Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol IV, No. 8, Oktober 2013 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
Imam Mahadi, Sri Wulandari dan Addarwida Omar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

PENGARUH PEMBERIAN HORMON 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN KALUS JERUK KASTURI (Citrus microcarpa)

PENGARUH PEMBERIAN HORMON NAFTALEN ACETYL ACYD (NAA) DAN KINETIN PADA KULTUR JARINGAN NANAS BOGOR (Ananas comosus (L.) Merr.) cv.

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

TISSUE CULTURE OF MUSK LIME

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

Induksi Kalus Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) pada Jenis Eksplan dan Konsentrasi Auksin yang Berbeda

PENGARUH PEMBERIAN HORMON IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg secara IN VITRO

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

Imam Mahadi*, Sri Wulandari, dan Berlian Kumala Phone :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH α- BENZIL AMINO PURINA DAN α- ASAM ASETAT NAFTALENA TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Romasli Nadeak a Nelly Anna b, Edy Batara Mulya Siregar b. Kampus USU Medan (Penulis Korespondensi,

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH 2.4 D DAN BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

Repositori FMIPA UNISMA

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata kunci: Stevia rebaudiana; Dichloropenoxy acetic acid; kecepatan induksi kalus; viabilitas kalus; medium New Phalaenopsis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

INDUKSI TUNAS PISANG ROTAN [Musa sp. ( AA Group.)] DARI EKSPLAN BONGGOL ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA SECARA IN VITRO

Repositori FMIPA UNISMA

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

BAB I PENDAHULUAN. dan siklamat semakin meningkat. Hal ini nampak pada industri makanan, meningkatkan gizi makanan, dan memperpanjang umur simpan.

III. METODE PENELITIAN A.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Biosaintifika 4 (1) (2012) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi.

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

Tugas Akhir - SB091358

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

OPTIMASI KOMBINASI NAA, BAP DAN GA 3 PADA PLANLET KENTANG SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

Induksi kalus daun binahong (Anredera cordifolia L.) dalam upaya pengembangan tanaman obat tradisional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

EFFECT OF ADDED NAPHTALEN ACETIC ACID (NAA) ON GROWTH PATCHOULI ACEH (Pogostemon cablin Benth.) PLANT

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN A.

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MIKROPROPOGASI TUNAS KANTONG SEMAR (Nepenthes gracillis Korth.) DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP SECARA IN VITRO

SKRIPSI. Oleh: Adam Kurnia Program Studi Agroteknologi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH KONSENTRASI BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS ANTHURIUM (Anthurium andraeanum Linden) PADA BEBERAPA MEDIA DASAR SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP INISIASI TUNAS MENGKUDU (Morinda citrifolia) SECARA IN VITRO ABSTRAK

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B

BAB III METODE PENELITIAN

SKRIPSI RESPON KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA L.) TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN BAP SECARA IN VITRO. Oleh Dian Rahmawati H

Transkripsi:

