PEMODELAN NUMERIK SIRKULASI ARUS AKIBAT PENGARUH ANGIN DI SELAT MAKASSAR

dokumen-dokumen yang mirip
Transpor Volume Massa Air Di Selat Sunda Akibat Interaksi Enso, Monsun dan Dipole Mode

PEMODELAN NUMERIK SIRKULASI ARUS TIGA DIMENSI DI PERAIRAN KEPULAUAN SPERMONDE KABUPATEN PANGKEP, SULAWESI SELATAN

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa)

PEMODELAN NUMERIK UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH UPWELLING SEBAGAI KRITERIA LOKASI PENANGKAPAN IKAN (FISHING GROUND) DI SELAT MAKASSAR

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikasi Fluktuasi Arus Lintas Indonesia di sekitar Selat Makassar Berdasarkan Model Numerik

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Arus Lintas Indonesia ( Indonesian Seas Throughflow

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU

Gambar 1. Diagram TS

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

KAJIAN ARUS PERAIRAN PANTAI SEMARANG PENDEKATAN PEMODELAN NUMERIK TIGA DIMENSI DISERTASI

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 El Niño-Osilasi Selatan (ENSO-El Niño Southern Oscillation).

DAFTAR PUSTAKA. Aken, H.M. Van.and S. Makarim INSTANT : Observations in Lifamatola Passage. NIOZ.

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (

ARUS PERMUKAAN YANG BERPENGARUH TERHADAP DISTRIBUSI 137 Cs (CESIUM-137) DI PERAIRAN GRESIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

VARIASI GELOMBANG LAUTDI SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

ARLINDO (ARUS LINTAS INDONESIA): KORIDOR PENTING DALAM SISTEM SIRKULASI SAMUDRA RAYA

IDENTIFIKASI WILAYAH UPWELLING BERDASARKAN VORTISITAS DAN DIVERGENSI DI PERAIRAN SELATAN JAWA HINGGA NUSA TENGGARA BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Hidrodinamika Tiga-Dimensi (3-D) Arus Pasang Surut di Laut Jawa

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT SUNDA DAN SELATAN JAWA BARAT PADA MONSUN BARAT 2012

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMETAAN POLA PERGERAKAN ARUS PERMUKAAN PADA MUSIM PERALIHAN TIMUR-BARAT DI PERAIRAN SPERMONDE

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEDALAMAN MIXED LAYER DAN TERMOKLIN KAITANNYA DENGAN MONSUN DI PERAIRAN SELATAN PULAU JAWA

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

RINGKASAN EKSEKUTIF. The development of a wave-tide-circulation coupled model and its upwelling simulation application in the Indonesian Seas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI WILAYAH UPWELLING BERDASARKAN VORTISITAS dan DIVERGENSI di PERAIRAN SELATAN JAWA HINGGA NUSA TENGGARA BARAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pola Iklim, Arus Pasang Surut, dan Gelombang di Selat Lombok

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

POLA ARUS DAN TRANSPOR SESAAT DI SELAT ALOR PADA MUSIM TIMUR (CURRENT PATTERN AND SNAPSHOT TRANSPORT WITHIN ALOR STRAIT IN THE EAST MONSOON)

METEOROLOGI LAUT. Sirkulasi Umum Atmosfer dan Angin. M. Arif Zainul Fuad

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pola dan Karakteristik Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik Perairan Selatan Jawa

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR

ARUS PANTAI JAWA PADA MUSON BARAT LAUT DAN TENGGARA DI BARAT DAYA SUMATRA JAVA COASTAL CURRENT AT NORTHWEST AND SOUTHEAST MONSOON IN SOUTHWEST SUMATRA

KARAKTERISTIK MASSA AIR DI PERCABANGAN ARUS LINTAS INDONESIA PERAIRAN SANGIHE TALAUD MENGGUNAKAN DATA INDEX SATAL 2010

Jurnal Gradien Vol.4 No. 2 Juli 2008 :

