Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan? Bramantyo Djohanputro, PhD

dokumen-dokumen yang mirip
Memahami Persaingan Global

PARITAS DAYA BELI DAN TINGKAT BUNGA

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

Valas dan Risiko Transaksi Ekspor - Impor Bramantyo Djohanputro, PhD

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. global, tidak terkecuali Indonesia ikut merasakan dampak tersebut. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka.

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

SURVEI PERSEPSI PASAR

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

SURVEI PERSEPSI PASAR

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada tingkat pengangguran seperti yang dijelaskan oleh teori trade-off

SURVEI PERSEPSI PASAR

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk negara berkembang pada tahun

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

Penerapan Intergrated Corporate Risk Management (ICRM) di Dunia Usaha

SURVEI PERSEPSI PASAR

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali usaha di bidang tekstil. Suatu perusahaan dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK,

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR

Makna dan Manfaat dalam Pekerjaan Bramantyo Djohanputro, PhD

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

TIMBULNYA BISNIS INTERNASIONAL

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK)

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

SURVEI PERSEPSI PASAR

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

Perekonimian Indonesia

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Oleh. masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Transkripsi:

Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan? Bramantyo Djohanputro, PhD Penulis: Dosen dan konsultan manajemen bidang keuangan, investasi, dan risiko Lecturer and consultant of management in finance, investment, and risk Sekolah Tinggi Manajemen PPM (PPM School of Management) Contact: brm@ppm-manajemen.ac.id bram.finance@gmail.com Blog: www.bram39.wordpress.com Pencabutan subsidi, kenaikan harga sampai demonstrasi pengusaha dan buruh pada prinsipnya hanyalah akibat dari perubahan kebijakan masa lalu yang sudah terakumulasi dan cenderung tidak mengikuti aturan persaingan bebas. Pencabutan subsidi yang berdampak pada kenaikan harga menunjukkan adanya perubahan orientasi kebijakan dari proteksi usaha domestik menuju kebijakan pasar terbuka. Tetapi keributan Parlemen dengan pembentukan kaukus dan sejenisnya bisa jadi hanya memanfaatkan kesempatan saja. Kebijakan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir lebih terfokus pada kebijakan substitusi impor yang bersifat inward looking. Berbeda dengan beberapa negara tetangga, yang relatif tahan banting terhadap gelombang krisis, seperti Singapura, Taiwan, Hong Kong dan Kores Selatan yang menerapkan kebijakan orientasi ekspor yang bersifat outward looking. Pada awalnya memang benar. Sejak awal 1970-an, didorong oleh besarnya potensi pasar Indonesia dan sumber daya (endowment) yang dimiliki, diperlukan kebijakan untuk mengembangkan kemampuan mengolah kekayaan nasional untuk, paling tidak, memenuhi kebutuhan pasar domestik. Sementara itu, proses produksi tidak dapat dijalankan oleh karena begitu banyaknya kebutuhan input produksi yang harus didatangkan dari luar. Antara lain berupa bahan baku tambahan, yang nilai Rupiah-nya justru lebih tinggi dari nilai bahan baku utama yang dihasilkan secara domestik. Selain itu Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan?# 1

