HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENINGKATAN SUHU PERMUKAAN AKIBAT KONVERSI LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT ETM + (Studi Kasus : Jakarta) GEMA NUSANTARA BAKRY

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Gambar 5 Peta administrasi DKI Jakarta (Sumber : Jakarta.go.id)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU

ix

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG TAHUN 2017 ESELON II ESELON III ESELON IV

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB V LAHAN DAN HUTAN

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

lib.archiplan.ugm.ac.id

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

III. METODOLOGI PENELITIAN

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya terdiri dari unsur fisik dan sosial

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Erwindy, Jossy. Tesis Magister dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan Sebagai Masukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta sebagai wilayah yang strategis sebagai pintu masuk menuju wilayah pelayanannya. Di samping itu, posisinya pada pantai utara menghubungkan Kota Jakarta, dengan kota-kota besar lainnya yang berada di jalur utara menjadikan daya tarik wilayah sehingga terjadi urbanisasi menuju Kota Jakarta (BAPPEDA Kota Jakarta 2006). Secara geografis Kota Jakarta terletak diantara pada 6 10.5' Lintang Selatan, 106 49.7' Bujur Timur dengan luas wilayah 66.100 hektar. Tabel 2 Data pembangunan dan populasi Jakarta tahun 1980 dan 2000. Keterangan 1980 2000 Luas Ruang 52 179.33 15 117.77 Terbuka (Ha) Luas Ruang 13 920.67 50 982.23 Terbangun (Ha) Populasi 6 503 449 8 361 079 (sumber : BAPPEDA Jakarta) Luas ruang terbuka (non terbangun) pada tahun 1980 yakni 52 179.33 hektar dan luas ruang terbangun 13 920.67 hektar, dengan jumlah populasi 6 503 449 jiwa. Pada tahun 2000 mengalami penurunan luas ruang terbuka (non terbangun) menjadi 15 117.77 hektar dan luas wilayah terbangun meningkat menjadi 50 982.23 hektar, dengan jumlah populasi meningkat secara signifikan menjadi 8 361 079 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan lahan cukup tinggi dalam kurun waktu 20 tahun. (BAPPEDA Kota Jakarta 2006). Tingginya jumlah penduduk dan pertumbuhan di Jakarta mengakibatkan beberapa konsekuensi penting, di antaranya : masyarakat membutuhkan lahan untuk pembangunan rumah, aktivitas publik, sarana dan prasarana publik, pembangunan ini memacu perubahan penggunaan lahan, khususnya dari lahan yang tadinya berfungsi sebagai RTH dan RTA menjadi ruang tertutup bangunan (urban). Pengaruh tata guna lahan dan tutupan lahan terhadap fenomena Urban Heat island di Jakarta, memperlihatkan bahwa tata guna lahan dan tutupan lahan dapat mempengaruhi perubahan unsur-unsur iklim, khususnya suhu permukaan sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu permukaan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hal ini, dikenal dengan fenomena Urban Heat Island (UHI) (Tursilowati 2010). Penelitian ini menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing dan tutupan lahan terbagi kedalam 5 kelas, yaitu : Badan Air, Pemukiman, Industri, Vegetasi dan Awan. Berdasarkan penelitian ini diketahui luas Kota Jakarta 63 860 Ha pada tahun 1989 dan 2002. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. Land cover Area 1989 2002 Badan air 3039 3320 Vegetasi 26488 21272 Pemukiman 23845 27315 Industri 9961 11568 Awan 527 385 (sumber : Tursilowati 2010) Berdasarkan penelitian Nana Suwargana dan Susanto (2005), tentang deteksi RTH dengan menggunakan tekhnik penginderaan jauh, memperlihatkan distribusi sebaran RTH dan urban dari tahun 1983-2002. Dengan pengurangan luas tertinggi adalah RTH mencapai 22 755.3 Ha (-159%) dan penambahan lahan tertinggi adalah urban mencapai 24 411 Ha (172.7%). Tabel 4 Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1983 dan 2002. Land cover Area 1983 2002 Urban 22181.9 46592.9 RTH 32185.9 9430.6 Badan air 627.1 173.1 Lahan terbuka 5115.8 7264.6 Rawa/tambak 1390.2 686.1 Sawah 3565.9 919.4 (sumber : Nana.S dan Susanto 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tahun 2000-2006 memperlihatkan peningkatan pembangunan di Jakarta sangat pesat. Sehingga kondisi RTH dan RTA tahun 2006 kurang dari 10 %. Jadi pertambahan lahan tertinggi pada rentang waktu 1983-2006 adalah pemukiman atau urban dengan perubahan sekitar 26 931.76 Ha. Sedangkan penurunan lahan tertinggi pada rentang waktu yang sama adalah RTH dengan penurunan sebesar 28 133.3 Ha.