Pola Sirkulasi Arus Dan Salinitas Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado

JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman Online di :

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

Model Hidrodinamika Pasang Surut di Perairan Pesisir Barat Kabupaten Badung, Bali

PENGARUH DINAMIKA OSEANOGRAFI PERAIRAN INDONESIA TERHADAP PRODUKTIFITAS PRIMER PERIODE EL-NINO (AGUSTUS 2002) DAN LA-NINA (SEPTEMBER 1998)

Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, Apriansyah 2)

3. METODOLOGI PENELITIAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik

ANALISIS KARAKTERISTIK ARUS LAUT DI PERAIRAN TANJUNG MAS SEMARANG DALAM UPAYA PENCARIAN POTENSI ENERGI ALTERNATIF

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

ANALISIS DISTRIBUSI ARUS PERMUKAAN LAUT DI TELUK BONE PADA TAHUN

I. INFORMASI METEOROLOGI

Suhu dan Salinitas Permukaan Merupakan Indikator Upwelling Sebagai Respon Terhadap Angin Muson Tenggara di Perairan Bagian Utara Laut Sawu

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION

KARAKTER DAN PERGERAKAN MASSA AIR DI SELAT LOMBOK BULAN JANUARI 2004 DAN JUNI 2005

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

Transkripsi:

PEMODELAN NUMERIK SIRKULASI ARUS AKIBAT PENGARUH ANGIN DI SELAT MAKASSAR Andi Galsan Mahie* *Jurusan Matematika FMIPA Universitas Hasanuddin Makassar andi_galsan.yahoo.com Abstract Wind driven ocean circulation at Makassar Strait have been simulated by using threedimensional hydrodinamics The research used wind six ours per day as generated force from National Center Environmental Prediction (NCEP ) in 1996 until 1998. The hidrodinamics model used Princeton Ocean Model. This research get information about current circulation in the Makassar strait show that surface current most influence by monsoon with maximum velocity as 0.86 m/s in 1998, can be seen in model simulation in east monsoon with current tend toward north near shallow water. Kata Kunci: Current circulation, POM, NCEP, Makassar, Monsoon Abstrak Sirkulasi arus yang dibangkitkan oleh angin di perairan Selat Makassar telah disimulasikan dengan model hidrodinamika tiga dimensi.penelitian ini menggunakan gaya pembangkit angin 6 jam-an dari National Center Environmental Prediction (NCEP) tahun 1996-1998. Model Hidrodinamika yang digunakan adalah model Pom (Princeton Ocean Model). Dari penelitian ini diperoleh informasi tentang pola arus di perairan Selat Makassar yang menunjukkan bahwa pola arus permukaan sangat dipengaruhi oleh monsun. Kecepatan arus yang terbesar terjadi pada tahun 1998 sebesar 0,86 m/dtk, ini dapat dilihat dari hasil simulasi model pada musim timur bahwa arah arus ke utara di bagian barat perairan yang merupakan daerah perairan dangkal. Kata kunci: Sirkulasi, POM, NCEP, Makassar, Monsun 1. Latar Belakang Arus lintas Indonesia (Arlindo) adalah arus utama yang menghubungkan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dan mengalir di bagian laut dalam kawasan timur kepulauan Indonesia. Sifat-sifat fisis dan kimiawi dari kedua Samudera ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik Arlindo (Piola dan Gordon, 1984; Fine,1985; Gordon, 1986 dalam Mardiansyah, 2003). Di perairan Indonesia, Selat Makassar memegang peranan penting karena merupakan pintu gerbang utama lewatnya Arlindo. Secara umum Selat Makassar merupakan jalur lintasan di kawasan lintang rendah yang mentransfer panas, salinitas rendah dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia. Arlindo berperan penting dalam rantai sirkulasi termohalin dan fenomena iklim global (Sprintal dkk., 2000 dan Gordon, 2000). 1