PEMBUATAN HANDOUT SUB MATERI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN MODERN UNTUK SISWA SMA BERBASIS RISET KULTUR JARINGAN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) (Preparation for making handout submatter of biotechnology in high school based on plant tissue culture research Roselle (Hibiscus sabdariffa) Oleh: Imam Mahadi 1), Sri Wulandari 1) & Addarwida Omar 2) 1) Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau 2) Alumni Program Studi Pendidikan Biologi ABSTRACT Has conducted research for a handout submateri biotechnology high school students based on plant tissue culture research Roselle (Hibiscus sabdariffa). The study includes two phases, namely: (1) Experiments to produce callus tissue culture experiments using completely randomized design (CRD) factorial. The first factor is the level of NAA treatment that is 0, 1, 1.5, 2 and 3 mg/l. The second factor is the level of BAP treatment with 0, 0.5, 1, and 1.5 mg/l. Each treatment was repeated 3 times; (2) Preparation of handouts from the research as a source of learning the ADDIE model (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). Parameters measured were the percentage of growing explants, while appearing callus and callus texture. Analysis of data growing percentage of explants with advanced ANOVA and DMRT test at 5% level, while the current and emerging callus texture descriptively. In a growing percentage of explants parameter combination treatment showed a percentage of 100 % are in treatment A 0B 1,5, A 1B 0,5 - A 3B 1,5. For the current parameters appear callus treatment best combination found in treatment A 3B 1,5 with a mean time of 2 HSK appear callus (days after culture) and for the texture parameters of combination treatment showed callus crumb texture and white color found in treatment A 2B 0,5 - A 3B 1,5, the research on callus growth can be used as a learning resource in the form of handouts for high school level students Key Words: Handout, Rosella plant, callus culture, NAA and BAP hormones PENDAHULUAN Handout termasuk media cetakan yang meliputi bahan-bahan yang disediakan di atas kertas untuk pengajaran dan informasi belajar. Biasanya diambil dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan materi yang diajarkan atau kompetensi dasar dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik. Handout bisa didapatkan melalui berbagai cara misalnya dengan mengunduh dari internet atau menyadur dari sebuah buku (Dikti, 2008). Pada pembuatan handout ini, peneliti mengambil sampel tanaman rosella yang akan dikulturkan untuk mendapatkan kultur kalus, yang kemudian akan diaplikasikan ke materi handout yang berkaitan dengan materi bioteknologi di SMA khususnya pada KD yaitu Menjelaskan dan menganalisis peran bioteknologi serta implikasi hasil-hasil bioteknologi pada salingtemas guna untuk membantu peserta didik dalam memahami konsep kultur jaringan. Pembuatan handout berbasis riset dapat mengacu pada nilai autentik. Perkembangan biotek pertanian 98

di bidang kultur jaringan tanaman terus berkembang dengan ditemukannya metode-metode baru (Imam Mahadi, 2012). Hal ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran biologi di SMA. Tanaman rosella dikenal sebagai minuman kesehatan. Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosella adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan (Maryani dan Kristiana,2005). Komponen-komponen kimia alami yang terkandung pada rosella memiliki khasiat yang dapat mencegah berbagai penyakit pada manusia, permintaan rosella semakin meningkat sementara produksi rosella hanya terbatas. Untuk itu tanaman rosella perlu dibudidayakan salah satunya dengan teknik kultur jaringan. Pada kultur tanaman obat-obatan biasanya menggunakan kultur kalus. Kultur kalus merupakan langkah awal yang penting untuk mengidentifikasi zat metabolit sekunder pada proses kultur jaringan yang dapat memproduksi bibit dalam waktu yang relatif singkat. Dalam budidaya kultur jaringan ini memerlukan ZPT (zat pengatur tumbuh) NAA dan BAP. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji rosella, aquades steril, larutan NaOH, dan HCl, stok hormon NAA (Naftalen Acetyl Acid) dan stok hormon BAP (Benzyl Amino Purin) *konsentrasi NAA dan BAP sesuai perlakuan. Penelitian meliputi 2 tahap yaitu: (1) Percobaan kultur jaringan biji rosella menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah NAA dengan taraf perlakuan yaitu 0, 1, 1.5, 2 dan 3 mg/l. Faktor kedua adalah BAP dengan taraf perlakuan yaitu 0, 0.5, 1, dan 1.5 mg/l. Masingmasing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati adalah persentase tumbuh eksplan, saat muncul kalus, dan tekstur kalus. Analisis data persentase tumbuh eksplan dengan ANAVA dan uji lanjut DMRT pada taraf 5 %, sedangkan saat muncul kalus dan tekstur kalus secara deskriptif; (2) Pembuatan handout dari hasil penelitian sebagai sumber belajar dengan Model ADDIE yang terdiri dari 5 tahap yaitu: Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Dalam penelitian ini, pembuaran handout dari hasil penelitian menjadi sumber belajar hanya dilakukan sampai tahap Development yang divalidasi oleh 3 orang dosen (teman sejawat) HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Tumbuh Eksplan Hasil pada tabel 1 memperlihatkan bahwa hampir semua perlakuan yaitu A0B1,5, dan A1B0,5 A3B1,5 menunjukkan persentase tumbuh eksplan mencapai 100% hal ini disebabkan karena eksplan yang digunakan adalah jaringan muda yang memiliki sifat maristematik yang memiliki hormon endogen yang aktif membelah dan kemudian dikombinasikan dengan hormon eksogen dari kelompok auksin (NAA) dan sitokinin (BAP). Seperti yang dikemukakan oleh Hartman (dalam Zulkarnaen, 2009) bahwa jaringanjaringan yang sedang aktif tumbuh pada awal masa pertumbuhan biasanya merupakan bahan eksplan yang paling baik. Ini berbeda nyata terhadap perlakuan A0B0, A1B0 yang persentase tumbuh hanya mencapai 50% dan pada perlakuan A0B0,5 dan A0B1 persentase tumbuh hanya mencapai 66,66%. Penambahan hormon NAA dan BAP turut berpengaruh terhadap 99

