BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu hal dalam adat istiadat yang menjadi kebiasaan turun temurun yang erat hubungannya dengan masyarakat di setiap negara. Dengan adanya keanekaragaman kebudayaan di setiap negara inilah menjadikan manusia tertarik untuk memahami dan bahkan mengagumi kebudayaan tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan adalah suatu hal yang harus dipelajari untuk bisa berhubungan sosial dengan negara yang berbeda kebudayaan dengan menyesuaikan perbedaan-perbedaan yang ada. Hal ini yang bisa memberikan nilai positif ketertarikan negara lain untuk mengetahui lebih jauh akan negara yang dimaksud. Menurut Koentjaraningrat (2000: 9) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai daya budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. Williams dalam Sutrisno dan Putranto (2005: 258) menyebutkan penggunaan istilah kebudayaan yang banyak dipakai sekarang ini yaitu mengenai perkembangan intelektual, spiritual, dan estetika individu, kelompok atau masyarakat. Kemudian kebudayaan menangkap sejumlah aktivitas intelektual dan artistik serta produkproduknya seperti film, kesenian, dan teater sehingga kebudayaan sering diartikan dengan kesenian. Istilah kebudayaan juga mengenai seluruh cara hidup, aktivitas, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang, kelompok, atau masyarakat. Banyak negara yang memperkenalkan kebudayaannya masuk ke Indonesia seperti kebudayaan Barat, China, Korea, dan Jepang. Salah satu kebudayaan yang penulis ingin bahas lebih dalam lagi yakni kebudayaan Jepang. Kebudayaan Jepang memiliki ciri khas yang mempengaruhi negara ini maju di Asia dan berkembang sangat pesat dengan teknologi dan perindustriannya. Tata cara kehidupan yang serba modern disamping itu tetap tertanam beragamnya budaya tradisional yang kental. 1
2 Perjalanan sejarah Jepang dari waktu ke waktu tetap membekas dan meninggalkan beragam kebudayaan yang sampai saat ini masih tetap dilakukan seperti bushido, chanoyu, ikebana, hanami, matsuri, dan sebagainya. Hal ini menjadikan Jepang dikenal oleh dunia tidak hanya karena teknologinya yang sudah modern namun kebudayaan tradisionalnya pun banyak membuat sebagian orang tertarik untuk mengenal Jepang lebih dalam lagi. Kebudayaan yang dianut dalam suatu masyarakat selalu tumbuh dan berkembang secara dinamis yang semakin lama semakin terbuka untuk penyesuaian dengan segala perkembangan yang terjadi di berbagai kehidupan. Williams dalam Deni (2006: 9) hal inilah yang menjadikan munculnya budaya pop. Kata pop diambil dari kata populer yang dapat diartikan sebagai banyak disukai orang, karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang, dan budaya yang dibuat untuk menyenangkan dirinya sendiri. Budaya populer muncul dari interaksi sehari-hari dari masyarakat tertentu misalnya dunia fashion. Budaya populer Jepang meliputi anime, manga, cosplay, game, j-pop, dan sebagainya. Budaya populer telah menyebar sampai ke beberapa negara, salah satunya adalah Indonesia. Budaya populer Jepang di Indonesia sudah tidak asing lagi dikalangan remaja perkotaan. Berawal dari masuknya film kartun yang ditayangkan di televisi sekitar tahun 1990-an, majalah yang membahas tentang anime, busana gaya harajuku (harajuku-kei), game, dan sebagainya. Indonesia salah satu negara yang mengikuti perkembangan budaya populer Jepang. Globalisasi budaya populer Jepang kini dibuktikan dengan semakin banyaknya acara-acara yang bertemakan Jepang seperti karaoke, menggambar manga, dan yang tidak pernah terlewatkan adalah cosplay. Demam budaya populer Jepang ini tidak hanya diminatin oleh anak-anak namun diminati juga oleh para kaum remaja dan dewasa. Melihat besarnya pengaruh budaya populer Jepang yang masuk ke Indonesia, menjadikan penulis ingin membahas lebih dalam akan perkembangan budaya populer Jepang dengan skala yang lebih kecil yaitu di dalam cosplay. Cosplay adalah gabungan dari costume dan play yang berarti mengenakan kostum, properti cosplay, beserta aksesoris pendukungnya untuk dapat menjadi karakter yang ada dalam anime ataupun video game yang diikuti dengan gerakangerakan yang dilakukan oleh karakter dalam anime atau game seperti mimik muka,
