BAB III SISTEM PENGUJIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III METODE PENGUJIAN

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB IV METODE PENGUJIAN CIGARETTE SMOKE FILTER

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

III. METODOLOGI PENELITIAN. terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut: Test section dirancang dengan ukuran penampang 400 mm x 400 mm, dengan

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB III RANCANG BANGUNG MBG

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

II. TINJAUAN PUSTAKA

JUDUL TUGAS AKHIR ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN

IRVAN DARMAWAN X

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN CIGARETTE SMOKE FILTER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METOLOGI PENELITIAN

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

BAB III SET-UP ALAT UJI

Bab III Metode Penelitian

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III ANALISA ALIRAN TURBULENT TERHADAP ALIRAN FLUIDA CAIR PADA CONTROL VALVE ANSI 150 DAN ANSI. 300 PADA PT.POLICHEM INDONESIA Tbk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI ALAT DAN PROSEDUR PENGUJIAN

STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA

III. METODOLOGI PENELITIAN

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERANCANGAN ALAT PENGERING

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III. Metodelogi Penelitian

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PABRIKASI

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

BAB V PENUTUP. Dari hasil penyelesaian tugas akhir dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA IV DINAMIKA PROSES PADA SISTEM PENGOSONGAN TANGKI. Disusun Oleh : Zeffa Aprilasani NIM :

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit

PENUKAR PANAS GAS-GAS (HXG)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

PENUKAR PANAS GAS-GAS (HXG)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PERANCANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN. yang penulis rancang ditunjukkan pada gambar 3.1. Gambar 3.

1. Bagian Utama Boiler

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PEMBUATAN ALAT Tujuan Pembuatan Tujuan dari pembuatan alat ini yaitu untuk mewujudkan gagasan dan

Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah

PRESENTASI TUGAS AKHIR. Oleh: Zulfa Hamdani. PowerPoint Template NRP :

DINAMIKA PROSES PERAMBATAN PANAS [DPP]

PENGUJIAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA HEAT SINK

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

DINAMIKA PROSES PERAMBATAN PANAS [DPP]

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. percobaan dan pengambilan data. Selain itu Laboratorium Teknologi Mekanik

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB 4 PENGUJIAN, DATA DAN ANALISIS

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERCOBAAN, ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

INDUSTRI PENGOLAHAN BATUBARA

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

Transkripsi:

BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien temperatur dengan kecepatan yang sangat rendah, yaitu 0,01 m/s, 0,05 m/s, dan 0,1 m/s. Plat panas arah aliran partikel Plat dingin Gambar 3.1 Simulasi pergerakan thermophoresis Beberapa kondisi aliran yang terdapat pada penelitian ini antara lain : 1. Steady (tunak), yaitu tidak ada perubahan kecepatan pada saat perubahan δu waktu = 0 δt 2. Aliran laminar, partikel-partikel fluida bergerak dalam kondisi seragam. 3. Aliran inkompressibel, volume fluida sama di sembarang titik. Hal tersebut berarti tidak terjadi perubahan massa jenis fluida. 4. Fasa aliran adalah fasa tunggal (single phase), pada aliran fluida tidak terjadi perubahan fasa baik dari liquid ke gas ataupun gas ke liquid. 5. Aliran fluida homogen, fluida hanya terdiri dari satu jenis yaitu smoke. Setelah jenis aliran yang akan digunakan selesai didefinisikan, maka selanjutnya menentukan sifat fisik dari fluida udara. Pada Tabel 3.1 dijelaskan mengenai sifat fisik udara sebagai fluida, maksudnya adalah udara pada suhu 27 O C (300 K) dan ketinggian di atas permukaan laut. 22