2. Tinjauan Pustaka 2.1 Arus Laut di Selat Makassar Pada umumnya Arlindo bergerak dari Mindanao dan Halmahera menuju ke Selat Makassar, Selat Lombok, Laut Timor dan berakhir di Samudera Hindia. Skema jalur lintasan Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) dapat dilihat pada Gambar 1 Gambar 1. Skema jalur lintasan Arlindo (Sumber: Gordon (2002) di dalam Mardiansyah, (2003)) Menurut Wyrtki (1961) massa air yang ditemui di Selat Makssar berasal dari Samudera Pasifik bagian utara. Massa-massa air tersebut antara lain: 1. Massa air bawah Subtropik Pasifik Utara: Massa air ini mengalir dari Pasifik Utara, masuk ke Laut Sulawesi-Laut Molusca-Selat Makassar dengan Salinitas maksimum pada kedalaman 100 200 m. 2. Massa air tengah Subtropik Pasifik Utara: Massa air ini mengalir dari Pasifik Utara (berasal dari arus Mindanau), masuk ke Laut Sulawesi-Selat Makassar dengan salinitas maksimum pada kedalaman 250 400 m. 3. Massa air dalam Pasifik Utara: Massa air ini mengalir dari Pasifik Utara, pada kedalaman 1000 1500 m. Ketiga jenis massa air tesebut diatas mengalir ke Selatan sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata arusnya kecil. Studi Pola Arus Selat Makassar dengan pengukuran langsung di lapangan telah dilakukan oleh Arnold L. Gordon dan Dwi Susanto (1999) tepatnya pada bulan Desember 1996-Juli 1998 (Risa, 1999). Mereka menyimpulkan bahwa arah arus rata-rata pada di Selat Makassar mengalir dari utara ke selatan. Pada kedalaman 200 m arus umumnya mempunyai arah sekitar o 150 - o 180 dengan 2

besar arus rata-rata sekitar 0,4 m/det. Di Stasiun MAK-1 (Gambar 2) pada kedalaman 250 m arus berarah sekitar o 160 - o 180 dengan kecepatan rata-rata 0,41 m/dtk dan pada kedalaman yang sama di Stasiun MAK-2 (Gambar 2) arus tetap mempunyai arah yang sama dengan kecepatan sekitar 0,31 m/dtk. Pada Stasiun MAK-1 (Gambar 2) di kedalaman 200 m arus terbesar terjadi pada bulan Desember 1996 dan Februari 1997. Arus terbesar ke selatan terjadi pada bulan Juni, Agustus 1997, April dan Mei 1998. Sedangkan pada kedalaman 250 m arus terbesar ke selatan terjadi pada bulan Februari, April, Juli 1997 dan April 1998 dan arus besar ke utara terjadi pada bulan Desember 1996, Juni, Oktober 1997 dan Januari 1998. Pada kedalaman 350 m arus besar ke selatan pada bulan April, Agustus 1997, Mei dan Juni 1998. Arus besar ke utara pada bulan Desember 1996, Mei, Juni, Oktober, November 1997 dan Januari 1998. Pada Stasiun MAK-2 (Gambar 2) di kedalaman 200 m arus terbesar ke selatan terjadi pada bulan Februari, Juni dan Juli 1997 yaitu sebesar 0,83 m/dtk, 0,82 m/dtk dan 0,81 m/dtk. Pada kedalaman 250 m di stasiun MAK-2 (Gambar 2) arus maksimum ke selatan pada bulan Januari, Februari, Maret, Juni dan Agustus 1997. Sedangkan arus terbesar ke utara terjadi pada bulan Desember 1996, Oktober 1997 dan Januari 1998. Sedangkan pada kedalaman 350 m arus terbesar ke utara terjadi pada bulan Oktober 1997 dan Januari 1998. 2.2 Gaya Pembangkit Arus oleh angin Secara umum monsun dapat didefinisikan sebagai angin yang berganti arah setiap musim. Pergantian arah ini disebabkan oleh perbedaan atau perpindahan palung tekanan (pressure trough) yang mengikuti pergerakan semu matahari terhadap Benua Asia dan Australia (Wyrtki, 1961). Pembagian monsun berdasarkan McBride (1992) di dalam Ningsih (2000) yakni pada kondisi normal wilayah Indonesia dipengaruhi oleh empat musim utama, yaitu: 1. Monsun barat (west monsoon), yang terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari. 3

