4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama satu musim tanam Pola fluktuasi CH 4 sangat beragam selama fase pertumbuhan tanaman padi. Hasil fluks CH 4 menunjukkan bahwa pada fase awal vegetatif cenderung rendah dan cenderung naik selama pertumbuhan hingga mencapai anakan maksimum (56 HST). Fluks CH 4 cenderung turun pada fase generatif dan pengeringan menjelang panen. Gambar 4 menyajikan pola fluks CH 4 antar perlakuan yaitu tanpa amelioran, dolomit, zeolit, dan terak baja pada sawah lahan gambut. Pola fluktuasi CH 4 juga lebih terlihat jelas pada grafik kumulatif CH 4 (Gambar 5). Pada fluks kumulatif CH 4 menunjukkan laju fluktuasi dolomit cenderung lebih rendah, kemudian diikuti oleh terak baja, zeolit, dan paling tinggi adalah tanpa amelioran. Nilai fluks yang beragam dapat dilihat pada Lampiran 2. Fluks CH4 (mg/m 2 /hari) 16 14 12 1 8 6 4 2 Tanpa amelioran Tapin Fase vegetatif Fase generatif Pengeringan menjelang panen Panen -13-9 -5-1 3 7 11 15 19 23 27 54 31 34 38 42 46 5 58 62 66 7 74 78 82 86 9 94 98 Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut Fluks kumulatif CH 4 (mg/m 2 ) 25 Tanpa amelioran 2 15 1 5-13 -9-5 -1 3 7 11 15 19 23 27 31 34 38 42 46 5 54 58 62 66 7 74 78 82 86 9 94 98 Hari setelah tanam (HST) Gambar 5 Fluks CH 4 kumulatif selama satu musim tanam dari beberapa perlakuan amelioran pada sawah lahan gambut
5 Gambar 6 Fluktuasi ph dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam ph kumulatif 2. 18. 16. 14. 12. 1. 8. 6. 4. 2.. Tanpa amelioran -17-9 -1 7 15 23 31 38 46 54 62 7 78 86 94 Gambar 7 Kumulatif ph dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam b. Derajat keasaman (ph) dan potensial redoks (Eh) Derajat keasaman (ph) dari tanah gambut cenderung rendah sebelum dilakukan penggenangan sekitar 4-5. Setelah penggenangan, ph perlahan-lahan naik dan cenderung naik setelah penambahan amelioran berupa dolomit, zeolit, dan terak baja (Gambar 6). Pada saat pengeringan menjelang panen nilai ph cenderung turun dari 6.4-5.5.Selama satu musim tanam nilai ph dari terak baja sekitar 5.6-6.6, dolomit mencapai ph 5.2-7.3, zeolit mencapai ph sekitar 4.8-6.4, dan tanpa amelioran mencapai ph 4.7-6.2 (Lampiran 3). Grafik ph kumulatif memperlihatkan terak baja mampu meningkatkan ph tanah gambut mendekati netral jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Gambar 7). Potensial redoks merupakan petunjuk status oksidasi dan reduksi tanah yang dapat terjadi secara bersamaan. Selama satu musim tanam, potensial redoks yang dihasilkan sangat variatif. Gambar 1 menyajikan bahwa pada potensial redoks terjadi penurunan nilai Eh saat tanah digenangi dari +168.5 mv hingga -82.4 mv dan cenderung berfluktuasi sesuai kondisi tanah. Pada saat pengeringan menjelang panen nilai Eh cenderung naik sekitar -77.8mV hingga 116.23mV (Lampiran 4). Nilai potensial redoks mencapai titik optimum pada -15 mv yaitu pada perlakuan terak baja. cenderung lebih rendah nilai potensial redoksnya jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Gambar 9).
6 Potensial redoks (mv) 2 15 1 5-5 -1-15 -2 Penggenangan 3 7 11 15 19 23 27 31 34 38 42 46 5 54 58 62 66 7 74 78 82 86 9 94 98 Tanpa amelioran Pengeringan menjelang panen Gambar 8 Potensial redoks (Eh) dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam Potensial redoks kumulatif (mv) 6 4 2-2 -4-6 -8-1 -12-14 -16-18 -2 3 7 11 15 19 23 27 31 34 38 42 46 5 54 58 62 66 7 74 78 82 86 9 94 98 Tanpa amelioran Gambar 9 Potensial redoks kumulatif dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam c. Parameter pertumbuhan tanaman Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada beberapa parameter pertumbuhan tanaman dilakukan untuk melihat sejauh mana perbedaan antar perlakuan. Tabel 2 menyajikan perbedaan tinggi tanaman dan jumlah anakan dari beberapa perlakuan amelioran. Parameter pertumbuhan tanaman diukur setiap dua minggu sekali (Lampiran 5). Tinggi tanaman dan jumlah anakan dari 4 macam perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada 14, 28, 42, 56, 7, dan 84 HST. memiliki tinggi tanaman sebesar 19.2 cm, kemudian diikuti oleh tanpa amelioran sebesar 15 cm, dolomit dan zeolit sebesar 14 cm dan 13.3 cm. Anakan maksimum dicapai pada saat usia tanaman 56 HST dengan jumlah anakan tertinggi 29 pada perlakuan terak baja, kemudian diikuti oleh zeolit sebanyak 21, dolomit dan tanpa amelioran sebanyak 18. Fluks CH 4 tidak berbeda nyata pada 14, 28, dan 84 HST. Fluks CH 4 menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuannya pada 42, 54, dan 7 HST. Pada 42 dan 54 HST, dolomit tidak berbeda nyata dengan terak baja, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa amelioran dan zeolit.