juga mesin dan peralatan yang harus diimpor. Ditambah minimnya akses pasar luar negeri oleh pengusaha domestik, lengkaplah alasan terhadap kebijakan substitusi impor. Kondisi tersebut mendorong dua bentuk kebijakan. Pertama, memberi proteksi kepada pengusaha domestik supaya mampu bersaing dengan pengusaha asing. Proteksi tersebut bisa berupa proteksi langsung. Misalnya, dengan pemberlakuan bea masuk yang tinggi terhadap mobil impor sampai 300%, dengan harapan produsen mobil domestik mampu berkembang dan mencapai kemampuan bersaing yang setara dengan produsen asing. Pemerintah juga menyediakan subsidi bagi pengusaha supaya ongkos produksi menjadi murah. Lebih dari itu, perijinanpun diberikan secara khusus kepada pengusaha domestik sebagai bekal untuk berusaha, misalnya lisensi HPH. Proteksi dapat juga berupa kewajiban pengusaha asing untuk bermitra dengan pengusaha lokal dalam bentuk kepemilikan bersama. Tentunya kemitraan, atau pembentukan aliansi strategis antara dua pengusaha, didasarkan atas keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Dengan penggabungan, kedua keunggulan tersebut dapat dipertemukan untuk menciptakan keunggulan bersaing. Namun saat itu keunggulan pengusaha domestik masih sangat terbatas. Yang menjadi andalan adalah akses ke pemerintah yang nota bene berhubungan dengan masalah proteksi dan hak privelese di atas. Lebih-lebih, pengusaha pribumi juga menuntut perlakuan khusus melalui asosiasinya untuk bersaing dengan pengusaha yang dicap dengan non-probumi. Era bonanza pengusaha domestik di atas telah berakhir karena kegagalan kebijakan tersebut dalam mengangkat perusahaan domestik dan ekonomi nasional. DI mana letak kegagalannya? Paling tidak ada lima indikator kegagalan. Indikator kegagalan pertama rendahnya kinerja makro. Kegagalan ini cukup menyolok bila kita membandingkan kinerja makro antara negara-negara yang berorientasi pada kebijakan impor, termasuk Indonesia, dengan indikator makro negara-negara yang berorientasi ekspor. Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan?# 2

Beberapa indikator ekonomi tersebut antara lain pertumbuhan GNP, laju inflasi, stabilitas nilai tukar, tingkat suku bunga dan kesehatan neraca pembayaran. Indikator kegagalan kedua berupa kesalahan harga (mispricing) komoditas yang tidak setara dengan harga dunia. Solar dan premium, misalnya, dijual dengan harga yang jauh di bawah harga pasar internasional. Hal ini yang dituduh menjadi biang penyelundupan BBM ke luar negeri. Harga yang lebih rendah tersebut dikarenakan adanya subsidi yang bersumber dari pajak, termasuk pajak dari penduduk miskin. Bisa dibayangkan, mereka yang menikmati subsidi dan menikmati jalur penyelundupan mengambil manfaat pajak dari saudara-saudara kita yang miskin. Indikator ketiga berupa keluhan Presiden tentang manjanya pengusaha domestik. Melakukan ekspor ogah-ogahan, mengeluh terhadap persaingan dan pencabutan subsidi. Indikator keempat berupa kegagalan perusahaan-perusahaan membenahi kinerja selama masa proteksi. Dibandingkan dengan negaranegara tetangga di kawasan Asia Tenggaran dan Timur, produktivitas perusahaan Indonesia merupakan yang paling rendah. Demikian juga dilihat dari sisi keunggulan bersaing, perusahaan kita kalah jauh dibanding mitranya dari Singapura, Taiwan, Hong Kong dan Korea Selatan. Indikator kelima berupa rente ekonomi (economic rent), atau korupsi. Angka perkiraan kasar menurut beberapa ahli adalah sebesar 30% dari total dana investasi nasional yang pergi entah ke mana. Angka tersebut merupakan perkiraan sebelum masa krisis. Selama masa krisis ini angka tersebut diperkirakan malah meningkat. Rente ekonomi, yang dinikmati oleh pengusaha dan penguasa, bisa berlangsung lama karena topangan sumber alam yang murah secara keuangan. Biaya riil pengambilan dan pengolahan, termasuk biaya tidak resmi, relatif rendah dan dikerjakan oleh tenaga kerja murah. Sejak tahun 1970-an sampai menjelang krisis, pengusaha internsional berpendapat bahwa salah satu keunggulan utama Indonesia untuk bersaing adalah murahnya tenaga kerja, selain keunggulan kestabilan politik dan tersedianya bahan baku. Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan?# 3