3 gerakan khas yang mencerminkan karakter tersebut (Rosenberg dan Letamendi, 2013: 9). Dalam hal ini, penggemar yang berbusana seperti yang diidolakannya memiliki sejarah yang panjang, di Amerika pada tahun 1960-an dan 1970-an yang mana para penggemar mulai menggunakan kostum dari seri film seperti star trek atau star wars. Kemudian berkembang yakni adanya akting atau memperagakan gerakan dari salah satu karakter lakukan, yang mana para penggemar mengkombinasikan kostum dengan pertunjukkan. Wang (2010: 19) menjelaskan istilah cosplay sendiri pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 1984 oleh Takahashi Nobuyuki ketika ia mengunjungi acara masquerade di Los Angeles Science-Fiction Convention. Ada juga sumber yang menyatakan bahwa istilah cosplay sudah digunakan di majalah sekitar tahun 1984 masih merujuk bahwa Takahashi adalah orang pertama yang membuat istilah tersebut. Di Jepang, semenjak saat itu cosplay menjadi sangat menonjol pada saat itu. Sekarang bagi fans dari barat dalam mengenakan kostum tidak hanya terhadap karakter fiksi pada genre fantasi melainkan mereka juga mulai mengenakan kostum dari karakter fiksi Jepang. Banyak orang khususnya para kaum remaja di Indonesia menerima dengan baik budaya populer Jepang yang satu ini. Sekarang ini sudah tidak asing lagi bagi kita dengan acara-acara yang bertemakan Jepang pasti selalu menampilkan kompetisi cosplay. Cosplay telah menjadi kegiatan yang semakin digemari, terbukti dengan menyebarnya komunitas-komunitas yang cosplay yang ada di Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komunitas adalah perkumpulan sekelompok orang yang saling berinteraksi memiliki minat dan ketertarikan yang sama dengan penggemar lainnya. Di komunitas ini, seseorang dapat dengan bebas mengungkapkan kesukaannya dan merasa di terima apa adanya di sebuah komunitas tersebut karena masing-masing memiliki minat yang satu sama lainnya. Dalam jurnal Winge (2006: 65) cosplayer (sebutan untuk orang yang melakukan cosplay atau dalam bahasa Jepangnya コスプレヤー ) mengeluarkan uang dan waktu dalam membuat dan membeli kostum, mempelajari pose dan dialog khas karakter yang akan mereka perankan, dan tampil di acara-acara cosplay sebagaimana mereka merubah diri mereka dari identitas dunia yang sebenarnya
4 menjadi karakter (fiksi) yang mereka pilih. Banyak cosplayer memilih untuk tetap didalam karakter selama periode tertentu mereka mengenakan kostum untuk menunjukkan usaha mereka dalam mewujudkan karakter mereka secara harafiah baik dalam kepribadian maupun penampilan. Umumnya Cosplayer memakai kostum mereka di sebuah acara kompetisi cosplay, pertunjukan busana atau pengambilan foto. Kompetisi dalam pertunjukkan pendek yang melibatkan pengikut acara benar-benar berakting menyerupai karakter yang diperankan dan mereka sangat menikmati ketika difoto dengan memakai kostum. Penilaian masyarakat umum mengenai cosplay pun banyak mendapatkan tanggapan yang kurang mengenakan meskipun ada pula tanggapan yang memberikan komentar cukup baik tentang kegiatan cosplay ini. Dari hasil wawancara penulis kepada masyarakat umum, mereka menilai bahwa cosplayer adalah sekumpulan anak-anak aneh yang terlalu terobsesi pada sebuah karakter anime yang tidak nyata sehingga berusaha menghidupkannya dengan cara cosplay. Bagi masyarakat umum, cosplay adalah kegiatan yang menunjukkan bahwa orang yang mengikuti kegiatan ini adalah seorang yang tidak bisa menerima keadaan dari dirinya sendiri dan kurang percaya diri dengan identitas dirinya di dunia nyata. Bahkan ada yang memandang rendah mengenai cara cosplayer mengenakan kostum. Cosplayer dianggap aneh karena mereka mengenakan kostum, berdandan, dan bertingkah laku layaknya seperti anime yang hanya menghamburkan uang untuk kegiatan yang tidak jelas. Meskipun demikian, dari hasil wawancara dengan cosplayer, ada yang menjelaskan bahwa tujuan mereka memulai cosplay adalah untuk menunjukkan ekspresi kecintaan kepada idola anime-nya, beberapa diantaranya menganggap cosplay sebagai cara untuk menjadikan mereka sebagai bagian diri dengan identitas yang baru, dan ada yang memulai cosplay untuk mencari kesenangan memerankan diri yang berbeda dari biasanya karena kebanyakan dari mereka melakukan cosplay sebagai salah satu dari hobi. Menanggapi tujuan yang terakhir yaitu memulai cosplay untuk mencari kesenangan menjadikan penulis ingin mengetahui lebih dalam apa arti kesenangan yang dimaksud. Wagner dalam Locteki (2012: 17) menyatakan cosplay sebagai bagian dari edutainment (education-entertainment) yang merupakan gabungan dari