Tabel 3.1 Sifat fisik udara untuk simulasi No Parameter Simbol Nilai Satuan 1 Massa jenis ρ 1.183 Kg/m 3 2 Suhu udara T 300 K 3 Viskositas µ 1.853e-05 N.s/m 2 4 Konduktivitas Thermal k 0.02614 W/m.K 5 Koefisien Tekanan Cp 1003 J/kg.K Sumber : Essential Eng Information & Data, Mc Graw-Hill, 1991 3.1.1 Partikel Smoke Penentuan partikel dilihat dari kehidupan sehari-hari yang paling mendekati dan mudah untuk didapatkan. Dalam penelitian ini menggunakan partikel smoke (tobacco smoke), karena partikel jenis aerosol ini cukup banyak dan mudah untuk didapatkan. Adapun spesifikasi dari partikel uji sebagai berikut : No Parameter Nilai Satuan 1 Jenis Aerosol Smoke 2 Nama Aerosol Tobacco Smoke 3 Diameter partikel 0,01 ~ 1 Μm 4 Density 1,1 g/cm 3 5 Molecular mass 162,23 g/mol 6 Boiling point 247 o C 3.1.2 Volume Smoke Dalam penelitian ini digunakan smoke dengan volume full pada box penampung. Ketika volume smoke berkurang karena dikeluarkan melalui test section maka untuk menjaga volume smoke agar tetap full dimasukkan smoke sesuai kondisi. Proses memasukkan smoke yaitu dengan cara manual. Ketika dialirkan melalui test section, kepekatan dipengaruhi oleh kecepatan fan dalam menghisap smoke. Kepekatan smoke semakin jelas apabila volume smoke penuh pada box penampung dengan kecepatan yang 23

rendah, sedangkan pada kecepatan tinggi maka akan didapatkan kepekatan yang kurang jelas. 3.1.3 Kecepatan (Velocity) Kecepatan yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 tingkatan, yaitu 0,01 m/s, 0,05 m/s, dan 0,1 m/s. Ketiga kecepatan itu relatif cukup rendah, maksudnya untuk disesuaikan dengan kondisi udara pada umumnya, di samping untuk mendapatkan data berupa gambar yang cukup jelas. Untuk menentukan batasan-batasan kondisi pada penelitian ini, ditentukan beberapa hal yang dianggap penting dan berpengaruh, antara lain : 1. Perhitungan panjang inlet test section Renault Number : ρ υ d Re = untuk bentuk penampang d... (3.1) µ a ρ υ 2 a b b Re = untuk bentuk penampang... (3.2) µ ( a + b) ρ = Densitas udara [kg/m³] υ = Kecepatan udara [m/s] a = Lebar Plat [m] b = Tinggi Plat [m] µ = Viskositas dinamik [kg/m.s] Data tersedia : ρ =1.177 kg/m³ υ = 0.1 m/s a = 20 mm = 0.02 m 24

b = 5 mm = 0.005 m µ = 1.85 x 10-5 kg/m.s 1.177 0.1 2 0.02 0.005 Re = 5 1.85 10 (0.002 + 0.005) Re = 50.89 (Laminer) Panjang Inlet untuk Test Section untuk mencapai daerah berkembang penuh (fully develop region) : X D lam = 0.05 Re X = Panjang inlet D = Luasan bidang inlet 2 a b D = 2 ( a + b) 2 0.02 0.005 D = 2 ( 0.02 + 0.005) D = 0. 004m X 0.004 lam = 0.05 50.89 X 0.004 lam = 2.545 X = 0.010m = 10mm Jadi, panjang inlet minimum yang dibutuhkan adalah 10mm 25

Tabel di bawah menunjukkan variasi perbedaan panjang inlet dengan variasi kecepatan udara. Tabel 3.2 Tabel variasi entrance length ρ (kg/m³) υ (m/s) µ (kg/m.s) ( a (m) b (m) Re D (m) x (m) x (mm) 1.177 0.01 0.0000185 0.02 0.005 5.090 0.004 0.001 1.0 1.177 0.05 0.0000185 0.02 0.005 25.449 0.004 0.005 5.1 1.177 0.1 0.0000185 0.02 0.005 50.897 0.004 0.010 10.2 1.177 0.5 0.0000185 0.02 0.005 254.486 0.004 0.051 50.9 1.177 1 0.0000185 0.02 0.005 508.973 0.004 0.102 101.8 Kecepatan udara yang akan digunakan adalah 0.01, 0.05 dan 0.1 m/s, berdasarkan tabel perhitungan diatas maka ditetapkan panjang inlet agar mencapai aliran laminer adalah 150mm. 2. Penentuan kecepatan partikel di dalam test section. Karena partikel sangat kecil dan tersuspensi dalam aliran udara, maka kecepatan partikel diasumsikan sama dengan kecepatan udara, sehingga yang diukur adalah kecepatan udara dengan menggunakan hotwire anemometer. V 1 A 1 Outlet A 2 V 2 Test Section Outlet fan Gambar 3.2 Skema posisi fan V 1 = Kecepatan udara sebelum fan (m/s) A 1 = Luas area outlet (m 2 ) V 2 = Kecepatan udara di dalam Test Section (m/s) A 2 = Luas area test section (m 2 ) 26

