BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara maju dan modern, tetapi negara Jepang tidak pernah meninggalkan tradisi dan budaya mereka serta mempertahankan nilai-nilai tradisi yang ada sejak zaman dahulu hingga sekarang. Jepang juga banyak mempunyai pelestari tradisi kebudayaan, salah satu kebudayaan Jepang adalah kesenian drama Jepang. Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan, rasa, tindakan, dan karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan dijadikan miliknya adalah dengan melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 1996:72). Seni drama adalah sebuah pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi. Drama atau teater adalah salah satu seni pertunjukkan yang asal katanya berasal dari bahasa yunani kuno, yaitu theatron. Kata tersebut memiliki arti tempat pertunjukan. Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan teater sebagai gedung atau ruangan tempat pertunjukan film, sandiwara, dan sebagainya. Teater adalah sebagai suatu kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai alat atau media utama untuk menyatakan rasa dan karsanya dan mewujudkannya dalam suatu karya seni (Padmodarmaya, 1988:21). Kemudian Jepang memiliki tiga jenis kesenian yang mempertunjukkan sebuah karya drama, yaitu noh, bunraku, dan kabuki. Noh merupakan seni pertunjukan yang menggunakan topeng sebagai ciri khasnya. Bunraku merupakan seni pertunjukan yang menggunakan boneka sebagai media utamanya. Sedangkan kabuki merupakan seni pertunjukan yang mengutamakan aktor sebagai elemen terpenting dalam pertunjukannya.

2 2 Seni pertujukan drama kabuki muncul pada abad ke-17. Asal kata Kabuki adalah kabusu ( 歌舞 ) yang ditulis dengan karakter kanji dengan ditambahkan akhiran す yang mempunyai arti bernyanyi dan menari. Kemudian menjadi kata kabuki ( 歌舞伎 )yang ditulis dengan tiga karakter kanji, yaitu uta ( 歌 ) yang berarti lagu, mai ( 舞 ) yang berarti tarian, dan ki ( 伎 ) yang berarti teknik. Tetapi terdapat pendapat lain tentang asal kata dari kabuki yang berawal dari kata katamuku ( 傾く ) yang berasal dari kosakata kanji, yang dalam bahasa Indonesia berarti miring atau condong. Kabuki dimulai pada zaman Edo ( ) yang berawal dari sebuah pertunjukan drama tari yang dilakukan oleh seorang wanita bernama Okuni di kuil Kitano Temmangu, Kyoto. Okuni adalah seorang miko (pendeta wanita) yang berasal dari Izumo Taisha. Tari yang dibawakan Okuni diiringi dengan lagu yang sedang populer pada zaman tersebut. Kemudian Okuni juga mengajak beberapa wanita dalam pertunjukannya. Pertunjukan kabuki dengan tari dan lagu ini disebut Okuni kabuki. Lama-kelamaan Okuni kabuki mendapat campur tangan dari wanitawanita yang sejatinya adalah wanita penghibur. Wanita-wanita penghibur ini juga membuat kelompok di Kyoto dan Osaka yang di sebut dengan yuujo kabuki atau onna kabuki. Kelompok-kelompok ini menimbulkan demoralisasi karena merusak arti sesungguhnya dari pertunjukan kabuki. Oleh karena itu pada tahun 1647 pemerintah melarang adanya pemeran wanita dalam pertunjukan drama termasuk salah satunya adalah pertunjukan kabuki karena dianggap sumber praktek protistusi. Sebagai pengganti onna-kabuki, muncul wakashu kabuki yang diperankan oleh remaja laki-laki. Pada tahun 1652, bakufu kembali melarang praktek wakashu kabuki dengan alasan yang hampir sama dengan onna kabuki. Tetapi sekitar enam bulan setelahnya muncul jenis kabuki baru yang pemerannya hanya boleh dimainkan oleh lelaki dewasa dengan syarat memotong poni agar unsur kecantikan hilang dari diri mereka. Jenis kabuki baru ini disebut dengan yarou kabuki ( やろう歌舞伎 ).

3 3 Sebelum pemerintah membuat kebijakan pelarangan tersebut dalam pertunjukan Okuni kabuki, Okuni juga sering menggunakan kostum lelaki dengan membawa pedang, berperan sebagai seorang lelaki. Ini merupakan salah satu faktor yang menarik para pria muda untuk menghidupkan kembali pertunjukan kabuki, sebagai pengganti dari pemeran wanita di Okuni kabuki. Tahap ini merupakan hal yang menyimpang dari aturan sebelumnya, tetapi hal ini sebaliknya membuat pertunjukan kabuki terkenal karena terkesan unik. Perubahan ini merupakan awal mula munculnya onnagata. Onnagata ( 女形 atau 女方 ) sebuah istilah yang berarti peniru perempuan atau peran perempuan. Onnagata adalah aktor kabuki laki-laki yang memainkan peran perempuan. Beberapa aktor diantaranya memerankan secara khusus peran perempuan, dan yang lainnya memerankan bagian laki-laki dan perempuan. Onnagata biasanya memakai sebuah penutup kepala untuk menutupi jambul mereka yang disebut murasaki boushi ( 紫帽子 ). Itu digunakan baik ketika dipanggung maupun diluar panggung pada saat acara-acara formal. Warna penutup kepala yang digunakan harus selalu berwarna ungu. ( Seiring berkembangnya drama Kabuki pada zaman Edo, banyak diciptakan berbagai macam cerita kabuki baik yang bersifat Jidaimono (cerita yang bernuansa sejarah) maupun Sewamono (cerita yang bernuansa realita), selain itu penulis cerita Kabuki juga senang menggunakan istilah Sekai (dunia) sebagai kerangka dasar cerita. Misalnya karya Kabuki yang berjudul taiheiki no sekai (dunia taiheiki), heiki monogatari no sekai (dunia kisah klan heiki), sogamono no sekai (dunia sogamono) atau sumigawamono no sekai (dunia sumigawamono). Penonton biasanya sudah tahu jalan cerita dan akrab dengan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita.

