POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2)

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UJI VARIABEL POTENSI DAN PERTUMBUHAN DARI KOMUNITAS KEPITING WARNA WARNI GENUS FIDDLER (Uca Spp) DI KKMB KOTA TARAKAN

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung

3 METODOLOGI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 1 Tahun 2015 BALITBANG-KP, KKP

ANALISIS POPULASI PERTUMBUHAN ALLOMETRI DAN INDEKS KONDISI Harpiosquilla Raphidea WAKTU TANGKAPAN SIANG HARI DI PERAIRAN JUATA KOTA TARAKAN

STUDI ASPEK PERTUMBUHAN UDANG NENEK (Harpiosquilla raphidea) DI PERAIRAN JUATA LAUT KOTA TARAKAN

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

RINGKASAN. Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut merupakan satusatunya

Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 48 ISSN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Pada Alat Tangkap Bubu Kerucut dengan Umpan yang Berbeda

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian.

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

Studi Morfometri dan Tingkat Kematangan Telur Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kawasan Perairan Demak

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

STUDI BIOLOGI KEPITING DI PERAIRAN TELUK DALAM DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

ANALISIS POTENSI KEPITING BAKAU (Scylla spp) DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KEPITING (Scilla serrata) ABSTRAK

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia mempunyai lebih dari pulau dan dikelilingi garis

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang

KARYA ILMIAH TERTULIS

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

I. PENDAHULUAN. Budidaya merupakan suatu kegiatan pemeliharaan sumber daya hayati yang

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

Jurnal Harpodon Borneo Vol.6. No.2. Oktober ISSN : X

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

STUDI KELIMPAHAN MEROPLANKTON KEPITING Scylla sp. PADA KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN YANG BERBEDA DI WILAYAH BARAT PESISIR KOTA TARAKAN

DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskål, 1775) dengan Ukuran Pakan Berbeda pada Budidaya dengan Sistem Baterai

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. Pengantar A. Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

KALIMANTAN UTARA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dengan meningkatnya pendapatan masyaraka Di sisi lain,

Transkripsi:

Potensi Sumberdaya Kepiting Bakau (Natanael dan Dhimas Wiharyanto) POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Staf Pengajar Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Borneo Tarakan Jl. Amal Lama No.1, Tarakan. Kalimantan Utara. 77123 2) Email : dhimasborneo@gmail.com ABSTRACT Tarakan city as center collected crab (Scylla sp.) that cacth from estuarine water area at North Kalimantan Province. The crabs for export have many kind size based on species, body complited, soft or hard the carapace, weight and eggs prosentase. The group category of crabs that found in trading Tarakan City have many variation name, They are H7, H5, H3, TG, CBH, CBK, % dan BS. Keywords : Crabs, Estuarine, Variation, North Kalimantan PENDAHULUAN Sumberdaya perikanan Indonesia yang diekspor keluar negeri cukup beragam, salah satunya yang memiliki permintaan tinggi adalah kepiting bakau (Scylla sp). Kepiting bakau (Scylla sp.) adalah salah satu organisme golongan crustacea yang hidup di habitat di hutan mangrove/bakau. Kepiting bakau (Scylla sp.) merupakan komoditas ekspor bernilai ekonomis tinggi dari Indonesia salah satunya yang berasal dari perairan Provinsi Kalimantan Utara. Menurut Gunarto & Cholik (1989) dalam Suman (2002) kepiting bakau merupakan salah komoditas perikanan yang patut dikembangkan karena semakin meningkatnya harga dan permintaan tiap tahun. Kota Tarakan sebagai kota yang memiliki luas seluruhnya 657,33 km 2 dimana sekitar 61,85 % terdiri dari lautan yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Kota ini merupakan pusat pengumpulan kepiting yang berasal dari hasil tangkapan di wilayah perairan muara propinsi Kalimantan Utara. Berdasarkan data yang tersedia di Dinas Kelautan dan Perikanan kota Tarakan, bahwa jumlah hasil ekspor kepiting perbulan mencapai 68,77 ton. Jumlah tersebut belum dapat dipenuhi karena keterbatasan hasil tangkap di alam dan produksi budidaya yang masih sangat minim. Padahal permintaan kepiting tiap bulannya semakin meningkat dan penyebab berkurangnya volume ekspor kepiting bakau (Scylla sp) (DKP Kota Tarakan, 2015). Kepiting bakau (Scylla sp.) yang diperdagangkan di sekitar Kota Tarakan bervariasi yang dapat digolongkan dalam beberapa kriteria atau dikenal sebagai size. Ukuran ini biasanya disesuai dengan kualitas dan jenis kepiting bakau misal berat. Ketersediaan informasi tentang jenis dan ukuran ini sangat penting dan dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan upaya pelestarian yang akan dilakukan. Meningkatnya permintaan konsumen terutama dari pasar luar negeri, menjadikan kepiting menjadi salah satu komoditas andalan untuk ekspor non migas mendampingi udang windu. Permintaan kepiting yang terus meningkatnya tersebut, 36 Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2016