Kecepatan udara sebelum melewati exhaust fan diukur dengan menggunakan hotwire anemometer, kecepatan putaran fan diatur dengan menggunakan adaptor (mengubah arus listrik AC menjadi DC) yang memiliki variasi tegangan mulai dari 2.58 sampai 27.7 Volt. Berikut tabel pengukuran kecepatan udara dengan menggunakan hotwire anemometer. Tabel 3.3 Tabel Pengukuran Kecepatan Udara Voltage V 1 (m/s) 2.58-3.08 0.1 3.09-3.80 0.2 3.81-5.40 0.3 5.41-7.04 0.4 7.05-9.08 0.5 9.09-12.13 0.6 12.14-16.55 0.7 16.56-18.37 0.8 18.38-27.7 0.9 Maka dengan menggunakan rumus perbandingan : A 1 x V 1 = A 2 x V 2 Didapat kecepatan test section yang diinginkan dengan data sebagai berikut : Tabel 3.4 Tabel Kecepatan yang digunakan Voltage V 1 (m/s) V 2 (m/s) (Fan) (Test Section) 9.1 0.0025 0.01231 9.4 0.01 0.04924 9.8 0.02 0.09848 27

3.2 KONDISI SEBELUM PENGUJIAN Sebelum melakukan uji coba yang sesungguhnya terlebih dahulu dilakukan pengujian tanpa heater, hanya simulasi menggunakan partikel smoke dan dicoba apakah bisa melewati test section seperti yang diharapkan ataukah masih belum mencapai kondisi yang diinginkan. Apabila kondisi yang diinginkan belum tercapai, maka dilakukan perbaikan secara kontinyu sampai didapatkan kondisi yang ideal. Dalam penelitian alat uji ditemui beberapa kendala sehingga kondisi yang diinginkan tidak dapat tercapai, antara lain. 3.2.1 Flow smoke partikel Aliran smoke yang melewati test section tidak didapatkan aliran seperti yang diinginkan karena terlalu cepat diakibatkan oleh tekanan yang cukup besar dari box penampung yang diberi udara bertekanan. Hasilnya aliran smoke terlalu cepat dan menyebar sehingga diperkirakan akan menyulitkan dalam proses analisa. Untuk mengatasinya dibuatkan blower (semacam exhaust fan) dengan asumsi sepanjang proses berada dalam keadaan vacuum (tidak terdapat kebocoran). Sehingga smoke bisa terhisap sempurna. Hasilnya, karena fan yang digunakan cukup kecil maka tidak dapat menghisap smoke seperti yang diharapkan. Oleh karena itu perlu penggantian fan dengan yang diameternya lebih besar dan daya hisapnya lebih kuat, tetapi bisa beroperasi juga pada kecepatan rendah. Untuk sementara penggantian fan bisa menghisap smoke lebih baik, tetapi hasil alirannya tidak seperti yang diharapkan, maka solusinya dengan membalik box penampung dengan kondisi outlet lebih rendah dibanding posisi inlet. Hasil yang didapatkan dengan membalik posisi box penampung dianggap sudah cukup untuk mendapatkan data yang diinginkan, tetapi kecepatan aliran masih lebih besar dari yang diharapkan, oleh karena itu untuk mengurangi kecepatan aliran, posisi fan diatur agar kecepatannya didapatkan 0,01 m/s, 0,05 m/s dan 0,1 m/s. 28