4.2. Identifikasi Jenis Lahan Klasifikasi citra Landsat tahun 2000 diperlihatkan Gambar 6, dan tahun 2006 diperlihatkan Gambar 7. Total luas area yang diperoleh dari pengolahan data citra Landsat 66 342 Ha. Pada tahun 2000 wilayah utara Kota Jakarta sebagian besar wilayahnya adalah pemukiman/urban yang berwarna merah, sedangkan ruang terbuka hijau yang diwakili warna hijau hanya sedikit. Pada tahun 2006 terjadi perubahan lahan yang cukup signifikan pada daerah ini, di sekitar tepi pantai utara terjadi beberapa pergeseran lahan, dari RTH menjadi pemukiman dan sebagian lagi tergenang oleh air karena pergeseran garis pantai. Hal ini, dikarenakan pembangunan wilayah pemukiman di daerah ini cukup tinggi sehingga banyak daerah yang sebelumnya ruang terbuka hijau di alih fungsikan. Gambar 6 Citra klasifikasi lahan tahun 2000 4.2.1. Urban (pemukiman) Pemukiman atau urban yang merupakan pemadatan dan pemekaran wilayah semakin berkembang ke wilayah Jakarta Timur, Barat dan Selatan, distribusinya dapat dilihat pada Gambar 7, terutama yang berbatasan dengan Jakarta Timur (Bekasi), Jakarta Selatan (Bogor) dan Jakarta Barat (Tangerang). Pada lahan pemukiman mengalami pertambahan luas yang cukup tinggi dari 38 561.94 Ha (58.12%) menjadi 49 113.72 Ha (74.03%) dari total lahan Jakarta. Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah penduduk dari luar daerah karena krisis ekonomi dan pembangunan-pembangunan infrastruktur (pemukiman, perkantoran, industri dan pelebaran jalan) oleh pemerintah kota sehingga kebutuhan akan lahan meningkat pesat dari tahun ke tahunnya. Pembangunan Kota Jakarta yang sangat pesat tanpa pengaturan yang baik akan dampak lingkungan, dapat menyebabkan semakin buruknya kondisi lingkungan di Jakarta.

Gambar 7 Citra klasifikasi lahan tahun 2006 4.2.2. Lahan terbuka (open land) Lahan terbuka merupakan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan oleh pemerintah, sebarannya sedikit terlihat di Jakarta Timur dan Selatan. Pada lahan terbuka mengalami peningkatan dari 4 275.27 Ha pada menjadi 7 678.35 Ha (Tabel 3). Peningkatan ini di karenakan pengalihan lahan dari RTH. 4.2.3. Sawah Penggunaan lahan sawah secara umum dapat berfungsi sebagai RTH meskipun intensitasnya sangat tergantung pada komoditas pertanian yang ditanam. Tanaman tahunan memiliki fungsi RTH efektif sepanjang tahun, sedangkan fungsi RTH tanaman semusim tidak selalu efektif sepanjang tahun. Pada wilayah Jakarta Utara dan Timur kondisinya semakin berkurang, namun pada wilayah Jakarta Barat terjadi penambahan wilayah sawah dikarenakan terjadi perubahan lahan dari RTH menjadi sawah. Luas sawah di Jakarta saat ini hanya sekitar 1.1 % dari total klasifikasi tutupan lahan di Jakarta. Luas sawah mengalami penurunan dari 871.38 Ha menjadi 759.96 Ha. Hal ini dikarenakan sawah-sawah di Jakarta telah dijadikan pengembangan infrastruktur di ibukota, misalnya : pelebaran jalan, pembangunan jembatan layang dan pusat industri. Tabel 5 Perubahan Lahan Jakarta Jenis Lahan Luas Lahan 2000 Luas Lahan 2006 Perub. Lahan (2006-2000) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) Rawa/Tambak 1150 1.7 887.8 1.3-262.1-0.4 Badan Air 2021.9 3.2 3849.7 5.8 1827.8 2.7 Lahan Terbuka 4275.3 6.4 7678.4 11.6 3403.1 5.2 RTH 18063.4 27.2 4052.6 6.1-14010.8-21.1 Urban 38561.9 58.1 49113.8 74 10551.9 15.9 Sawah 871.4 1.3 760 1.2-111.4-0.1 Awan 1398.4 2.1 0 0-1398.4-2.1

