BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK)

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA Peringatan Hari Kakao Indonesia (Cocoa Day) ke 3 Tanggal September 2015 di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB IV Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

INDUSTRI.

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA Oleh: Mauled Moelyono 2

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2017

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2016

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB IV ANALISA SISTEM

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2017

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2016

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

Assalamu alaikum Wr.Wb., Salam sejahtera bagi kita semua,

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-Langkah Penelitian

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2016

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017

I. PENDAHULUAN. kebutuhan bahan - bahan penunjang guna menjamin kelangsungan proses

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2017

BAB I PENDAHULUAN. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA SEMINAR NASIONAL PEMBIAYAAN INVESTASI DI BIDANG INDUSTRI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

Transkripsi:

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan Dalam rangka untuk mencapai tujuan negara, yaitu menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka diperlukan berbagai kebijakan yang bisa merangsang terjadinya pertumbuhan yang diinginkan tersebut. Tujuan dan arah pembangunan industri nasional telah tercantum dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional yang dikelurkan oleh Departemen Perindustrian tahun 2005 untuk jangka menengah dan jangka panjang. Kemudian arah kebijakan diturunkan menjadi visi misi jangka menengah dan jangka panjang Departemen Perindustrian dan selanjutnya diturunkan menjadi visi dan misi sektor industri Elektronika. Setelah penetapan visi dan misi kemudian ditetapkan usuran performansi dan perangkat kebijakan yang akan digunakan. Perangkat kebijakan yang diambil adalah kebijakan-kebijakan yang bisa dikendalikan oleh Departemen Perindustrian sebagai instansi teknis pelaksana di lapangan. Alternatif-alternatif kebijakan yang diusulkan kemudian dilakukan skenario terhadap model dan dilakukan analisis lebih lanjut dampak yang akan ditimbulkannya. Urutan proses perancangan kebijakan terdapat pada Gambar 6.1. Dengan Visi Pembangunan Industri Nasional adalah Indonesia menjadi Negara Industri Maju Tahun 2020 diterjemahkan kedalam visi dan misi Direktorat Industri Elektronika sebagai unit yang khusus menangani industri terkait. Visi dan misi Direktorat Industri Elektronika sebagai berikut: Visi: Industri Elektronika menjadi industri elektronika berbasis ICT / digital yang memiliki daya saing tinggi dalam memproduksi Elektronika Konsumsi di ASIA, dan untuk Elektronika Bisnis/Komponen (Peralatan Kontrol serta alat medis) di ASEAN. 88

Visi dan Misi Pembangunan Industri Nasional Visi dan Misi Sektor Industri Elektronika Sasaran Pembanguan Industri Elektronika Sasaran Kebijakan Jangka Menengah (2004-2009) Sasaran Kebijakan Jangka Panjang (2010-2025) Ukuran Performansi Perangkat Kebijakan Analisis Implikasi Kebijakan Gambar 6.1 Proses Perancangan Kebijakan 89

Misi: Memperkuat struktur industri dengan meningkatkan teknologi dan mendorong tumbuhnya industri pendukung dan komponen berbasis ICT/digital. Memenuhi 90 % pasar domestik produk Elektronika Konsumsi, 70 % Elektronika Bisnis dan Peralatan Kontrol. Menciptakan lapangan kerja yang luas dengan SdM berteknologi tinggi. Menjadi negara eksportir produk Elektronika Konsumsi, Elektronika komponen terbesar di ASEAN 6.2 Sasaran Pembangunan Industri Elektronika Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut maka dalam jangka menengah kebijakan industri elektronika adalah menumbuhkembangkan industri komponen sebagai industri pendukung dan peningkatan ekspor. Dengan pengembangan industri pendukung diharapkan akan dapat memperkuat struktur industri sehingga akan bisa mendorong peningkatan ekspor. Sementara untuk jangka panjang diarahkan kepada kemandirian industri komponen agar bisa mendukung pencapaian Indonesia menjadi salah satu negara pemasok produk elektronika utama dunia. 6.3 Ukuran Performansi Dengan mempertimbangkan visi dan misi pembangunan industri elektronika maka dapat ditentukan ukuran dan indikator performansi pertumbuhan industri. Ukuran performansi yang dipakai adalah: Tingkat produksi Tingkat produksi merupakan respon dari permintaan pasar baik untuk domestik maupun ekspor. Dengan permintaan pasar yang tinggi maka akan terjadi peningkatan produksi. 90