Jurnal Harpodon Borneo Vol.9. No.1. April. 2016 ISSN : 2087-121X selain disebabkan rasa dagingnya yang lezat, juga kandungan gizinya yang tinggi, berdasarkan hasil analisis proksimat diketahui bahwa daging kepiting bakau mengandung protein 47,31% dan lemak 11,20% (Karim, 2005). Selama ini kebutuhan konsumen akan kepiting bakau sebagian besar masih dipenuhi dari hasil penangkapan di alam yang sifatnya fluktuatif. Dengan semakin tingginya nilai ekonomis kepiting, mendorong meningkatnya kebutuhan dan penyediaan dari sumberdaya. Hal ini berdampak pada semakin tingginya intensitas penangkapan terhadap kepiting bakau di alam. Kondisi tersebut akan berpotensi munculnya dampak negative pada ketersediaan kepiting bakau di alam yaitu terjadinya overfishing atau tangkap lebih yang menyebabkan kelangkaan sumberdaya ini dan yang paling buruk adalah hilang spesies jenis ini. Selanjutnya, untuk melestarikan sumberdaya kepiting bakau ini diperlukan upaya-upaya perlindungan berbagai pihak yang terkait salah satunya pemerintah yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN-KP/I/2015 tentang larangan penangkapan Kepiting bakau (Scylla sp) yang bertelur dan pengaturan ukuran kepiting yang diperbolehkan untuk ditangkap dan diperjual belikan. Adanya peraturan ini, menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat khusunya pelaku yang terkait dengan komiditi ini, dimana terdapat masyarakat pelaku usaha yang mendukung namun tidak sedikit juga yang menolaknya. Seharusnya agar upaya pelestarian yang dilakukan dapat diterima dan tepat sasaran maka harus disesuaikan dengan kondisi sumberdaya di suatu kawasan tertentu. Upaya pelestarian juga harus mempertimbangkan sumber informasi yang berupa data-data potensi bersumber dari kajian-kajian dasar tentang kondisi dan status potensi kepiting bakau salah satunya adalah mengenai jenis dan ukuran kepiting yang ditangkap dan diperdagangkan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis jenis dan ukuran kepiting bakau (Scylla sp) yang tertangkap dan diperdagangkan di sekitar Kota Tarakan. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi tentang jenis dan ukuran kepiting bakau (Scylla sp.) yang tertangkap dan diperdagangkan di Kota Tarakan dalam mendukung upaya pelestarian dari sumberdaya perikanan kepiting bakau. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai Mei sampai dengan Oktober 2015. Penelitan yang dilakukan meliputi beberapa tahap kegiatan diantaranya dimulai dengan penyusunan proposal, pengambilan data dilapangan, penginputan data, analisis data, pembahasan dan penyusunan laporan. Penelitian ini dilakukan di sekitar Kota Tarakan yang terbagi menjadi 3 lokasi penelitian yang ditentukan berdasarkan tempat yang menjadi pendaratan hasil tangkapan kepiting bakau. Lokasi penelitian terletak di 3 Kecamatan di Kota Tarakan diantaranya Kecamatan Tarakan Tengah, Tarakan Barat, dan Tarakan Utara. Lokasi penelitian ditunjukkan pada gambar berikut ini. Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2016 37

