BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI DALAM PUTUSAN NO. 718 K/AG/2012

SALINAN P U T U S A N Nomor : 72/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.

BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA.Btn BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

PUTUSAN. Nomor : 0954/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 198/Pdt.G/2011/PA.Pkc BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor : 85/Pdt.G/2010/PA.Pkc

PUTUSAN NOMOR : 230 K/AG/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

BAB IV MUTAH DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA. A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Menggunakan atau Tidak

P U T U S A N 25/Pdt.G/2014/MS-Aceh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 1387/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

P U T U S A N Nomor XXX/Pdt.G/2014/MS-Aceh.

بسم ا هلل الرحمن ا لرحيم

P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2015/PTA.Btn

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2014/PTA Btn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

P U T U S A N. Nomor 0318/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N :

PUTUSAN NOMOR : 103 K/AG/2007

TENTANG DUDUK PERKARA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby

TENTANG DUDUK PERKARANYA

Hal. 2 dari 8 hal. Put. No. 194 K/AG/2007.

PUTUSAN NOMOR : 226 K/AG/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N Nomor : 053/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 1745/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

PUTUSAN Nomor 6 /Pdt.G/2011/PTA Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 0050/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN. Nomor : xxx/pdt.g/2012/ms-aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 35/Pdt.G/2015/PTA. Plg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TENTANG DUDUK PERKARANYA

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2015/PTA. Btn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N No. 83 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara

P U T U S A N Nomor: 1373/Pdt.G/2014/PA. Pas

P U T U S A N. Nomor 1599/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

P U T U S A N NOMOR 000/Pdt.G/2015/PTA.Btn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor <No Prk>/Pdt.G/2018/PTA.Bdg

P U T U S A N Nomor 44/Pdt.G/2012/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 0036/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN. Nomor 0015/Pdt.G/2015/PTA.Pdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor: 0718/Pdt.G/2014/PA. Pas

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM

P U T U S A N Nomor 34/Pdt.G/2011/PTA. Btn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor: 188/Pdt.G/2010/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor 91/Pdt.G/2013/MS-Aceh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 04/Pdt.G/2010/PTA.Pdg

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA.Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 90 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

PUTUSAN Nomor :112/Pdt.G/2011/PA.DUM. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

Nomor : 41/Pdt.G/2011/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 20/Pdt.G/2011/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor 64/Pdt.G/2013/MS Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 1745/Pdt.G/2010/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 1336/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN Nomor: 111/Pdt.G/2010/PA JP.

Nomor 1054/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n

P U T U S A N. Nomor: 1294/Pdt.G/2014/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor : 78/Pdt.G/2011/PTA.Bdg. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 1519/Pdt.G/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MELAWAN

PUTUSAN Nomor : 0013/Pdt.G/2015/PTA.Pdg. بسم هللا الرحمن الرحيم

P U T U S A N Nomor : 038/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 0325/Pdt.G/2010/PA.Pas BISMILLAHIRROHMAANIRROHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 19/Pdt.G/2009/PA.Kab.Mn

PUTUSAN NOMOR : 479 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N Nomor 116/Pdt.G/2010/PA Tse BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 1965/Pdt.G/2013/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 773/Pdt.G/2011/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TENTANG DUDUK PERKARANYA

P U T U S A N Nomor 1342/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN Nomor 03/Pdt.G/2016/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 4/Pdt.G/2014/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perceraian, tetapi bukan berarti Agama Islam menyukai terjadinya perceraian dari

P U T U S A N Nomor : 871/Pdt.G/2009/PA.Kab.Mn.

P U T U S A N Nomor 48/Pdt.G/2011/PTA Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor : 1058/Pdt.G/2008/PA.Pas

P U T U S A N Nomor 0366/Pdt.G/2014/PA.Spg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor:0022/Pdt.G/2011/PA.Kab.Mn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Dalam Rekonpensi : 1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi;

bismillahirrahmanirrahim

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

S A L I N A N P U T U S A N

PUTUSAN. Nomor : 0015/Pdt.G/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SALINAN P U T U S A N Nomor : 129/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.