Tingkat permintaan pasar Tingkat permintaan pasar menggambarkan daya saing industri. Tingginya kemampuan produk untuk melakukan penetrasi pasar merupakan indikator peningkatan pertumbuhan industri. Neraca perdagangan Neraca perdagangan komoditi akan berkontribusi terhadap neraca perdagangan nasional. Oleh karena itu, peningkatan neraca perdagangan komoditi merupakan indikator pertumbuhan industri. 6.4 Perangkat Kebijakan Yang Digunakan Berdasarkan pada visi misi, sasaran pembangunan industri elektronika dan ukuran performansi maka ditetapkan skenario perangkat kebijakan sebagaimana terdapat pada Tabel 6.1. 1. Peningkatan local content Tingkat pemakaian bahan baku impor yang tinggi akan mengakibatkan ongkos produksi yang tinggi. Untuk itu perlu adanya kebijakan untuk meningkatkan komposisi bahan baku lokal pada produk komponen sehingga akan dapat meningkatkan daya saing produk di dalam maupun di luar negeri. Dalam penelitan ini akan dilihat pengaruh kebijakan penggunaan bahan baku lokal (local content) lebih besar terhadap performansi industri. Tingkat pemakaian bahan baku impor Negara-negara kawasan ASEAN juga tinggi dengan ratarata 60%. Singapura sebesar 67%, Vietnam sebesar 70% dan Malaysia di atas 50%. Dengan pertimbangan bahwa Indonesia mempunyai kandungan mineral dan bahan baku berupa bahan mentah yang cukup besar tetapi belum mampu mengolah, maka proporsi pemakaian bahan baku lokal yang sekarang rata-rata 23% akan ditingkatkan menjadi 50%. 2. Peningkatan produktivitas tenaga kerja Tenaga kerja memegang peranan penting dalam industri sebagai faktor yang menggerakkan barang kapital. Tingkat utilisasi kapital akan tergantung kepada 91

tingkat keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja tercermin pada kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas. Tingkat keahlian tenaga kerja diperoleh dengan pelatihan. Pada penelitian ini kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas adalah 5e-11 orang/rupiah/tahun. 3. Tarif bea masuk Tarif bea masuk merupakan salah satu perangkat kebijakan untuk melakukan proteksi produk domestik terhadap industri impor. Besaran tarif bea masuk untuk produksi komponen saat ini 10 %. Untuk negara-negara pesaing Indonesia di kawasan ASEAN, seperti Thailand menerapkan besaran tarif bea masuk untuk produk komponen antara 15 20 %. Oleh karena itu pada model akan diterapkan skenario tarif bea masuk sebesar 20%. Tabel 6.1 Skenario Kebijakan Skenario Benchmarking Model Dasar Skenario Parameter Local content (%) Singapura: 33 Vietnam : 30 23 50 Produktivitas tenaga kerja Malaysia: (orang/rupiah/tahun) 2,19. 10-12 3.10-11 5.10-11 Tarif bea masuk (%) Thailand: 15-20 10 20 6.5 Analisis Perangkat Kebijakan Tingkat Produksi Kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada tingkat produksi terlihat pada Gambar 6.2. Ketiga kebijakan yang diterapkan dapat memberikan perbaikan terhadap model. Kebijakan peningkatan tarif bea masuk berdampak paling besar dibandingkan dengan dua kebijakan lainnya. Dengan terjadinya peningkatan tarif masuk terhadap produk impor maka daya saing produk domestik akan meningkat. 92

Tingkat Produksi (Rupiah) 1E+13 5E+12 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 Tahun Model Dasar Peningkatan Produktivitas Labor Peningkatan Tarif Bea Masuk Local Content Gambar 6.2 Output simulasi dengan perangkat kebijakan (Tingkat produksi) Peningkatan local content juga memberikan perbaikan terhadap model. Dengan rendahnya kandungan impor pada bahan baku akan mengakibatkan penurunan ongkos produksi sehingga harga jual produk domestik juga akan lebih rendah. Penurunan harga ini menyebabkan terjadinya peningkatan daya saing produk domestik terhadap produk impor. Harga produk domestik yang rendah akan meningkatkan permintaan pasar yang kemudian akan mendorong peningkatan produksi. Sementara peningkatan produktivitas tenaga kerja juga memberikan perbaikan terhadap model dasar. Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi mempunyai peran yang besar. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja. Pada saat produktivitas ditingkatkan maka berdampak terhadap peningkatan tingkat produksi. Fenomena yang sama juga terjadi pada ukuran performansi permintaan pasar seperti yang terlihat pada Gambar 6.3. 93