Potensi Sumberdaya Kepiting Bakau (Natanael dan Dhimas Wiharyanto) Gambar 1. Peta lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan bersifat deskriptif eksploratif. Data yang didapatkan dengan melakukan survei, wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan.dengan demikian data yang digunakan dalam penelitia ini dikelompokkan dalam data sekunder dan data primer. Data primer merupakan data yang di peroleh langsung oleh responden, atau sumber data. Metode pengumpulan data primer dapat melalui observasi, partisipasi aktif,dan wawancara(jumadi, 2008). Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang atau badan lain yang telah dikumpulkan atau belum diolah mengenai data yang diperlukan. Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan, pustaka serta lembaga penilitian, swasta atau masyarakat yang ada hubungannya dengan usaha usaha kepiting bakau (Scylla sp) (Jumadi, 2008). Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, dimulai dari merancang jumlah responden penelitian dan pengumpulan data melalui proses wawancara. Berikut ini prosedur penelitian yang dilakukan: 1. Mengumpulkan data tentang produksi kepiting dan jumlah pengusaha pengumpul kepiting bakau pada dinasdinas terkait. Pengusaha pengumpul kepiting menjadi responden utama dalam penelitian ini. Menentukan jumlah contoh responden pengusaha pengumpul kepiting. Dari hasil identifikasi data yang bersumber dari dinas terkait, diketahui bahwa jumlah pengusaha pengumpul kepiting di Kota Tarakan adalah 31 pengusaha. Menurut Slovin (2010) rumus pengambilan sampel sebagai berikut : N n 2 1 N e dimana n : ukuran contoh N : ukuran populasi e : nilai kritis/batas ketelitian (10%) 38 Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2016

Jurnal Harpodon Borneo Vol.9. No.1. April. 2016 ISSN : 2087-121X 2. Berdasarkan pengambilan sampel menurut Kusmayadi dan Endar (2000), didapatkan jumlah responden minimal yang harus diambil dalam penelitian adalah sebanyak 8 orang. Dalam penelitian ini jumlah responden yang diambil sebanyak 10 orang, ini berarti jumlah sampel yang digunakan dapat mewakili jumlah populasi pengusaha pengepul kepiting di Kota Tarakan. Sebaran responden contoh sendiri berasal dari 3 (tiga) wilayah kecamatan di Kota Tarakan yaitu 3 (tiga) responden di Kecamatan Tarakan Barat, 3 (tiga) orang responden berasal dari kecamatan Tarakan Tengah dan 4 (empat) orang responden berasal dari kecamatan Tarakan Utara. 3. Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden (interview) dan wawancara mendalam (depthinterview). Selain itu juga, dilakukan dengan teknik observasi (pengamatan) dan observasi terencana (pedoman dengan kuesioner). Observasi lapangan dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada saat kondisi perairan laut mengalami perbedaan pasang surut yang besar (purnama) dan pasang surut rendah (perbani). Data yang dikumpulkan meliputi : Data karakteristik responden (umur, pendidikan formal, pendapatan, lama tinggal dan tahun berdirinya usaha). Informasi tentang sumberdaya kepiting bakau meliputi sumber asal, jenis kriteria, jumlah produksi dan lokasi tujuan pengiriman kepiting bakau. Data morfologi kepiting bakau (Scylla sp.) meliputi ukuran berat, lebar dan panjang karapas setiap jenis kriteria kepiting bakau. 4. Penginputan dan pengolahan data hasil observasi yang didapatkan, kemudian dilanjutkan dengan proses analisa terhadap data. Dalam data penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah analisis diskriptif. Analisis deskriptif merupakan analisis yang menggambarkan/ melukiskan keadaan komponen penelitian di suatu kawasan. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis: 1. sumber asal kepiting bakau 2. jenis yang diperdagangkan dan 3. kondisi morfologinya. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Potensi Sumberdaya Kepiting Kota Tarakan Pada awalnya,kepiting bakau (Scylla sp.)merupakan hama bagi budidaya udang yang dilakukan di sekitar Kota Tarakan. Hal ini disebabkan tingkah laku kepiting bakauyang dapat merusak tanggul tambak dengan cara membuat lubang sehingga air dari dalam tambak ke luar lingkungan yang mengakibatkan air yang ada di tambak berkurang bahkan menjadi kering.dengan semakin meningkatnya permintaan dari masyarakat yang mengkonsumsi kepiting bakau maka semakin bertambah pengusaha penjual kepiting ini. Berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tarakan hingga tahun 2015 jumlah pengusaha pengumpul kepiting bakau yang ada di Kota Tarakan berjumlah 31 pengusaha. Kepiting bakau (Scylla sp.) yang terdapat di Kota Tarakan merupakan hasil tangkapan nelayan yang dilakukan di sekitar perairan Kota Tarakan juga wilayah perairan kabupaten lain di propinsi Kalimantan Utara yaitu Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung dan Kabupaten Bulungan. Perairan Kota Tarakan dan kabupaten lain yang ada di propinsi Kalimantan Utara ini sebagian besar merupakan perairan muara sungai (estuaria) dimana terdapat delta (pulau pulau kecil yang terbentuk di muara sungai) di sekitarnya dengan dominasi ekosistem khas yaitu hutan mangrove. Hutan mangrove ini merupakan kawasan yang sesuai untuk tempat hidup kepiting bakau. Selain ditangkap di sekitar hutan mangrove, secara umum sumber asal kepiting bakau yang didaratkan di Kota Tarakan berasal dari perairan tambak yang terdapat di pulau- Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2016 39