5 pendidikan dan hiburan sebagai tujuan untuk kesenangan dan belajar untuk berinteraksi dengan yang lain. Berpartisipasi dalam suatu tempat, kostum, mempelajari karakter, mengikuti suaranya, dan sebagainya menjadikan pengalaman gabungan dari pembelajaran untuk berbaur dan menjadi hiburan bagi diri sendiri dan orang lain. Untuk beberapa masyarakat umum mungkin saja menilai cosplay sebagai suatu hal yang aneh karena menampilkan busana yang tidak biasa, hanya menghabiskan uang karena harus menyiapkan kostum dan properti pendukung lain, dan bahkan ada yang mengatakan bahwa seseorang yang melakukan cosplay dianggap sebagai seorang yang krisis identitas. Namun menurut orang yang memang senang dengan cosplay menilai ini adalah aktivitas positif yang bisa memberikan mereka kepuasan diri dan kepuasan bersama anggota lainnya serta memberikan keterampilanketerampilan yang didapatkan selama melakukan cosplay. Ketertarikan dan minat pada cosplay yang membuat para cosplayer mengeluarkan imajinasi dan kreatifitasnya dalam membuat persiapan kostum yang mereka dapatkan dengan cara menjahitnya sendiri, meminta penjahit untuk membuat kostum dengan desain dan bahan yang telah dipersiapkan, dan bahkan ada yang sampai membeli kostum yang sudah jadi (original) demi memuaskan dirinya sendiri untuk bisa menjadi seperti idola animenya. Dalam penulisan skripsi ini, penelitian terhadap cosplay merupakan bentuk penelitian yang fokus pada cosplay di Indonesia khususnya Jakarta. Para cosplayer sebagai penggemar budaya Jepang ini dinilai cenderung menyimpang dan merupakan kegiatan yang berlebihan. Selain itu para penggemarnya yang sebagai kelompok yang mengikuti dan menikmati budaya populer Jepang ini melakukan tindakan yang melebihi kebanyakan orang umum, akhirnya mereka dinilai suatu hal yang negatif. 1.1 Masalah atau Isu Pokok Isu pokok masalah penulisan dalam skripsi ini yakni membahas cosplay sebagai sarana rekreasi para cosplayer.
6 1.2 Formulasi Masalah Formulasi masalah dalam penulisan ini yakni penulis akan membahas apresiasi dan aktivitas cosplay di Jakarta yang dilakukan pada setiap acara budaya Jepang. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis cosplay sebagai sarana rekreasi para cosplayer yang ada di Jakarta. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk membuktikan pendapat para cosplayer yang menjadikan cosplay sebagai bagian dari rekreasi serta mengetahui apresiasi dan aktivitas cosplay di Jakarta. 1.5 Tinjauan Pustaka Sebelum penulisan skripsi ini, penulis juga mempelajari penelitian-penelitian orang lain yang telah dilakukan sebelumnya sebagai landasan dalam penulisan ini, khususnya penelitian mengenai cosplay. Dalam jurnal Lamerichs (2010: 167) membahas mengenai kegiatan cosplay yang ada di Jepang dengan di Belanda. Dalam pembahasannya, Lamerich memberikan gambaran mengenai perbedaan antara cosplayer dari Jepang di beberapa acara. Antusias kegiatan cosplay di Jepang lebih dilakukan dalam bentuk membeli kostum secara jadi karena selama berlangsungnya acara cosplay, kegiatan mereka lebih mengarah kepada memperlihatkan kostum dan memperagakan gerakan dari salah satu karakter yang diperankan. Sedangkan jika dibandingkan dengan cosplay di negara Barat seperti Belanda, Amerika, dan Jerman, para cosplayer lebih menyukai mendapatkan dan mengenakan kostum dari hasil buatannya sendiri karena dalam acara cosplay di negaranya diadakan sebuah kompetisi dan juga peragaan busana.
7 Cosplay di Jepang lebih mengarah pada penilaian visual sehingga cosplayer berhati-hati dalam memerankan suatu karakter dan mengenakan kostumnya. Untuk mendapatkan penampilan yang baik maka kebanyakan cosplayer di Jepang lebih memilih membeli kostum dibandingkan membuatnya sendiri. Dalam cosplay mereka lebih memperhatikan pengambilan foto dan berpose. Sebaliknya di Barat, membeli kostum jadi dinilai sebagai sesuatu yang tidak istimewa.