tumbuhnya eksplan sehingga menjadi planlet. Hal yang menunjukkan kelengkapan nutrisi pada media MS dalam penelitian ini sampai akhir pengamatan juga diperlihatkan dari kualitas dan morfologi eksplan yang telah menjadi planlet (eksplan yang telah menjadi tanaman lengkap). Faktor lain yang mendukung keberhasilan persentase tumbuh eksplan pada penelitian ini adalah karena penggunaan media MS yang mengandung komposisi lengkap untuk pertumbuhan eksplan. Menurut Wahyuni (2009), pemberian hormon dengan beberapa konsentrasi pada media MS memberikan persentase tumbuh eksplan yang baik, karena pada media mengandung vitamin, unsur hara makro dan mikro, serta besi dan sukrosa sehingga cukup untuk memacu pertumbuhan eksplan. Pierik (dalam Andaryani, 2010) menyatakan bahwa pertumbuhan organ vegetatif dipengaruhi oleh kandungan nitrogen dalam media, dan sumber nitrogen organik paling tinggi terdapat pada media MS dibandingkan dengan media lainnya. Sementara pada perlakuan A0B0 dan A1B0 persentase tumbuh hanya mencapai 50%. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan A0B0 merupakan perlakuan kontrol ini berarti tidak ada penambahan hormon perangsang baik dari kelompok auksin (NAA) maupun dari kelompok sitokinin (BAP), karena NAA berfungsi sebagai pembentuk kalus, dan perpanjangan akar. Menurut Wattimena (1992) auksin mempunyai peranan terhadap pertumbuhan sel, dominasi apikal dan pertumbuhan kalus. Sedangkan BAP secara umum berfungsi menginduksi pembelahan sel dan pembentukan tunas. Pada perlakuan A1B0 persentase tumbuh juga mencapai 50% hal ini disebabkan karena pada perlakuan tersebut tidak dikombinasikan dengan BAP, yang mana BAP berfungsi menginduksi pembelahan sel. Menurut Gunawan (1988) salah satu sitokinin yang aktif adalah BAP. Oleh karena itu pada perlakuan A0B0 dan A1B0 menunjukkan pertumbuhan eksplan yang lambat. Waktu Muncul Kalus Hasil pengamatan saat muncul kalus pada semua perlakuan menunjukkan respon yang berbeda beda dan mampu membentuk kalus. Hal ini karena adanya interaksi dengan hormon endogen yang dikandung eksplan dalam mempengaruhi pembentukan kalus. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh penambahan hormon eksogen yang dapat merangsang pertumbuhan kalus seperti penambahan hormon NAA dan BAP seperti yang terlihat pada tabel 1. Saat muncul kalus dinyatakan dalam HSK (hari setelah kultur) terlihat bahwa rerata saat muncul kalus berkisar antara 12,66 dan 2 HSK. Rerata saat muncul kalus tertinggi terdapat pada perlakuan A0B0, A0B0,5, dan A1B0 yaitu 12,66 HSK yang jenis eksplannya adalah batang, ini berarti kalus muncul pada waktu yang lama. 100