Potensi Sumberdaya Kepiting Bakau (Natanael dan Dhimas Wiharyanto) pulau sekitar Kota Tarakan yang dikelola secara tradisional. Terdapat beberapa cara untuk menangkap kepiting bakau yang dilakukan oleh nelayan diantaranya adalah dengan menggunakan pengait khusus, alat perangkap (ambau) dan ditangkap lansung pada saat panen udang atau ikan di tambak. Penggunaan pengait untuk menangkap kepiting dilakukan di sekitar hutan mangrove pada saat kondisi perairan laut mengalami surut. Pada saat surut, rumah kepiting yang berupa lubang yang biasanya terdapat di sekitar akar vegetasi mangrove akan tersingkap dan untuk mengeluarkan kepiting dari sarangnya menggunakan alat bantu berupa pengait dari bahan besi. Berbeda dengan alat perangkap (ambau), alat ini digunakan pada saat kondisi air laut pasang.untuk mengoperasikan alat perangkap (ambau) dipasang (setting) yang dilengkapi dengan umpan berupa daging ikan. Jenis dan Ukuran Kepiting Bakau (Scylla sp.) yang Perdagangkan di Kota Tarakan Kepiting bakau (Scylla sp.) yang diperdagangkan di Kota Tarakan memiliki jenis dan ukuran yang bervariasi sesuai dengan permintaan konsumen di pasar. Pengelompokan kepiting bakau ini secara umum didasarkan pada jenis, kelengkapan anggota tubuh, kekerasan cangkang, ukuran berat dan persentase telurnya.berikut ini kelompok kepiting dan kriteria yang diperdagangkandi Kota Tarakan. Tabel 1. Jenis dan kriteria kepiting bakau yang diperdagangkan di Kota Tarakan No Kode Jenis Kepiting Kelamin Kriteria 1 H7 Jantan Berat lebih dari 700 gram 2 H5 Jantan Berat antara 500 700 gram 3 H3 Jantan Berat antara 300 500 gram 4 CBH Betina Berat 300 gram up dan telur penuh 5 CBK Betina Berat 200 - <300 gram up dan telur penuh 6 % Betina Berat > 300 gram tidak full telur 7 TG Jantan Ukuran berat antara 200 300 gram 8 BS Jantan/ Cangkang kurang keras dan atau terdapat Betina anggota tubuh (capit) yang lepas (Hasil kesepakatan dengan unit usaha pengepul kepiting bakau di Kota Tarakan) Diantara ukuran kepiting-kepiting tersebut di atas, kelompok dagang kepiting yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah kepiting jantan kelompok H7 dan kelompok kepiting betina bertelur CBH. Berikut ini kepiting H7 dan CBH yang ditangkap dari sekitar perairan muara suangai di Kalimantan Utara. 40 Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2016

Jurnal Harpodon Borneo Vol.9. No.1. April. 2016 ISSN : 2087-121X Gambar 2. Kepiting bakau dengan kode H7 (Natanael, 2015) Gambar 3. Kepiting bakau dengan kode CBH (Natanael, 2015) Kondisi Ukuran Kepiting Bakau Yang Di Daratkan Di Kota Tarakan a. Ukuran kepiting bakau yang tertangkap pada saat perairan laut mengalami pasang tinggi Ukuran berat, panjang dan lebar kepiting bakau yang didaratkan di Kota Tarakan pada saat perairan laut mengalami pasang tinggi ditemukan bervariasi. Ukuran kepiting bakau yang didaratkan di tiap kecamatan disajikan pada tabel berikut. Tabel 2. Ukuran kepiting bakau yang didaratkan di Kecamatan Tarakan Barat Kode Kepiting bakau Berat (gr) 790 590 390 410 260 390 270 370 Panjang (cm) 10.2 9.3 8.2 8.6 7.8 8.6 7.8 8.4 Lebar (cm) 14.8 13.7 11.9 12.3 10.3 12.3 10.2 11.8 Tabel 3. Ukuran kepiting bakau yang didaratkan di Kecamatan Tarakan Tengah Kode Kepiting Bakau Berat (gr) 800 610 400 420 270 410 270 350 panjang (cm) 10.2 9.4 8.4 6.7 7.8 8.8 7.8 8.3 Lebar (cm) 14.8 13.6 12.1 12.4 10.5 12.5 10.4 11.5 Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2016 41