2. Transisi dari monsun barat ke monsun timur yang terjadi pada bulan Maret, April dan Mei. 3. Monsun timur, yang terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus. 4. Transisi dari monsun timur ke barat, yang terjadi pada bulan September, Oktober dan November. Gambar 3 Pola Angin Rata-Rata Bulan Februari 1996 (Musim Barat) Gambar 4 Pola Angin Rata-Rata Bulan Agustus 1996 (Musim Timur) 4

Gambar 5 Pola Angin Rata-Rata Bulan Februari 1997 (Musim Barat) Gambar 7 Pola Angin Rata-Rata Bulan Februari 1998 (Musim Barat) Gambar 6 Pola Angin Rata-Rata Bulan Agustus 1997 (Musim Timur) Gambar 8 Pola Angin Rata-Rata Bulan Agustus 1998 (Musim Timur) 5

3. Metodologi Penelitian 3.1 Studi literatur dan pengumpulan data sekunder Pengumpulan literatur-literatur yang mendukung penelitian dan data sekunder akan dilakukan. Data-data sekunder yang akan dikumpulkan antara lain: data kedalaman laut (batimetri) daerah model yang diperoleh dari DISHIDROS Jakarta, dan data angin enam jam-an tahun 1996-1998 yang diperoleh dari http//www.ncep.gov. Data sekunder yang terkumpul akan diolah sehingga dapat dipergunakan sebagai input model hidrodinamika maupun untuk verifikasi hasil model tersebut. 3.2 Penentuan daerah model Daerah model adalah Perairan Selat Makassar (4 0 LS 1 0 LU dan 116,17 0 BT 120,27 0 BT). Kemudian dengan memberikan input berupa angin serta dilakukan penyesuaian model sesuai dengan daearah yang akan dimodelkan. Daearah model dapat dilihat pada Gambar 2 P.KALIMANTAN LOKASI MAK-2 P.SULAWESI LOKASI (MAK-1) U Gambar 2. Batimetri daerah model (Sumber:1. Peta Batimetri No.126 (Dishidros), 2. Peta Batimetri No.127 (Dishidros), dan 3. Peta Batimetri No 128 (Dishidros)) 6

3.3 Pemodelan matematika hidrodinamika tiga-dimesi (3D) spasial Pada tahapan selanjutnya, data-data sekunder yang telah diperoleh akan digunakan sebagai input model hidrodinamika 3D untuk mensimulasikan sirkulasi arus laut. Di dalam penelitian ini digunakan model hidrodinamika tiga dimensi yang dikembangkan oleh Alan Blumberg dan George Mellor yang dikenal dengan sebutan model POM (the Princeton Ocean Model) sekitar tahun 1977 (Mellor, 1998). Model POM ini telah mengalami banyak pengembangan oleh penelitipeneliti lainnya, termasuk dalam penelitian ini digunakan model POM yang telah dimodifikasi oleh Ningsih (2000). 3.3.1 Persamaan Pengatur Persamaan-persamaan pembangun model sirkulasi arus 3D yang sudah ditransformasikan kedalam sistem koordinat sigma adalah : Persamaan kontinuitas: DU DV 0 x y t Persamaan gerak dalam arah x dan y: 2 UD U D UVD U fvd t x y 2 0 ' ' ' gd D KM U gd d F ' x 0 x D x D 2 VD UVD V D V fud t x y 2 0 ' ' ' gd D ' KM V gd d F ' y y 0 y D y D Persamaan transpor temperatur: TD TUD TVD T KH t x y D Persamaan transpor salinitas: SD SUD SVD S KH t x y D T F S F S T R z dengan U dan V adalah masing-masing komponen kecepatan arus arah timur-barat dan utara-selatan, : kecepatan vertikal dalam kordinat-, t: waktu, f: parameter x (1) (2) (3) (4) (5) 7