7 Tabel 2 Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan fluks CH 4 dari 4 perlakuan amelioran 14 28 42 56 7 84 Tinggi tanaman Tanpa amelioran 34.5 a 48.2 a 62.2 a 87.3 a 15. a 15. a 29.3 a 45.7 a 62. a 83.2 a 14.8 a 14. a 28.7 a 46.7 a 62.5 a 86.7 a 15.4 a 13.3 a 32.3 a 49.2 a 64.3 a 87.2 a 15. a 19.2 a Jumlah anakan Tanpa amelioran 4a 11a 16a 18a 17a 14a 4a 12a 16a 18a 18a 18a 5a 12a 16a 21a 19a 18a 4 a 13 a 17 a 29 a 19 a 18 a Fluks CH 4 14 28 42 54 7 84 Tanpa amelioran 868.4 a 972.6 a 174 a 573.3 a 893.4 a 769.6 a 569.8 a 782.5 a 559.4 b 367.3 b 592.7 b 547 a 731.6 a 791.2 a 19 a 577.8 a 785.7 a 725.3 a 581.9 a 71.7 a 668 b 374.9 b 659.8 ab 768.9 a Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada.5 Tabel 3 Total emisi CH 4 sebelum tanam pindah, per 2 minggu, dan setelah panen Tanpa amelioran Total emisi CH 4 (kg/ha/musim) Average SD Average SD Average SD Average SD sebelum tapin 55.86 17.55 31.39 3.4 35.7 6.25 36.77 5.56 2 minggu ke-1 91.21 6.67 78.39 7.9 76.22 14.8 7.23 15.98 2 minggu ke-2 139.17 13.9 93.89 16.86 118.67 37.41 95.77 3.89 2 minggu ke-3 125.97 28.81 72.96 6.62 127.19 3.8 83.5 9.3 2 minggu ke-4 141.74 22.94 71.3 8.28 117.9 26.56 85.5 6.47 2 minggu ke-5 125.97 27.95 84.72 12.52 12.17 29.92 82.55 5.44 2 minggu ke-6 115.67 16.87 78.43 14.55 114.29 16.18 11.3 1.19 setelah panen 71.84 15.86 54.16 6.1 67.56 34.82 53.21 25.74 Pada umur 7 HST, zeolit tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa amelioran tetapi berbeda nyata dengan dolomit, sedangkan terak baja tidak berbeda nyata dengan tiga perlakuan yang lain. memiliki nilai fluks CH 4 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain pada 54 HST sebesar 367.3 (mg/m 2 /hari). Tabel 3 menyajikan perbedaan total emisi CH 4 pada saat sebelum tanam pindah, per 2 minggu setelah tanam pindah, dan setelah panen. Total emisi CH 4 sebelum tanam pindah lebih rendah dibandingkan setelah tanam pindah, sedangkan total emisi CH 4 lebih tinggi pada saat padi telah ditanam pindah ke lahan sawah dan turun kembali setelah panen. Hal ini menunjukkan tanaman padi mempunyai peranan dalam mengemisikan CH 4 ke atmosfer. d. Hasil dan komponen hasil Hasil gabah kering giling (GKG), potensi hasil, biomassa panen, dan total emisi CH 4 disajikan pada Tabel 4. GKG dan potensi hasil gabah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan uji Duncan pada p =.5. Biomassa panen menunjukkan perbedaan yang nyata antara terak baja dengan zeolit, dolomit, dan tanpa amelioran.