Luas Area (Ha) 50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Rawa badan air Lahan terbuka RTH Urban Sawah Awan 2000 1150 2021.94 4275.27 18063.36 38561.94 871.38 1398.42 2006 887.94 3849.71 7678.35 4052.59 49113.76 759.96 0 Gambar 8 Klasifikasi lahan di Jakarta 4.2.4. Ruang Terbuka Air Ruang terbuka air atau air permukaan adalah merupakan daerah tangkapan air yang meliputi : sungai, danau, rawa atau areal-areal yang dikhususkan sebagai daerah tangkapan air. RTA dalam klasifikasi ini dikategorikan ke dalam klasifikasi tutupan lahan badan air yang merupakan sebagai penyangga air namun pada Gambar 7 kondisinya semakin kritis diakibatkan bahwa banyak daerah bantaran sungai yang dijadikan pemukiman. Kondisi ini mengakibatkan lingkungan sudah tercemar terutama dalam persediaan air bersih. Luas sungai dan danau terjadi penambahan luas dari 2 021.94 Ha menjadi 3 849.71 Ha (Tabel 3). Hal ini dikarenakan pembangunan banjir kanal timur tahun 2006 yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi banjir. Rawa merupakan tempat penampungan air dari bahaya banjir, serta tambak merupakan tempat budidaya ikan dan udang di wilayah pesisir pantai, pada gambar 6 dan 7 terlihat di utara kota Jakarta yang berwarna biru tua. Luas rawa mengalami penurunan sekitar 0.39% dari luas sekitar 1150 Ha menjadi 887.94 Ha (Tabel 3). Hal ini dikarenakan sebagian luas rawa di Jakarta Utara mengalami perubahan menjadi pemukiman. Distribusi RTA pada tahun 2006 sebagian besar tersebar di wilayah Jakarta Utara dan Timur. 4.2.5. Ruang Terbuka Hijau RTH merupakan ruang terbuka hijau yang ditumbuhi oleh vegetasi yang dapat berguna sebagai daerah resapan air atau dapat juga sebagai paru-paru kota, keberadaan RTH dalam perkotaan sangat vital dalam lingkungan perkotaan yang memiliki tingkat polusi udara yang tinggi. Dari Hasil analisis diketahui sebaran RTH di Jakarta pada Gambar 6, distribusinya masih tersebar luas di beberapa wilayah, terutama di Jakarta Timur, Barat dan Selatan. Apabila dibandingkan dengan Gambar 7 yang sudah berkurang, warna hijau bekas RTH telah berubah menjadi warna merah, yang artinya bahwa RTH telah berkurang dan mengalami alih fungsi menjadi wilayah pemukiman atau urban, terutama di daerah Jakarta Pusat dan Utara. Lahan RTH mengalami penurunan luas yang cukup tinggi dari 18 063.36 Ha pada tahun 2000, berkurang menjadi 4 052.59 Ha atau mengalami penurunan luas 14 010 Ha. Ketersedian RTH yang cenderung turun dari tahun ke tahun yang seharusnya mendapat perhatian yang serius bagi pemerintah kota, distribusi RTH saat ini hanya tersebar sekitar 10 % di sekitar Jakarta Timur diikuti oleh Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Pada tahun 2006 ketersediaan RTH di Kota Jakarta hanya kurang dari 10 %, luas kondisi RTH tersebut cukup mengkhawatirkan dari tingkat kebutuhan