Tabel 1. Rerata pengaruh pemberian Hormon NAA dan BAP terhadap pertumbuhan kalus tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa) Perlakuan Persentase Tumbuh Eksplan (%) Waktu Muncul Tekstur Kalus Kalus (HSK) A0B0 (kontrol) 50 c 12,66 Berair, berwarna bening A0B0,5 66,66 b 12,66 Berair, berwarna bening A0B1 66,66 b 11,66 Berair, berwarna bening A0B1,5 100 a 11,66 Berair, berwarna bening A1B0 50 c 12,66 Berair, berwarna bening A1B0,5 100 a 9,66 Remah, berwarna putih A1B1 100 a 9,66 Remah, berwarna putih A1B1,5 100 a 9,33 Remah, berwarna putih A1,5B0 100 a 9,33 Remah, berwarna putih A1,5B0,5 100 a 8,33 Remah, berwarna putih A1,5B1 100 a 8 Remah, berwarna putih A1,5B1,5 100 a 6,33 Remah, berwarna putih A2B0 100 a 6 Remah, berwarna putih A2B0,5 100 a 5,66 Remah, berwarna putih A2B1 100 a 4,33 Remah, berwarna putih A2B1,5 100 a 2,33 Remah, berwarna putih A3B0 100 a 3,66 Remah, berwarna putih A3B0,5 100 a 3,33 Remah, berwarna putih A3B1 100 a 2,33 Remah, berwarna putih A3B1,5 100 a 2 Remah, berwarna putih Ket: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada setiap baris menunjukkan beda nyata pada taraf 5% pada uji wilayah berganda Duncan α = 0,05 A = NAA B = BAP Pada perlakuan A0B0 ini merupakan perlakuan kontrol yang berarti pada media tidak ditambahkan hormon baik dari kelompok auksin (NAA) maupun dari kelompok sitokinin (BAP) sehingga kalus muncul pada waktu yang lama dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya kalus muncul lebih cepat. Tetapi pada perlakuan A1B0 eksplan juga tidak menunjukkan tanda tanda tumbuhnya kalus pada waktu yang cepat hal ini disebabkan karena pada media tidak dikombinasikan hormon dari kelompok sitokinin (BAP) hanya NAA saja, karena auksin berperan dalam merangsang pembentukan kalus dan BAP berperan dalam menginduksi pembelahan sel sehingga kalus yang muncul dalam waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso dan Nursandi (2004) yang menyatakan dalam aktivitas kultur jaringan auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, membentuk akar atau tunas dan auksin juga dapat mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman. Sedangkan pada perlakuan A3B1,5 yang jenis eksplannya adalah batang merupakan rerata saat muncul kalus yang paling rendah yaitu 2 HSK ini berarti kalus muncul pada waktu yang paling cepat yaitu sekitar 5 hari setelah hari pengkulturan eksplan (gambar 1). Hal ini disebabkan karena pengaruh pemberian hormon eksogen yang diberikan seimbang dengan hormon endogen yang ada pada eksplan yang bekerja secara sinergis hingga mampu membentuk kalus dengan waktu yang cepat. Induksi 101