coriolis, g: percepatan gravitasi, : elevasi permukaan air, 0 : densitas referensi air, ρ : nilai fluktuasi dari densitas air, K M : viskositas eddy vertikal, F x dan F y : suku difusi dan viskositas horizontal dalam arah x dan y, T: temperatur, S: salinitas, K H : koefisien difusivitas eddy vertikal untuk suhu dan salinitas, F T dan F S : suku difusivitas horizontal untuk temperatur dan salinitas, R: fluks radiasi gelombang pendek. Persamaan (2) dan (3) mengandung suku perubahan lokal kecepatan, adveksi, pengaruh coriolis, gradien tekanan, gradien densitas, tegangan (stress) permukaan dan dasar, serta olakan. Persamaan (4) merupakan persamaan untuk temperatur yang mengandung suku perubahan lokal temperatur, adveksi dan difusi horizontal, difusi vertikal, dan pengaruh fluks radiasi gelombang pendek (R). Persamaan (5) merupakan persamaan untuk salinitas yang mengandung suku perubahan lokal salinitas, adveksi, difusi horizontal, dan difusi vertikal. Simbol pada persamaan di atas merupakan kecepatan vertikal dalam koordinat-. Secara fisis adalah komponen kecepatan normal ke permukaan sigma (σ). Kecepatan arus dalam arah vertikal pada koordinat kartesian adalah: W D D D U V x x y y (6) t t Model POM menggunakan teknik penyelesaian mode pemisah (mode-splitting technique) untuk mereduksi sejumlah besar pekerjaan komputasi dalam model 3D. Langkah waktu (time step) perhitungan dalam teknik ini ada dua macam, yaitu: langkah waktu pendek digunakan untuk menyelesaikan persamaan dua dimensi (2D) yang diintegrasikan secara horizontal (mode eksternal) dan langkah waktu yang lebih panjang digunakan untuk persamaan tiga dimensi (mode internal). 3.3.2 Implementasi Teknik Mode Pemisah Perhitungan persamaan-persamaan di atas, dilakukan dengan dua tahap, yaitu perhitungan 2D (mode eksternal dengan menggunakan langkah waktu pendek ( t 2D) yang sesuai dengan syarat stabilitas Courant-Friedrichs-Levy (CFL). Tahap kedua yaitu dengan mode internal langkah waktu panjang 8

(perhitungan 3D) persamaan (1), (2), (3) ( t 3D). Biasanya ( t 3D) = M( t 2D), dengan M adalah antara 10 hingga 80 (Mellor, 1996). Perlakuan ini dilakukan mempercepat proses perhitungan. 3.3.3 Syarat Batas Syarat batas tertutup digunakan pada batas darat, dimana kecepatan yang datang tegak lurus pantai adalah sama dengan nol (zero flow normal), sedangkan syarat batas radiasi Sommerfeld digunakan pada batas terbuka berdasarkan teknik penjalaran gelombang. Pendekatan syarat batas radiasi tersebut dalam bentuk persamaan adveksi (Chapman, 1985 dalam Mandang, 2002): c 0 (7) t x Dimana = kecepatan arus atau elevasi permukaan air, dan c = kecepatan fasa. Tanda pada bagian atas dan bawah (+ dan -) masing-masing bersesuaian dengan batas terbuka pada sisi kiri dan kanan. Dalam sistem koordinat-σ, syarat batas permukaan (σ =0) dan dasar (σ = - 1) dapat ditulis sebagai berikut: ω(x,y,0,t) = ω(x,y,-1,t) = 0 (8) K D M U V, x y a s s, C W W, W D T x y, di σ =0 (9) 2 2 dimana W W W 1/ 2 T dengan W x dan W y masing-masing adalah komponen x y kecepatan angin dalam arah barat-timur dan utara selatan pada ketinggian 10 m dari permukaan laut. C D adalah koefisien gesekan angin, ρ a adalah densitas udara. Syarat batas yang digunakan di dasar laut (σ = -1) adalah sebagai berikut: K D M U V, 2 b b 2, C U V 2 1/ U, V x y z dimana U h dan V h merupakan kecepatan dekat dasar, C z merupakan koefisien gesekan dasar. h h h h (10) 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pola Sirkulasi Arus di Selat Makassar 9