Potensi Sumberdaya Kepiting Bakau (Natanael dan Dhimas Wiharyanto) Tabel 4. Ukuran kepiting bakau yang didaratkan di Kecamatan Tarakan Utara Kode Kepiting Bakau Berat (gr) 820 620 400 400 270 410 280 300 panjang (cm) 10.9 9.4 8.2 8.6 7.8 8.6 7.9 8.2 lebar (cm) 14.3 13.5 11.3 12.3 10.9 12.5 10.5 11.3 Dari tabel di atas diketahui bahwa ukuran kepiting bakau yang didaratkan pada saat perairan laut mengalami pasang tinggi di Kecamatan Tarakan Utara relatif lebih besar dari pada kecamatan lain. b. Ukuran kepiting bakau yang tertangkap pada saat perairan laut mengalami pasang rendah Ukuran berat, panjang dan lebar kepiting bakau yang didaratkan di Kota Tarakan pada saat perairan laut mengalami pasang rendah ditemukan bervariasi. Ukuran kepiting bakau yang didaratkan di tiap kecamatan disajikan pada tabel berikut. Tabel 5. Ukuran kepiting bakau yang didaratkan di Kecamatan Tarakan Barat Kode Kepiting Bakau Berat (gr) 790 590 400 410 270 390 270 380 panjang (cm) 10.3 9.3 8.2 8.67 7.8 8.61 7.8 8.38 lebar (cm) 14.8 13.7 11.9 12.3 10.3 12.4 10.2 11.8 Tabel 6. Ukuran kepiting bakau yang didaratkan di Kecamatan Tarakan Tengah Kode Kepiting Bakau Berat (gr) 820 610 400 430 270 400 270 340 panjang 10.4 9.4 8.4 8.9 7.8 8.7 7.8 8.3 (cm) lebar 14.6 13.3 12.1 12.5 10.5 12.5 10.5 11.4 (cm) Tabel 7. Ukuran kepiting bakau yang didaratkan di Kecamatan Tarakan Utara Kode Kepiting Bakau Berat (gr) 790 600 410 400 270 400 280 400 panjang 10.2 9.3 8.31 8.63 7.9 8.7 7.7 8.1 (cm) lebar (cm) 14.8 13.6 12 12.2 10.29 12.4 10.33 11.6 Dari tabel di atas diketahui bahwa ukuran kepiting bakau yang didaratkan pada saat perairan laut mengalami pasang rendah di Kecamatan Tarakan Tengah relative lebih besar dari pada kecamatan lain kecuali untuk kepiting bakau kode BS dan TG. Ukuran Kepiting Bakau Yang Didaratkan Di Kota Tarakan a. Berat rata-rata kepiting bakau yang didaratkan di Kota Tarakan Berat rata-rata kepiting bakau yang didaratkan di Kota Tarakan bervariasi, 42 Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2016

Jurnal Harpodon Borneo Vol.9. No.1. April. 2016 ISSN : 2087-121X Perbandingan berat kepiting bakau pada setiap jenis kode ditunjukkan pada gambar berikut ini. Berat rata-rata sampel kepiting (KG) 1.00 0.80 0.80 0.61 0.60 0.40 0.37 0.40 0.40 0.27 0.27 0.35 BERAT (Kg) 0.20 0.00 H7 H5 H3 CBH CBK % TG BS Gambar 4. Grafik berat rata-rata kepiting bakau yang didaratkan di Kota Tarakan Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa berat kepiting bakau (Scylla sp.) untuk kode H7 mencapai nilai berat rata-rata 800 gram, selanjutnya untuk kepiting size H5 berat rata-rata mencapai 610 gram, kepiting bakau kode H3 memiliki berat ratarata mencapai 400 gram, kepiting bakau CBH mencapai nilai berat rata-rata 370 gram, kepiting bakau CBK mencapai nilai berat rata-rata 270 gram, kepiting bakau kode % mencapai nilai berat rata-rata 400 gram. Selanjutnya untuk kepiting bakau kode TG mencapai nilai berat rata-rata 270 gram dan kepiting bakau kode BS mencapai nilai berat rata-rata 350 gram. b. Kondisi panjang dan lebar karapas kepiting bakau (Scylla sp) yang didaratkan di Kota Tarakan panjang dan lebar karapas kepiting bakau (Scylla sp) sebanding dengan ukuran beratnya, semakin berat maka ukuran panjang dan berat semakin besar. Hasil pengukuran panjang karapas kepiting bakau (Scylla sp.) dapat dilihat pada grafik dibawah ini : 15.0 Nilai Rata-rata Panjang Karapas Kepiting (cm) 10.0 10.3 9.4 8.3 7.4 7.8 8.7 7.8 8.3 5.0 panjang (cm) 0.0 h7 h5 h3 cbh cbk % tg bs Gambar 5. Grafik lebar rata-rata kerapas kepiting bakau yang didaratkan di Kota Tarakan Berdasarkan grafik diatas menunjukkan panjang rata-rata karapas kepiting bakau (Scylla sp) terbesar adalah pada kepiting bakau dengan kode H7 dimana mencapai nilai panjang rata-rata 10.3 cm. selanjutnya, lebar rata-rata karapas kepiting bakau (Scylla sp.)ditunjukkan pada gambar dibawah ini : Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2016 43