PUTUSAN. Nomor : 0066/Pdt.G/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MELAWAN

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 57/Pdt.G/2009/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N

بسم هللا الرحمن الرحيم

SALINAN PUTUSAN Nomor : 231/Pdt.G/2009/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N

P U T U S A N Nomor 0736/Pdt.G/2012/PA.Kbm Bismillaahirrahmaanirrahiim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 35/Pdt.G/2010/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N

Nomor 0606/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2015/PTA.Btn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 52/Pdt.G/2012/PTA. Bdg. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

بسم هللا الرحمن الرحيم

Transkripsi:

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN A. Mahkamah Agung dalam Sistem Peradilan Agama di Indonesia Mahkamah Agung merupakan puncak perjuangan keadilan bagi setiap warga negara. Eksistensi Mahkamah Agung dalam UUD Tahun 1945 (naskah asli) diatur dalam Pasal 24. Sebagai pelaksanaan pasal tersebut dibentuklah Mahkamah Agung pada tahun 1947 melalui UU No. 7 Tahun 1947. Namun, dalam hal ini tempat kedudukannya berada di Ibu Kota (Jakarta). Melalui perubahan UUD 1945, kewenangan MA lebih dipertegas dalam konstitusi. Saat ini peraturan MA terdapat di dalam UUD Tahun 1945 Pasal 24 yang berbunyi: (1). Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; (2). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi. Selanjutnya dalam Pasal 24 A yang berisi : Mahkamah Agung mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan undangundang dibawah undang-undang. Kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam UU NO.14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir melalui UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. 34

35 Dalam Pasal 1 UU No 14 Tahun 1985 yang telah di ubah dalam UU No. 5 Tahun 2004 dan yang terakhir diubah dalam UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Agung sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, tunduk pada asas-asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Secara yuridis, asas-asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman tertuang dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 17 UU No. 14 Tahun 1970 yang telah diubah dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada prinsipnya MA memiliki tugastugas pokok dan fungsi (kompetensi) yudisial dan non-yudisial, yaitu sebagai berikut 1 : 1. Fungsi Peradilan (Yudisial) a. Sebagai pengadilan negara tertinggi, Mahkamah Agung merupakan peradilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali untuk menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar. b. Selain tugasnya sebagai pengadilan kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir. 1 Pasal 2 Sampai Pasal 17 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

36 c. Hak menguji yaitu wewenang menguji/menilai baik secara formal maupun materiil peraturan perundang-undang di bawah undangundang. 2. Fungsi Non-Yudisial a. Fungsi Pengawasan 1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan. 2) Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para Hakim perbuatan pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan kehakiman. 3) Mahkamah Agung dan pemerintah melakukan pengawasan terhadap pengawasan hukum dan notaris sepanjang menyangkut peradilan. b. Fungsi Mengatur 1) Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang. 2) Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur undang-undang. c. Fungsi Nasehat d. Fungsi Administratif

37 1) Badan-badan peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara), secara organisatoris administratif, finansial dan teknis yudisial berada dibawah Mahkamah Agung. 2) Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan. Mahkamah Agung berkedudukan sebagai lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD yang setara dengan lembaga negara lainnya seperti MPR, DPR, Presiden, BPK, dan MK. Kemudian di dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 2004 yang telah di ubah dalam UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan peraturan-peraturan lain. 2 Lingkungan peradilan yang dimaksud meliputi peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara. Dengan kata lain, maka sebagai puncak peradilan, maka semua kasasi di lingkungan peradilan ditunjukkan kepada Mahkamah Agung. Kasasi merupakan salah satu bentuk wujud dari upaya hukum. Istilah kasasi berasal dari bahasa Prancis yaitu casser yang berarti memecahkan atau membatalkan, sehingga kalau suatu permohonan kasasi terhadap suatu putusan Pengadilan bawahan itu diterima oleh Mahkamah Agung karena 2 Pasal 2 UU No. 5 Tahun 2004 yang telah di ubah dalam UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