Hasil simulasi memperlihatkan tahun 1996, di tahun ini terlihat bahwa pola arus yang terjadi di perairan Selat Makassar dipengaruhi oleh monsun. Pada monsun barat (Februari), arus bergerak pada umumnya mengikuti pola monsun yakni bergerak dari Utara Selatan (Gambar 9) dengan kecepatan maksimum 0,47 m/dtk. Pada Monsun Timur (Agustus), arus bergerak pada umumnya mengikuti pola angin yakni ke arah Utara hal ini disebabkan karena kecepatan angin pada musim Timur lebih besar dari musim barat sehingga angin di permukaan mendorong pergerakan arus yang bergerak awalnya dari Utara ke Selatan menjadi Selatan ke Utara walaupun terlihat (Gambar 10) beberapa bagian arus ada yang bergerak ke Selatan tapi itu terjadi pada bagian dalam dari daerah perairan, kecepatan maksimum arus adalah 0,63 m/dtk. Hal ini juga terjadi pada tahun 1997, dari hasil simulasi terlihat bahwa pola arus yang terjadi dipengaruhi oleh monsun ini dapat dilihat pada musim barat (Februari 1997, Gambar 11) arah arus ke selatan. Kecepatan maksimum arus pada bulan Februari 1997 adalah 0,52 m/dtk. Berbeda dengan pola arus di monsun barat pada Monsun Timur (Agustus), arus bergerak tidak mengikuti pola angin yakni ke arah Selatan (Gambar 12) kecepatan maksimum arus adalah 0,75 m/dtk. Hal ini disebabkan karena pada bulan Agustus 1997 adalah merupakan tahun peralihan dari El - Nino ke tahun La Nina. Kejadian bahwa Monsun sangat dominan mempengaruhi pola arus permukaan juga terjadi pada tahun 1998 (Juni 1998 Desember 1998), ini dapat dilihat pada hasil simulasi model pada musim timur (Agustus 1998, Gambar 13) terlihat bahwa arah arus ke utara di bagian barat perairan yang merupakan daerah perairan dangkal dengan kecepatan arus maksimum pada bulan Agustus 1998 adalah 0,86 m/dtk. Kejadian bahwa Monsun sangat dominan mempengaruhi pola arus permukaan juga terjadi pada tahun 1998, ini dapat dilihat pada hasil simulasi model pada musim timur (Agustus 1998, Gambar 14) terlihat bahwa arah arus ke utara di bagian barat perairan yakni pada daerah yang dangkal. 10

= 0,00 0,15 m/s > 0,15 0,31 m/s > 0,31 0,47 m/s = 0,00 0,17 m/s > 0,17 0,34 m/s > 0,34 0,52 m/s Gambar 9 Pola arus rata-rata bulan Februari 1996 di kedalaman 10 meter (Monsun Barat) Gambar 11 Pola arus rata-rata bulan Februari 1997 di kedalaman 10 meter (Monsun Barat) = 0,00 0,21 m/s > 0,21 0,42 m/s > 0,42 0,63 m/s = 0,00 0,25 m/s > 0,25 0,50 m/s > 0,50 0,75 m/s Gambar 10 Pola arus rata-rata bulan Agustus 1996 di Kedalaman 10 meter (Monsun Timur) Gambar 12 Pola Arus Rata-Rata Bulan Agustus 1997 di Kedalaman 10 Meter (Monsun Timur) 11