RTH minimal berdasarkan ketentuan Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang penataan ruang terbuka hijau perkotaan, sebesar 40 % dari luas wilayah kota. Kondisi keberadaan RTH di Jakarta tahun 2006 berada di bawah ketentuan. Berkurangnya klasifikasi lahan dari RTHdanRTA disebabkan besarnya peningkatan jumlah penduduk dari daerahdaerah lain ke Jakarta, baik untuk keperluan perdagangan, perindustrian, pemukiman, pelebaran jalan dan pusat bisnis menyebabkan kebutuhan akan lahan yang tinggi dari tahun ke tahun. Karena luas wilayah tidak bertambah dan terbatasnya wilayah untuk beraktivitas, maka terjadilah alih fungsi lahan untuk dijadikan ruang aktifitas untuk publik. 58% 1% 2% 3% 7% 2% Rawa/Tambak Badan Air Lahan Terbuka 27% RTH Urban Sawah Awan Gambar 9 Persentasi luas area klasifikasi tahun 2000 0% 1% 74% 1% 6% 12% 6% Rawa/Tambak Badan Air Lahan Terbuka RTH Urban Sawah Awan Gambar 10 Persentasi luas area klasifikasi lahan tahun 2006 4.3. Identifikasi sebaran suhu permukaan Suhu Permukaan adalah suhu terluar dari objek, untuk lahan terbuka suhu permukaannya berada di lapisan luar permukaan tanah, namun untuk vegetasi suhu permukaannya berada di kanopi vegetasi, dan untuk badan air suhu permukaannya berada di permukaan air. Ketika permukaan menyerap radiasi, suhu permukaan yang dihasilkan akan bervariasi bergantung pada karakteristik fisik objek. Umumnya emisivitas rendah, kapasitas panas kecil dan konduktivitas termal yang lebih tinggi akan meningkatkan suhu permukaan. Parameter ini juga mengatur jumlah aliran panas dari permukaan ke udara (Kalthoff et al2006 dalam Tursilowati 2010). Hasil citra sebaran suhu permukaan yang diperoleh dari citra landsat tahun 2000 diperlihatkan pada Gambar 11 sedangkan sebaran suhu permukaan tahun 2006 pada Gambar 12. Sebaran suhu permukaan ini terbagi menjadi 6 selang, yaitu selang (12-15) C yang diwakili oleh warna kuning muda, selang (16-19) C diwakili oleh warna kuning, selang (20-23) C diwakili oleh warna oranye, selang (24-27) C diwakili oleh warna merah muda, selang (28-31) C diwakili oleh warna merah, selang (32-35) C yang diwakili warna merah agak tua dan yang terakhir selang (36-39) C yang diwakili warna merah tua. Seiring dengan perubahan tutupan lahan yang cukup tinggi, mengakibatkan peningkatan suhu permukaan yang terjadi di Jakarta cukup signifikan. Perubahan suhu permukaan ini secara visual terlihat dari perbedaan antara gambar 11 dan gambar 12. Pada gambar 11 penyebaran suhu permukaan masih merata sekitar (20-32) C. suhu permukaan dengan interval (32-35) C hanya terlihat di beberapa daerah di Jakarta Utara dan sedikit di daerah Jakarta Timur. Pada gambar 12 terjadi peningkatan suhu permukaan menjadi sekitar (24-38) C, dan tampak jelas perbedaan penyebaran suhu dengan interval (32-35) C distribusinya hampir merata di seluruh kota Jakarta dan suhu permukaan dengan interval (36-39) C hanya tersebar di beberapa pusat kota. Hal ini dikarenakan pengembangan perkotaan semakin cepat dari tahun ke tahun mengubah wilayah yang dulunya lahan bervegetasi dan berair menjadi aktivitas publik. Adanya lahan bervegetasi dapat mengikat kandungan CO 2 yang dihasilkan dari sarana transportasi yang dapat menyebabkan peningkatan suhu lokal. Pada suhu permukaan dengan interval antara (28-31) C pada gambar 11 distribusinya tersebar di wilayah Jakarta Utara, Pusat, selatan dan timur dengan tutupan lahan berupa pemukiman atau urban, namun pada

gambar 12 terjadi pergeseran suhu permukaan dengan interval (28-31) C menjadi (32-35) C pada tutupan lahan yang sama. Sedangkan suhu permukaan dengan interval rendah (20-23) C pada gambar 11 masih tersebar di beberapa wilayah Jakarta Utara, Barat, Timur dan Selatan yang memiliki tutupan lahan berupa RTH, sungai, sawah dan rawa. Tetapi pada gambar 12terjadi kenaikan suhu permukaan pada tutupan lahan yang sama terjadi kenaikan suhu permukaan antara (24-27) C, hal ini, dikarenakan berkurangnya lahan bervegetasi maupun lahan berair yang dapat mempengaruhi suhu permukaan di sekitarnya. Gambar 11 Peta sebaran suhu permukaan tahun 2000 Gambar 12 Peta sebaran suhu permukaan tahun 2006