38 dianggap mengandung kesalahan dalam penetapan hukum. 3 Secara teoritis, upaya hukum terbagi menjadi 2, yaitu upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa meliputi verzet (perlawanan), banding dan kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali. 4 Dalam hal jika ada salah satu pihak ada yang tidak puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama, maka dapat mengajukan upaya hukum ke pengadilan tingkat banding. Apabila merasa tidak puas juga, maka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam hal putusan hakim sudah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde), maka jika dikemudian hari misalnya ditemukan bukti baru (novum) di mana pada saat perkara itu dulu ketika diperiksa tidak dapat ditemukan, atau telah kabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, maka pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. 5 Setelah keluarnya UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, maka segala urusan yang terkait dengan organisasi, administrasi, dan finansial keempat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara, sepenuhnya berada di 3 Mukti Arto, Konsepsi Ideal Mahkamah Agung, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001, h. 225. 4 Bunyamin Alamsyah, Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu, dalam penyambutan Acara KKL, Mahkamah Agung, 2013, h. 34. 5 Pasal 24 Ayat 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

39 bawah kekuasaan MA. 6 Maka dalam hal ini dikenal dengan sebutan peradilan satu atap. Kekuasaan kehakiman dalam lingkungan Peradilan Agama dilakukan oleh : (a). Peradilan Agama Sebagai Peradilan Tingkat Pertama; (b). Peradilan Tinggi Agama sebagai Peradilan Tingkat Banding; (c) Mahkamah Agung sebagai Peradilan Tingkat Kasasi. 7 Mengenai hal ini termasuk dalam peran judisial atau fungsi Peradilan (justitiele functie) dari Mahkamah Agung dalam kedudukannya sebagai Peradilan Negara Tertinggi. Yang tunduk pada kasasi hanyalah kesalahan-kesalahan di dalam penetapan hukum saja. Penetapan fakta-fakta termasuk dalam kewenangan yaitu Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding. 8 Pemeriksaan Pengadilan terdiri dari dua bagian, bagian pertama yaitu mengenai duduk perkara, dan bagian kedua mengenai hukumnya. Dalam hal ini tercermin dalam sistematika surat putusan hakim yang selalu terdiri dari duduk perkara dan Pertimbangan hukum. Kemudian dalam pemeriksaan tingkat banding, kedua bagian tersebut diperiksa ulang seluruhnya, sehingga pemeriksaan banding disebut pemeriksaan ulang. Selanjutnya pemeriksaan kasasi maka yang ditinjau hanya pertimbangan hukumnya saja, apakah judex factie tidak salah penerapan hukum atau melanggar hukum, tidak melampaui 6 Pasal 21 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa : Organisasi, administrasi dan finansial Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. 7 Pasal 26 UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman menjelaskan bahwa : putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan; dan dalam Pasal 23 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan : putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan. 8 Mukti Arto, Konsepsi Ideal Mahkamah Agung, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001, h. 225.