4 4 Banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada drama kabuki, seiring dengan perkembangan dari zaman ke zaman sampai saat ini, terutama perubahan pada para pemain, panggung, kostum, dan alat musiknya tetapi bahasa yang digunakan tetap sama yaitu bahasa Jepang yang dipakai pada zaman Edo. Pada masa sekarang kabuki menjadi sebuah hiburan yang wajib ditonton jika pergi ke Jepang. Kalau tidak menonton kabuki, maka percuma saja datang jauhjauh, karena kabuki merupakan sebuah drama tari tradisional Jepang yang unik, yang terus bertahan sampai sekarang. Kabuki pada masa sekarang tidak hanya ditonton oleh para orang tua saja, tetapi anak muda pun juga menonton kabuki, tidak hanya itu kabuki sekarang sudah terkenal hingga mancanegara sehingga wisatawan asing pun tertarik untuk menonton drama kabuki. Hal tersebut menjadikan seni drama kabuki menjadi seni drama yang entertainment dikalangan masyarakat Jepang maupun mancanegara. Aktor populer yang terdapat dalam pementasan kabuki terus membawa penonton ke dalam teater yang diberikan dan pada barubaru ini kabuki menjadi booming atau populer dikalangan anak muda. Kabuki terus menjadi bentuk hiburan yang dinikmati oleh berbagai macam orang dari berbagai macam kalangan, seperti yang telah terjadi selama kurang lebih 400 tahun. Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk membahas lebih jauh mengenai Kabuki dengan judul Perkembangan Seni Drama Kabuki menjadi Seni Entertainment. 1.2 Identifikasi Masalah

5 5 Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penulis mengidentifikasi masalah masalah sebagai berikut : 1. Kabuki adalah seni drama klasik di Jepang. 2. Kabuki berkembang pesat sejak zaman Edo hingga sekarang. 3. Perkembangan kabuki dilihat dari segi penokohan, tata suara, tata panggung, tata rias, dan tata busana. 4. Seni drama kabuki saat ini berkembang meluas ke mancanegara. 5. Seni drama kabuki sekarang sudah menjadi seni entertainment yang berkembang pesat. 1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasi penelitian pada Perkembangan Seni Drama Kabuki menjadi Seni Entertaiment yang mempunyai penggemar dari berbagai kalangan dan disukai juga di luar Jepang. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah diatas, permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan dan kemajuan seni drama kabuki dari zaman Edo hingga sekarang? 2. Bagaimana kemajuan seni drama kabuki sehingga menjadi sebuah pertunjukan entertainment? 3. Bagaimana upaya pemerintah dalam melestarikan kesenian tradisional khususnya drama kabuki? 1.5 Tujuan Penelitian

6 6 Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menjelaskan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang : 1. Perkembangan seni drama kabuki dari zaman Edo hingga sekarang. 2. Seni drama kabuki dapat menjadi sebuah seni entertainment. 3. Upaya pemerintah dalam melestarikan kesenian kabuki. 1.6 Metode Penelitian Di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian studi pustaka yaitu melengkapi data yang ada. Penulis membaca buku yang mencakup informasi tentang kabuki terutama perkembangan dan kemajuan yang terjadi pada seni drama kabuki dari zaman Edo hingga sekarang. Sumber-sumber buku yang berhubungan dengan penelitian ini penulis dapatkan dari perpustakaan The Japan Foundation, perpustakaan, serta sumber lainnya sebagai bahan penunjang seperti artikel, jurnal, dan internet. Sedangkan untuk pengkajian data penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dan penelitian secara kualitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau. Sedangkan penelitian secara analitis adalah analisis isi atau dokumen, yaitu ditujukan untuk menghimpun dan menganalisis dokumen. Analisis juga dapat dilakukan pada buku-buku teks baik yang bersifat teoritis dan empiris. Penelitian secara kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. 1.7 Manfaat Penelitian

7 7 Manfaat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui secara ringkas dan jelas tentang Perkembangan seni drama kabuki menjadi seni entertainment. Topik ini sangat menarik perhatian penulis karena keingintahuan lebih dalam mengenai Perkembangan seni drama kabuki menjadi seni entertainment. Dan juga penulis berharap semoga karya sederhana ini bisa menjadi referensi kepada adik kelas yang tertarik dengan seni tradisional kabuki. 1.8 Sistematika Penulisan Berdasarkan manfaat penelitian diatas, sistematika penulisan penyajian penelitian ini disusun sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai pengertian drama tradisional, pengertian entertainment, pengertian modernisasi dalam sebuah kesenian tradisional, dan mengenai sejarah seni drama kabuki serta unsur drama kabuki yang terdiri dari cerita, pemain, panggung, penonton, dan sutradara. BAB III ANALISIS

8 8 Bab ini menjelaskan mengenai perkembangan seni drama kabuki menjadi seni entertainment, upaya pemerintah dalam melestarikan kesenian kabuki, dan kemajuan kabuki dari segi penokohan, tata suara, tata busana dan tata rias, serta perkembangan kabuki di mancanegara. BAB IV KESIMPULAN Bab ini adalah bab terakhir yang merupakan penutup yang berisi kesimpulan mengenai keseluruhan dari tema yang telah diambil oleh penulis.