Tabel 6 Suhu Permukaan Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2006 Penutupan lahan 2000 2006 ( C) ( C) Rawa / Tambak 21 24 Badan Air 22 25 Lahan Terbuka 29 31 Urban 31 36 RTH 25 28 Sawah 27 29 Dari hasil pengolahan suhu permukaaan tahun 2000 dan 2006, masing-masing tutupan lahannya terjadi peningkatan suhu permukaan dari tahun 2000 sampai 2006. Peningkatan suhu yang paling tinggi adalah urban sekitar 31 C pada tahun 2000 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 36 C, terutama yang berada di pusat kota. Hal ini, yang dikenal dengan fenomena pulau panas perkotaan, dimana suhu di tengah kota lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya. Peningkatan suhu permukaan masing-masing tutupan lahan, dikarenakan perubahan penutup dan penggunaan lahan. Perubahan penutup dan penggunaan lahan dapat merubah reflektansi radiasi surya permukaan bumi dan menyebabkan pendinginan atau pemanasan lokal. 4.4 Hubungan konversi lahan dengan peningkatan suhu permukaan. Perubahan tata guna dan penutupan lahan di Jakarta karena pengaruh konversi lahan dengan peningkatan suhu permukaan memiliki suatu hubungan. Perubahan penutupan lahan telah berkembang sangat cepat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk akibat urbanisasi yang tinggi. Tingkat urbanisasi yang tinggi mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi pula namun sedikit terjadi pengurangan penduduk dari angka kematian atau perpindahan penduduk dari Kota Jakarta ke wilayah satelit lainnya, misalnya : Bekasi dan Tangerang. karena input dan output tidak seimbang, maka terjadi penumpukan penduduk. Jumlah penduduk yang meningkat maka permintaan akan ruang untuk aktifitas cukup tinggi. karena terbatasnya lahan yang ada menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan yang tinggi, yaitu dari lahan yang bervegetasi dan berair menjadi pemukiman padat penduduk dan industri-industri. Pengalihan fungsi lahan ini mengakibatkan peningkatan suhu permukaan di Jakarta. Semakin banyak lahan bervegetasi dan berair yang beralih menjadi pemukiman dan industri maka semakin besar kemungkinan kenaikan suhu permukaan di sekitarnya. Perubahan lahan pemukiman di Jakarta mencapai 15% dari tahun 2000-2006. Sebaliknya penutup lahan yang bisa meredam suhu seperti lahan bervegetasi (RTH), sawah dan tubuh air justru berkurang. Dari pengamatan, lahan terbuka hijau selalu mengalami penurunan dan kondisinya hanya 6% pada tahun 2006 dari total luas area Jakarta. Seiring dengan perubahan tata guna dan tutupan lahan ini maka ada perubahan suhu permukaan yang terjadi, pada tahun 2000 suhu permukaan sekitar (20-32) C sedangkan pada tahun 2006 terjadi peningkatan suhu permukaan menjadi (24-38) C. Dari data ini dapat di analisis bahwa laju perkembangan kota Jakarta sangat cepat. Hubungan perubahan penutupan lahan terhadap suhu permukaan dapat diformulasikan sebagai berikut : Q=mC T.....(4) Dimana Q adalah jumlah energi yang diterima atau dilepaskan dari suatu material ( C), m adalah massa dari material (kg), C adalah kapasitas panas (J/kg), dan T adalah selisih suhu ( C). kapasitas panas dapat di formulasikan sebagai berikut: C=ρ.c.. (5) c adalah kapasitas panas jenis (j/kg), dan ρ adalah massa jenis (kg.m 3 ). Dari persamaan 4 dapat dikatakan bahwa jika setiap permukaan menerima energi radiasi matahari yang sama tetapi dengan kapasitas panas yang berbeda, maka suhu yang di hasilkan juga berbeda. Jika suatu benda berkapasitas panas besar maka suhu yang dihasilkan rendah, sebaliknya jika suatu benda berkapasitas panas kecil maka suhu yang dihasilkan tinggi.