40 wewenang, atau tidak memenuhi syarat-syarat yang berakibat batalnya putusan. 9 Demi kepentingan hukum, terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari Pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung. Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini yang dimaksud tidak boleh merugikan yaitu tidak menunda pelaksanaan dan tidak mengubah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sekalipun upaya hukum biasa, seperti verzet, dan banding, tidak pernah dilakukan namun kasasi untuk kepentingan hukum ini tetap dapat dijalankan meskipun hanya oleh Jaksa Agung saja. Kasasi ini bertujuan untuk memancing pendapat dari Hakim kasasi mengenai suatu masalah apa dengan tujuan agar putusan yang diperoleh dari Mahkamah Agung itu nantinya menjadi teladan bagi hakim-hakim bawahan dalam memutus persoalan yang semacam. Pada asasnya putusan hakim kasasi demikian ini tidak membawa perubahan kepada kedudukan para pihak, kecuali apabila Mahkamah Agung berkenan untuk memberikan suatu affect (akibat) kepada para pihak yang bersangkutan. 10 Mengenai proses penyelenggaraan peradilan (lingkungan Peradilan Agama) yang terkait langsung dengan Mahkamah Agung adalah mengenai upaya hukum kasasi. 11 Tentang kasasi dinyatakan dalam Pasal 23 Undang- 9 Ibid, h.226. 10 Subekti, Kekuasaan Mahkamah Agung R.I, Bandung : Alumni, 1992, h. 12. 11 Kasasi hanya dapat diajukan terhadap perkara yang telah menggunakan upaya hukum banding. Yang dapat mengajukan kasasi adalah pihak yang berperkara atau wakilnya yang

41 Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa: Putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan yang lain. Ketentuan undang-undang inilah yang dipegangi Kementrian Agama. dikuasakan secara khusus dalam bentuk Surat Kuasa Khusus. Dan yang bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan kasasi adalah Mahkamah Agung. (Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, h. 232).

42 B. Putusan Mahkamah Agung No. 718 K/AG/2012 Tentang Biaya Kehidupan (Nafkah) Bagi Bekas Istri yang Diberikan oleh Suami Pasca Perceraian Pengadilan Agama Semarang yang memeriksa dan mengadili perkara cerai talak pada tingkat pertama antara Pemohon (S) dan Termohon (I). Dengan duduk perkara bahwa pada awalnya kehidupan rumah tangga antara Pemohon dan Termohon baik-baik saja, namun sekitar tahun 2009 rumah tangga Pemohon dan Termohon mulai goyah disebabkan sering terjadi perselisihan pendapat dan Pemohon merasa tidak dihargai sebagai suami oleh karena Termohon telah berulang kali berhutang tanpa diketahui oleh Pemohon, sehingga akibat hutang yang terlalu besar tersebut Pemohon tidak sanggup lagi untuk memperbaiki rumah tangganya. Pada tingkat pertama di Pengadilan Agama Semarang Termohon (I) mengajukan rekonvensi kepada Pemohon (S) yang pada meminta biaya penghidupan bagi bekas istri sesuai dengan Pasal 41 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Akan tetapi tidak dikabulkan pada Tingkat Pertama dengan alasan bahwa Termohon (I) telah mendapatkan nafkah iddah maupun mut ah dari Pemohon (S). Dasar hukum dari putusan tingkat pertama yaitu Majlis Hakim menyimpulkan bahwa Pemohon (S) ingin bercerai dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terjadi secara terus menerus. Majlis Hakim menilai telah memenuhi syarat formil dan materiil sehingga dapat diajukan sebagai alat bukti dan dapat dipertimbangkan lebih lanjut dalam perkara ini. Berdasarkan

43 fakta-fakta tersebut terbukti antara Pemohon dan Termohon terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, oleh karena itu permohonan Pemohon beralasan dan telah memenuhi alasan perceraian sesuai ketentuan: 1. Pasal 39 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 yang berisi untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri; 2. Pasal 70 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 yang menyebutkan bahwa Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, maka Pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan; 3. Pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 yang menyebutkan bahwa Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga; dan 4. Pasal 131 Ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang berisi setelah Pengadilan Agama Tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga, Pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talak. Maka majelis Hakim Patut untuk mengabulkan. Dengan demikian Majlis Hakim menjatuhkan putusan yang berisi mengabulkan ijin menjatuhkan ikrar talak terhadap Termohon (I) di hadapan sidang Pengadilan Agama

