domestik, sentimen positif berupa kesesuaian ekspektasi pelaku pasar atas penurunan BI Rate, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-26 yang cukup baik, dan pergerakan nilai tukar yang cenderung stabil mendorong investor untuk menambah portofolio investasinya di pasar saham. Sentimen positif juga datang dari kenaikan rating utang Indonesia oleh lembaga S&P pada akhir Juli. Di sisi eksternal, kebijakan bank sentral AS yang menahan kenaikan suku bunga Fed Funds Rate untuk kedua kalinya telah mendorong pasar modal dunia untuk meningkat. Sentimen global ini kemudian ikut mendukung peningkatan IHSG. Secara keseluruhan, membaiknya kondisi 19

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-26 fundamental Indonesia serta kemungkinan penurunan suku 6, 4, Net Beli 17 16 bunga BI rate lebih lanjut semakin mendorong minat investor domestik maupun asing untuk memperbesar aktivitasnya. 2, 15, 14-2, 13 IHSG Net Jual -4, 12-6, 11 1-Jul 11-Jul 21-Jul 31-Jul 1-Aug 2-Aug 3-Aug 9-Sep 19-Sep 29-Sep Grafik 3.12 IHSG dan Net Beli Asing pada Triwulan II-26 Vol (Rp t) Frek 12, 4.8 Vol Frek 1, 4. Perdagangan oleh investor asing masih mempengaruhi perilaku pemodal domestik. Perkembangan kondisi global, yang ditandai oleh bertahannya suku bunga AS menyebabkan pasar saham kembali bullish. Hal ini mendorong investor asing untuk menambah portofolio saham di Indonesia yang tercermin dari besarnya posisi net beli asing selama periode laporan. Relatif besarnya pembelian saham oleh investor non-residen mempengaruhi pemodal lokal untuk melakukan hal yang serupa sehingga mempengaruhi kenaikan IHSG. Selama triwulan III- 26, posisi net beli asing mencapai Rp 3,5 triliun (Grafik 3.12), meningkat dibanding triwulan II-26 sebesar Rp 3,2 triliun. Sementara untuk rata-rata harian, net beli asing juga meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp 52 miliar/hari menjadi sebesar Rp 58 miliar/hari. 8, 6, 4, 2,, 3.2 Penurunan BI Rate juga berdampak positif pada pasar Surat 2.4 Utang Negara (SUN), tercermin dari penurunan rata-rata yield SUN menjadi 1,77% pada akhir triwulan III-26. Sepanjang 1.6 triwulan III-26 perdagangan SUN terus mengalami 8 peningkatan aktivitas, baik dari sisi volume maupun frekuensi perdagangan (Grafik 3.13). Maraknya transaksi tersebut didorong oleh penurunan suku bunga yang terus terjadi sejak Grafik 3.13 triwulan sebelumnya, serta kemungkinan akan terus berlanjutnya Aktivitas Perdagangan SUN kecenderungan ini hingga akhir tahun laporan. Selain itu, dukungan dari kondisi makroekonomi yang kondusif serta perkembangan pasar modal yang bullish turut mendukung peningkatan harga SUN untuk seluruh tenor, sehingga rata-rata yield SUN menurun menjadi 1,77% di akhir triwulan III-26. Dari sisi aktivitas per kelompok, kelompok non residen masih mendominasi pembelian SUN, diikuti oleh reksadana dan asuransi. Secara keseluruhan, selama triwulan III-26 investor asing mencatat net beli sebesar Rp 5,5 triliun sehingga selama tahun 26, kelompok tersebut sudah menambah porsi kepemilikan SUN-nya sebesar Rp 25,9 triliun. Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Maraknya perdagangan SUN juga terjadi pada pasar perdana, baik dari lelang SUN reguler maupun lelang Obligasi Ritel Indonesia (ORI) yang mengalami oversubscribed. Dari lelang SUN reguler selama triwulan III-26, yaitu reopening FR33 dan FR34, serta penawaran perdana FR38, FR39, dan FR4, jumlah penawaran yang masuk dan jumlah yang dimenangkan oleh pemerintah selalu jauh lebih besar dibanding targetnya. Dari sisi investor, secara umum kelompok pemodal asing tetap mendominasi pemenang lelang melalui jalur bank asing. Sementara itu, sebagai upaya pemerintah dalam manajemen profil utang dan perluasan investor, untuk 2

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 pertama kalinya diterbitkan seri Obligasi Negara Ritel seri ORI-1 dengan target indikatif Rp 2, triliun. Minat investor retail domestik terlihat tinggi, tercermin dari penawaran yang masuk sejumlah Rp 3,3 triliun. Pemerintah kemudian menetapkan untuk memenangkan seluruhnya. Dalam perkembangannya, aktivitas pasar ORI cukup aktif sehingga harganya terus mengalami peningkatan. Di samping melakukan penerbitan SUN dan ORI, dalam upaya mengatur maturity profile utang tahun 27-29, dalam triwulan laporan telah dilaksanakan empat kali debt switching. Secara keseluruhan, total obligasi yang dimenangkan dalam proses debt switching tersebut mencapai Rp 5,6 triliun. 21