Namun demikian, rente ekonomi menyebabkan biaya eksternal, yang ditanggung oleh semua masyarakat. Akibatnya, usaha yang murah menurut kacamata keuangan menjadi mahal menurut kacamata sosial ekonomi setelah memasukkan faktor eksternalitas tersebut, yang antara lain berupa biaya kerusakan huta, ekosistem dan polusi. Uraian di atas menunjukkan, sebenarnya pemerintah dan pengusaha sama-sama manja. Kemanjaan kedua pihak didasarkan atas dua kekuatan besar. Pertama berupa alam dengan kekayaan sumbernya. Kedua berupa rakyat banyak, terutama kelompok kecil-menengah, yang rajin membayar pajak. Pokok-pokok kebijakan yang perlu mendapat prioritas berupa pencabutan subsidi, pendorongan ekspor, peningkatan produktivitas usaha dan ekspansi usaha ke negara lain. Arah kebijakan tesebut pada dasarnya adalah suatu koreksi terhadap kebijakan-kebijakan masa lalu yang kurang market friendly supaya perusahaan mengalami pembelajaran untuk mampu berbicara di kancah global. Pesan sederhana yang ingin disampaikan pemerintah adalah. Hai pengusaha, jangan manja lagi, sudah bukan saatnya. Belajar dari keadaan ini, ada dua masalah besar yang musti dipecahkan dalam menerapkan perubahan kebijakan. Pertama, masalah kecepatan perubahan. Apakah kebijakan tersebut harus dilakukan secara serentak (all at once policy) atau sebaiknya gradual? Perubahan serentak yang diterapkan terhadap pencabutan subsidi dan penaikan harga pada Januari 2003 telah menimbulkan gejolak demonstrasi berbagai lanangan, termasuk pengusaha, dengan tuntutan batalkan kenaikan harga. Tetapi tampaknya pembatalan kenaikan harga bukan merupakan pilihan yang ideal, baik dari sisi kredibilitas pemerintah maupun persaingan global. Kenaikan harga sudah menjadi keharusan. Dalam hal tahapan proses, perubahan serentak tampaknya juga merupakan langkah yang lebih baik. Berdasarkan pengalaman, setiap kenaikan salah satu dari listrik, telepon dan BBM selalu diikuti kenaikan harga-harga. Ini berarti, bila kenaikan dilakukan secara gradual, harga akan merambat naik juga, dan kenaikan harga akan terjadi berkali-kali. Dengan menerapkan kebijakan kenaikan harga serentak, Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan?# 4

shock harga hanya terjadi sekali. Kondisi ini justru akan memberi peluang kepada spekulan politik untuk melakukan manuver demi kepentingan pribadi. Kedua, berkaitan dengan perilaku pemerintah sendiri. Kebijakan pencabutan subsidi akan mendorong harga-harga menuju harga pasar. Dalam hal ini, efisiensi perusahaan menjadi sangat penting. Namun masalahnya, bagaimana mungkin perusahaan bisa bersaing secara global bila harus tetap menanggung rente ekonomi sebesar 30%. Ketiga, masalah transparansi, baik dalam hal proses pengambilan keputusan maupun aliran dana masuk dan keluar. Mestinya pihak-pihak yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan tidak kemudian cuci tangan bila terjadi gejolak dan penolakan. Hasil kebijakan pencabutan subsidi dan kenaikan harga seolah-olah tidak mendengarkan suara rakyat melalui wakilwakilnya. Lalu apa peran dan cara kerja wakil-wakil mereka? Bagaimanapun juga penghapusan rente ekonomi hanya bisa dicapai bila tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) diterapkan. Masih banyak pekerjaan rumah pemerintah yang harus diselesaikan supaya pencabutan subsidi bukan saja menyelamatkan APBN tetapi juga pencapaian target ekonomi nasional. Mestinya pengusaha tidak menuntut batalkan harga, tetapi seharusnya memaksa pemerintah supaya tidak minta dimanjakan lagi dengan rente ekonomi. Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan?# 5