kalus diawali dengan penebalan eksplan pada bagian potongan dan di daerah yang mengalami pelukaan. Penebalan tersebut merupakan interaksi antara eksplan dengan media tumbuh, zat pengatur tumbuh (ZPT) dan lingkungan tumbuh sehingga eksplan bertambah besar. Pengaruh konsentrasi pemberian hormon NAA tinggi yang berperan dalam menginduksi terjadinya kalus dan pemberian hormon BAP yang cukup tinggi yang berperan dalam pembelahan sel. Gambar 1. Kalus yang terbentuk pada eksplan batang pada perlakuan A3B1,5 Peningkatan kandungan sitokinin dalam jaringan dapat meningkatkan daya aktifitas auksin dalam memicu pembelahan sel untuk membentuk kalus. Hal ini sesuai dengan George dan Sherrington (1993) yang menyatakan bahwa pada kultur jaringan, sitokinin berperan dalam mendorong pembelahan sel dan merangsang perkembangan pucuk-pucuk tunas. Menurut Santoso dan Nursandi (2004), yang menyatakan bahwa dalam aktivitas kultur jaringan auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi terjadinya kalus. Pada konsentrasi rendah akan memacu akar adventif sedangkan pada konsentrasi tinggi mendorong terbentuknya kalus. Tekstur Kalus Berdasarkan hasil pengamatan, untuk tekstur kalus yang terbentuk pada setiap perlakuan dengan kombinasi NAA dan BAP pada umumnya adalah bertekstur remah dan berwarna putih. Tetapi pada perlakuan A0B0, A0B0,5, A0B1, A0B1,5, dan A1B0 kalus yang tumbuh bertekstur berair dan berwarna bening. Hal ini disebabkan karena pada sel eksplan terdapat banyak vakuola yang mengandung air yang disebut juga dengan air bebas sehingga pada kalus teksturnya berair dan berwarna bening. Pada perlakuan juga tidak dikombinasikan dengan konsentrasi hormon NAA maupun BAP artinya NAA saja atau BAP saja, oleh karena itu kalus yang dihasilkan tidak remah dan berwarna putih. Ini berarti tekstur kalus yang rapuh dihasilkan dari kombinasi hormon auksin dan sitokinin. Tekstur kalus yang remah (friable) mengalami pembelahan sel yang cepat dari pada tekstur kalus yang kompak. Sel-sel kalus yang terbentuk bersifat remah memiliki ciri-ciri antara satu sel dengan sel lainnya berpisah. Bila kalus diambil dengan pinset, maka kalus tersebut akan menempel pada pinset (Kusumandari dalam Rahmawati, 2007). Perubahan tekstur kalus yang semakin remah ini menunjukkan terjadinya proliferasi massa sel dalam kalus hal ini sesuai dengan pernyataan Khrisnamoorthy (dalam Rahmawati, 2007) yang menyatakan bahwa auksin dapat memicu terjadinya proliferasi massa sel dalam kalus. Penggunaan NAA pada semua konsentrasi yang 102