Permintaan Pasar Permintaan Pasar (Rupiah) 1E+13 5E+12 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 Tahun Model Dasar Peningkatan Produktivitas Labor Peningkatan Tarif Bea Masuk Local content Gambar 6.3 Output simulasi dengan perangkat kebijakan (Permintaan pasar total) Kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada neraca perdagangan terlihat pada Gambar 6.4. Dari ketiga skenario kebijakan yang diterapkan terhadap model dengan ukuran performansi neraca perdagangan hanya peningkatan tarif bea masuk yang memberikan perbaikan pada model dasar. Dengan peningkatan tarif bea masuk mengakibatkan produk impor akan terhambat. Hal ini akan menguntungkan produk domestik sehingga akan terjadi penurunan impor. Karena terjadi peningkatan permintaan pasar yang kemudian direspon oleh produksi, maka produk domestik akan memasok kebutuhan domestik sekaligus ekspor. Peningkatan local content akan menyebabkan ongkos produksi turun dan harga jual produk domestik juga turun. Faktor harga merupakan penentu daya saing produk selain kualitas dan persediaan produk di pasaran. 94

Neraca Perdagangan Komoditi Neraca Perdagangan Komoditi (Rupiah) 1E+13 5E+12 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 Tahun Model Dasar Peningkatan Produktivitas Labor Peningkatan Tarif Bea Masuk Local content Gambar 6.4 Output simulasi dengan perangkat kebijakan (Neraca perdagangan komoditi) 6.6 Implikasi Kebijakan Dengan penerapan berbagai perangkat kebijakan di atas akan berimplikasi terhadap dunia industri. Kebijakan peningkatan tarif bea masuk sangat efektif untuk melindungi industri dalam negeri dan akan merangsang tumbuhnya jumlah industri. Akan tetapi kecenderungan kerjasama perdagangan dunia menuju pada penghilangan perdagangan, maka untuk jangka panjang hal ini tidak bisa diterapkan terus-menerus. Dampak negatif lain akibat penerapan hambatan tarif adalah industri domestik menjadi tidak efisien. Pada saat tarif bea masuk dinaikkan harus diikuti dengan upaya penguatan industri sehingga pada saat tarif bea masuk diturunkan industri sudah bisa mandiri. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan kemampuan inovasi pada produk sehingga akan tercipta kompetensi inti. 95

Kebijakan peningkatan local content akan mendorong tumbuh berkembangnya industri pendukung seperti industri karet, industri plastik dan industri logam. Apabila skenario tersebut berjalan maka akan terjadi keterkaitan yang tinggi antara industri di bagian hulu dengan industri di bagian hilirnya dan memperbaiki struktur industri. Semakin panjang keterkaitan yang terjadi maka akan meningkatkan nilai tambah industri. Dengan semakin besarnya nilai tambah industri maka penyerapan tenaga kerja juga akan meningkat yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Selain memperkuat struktur industri, pemakaian bahan baku domestik akan memperkecil ketergantungan terhadap impor dan akan meningkatkan neraca perdagangan nasional. Untuk meningkatkan local content adalah dengan menerapkan standar produk sehingga produk impor akan sulit masuk ke domestik. Akan tetapi perlu diperhatikan juga kemampuan industri domestik. Seiring penerapan standar, maka pemerintah juga harus bisa membantu industri untuk dapat meningkatkan kualitasnya sehingga bisa memenuhi standar yang akan diterapkan. Dalam rangka globalisasi maka peningkatan sumber daya manusia menjadi penting. Perlu adanya pelatihan dan pendidikan terhadap tenaga kerja untuk meningkatkan keterampilannya. Melalui pendidikan dan pelatihan tenaga kerja akan memiliki nilai tambah dengan penciptaan teknologi dan rekayasa agar memiliki daya saing dengan tenaga kerja negara lain. Dengan pelatihan dan pendidikan juga akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga industri akan dapat memenuhi permintaan pasar. Upaya lain adalah dengan lebih memperhatikan tingkat kesejahteraan tenaga kerja. Perlu adanya kebijakan yang mengatur tentang struktur ketenaga kerjaan yang tidak berat sebelah antara tenaga kerja dan pengusaha. Semua kebijakan tersebut di atas harus bersinergi dengan instansi teknis terkait sehingga hasil yang akan diperoleh akan bisa maksimal. 96