3.2.2 Volume Smoke Pada pengaturan volume smoke digunakan kepekatan yang full, maksudnya adalah jumlah asap yang ada di dalam box penampung memenuhi volume box penampung. Pada saat awal pengujian, asap dimasukkan ke dalam kotak penampung hingga penuh, jika secara visual terlihat kondisi kotak penampung sudah penuh dengan asap maka kondisi tersebut adalah kondisi full dan siap untuk disalurkan pada test section. Setelah dilakukan pengujian pertama, kondisi kotak penampungan akan berkurang. Untuk menjaga agar volume box penampung tetap full, maka dimasukkan asap secara manual. Kondisi ini dipertahankan agar volume smoke yang didapatkan stabil. 3.2.3 Temperatur Pada pengujian ini digunakan heater model plat untuk mengatur perbedaan temperatur antara kedua plat, untuk percobaan pertama heater dipasang pada plat bagian atas sehingga plat bagian atas akan memanas namun plat bagian bawah tidak ada pemanasan. Pada percobaan kedua heater dipasang di bawah, sehingga temperatur pelat bawah lebih panas dibanding pelat atas. Pengaturan panas dari heater ini digunakan voltage regulator yang mengatur jumlah tegangan yang masuk ke dalam heater, semakin tinggi tegangannya maka semakin tinggi panas yang dihasilkan heater tersebut. Selain itu juga digunakan thermocouple dan infra red thermometer untuk memantau kondisi suhu heater. Tetapi pada aktualnya pelat yang tidak dipasang heater juga terpengaruh pelat panas, sehingga temperatur pelat yang tidak dipasang heater ikut naik. Oleh karena itu untuk mendapatkan kondisi pengujian yang diharapkan, dipasang kipas angin untuk mendinginkan pelat yang tidak dipasang heater. 29

3.3 SETTING ALAT THERMAL PRECIPITATOR Sebelum pengambilan data perlu dipersiapkan beberapa hal sehingga dalam proses pengambilan data bisa akurat. 3.3.1 Pemasangan (assembly unit) Proses ini merupakan awal dari pembuatan alat thermal precipitator. Box penampung yang sudah jadi dipasangkan pada rangka siku, demikian juga dengan test section dan heater merupakan satu kesatuan dalam suatu rangkaian. 3.3.2 Pemasangan perlengkapan Perlengkapan yang harus dipasang pada thermal precipitator antara lain : a. Lampu halogen b. Camera c. Multi meter d. Voltage Regulator dan Heater e. Voltage Adaptor dan Fan f. Thermometer control dan Thermocouple Berikut adalah contoh desain dan alat uji thermal precipitator yang didesain dan dibuat oleh peneliti lain. Gambar 3.3 Desain thermal precipitator 30

Gambar 3.4 Thermal Precipitator Setelah semua bagian terpasang dengan baik, maka perlu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan semua sambungan ataupun perlengkapan elektronik terhubung dengan baik. Langkah-langkah pengujian meliputi : 1. Menyalakan sumber listrik dan memastikan semua bisa berfungsi dengan baik. 2. Masukkan asap rokok (smoke) melalui inlet valve pada box penampung, pastikan outlet valve terbuka. Karena apabila valve outlet tertutup maka akan kesulitan ketika memasukkan asap rokok. Hal ini disebabkan box penampung tertutup rapat sehingga tidak ada udara yang keluar sebagai kompensasi dari asap rokok yang dimasukkan. Dalam pengambilan data, dibutuhkan kondisi volume box penampung terisi penuh oleh asap. 3. Setting temperatur heater dengan menghubungkannya pada voltage regulator. Atur berapa temperatur yang diinginkan dengan memutar tuas, terdapat beberapa nilai voltage yang diawali dari 25 ~ 250 dan nilai tiap skala adalah 5 volt. Pengaturan temperatur dilakukan secara bertahap dengan memutar tiap 25 skala sampai didapatkan temperatur yang diinginkan. Kenaikan temperatur ini dilakukan bertahap agar material pelat maupun kaca yang berada di sampingnya tidak 31