Material yang berkapasitas panas besar maka akan menurunkan suhu, seperti lahan bervegetasi dan lahan berair. Adanya lahan bervegetasi dan berair dapat membuat daerah di sekitarnya menjadi sejuk dan nyaman. Sebaliknya material yang berkapasitas panas kecil maka akan meningkatkan suhu permukaan di sekitarnya, seperti pemukiman dan industri. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada wilayah pengamatan di Jakarta terlihat adanya perubahan akan lahan dari tahun 2000-2006 cukup tinggi. Perubahan ini cenderung meningkatkan suhu permukaan di sekitarnya. Tutupan lahan yang mengakibatkan kenaikan suhu permukaan adalah lahan pemukiman, lahan terbuka dan penurunan luas ruang terbuka hijau dan air. Peningkatan luas area tertinggi pada tutupan lahan pemukiman atau urban sekitar 15 % dari tahun 2000-2006, sebaliknya tutupan lahan yang dapat mempengaruhi kondisi sekitarnya, seperti lahan terbuka hijau dan lahan berair terjadi penurunan luas area. Penurunan luas area tertinggi terjadi pada tutupan lahan terbuka hijau (RTH) sekitar 21 % dari tahun 2000-2006. Luas RTH mengalami penurunan luas yang cukup tinggi dari 18 063.36 Ha pada tahun 2000, berkurang menjadi 4 052.59 Ha atau mengalami penurunan luas 14 010 Ha. Sedangkan luas RTA yang terbagi kedalam dua klasifikasi sungai, danau dan rawa. Luas sungai dan danau terjadi penambahan luas dari 2 021.94 Ha menjadi 3 849.71 Ha, dan rawa mengalami penurunan sekitar luas sekitar 1150 Ha menjadi 887.94 Ha. Distribusi RTH pada tahun 2006 hanya tersebar di Jakarta Timur dan Selatan dan sedikit di Jakarta Barat. Sedangkan distribusi RTA sebagian besar tersebar di Jakarta Utara, Timur dan Selatan. Seiring dengan perubahan tutupan lahan yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan suhu permukaan yang terjadi di Jakarta cukup signifikan. Perubahan suhu permukaan ini secara visual dapat dilihat dari perbedaan antara tahun 2000 dan 2006. Pada tahun 2000 penyebaran suhu permukaan masih merata sekitar (20-32) C. suhu permukaan dengan interval (32-35) C hanya terlihat di beberapa daerah di Jakarta Utara dan sedikit di daerah Jakarta Timur. Tetapi pada tahun 2006 terjadi peningkatan suhu permukaan sekitar (24-38) C, dan tampak terlihat perbedaan jelas penyebaran suhu dengan interval (32-35) C distribusinya hampir merata di seluruh Kota Jakarta dan suhu permukaan dengan interval (36-39) C hanya tersebar di beberapa pusat kota. 5.2 Saran Untuk meningkatkan hasil penelitian ini,maka masih diperlukan : Metode tambahan dalam melakukan klasifikasi lahan dan perhitungan suhu permukaan, yaitu dengan metode klasifikasi terbimbing agar data yang diperoleh lebih valid. Menggunakan data citra Landsat yang tidak tertutupi oleh awan, agar hasil yang diperoleh menjadi lebih teliti dan akurat. DAFTAR PUSTAKA BAPPEDA Kota Jakarta. 2006. Laporan Antara Penyusuan Rencana Tata Ruang Terbuka Hijau (RTRH) Kota Jakarta. Dwiyanto A.2009. Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau di Permukiman Kota. from eprints.- undip.ac.id/1470/ (Diakses 9 September 2010). Faizal A. 1998. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Pertumbuhan Penduduk dan jarak terhadap Pusat Kegiatan Utama (Kasus Kabupaten Sleman 1990-1996). Tesis. Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah. Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hadi S. 2006. Penataan Ruang Untuk Pemantapan Kawasan Hutan. Departemen Kehutanan. Bogor. HandayaniN. 2007. Identifikasi Perubahan Kapasitas Panas Kawasan Perkotaan Dengan Menggunakan Citra Landsat TM/ETM + (studi kasus : Kodya Bogor). Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Bogor. Kalfuadi Y. 2009. Analisis Temperature Heat Index (THI) Dalam