8 Tabel 4 Gabah kering giling (GKG), potensi hasil, dan total emisi CH 4 selama satu musim tanam di Kebun Percobaan Balingtan (n=3 ± SD) Perlakuan GKG Potensi hasil 1 Biomassa panen Total Emisi CH 4 (kg/ha) ---------------------- t/ha------------------------ Tanpa amelioran 5.2 + 1.15 a 5.5 +.5 a 5.5 +.81 b 764.4 + 41.12 a 5.2 + 1.34 a 5.6 +.97 a 5.2 +.83 b 496.9 + 41.9 c 5. +.76 a 5.7 + 2.8 a 5.2 +.82 b 698.7 + 155.3 ab 6. +.89 a 5.7 +.38 a 7.1 + 1.39 a 543. + 16.88 bc Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada p =.5 1 Potensi hasil dihitung berdasarkan rumus malai/m 2 x gabah/malai x % gabah isi/anakan x berat 1 butir x 1-7 memiliki biomassa panen paling tinggi sebesar 7.1 ± 1.39 t/ha jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Total emisi CH 4 selama satu musim tanam menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuannya. berbeda nyata dengan dolomit, tetapi tidak jauh berbeda dengan tanpa amelioran. berbeda nyata dengan tanpa amelioran. Total emisi CH 4 terendah terdapat pada perlakuan dolomit yaitu sebesar 496.9 ± 41.9 kg/ha dan tertinggi pada perlakuan tanpa amelioran sebesar 764.4 ± 41.12 kg/ha. Fluks CH 4 (mg/m 2 /hari) 5 4 3 2 1 y = 14.973x 2-154.1x + 415.69 r =.4*, n = 28 4. 4.5 5. 5.5 6. 6.5 ph. Fluks CH 4 (mg/m 2 /hari) 4 3 2 1 y = -2.825x 2 + 239.58x - 66.31 r =.69**, n = 26 4. 4.5 5. 5.5 6. 6.5 ph (a) (b) Fluks CH 4 (mg/m 2/ hari) 5 4 3 2 1 y = 97.696x 3-1781.3x 2 + 1822x - 21886 r =.52**, n = 27 5.5 6. 6.5 7. ph (c) Gambar 1 Hubungan antara ph (x) dan fluks CH 4 (y) dari beberapa perlakuan (a) tanpa amelioran, (b) zeolit, (c) terak baja
9 Fluks CH4 (mg/m 2 /hari) 14 12 1 8 6 4 2 5 1 15 2 25 Jumlah anakan 14 HST 28 HST 42 HST 56 HST 7 HST 84 HST y = -5.5377x 2 + 127.2x + 394.9 r =.68*,n = 12 Gambar 11 Hubungan antara jumlah anakan (x) dan fluks CH 4 (y) dari perlakuan zeolit * nyata pada taraf uji p =.5 ** nyata pada taraf uji p =.5 dan.1 e. Hubungan fluks CH 4 dengan ph dan parameter tanaman Hubungan antara ph dan fluks CH 4 disajikan pada Gambar 1. Fluks CH 4 diambil dari pengambilan sampel pada jam 6. WIB, demikian juga dengan ph. Pada Gambar 1 terlihat adanya hubungan yang nyata antara fluks CH 4 dan ph pada perlakuan tanpa amelioran, zeolit, dan terak baja, sedangkan pada dolomit tidak menunjukkan hubungan yang nyata (Lampiran 6). Tanpa amelioran memiliki kofisien korelasi (r) nyata pada taraf uji.5 dengan nilai.4. Sedangkan zeolit dan terak baja nilai koefisien korelasinya masing-masing.69 dan.52 nyata pada taraf uji.5 dan.1. Fluks CH 4 juga dipengaruhi oleh parameter pertumbuhan tanaman seperti jumlah anakan. Pada Gambar 11 menunjukkan hubungan yang nyata antara jumlah anakan dan fluks CH 4 dari perlakuan zeolit pada taraf uji.5 dengan nilai koefisien korelasi sebesar.68, sedangkan pada ketiga perlakuan lainnya tidak menunjukkan hubungan yang nyata (Lampiran 6). Hasil panen dan biomassa panen tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan fluks CH 4 ( Lampiran 7 ). PEMBAHASAN Fluks CH 4 yang diemisikan selama satu musim tanaman padi sangat beragam pola fluktuasinya. Tanaman padi memiliki tiga fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif, generatif, dan fase pemasakan (Ismunadji et al. 1988). Fase vegetatif dimulai pada saat perkecambahan biji sampai primordia. Pada awal fase ini CH 4 yang dihasilkan cenderung lebih rendah karena hasil fotosintat banyak dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan awal sehingga eksudat yang dihasilkan lebih sedikit. Eksudat akar merupakan senyawa organik yang mengandung gula, asam amino, dan asam organik lain sebagai penyusun bahan yang segera tersedia bagi metanogen (Kimura et al.1991). Tanaman padi memiliki kemampuan berbeda dalam melepaskan eksudat akar dalam tanah. Hal ini semakin tergantung dari efisiensi penguraian fotosintat oleh tanaman. Semakin efisien dalam mengurai fotosintat (dalam membentuk biji padi), semakin kecil eksudat akar yang dilepaskan dan akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan CH 4 (Aulakh et al 21). Fase generatif dimulai pada saat primordia sampai tahap pembungaan. Pada fase ini fluks CH 4 cenderung turun karena fotosintat banyak digunakan untuk pembentukan bakal bunga. Fase pemasakan dimulai dari tahap pembungaan hingga pengisian malai. Fluks CH 4 juga mengalami penurunan pada saat pengeringan menjelang panen dan setelah panen. Hal itu disebabkan perubahan kondisi tanah yang sebelumnya tergenang menjadi kering Penggenangan menyebabkan kondisi tanah bersifat anaerob dan ph tanah semakin meningkat mendekati netral, sehingga pertumbuhan populasi bakteri metanogen juga semakin meningkat. Bakteri metanogen hidup pada ph 6-8 (Conrad 1996), sedangkan padi pada lahan sawah tumbuh ideal pada ph 6-7.