44 Semarang. Dan memutuskan bahwa Pemohon (S) untuk memberi dan menyerahkan kepada Termohon (I) berupa: 1. Nafkah selama masa iddah (2 bulan) sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah); 2. Mut ah berupa emas murni 24 karat sebesar 2,5 gr. 12 Selanjutnya Termohon (I) mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Agama Semarang yang mengadili perkara perdata pada tingkat banding antara Pembanding (I) dengan Terbanding (S) yang pada pokok perkaranya yaitu Pembanding (I) tidak ingin bercerai dengan terbanding (S). Dasar hukum dalam putusan banding atas permohonan cerai talak terhadap S di tingkat pertama dianggap obscuur libel (kabur), dan tidak memenuhi syarat formil suatu permohonan/gugatan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 118 HIR. Dan Pengadilan Tingkat Banding menjatuhkan putusan membatalkan putusan Pengadilan Agama Semarang Nomor: 1339/Pdt.G/2012/PA.Sm. serta menyatakan permohonan Pemohon/Terbanding (S) tidak dapat diterima pada Tingkat Pertama. Maka Pengadilan Tinggi Agama dalam isi putusannya membatalkan perceraian cerai talak yang pada tingkat pertama dimohonkan oleh Terbanding (S). 13 Selanjutnya S yang tidak puas terhadap putusan Pengadilan Tinggi Agama Semarang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung menggugat I pada tingkat kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam permohonan kasasinya meminta Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Pengadilan Tinggi 12 Putusan Pengadilan Agama Nomor : 1339/Pdt.G/2011/PA.Sm. 13 Putusan Pengadilan Tinggi Agama Semarang Nomor 119/Pdt.G/2012/PTA.Smg.

45 Agama Semarang yang dianggap permohonan talak di tingkat Pertama Pengadilan Agama Semarang obscuur libel dan menguatkan putusan Pengadilan Agama Semarang. Mengenai dasar hukum dalam tingkat Kasasi Mahkamah Agung berpendapat bahwa: 1. Dasar pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama Semarang yang berkaitan dengan sistematika gugatan yang dihubungkan dengan sistem Substantiering Theory & sistem Individualisering Theory patut diterima, Judex Factie Pengadilan Tinggi Agama Semarang telah keliru dan bertentangan dengan hukum Pasal 136 HIR yang berbunyi Eksepsi (tangkisan) yang dikemukakan oleh si tergugat, kecuali tentang hal hakim tidak berwenang, tidak boleh dikemukakan dan ditimbang sendirisendiri, melainkan harus dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara. 2. Bahwa berdasarkan fakta hukum, dapat diketahui bahwa rumah tangga Pemohon (S) dan Termohon (I) telah pecah, antara keduanya telah berpisah tempat tinggal dan I telah dikembalikan S ke rumah orang tua I disebabkan I telah terbukti suka berhutang uang kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan dan tanpa izin S, yang dalam tenggang waktu tersebut antara S dan I tidak saling perdulikan lagi, antara keduanya tidak dapat didamaikan lagi. Mahkamah Agung memutuskan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Semarang dengan pertimbangan sebagai berikut: pertimbangan

46 hukum Pengadilan Agama Semarang telah tepat dan benar, mengenai jumlah nilai Mut ah, biaya kehidupan bagi bekas istri dan nafkah iddah, (Pasal 41 huruf c Undang-Undang No. 1 Tahun 1974) menurut Mahkamah Agung, amar putusan Pengadilan Agama Semarang tersebut perlu diperbaiki hingga memenuhi unsur kepatutan dan keadilan bagi Para pihak. Dengan demikian maka putusan Mahkamah Agung adalah memberikan izin kepada S untuk menjatuhkan talah terhadap I di hadapan sidang Pengadilan Agama Semarang dan menghukum S untuk membayar sejumlah uang kepada I yang terdiri dari: 1. Mut ah ditambah biaya kehidupan bagi bekas istri (Pasal 41 c Undang- Undang No. 1 Tahun 1974) = Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah); 2. Nafkah Iddah selama 3 bulan = Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah). 14 Majlis Hakim Agung Mahkamah Agung memutus perkara ini sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan prosedurnya. 14 Putusan Mahkamah Agung Nomor 718 K/AG/ 2012.