diaplikasikan menghasilkan kalus dengan tekstur remah (friable). Kalus dengan tekstur remah merupakan kalus yang terbentuk dari sekumpulan sel yang mudah lepas. Struktur kalus remah sangat berkorelasi dengan kecepatan daya tumbuh kalus sehingga produksi metabolit sekunder tertentu yang ingin diperoleh lebih cepat dicapai (Fatimah, 2010). Tekstur kalus tergantung pada jaringan, umur kalus, dan kondisi pertumbuhan. Morfologi dan warna kalus biasanya tergantung dari jenis sumber eksplannya, dimana ada yang bertekstur remah (friable), kompak atau padat, sedangkan warna kalus biasanya mengikuti warna jenis sumber eksplan. Hal lain yang mempengaruhi morfologi dan pertumbuhan kalus diantaranya adalah sumber eksplan, komposisi media, ZPT yang digunakan, kondisi pertumbuhan seperti suhu dan cahaya, serta lamanya waktu pertumbuhan kalus. Menurut Dian (2004), warna kalus dapat memperlihatkan baik tidaknya pertumbuhan kalus, pigmen putih dan kuning pada kalus menunjukkan bahwa pertumbuhan kalus tersebut baik. Pengembangan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar Pada Konsep Bioteknologi bagi Siswa SMA Dijelaskan oleh Djohar (dalam Nurcahyo, 2007), bahwa suatu hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar Biologi ditinjau dari segi proses dan produknya. Proses penelitian merupakan serangkaian proses sains yang dimulai dari perumusan masalah sampai penarikan kesimpulan. Produk penelitian meliputi fakta-fakta yang diperoleh selama kegiatan penelitian yang selanjutnya digeneralisasikan menjadi konsep dan prinsip. Berdasarkan jenis sumber belajar dari sisi perancangannya, maka hasil penelitian ini yang berupa handout termasuk dalam sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) dalam bentuk pesan, bahan dan informasi, karena hasil penelitian merupakan informasi dalam bentuk fakta dan data. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber belajar dengan mengacu fakta fakta yang diperoleh dari penelitian. Berdasarkan proses dan fakta-fakta yang ada dalam hasil penelitian pembuatan handout submateri bioteknologi pada siswa SMA berbasis riset kultur jaringan tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa) dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang berupa handout materi bioteknologi, submateri bioteknologi dengan menggunakan kultur jaringan tumbuhan untuk siswa SMA kelas XII. Handout termasuk media cetakan yang meliputi bahan bahan yang disediakan di atas kertas untuk pengajaran dan informasi belajar yang biasanya diambil dari beberapa literatur yang memiliki relevensi dengan materi yang diajarkan atau kompetensi dasar dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik. Menurut Prastowo (2011), handout adalah bahan pembelajaran yang sangat ringkas. Handout ini bersumber dari hasil penelitian dengan beberapa literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang diajarkan kepada peserta didik. Handout ini diberikan kepada peserta didik guna memudahkan mereka saat mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian handout ini tentunya bukanlah sesuatu bahan ajar yang mahal melainkan ekonomis dan praktis. Jadi, handout termasuk media cetak atau bahan pembelajaran cetak yang diberikan oleh guru kepada siswa saat mengikuti pelajaran yang berguna untuk mempermudah siswa dalam memperoleh informasi dan merupakan bahan ajar yang praktis dan ekonomis. Menurut Slirawati (2010) handout merupakan 103

bahan ajar yang dituangkan secara ringkas yang berguna sebagai pegangan dalam pembelajaran. Dengan adanya handout guru membantu peserta didik dalam mengikuti pembelajaran secara lebih terarah dan terfokus, karena handout adalah sejenis kisi-kisi materi ajar yang akan disampaikan oleh guru. Hasil penelitian berupa fakta-fakta yang digunakan sebagai sumber belajar dianalisis agar terdapat kesesuaian dengan KTSP untuk tingkat SMA dan berhubungan erat dengan materi pokok bioteknologi pada kelas XII. Analisis kurikulum dilakukan dengan cara menentukan SK dan KD yang sesuai dengan hasil penelitian, selanjutnya menentukan indikator serta tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa dengan menggunakan model ADDIE. Model ADDIE ini terdiri dari lima tahap yaitu: Analysis, design, development, implementation, dan evaluation. Untuk tahapan implementation, dan evaluation tidak dilaksanakan pada penelitian ini. Berikut adalah gambar strukturisasi hasil penelitian untuk sumber belajar dalam bentuk handout yang dapat dimanfaatkan pada proses pembelajaran bioteknologi 104