= 0,00 0,16 m/s > 0,16 0,32 m/s > 0,32 0,49 m/s = 0,00 0,28 m/s > 0,28 0,57 m/s > 0,57 0,86 m/s Gambar 13 Pola arus rata-rata bulan Februari 1998 di Kedalaman 10 Meter Gambar 14 Pola Arus Rata-Rata Bulan Agustus 1998 di Kedalaman 10 Meter 4. Kesimpulan Telah dilakukan penelitian pemodelan numerik sirkulasi arus akibat pengaruh angin di Selat Makassar melalui model hidrodinamika 3-D. Adapun beberapa hal yang dapat disimpulakn adalah sebagai berikut: 1. Hasil simulasi dari model menghasilkan pola arus pada monsun barat (Februari), arus bergerak pada umumnya mengikuti pola monsun yakni bergerak dari Utara Selatan dengan kecepatan maksimum 0,47 m/dtk. 2. Pada Monsun Timur (Agustus), arus bergerak pada umumnya mengikuti pola angin yakni ke arah Utara hal ini disebabkan karena kecepatan angin pada musim Timur lebih besar dari musim barat sehingga angin di permukaan mendorong pergerakan arus yang bergerak awalnya dari Utara ke Selatan menjadi Selatan ke Utara walaupun terlihat beberapa bagian arus ada yang bergerak ke Selatan tetapi itu terjadi pada bagian dalam dari daerah perairan, kecepatan maksimum arus adalah 0,63 m/dtk. Kejadian bahwa Monsun sangat dominan mempengaruhi pola arus permukaan juga terjadi pada tahun 1998, ini dapat dilihat pada hasil simulasi model pada musim timur terlihat bahwa arah arus ke utara di bagian barat perairan yakni pada daerah yang dangkal. 12

5. Daftar Pustaka Gordon, A. L., Susanto, (1999), Arlindo Current Meter Mooring, http://cmdac.oce.orst.edu/ Gordon, A. L., Susanto, R.D., Ffield, A., Pillsbury, D., (1998), Makassar Strait Transport :prelimininary result from Mak-1 and Mak-2, International WOCE Newsletter 33, hal.30-32. Mardiansyah, W., (2003), Analisis Dinamika Massa Air Arus Lintas Indonesia di Perairan Indonesia Bagian Timur, Tesis Magister, Departemen GM, ITB. Mandang, I., (2002), Model numerik tiga dimensi barotropik arlindo di perairan Indonesia dan sekitarnya, Tesis Magister, Departemen GM, ITB Mellor, G. L., (1998), Users Guide for a three-dimensional, primitive equation, numerical ocean model, Revision July 1998, Princeton University, Princeton. Ningsih, N., S., (2000), Three-dimensional Model for Coastal Ocean Circulation and Sea Floor Topography Change; aplication to the Java Sea, Doctoral Thesis in Engineering, Civil Engineering, Kyoto University, Japan Risa, D., (1999), Studi Pola Arus di Selat Makassar Desember 1996 Juli 1998, Tugas Akhir, Departemen GM, ITB. Sprintall, J., Gordon, A., Molcard, R., Ilahude, G., Bray, N., Teresa Chereskin, Cresswell, G., Feng, M., Ffield, A, Fieux, M., Hautala, S., Luick, J., Meyers, G, Potemra, J., Dwi Susanto, D., Wijffels, S., (2000), The Indonesian Throughflow: Past, Present and Future Monitoring, J. Geophys. Res., 105, 17217-17230 Wyrtki, K. A., (1961), Naga report Vol. 2, Scientific Results of Marine Investigations of the South China Sea and the Gulf of Thailand 1959 1961, The University of California, Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, California 13