mendapatkan perubahan temperatur secara mendadak, dikhawatirkan bisa menyebabkan kaca pecah. Perbedaan temperatur antara pelat atas dan pelat bawah yang diinginkan adalah sebesar 50 o, 100 o, dan 150 o, tetapi karena jarak pelat atas (panas) dan pelat bawah (dingin) cukup dekat (5 cm), maka untuk mencapai gradien temperatur 50 o cukup susah. Sehingga disesuaikan dengan kondisi alat uji, maka diambil gradien temperatur 0 o, 10 o, dan 20 o. 4. Setting kecepatan fan dengan menghubungkannya pada adaptor DC, dari perhitungan didapatkan : Volt V Fan (m/s) V Test Section (m/s) 9,8 0,02 0,1 9,4 0,01 0,05 9,1 0,0025 0,01 Untuk pengambilan data pertama disetting 9,8 volt, setelah semua pengambilan data selesai dilanjutkan dengan 9,4 volt dan terakhir pengambilan data 9,1 volt. 5. Setting posisi kamera agar bisa mengambil foto dengan maksimal, agar kamera tidak goyang dalam pengambilan data, maka untuk menjaga posisinya stabil dibutuhkan tripod sebagai penyangga kamera. 6. Setting pencahayaan untuk didapatkan gambar yang bagus, cukup terang dan tidak menyilaukan. Lampu halogen yang dipasang jangan langsung berhadapan dengan posisi kamera melainkan agak menjauh sehingga test section dapat difoto dengan jelas. 3.4. TEKNIK PENGUJIAN Pengujian dilakukan secara bertahap dimulai dari posisi heater di atas agar pengambilan data lebih mudah. Diawali dengan pengambilan data pada kondisi normal (tidak mendapatkan perlakuan panas) pada suhu ruangan sekitar 27 o. Untuk setting kecepatan dibagi menjadi 3 yaitu 0,1 m/s, 0,05 m/s dan 0,01 m/s. Pada tiap kecepatan dibagi lagi menjadi 3 gradien temperatur yaitu 0 o, 10 o dan 20 o. 32

Pada tiap gradien temperatur diambil datanya untuk mengetahui jarak penurunan dan waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengalami gaya thermophoresis. Format pengambilan data adalah sebagai berikut : Tabel 3.5 Format pengambilan data untuk heater di bawah Heater Di bawah Sample T Volume Kecepatan (m/s) 1 10 Full 0,1 2 10 Full 0,1 3 10 Full 0,1 4 10 Full 0,1 5 10 Full 0,1 6 10 Full 0,1 7 10 Full 0,1 8 10 Full 0,1 9 10 Full 0,1 10 10 Full 0,1 1 10 Full 0,05 2 10 Full 0,05 3 10 Full 0,05 4 10 Full 0,05 5 10 Full 0,05 6 10 Full 0,05 7 10 Full 0,05 8 10 Full 0,05 9 10 Full 0,05 10 10 Full 0,05 1 10 Full 0,01 2 10 Full 0,01 3 10 Full 0,01 4 10 Full 0,01 5 10 Full 0,01 6 10 Full 0,01 7 10 Full 0,01 8 10 Full 0,01 9 10 Full 0,01 10 10 Full 0,01 Kenaikan (cm) Waktu (dtk) 33

Tabel 3.6 Format pengambilan data untuk heater di atas Heater Di atas Sample T Volume Kecepatan (m/s) 1 10 Full 0,1 2 10 Full 0,1 3 10 Full 0,1 4 10 Full 0,1 5 10 Full 0,1 6 10 Full 0,1 7 10 Full 0,1 8 10 Full 0,1 9 10 Full 0,1 10 10 Full 0,1 1 10 Full 0,05 2 10 Full 0,05 3 10 Full 0,05 4 10 Full 0,05 5 10 Full 0,05 6 10 Full 0,05 7 10 Full 0,05 8 10 Full 0,05 9 10 Full 0,05 10 10 Full 0,05 1 10 Full 0,01 2 10 Full 0,01 3 10 Full 0,01 4 10 Full 0,01 5 10 Full 0,01 6 10 Full 0,01 7 10 Full 0,01 8 10 Full 0,01 9 10 Full 0,01 10 10 Full 0,01 Penurunan (cm) Waktu (dtk) 34