SK: Memahami prinsip-prinsip dasar bioteknologi serta implikasinya pada salingtemas KD: Menjelaskan dan menganalisis peran bioteknologi serta implikasi hasil-hasil bioteknologi pada salingtemas Tahap 1 Analysis Tahap 2 Design Rancangan Materi Pokok: Proses kultur jaringan Peran ZPT terhadap pertumbuhan eksplan serta faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan tumbuhan Rancangan Indikator: 1. Menjelaskan proses kultur jaringan tumbuhan 2. Menganalisis pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan eksplan pada kultur jaringan tumbuhan melalui hasil penelitian Rancangan TP: 1. Siswa dapat menjelaskan proses kultur jaringan tumbuhan 2. Siswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan 3. Siswa dapat menjelaskan pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan eksplan pada kukltur jaringan Tahap 3 Development Penyusunan/penulisan sumber belajar Pencetakan sumber belajar yang berupa handout pembelajaran Validasi konten handout oleh dosen di bidang pendidikan dan bioteknologi Gambar 2. Tahapan pembuatan handout pembelajaran Bioteknologi 105

Hasil validasi oleh 3 validator terhadap handout pembelajaran Bioteknologi pada sub topik Biotenologi Pertanian modern menunjukkan rerata 3,28 yaitu valid (Tabel 3). Tabel 3. Rerata penilaian pengembangan handout pembelajaran Bioteknologi Rerata Penilaian Kriteria Penilaian Validator 1 (ahli pendidikan) Validator 2 (ahli pendidikan) Validator 3 (ahli materi) Rerata Aspek Tampilan 3,3 3,6 3 3.3 Aspek Isi 3,5 3,3 3,1 3.3 Aspek Kepraktisan 3,5 4 3 3.5 Aspek Bahasa 3,3 3,6 3 3.3 Aspek Kesesuaian 3 3 3 3 Rerata 3,32 3,5 3,02 3,28 (valid) Rerata penilaian aspek tampilan dari ketiga validator adalah 3,3 dengan keterangan valid. Tampilan dalam handout cukup menarik dan dapat memudahkan pemahaman peserta didik. Adapun gambar-gambar yang digunakan di dalam handout merupakan gambargambar yang didapatkan selama penelitian. Selain itu, tampilan handout juga dinilai dapat memotivasi peserta didik. Rerata penilaian aspek isi adalah 3,3 dengan keterangan valid. Validator ahli materi menilai bahwa handout telah sesuai dengan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran serta memiliki keterkaitan antara materi dengan lingkungan sekitar. Namun dari validator ahli pendidikan perlu disesuaikan antara indikator dengan tujuan pembelajaran dan juga untuk gambar penelitian perlu dicantumkan sumbernya. Rerata penilaian aspek kepraktisan 3,5 dengan keterangan valid. Ini berarti handout pembelajaran ini dapat membantu peserta didik secara mandiri dalam proses belajar, dan memungkinkan peserta didik terlibat secara aktif dalam menemukan konsep dan fakta-fakta yang ada. Selain itu peserta didik dinilai mampu mengaitkan antara satu konsep dengan konsep lain melalui integrasi hasil penelitian di dalam handout. Rerata penilaian aspek bahasa adalah 3,3 dengan keterangan valid. Handout pembelajaran ini dinilai telah menggunakan kalimat yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia dan mudah dipahami oleh tingkat kognitif peserta didik. Hanya saja sedikit saran dari validator bahwa pada handout setiap istilah atau singkatan maka dibuat kepanjangannya seperti NAA maka dibuat naftalen acetyl acid begitu seterusnya. Rerata aspek kesesuaian adalah 3 dengan keterangan valid. Materi yang disajikan dalam handout dinilai telah sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, penggunaan gambar dalam handout dinilai telah sesuai dengan materi yang disajikan. Rerata keseluruhan aspek penilaian dari ketiga validator adalah 3,28 dengan keterangan valid. Untuk meningkatkan validitas dari handout ini, peneliti melakukan 106

revisi pada beberapa bagian sesuai saran dari ketiga validator. Perbaikan yang dilakukan antara lain kesesuian konten handout dengan kegiatan pembelajaran, kesesuian indikator dengan tujuan pembelajaran, dan kesesuain gambar dengan materi yang disajikan. Handout yang telah dikembangkan dinilai valid untuk digunakan dengan sedikit revisi pada beberapa bagian dari handout ini. Selebihnya handout ini dapat digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa SMA kelas XII. Adapun handout yang telah direvisi ditampilkan sebagai lampiran, namun handout yang dilampirkan tersebut tetap merupakan integrasi dari penelitian ini. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian pengaruh NAA dan BAP terhadap pembentukan kalus tanaman Rosella (Hibiscus subdariffa) sebagai sumber belajar konsep bioteknologi dapat disimpulkan bahwa perlakuan kombinasi yang terbaik dalam penelitian ini adalah pada perlakuan A3B1,5 (NAA 3 mg/l + BAP 1,5 mg/l) yang dapat membentuk planlet hingga mencapai 100%, dapat membentuk kalus dalam waktu 2 HSK (hari setelah kultur), dengan tekstur kalus remah (friable) dan berwarna putih. Fakta-fakta hasil penelitian ini dapat dikembangkan sebagai salah satu sumber belajar yang berupa handout yang dapat membantu peserta didik dalam belajar pada konsep bioteknologi bagi siswa SMA. REKOMENDASI Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan hormon yang berbeda dari kelompok auksin dan sitokinin untuk melihat pertumbuhan kalusnya dan untuk memproduksi kalus yang cepat dan banyak dapat digunakan kultur suspensi sel dan perlu juga dilakukan penelitian lanjutan dari implementasi handout dalam kegiatan pembelajaran di Sekolah. DAFTAR PUSTAKA Andaryani. 2010. Kajian Penggunaan Berbagai Konsentrasi BAP dan 2,4-D Terhadap Induksi Kalus Jarak Pagar (Jatropa curcas) Secara In Vitro. Skripsi Faperta Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Anonimus. 2012. Teknik Perbanyakan Tanaman Buah secara Kultur in Vitro (Online), http://balitbu.litbang.deptan.go.i d/ind/index.php/publikasimainmenu-47/92-petunjukteknis/173-teknik-perbanyakantanaman-buah-secara-kultur-invitro (diakses 6 Maret 2013). Dian. Y. T. 2004. Uji Konsentrasi Hormon 2,4 D pada Pertumbuhan Kalus Dari Eksplan Kotiledon dan Hipokotil Kedelai (Glycine max). Malang. Jurusan Biologi Lingkungan Fakultas dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Malang. Fatimah. 2010. Pengaruh Komposisi Media Terhadap Pertumbuhan Kalus dan Kadar Tannin dari Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Secara In Vitro. Bogor : Jurnal LITTRI. Vol 16. no.1 Gunawan, L.W. 1990. Tekhnik Kultur Jaringan Tumbuhan. Pusat antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartman, H. T. and D. E. Kester. 1983. Plant Propagation Principles and Practice. Prentice Hall, Inc. New 107

Jersey. Imam Mahadi. 2012. Induksi kalus kenerak (Goniothalamus umbrosus) berdasarkan jenis eksplan menggunakan metode In vitro. J. Agroteknologi Tropika. 1 (1): 18-22. Prastowo, A. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: DIVA press Santoso, U dan Nursandi, F. 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas Muhammadiyah Malang. Saputra, H. 2008. Manajemen Belajar. (Online),http://www.freewebs.co m/hijrahsaputra/catatan/manaje men. Htm. Manajemen Strategi Belajar (MSB). (diakses 12 April 2013). Sudrajat, A. 2008. Sumber Belajar. (Online), http://akhmadsudrajat. wordpress.com/2008/04/15/sum ber-belajar-untukmengefektifkan-pembelajaransiswa/. (diakses 19 Januari 2014). Maryani, H & Kristiana, L. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosella. Agro Media Pustaka. Jakarta Wattimena, G. A. 1991. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas Institus Pertania Bogor. Bogor. Hal. 35 116 Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman : Solusi Perbanyakan Tanaman Budidaya. Bumi Aksara. Jakarta. 108