Potensi Sumberdaya Kepiting Bakau (Natanael dan Dhimas Wiharyanto) 15.0 10.0 14.7 Lebar nilai rata-rata karapas kepiting (cm) 13.5 12.0 12.4 11.1 11.5 10.5 10.4 5.0 Lebar (cm) 0.0 H7 H5 H3 CBH CBK % TG BS Gambar 6. Grafik lebar rata-rata karapas kepiting bakau yang didaratkan di Kota Tarakan Berdasarkan grafik diatas diketahui lebar rata-rata karapas kepiting bakau (Scylla sp) terbesar pada kode H7 dimana mencapai lebar rata-rata 14.7 cm. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kepiting bakau (Scylla sp.) yang diperdagangkan di Kota Tarakan memiliki jenis dan ukuran yang bervariasi dintaranya H7, H5, H3, TG, CBH, CBK, % dan BS. Pengelompokan kepiting bakau ini secara umum didasarkan pada jenis, kelengkapan anggota tubuh, kekerasan cangkang, ukuran berat dan persentase jumlah telurnya. 2. Ukuran kepiting bakau (Scylla sp.) yang tertangkap dan diperdagangkan untuk setiap jenisnya di Kota Tarakan sebagai berikut: a. Kepiting bakau H7 memiliki panjang rata-rata mencapai 800 gram, dengan lebar karapas rata-rata 103.40 mm dan lebar rata-rata 146.65 mm. b. Kepiting bakau H5 memilikiberat rata-rata mencapai 610 gram, dengan panjang karapas rata-rata 93.68 mm dan lebar rata-rata 135.30 mm. c. Kepiting bakau H3 memiliki berat rata-rata mencapai 400 gram, dengan panjang karapas rata-rata 83.22 mm dan lebar rata-rata 119.15 mm. d. Kepiting bakau CBH memiliki berat rata-rata mencapai 370 gram, dengan panjang karapas rata-rata 74.21 mm dan lebar rata-rata 111.23 mm. e. Kepiting bakau CBK berat rata-rata mencapai 0.27 kg, dengan panjang karapas rata-rata 78.15 mm dan lebar karapas rata-rata 104.61 mm. f. Kepiting bakau %memiliki berat rata-rata mencapai 400 gram, dengan panjang karapas rata-rata 87.01 mm dan lebar rata-rata 124.42 mm. g. Kepiting bakau TG memiliki berat rata-rata mencapai 270 gram, dengan panjang karapas rata-rata 77.84 mm dan lebar rata-rata 103.87 mm. h. Kepiting bakau BS memiliki berat rata-rata 350 gram, dengan panjang karapas rata-rata 82.64 mm dan lebar rata-rata 115.16 mm. Rekomendasi Untuk menunjang kebijakan pengelolaan kepiting lebih lanjut perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang ukuran kepiting yang tertangkap dan diperdagangkan di sekitar Kota Tarakan di tingkat pengumpul nelayan penangkap kepiting bakau secara berkala. Andi DAFTAR PUSTAKA 2010 Metodologi penelitian dan pendekatan praktis dalam penelitian. 44 Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2016

Jurnal Harpodon Borneo Vol.9. No.1. April. 2016 ISSN : 2087-121X Catacutan, M.R, 2002. Komposisi pertumbuhan dan tubuh kepiting remaja lumpur, Scylla serrata, makan makanan yang berbeda protein dan lemak dan protein tingkat rasio energi. Budidaya, 208: 113-123. Juwana, S. 2004. Penelitian Budi Daya Rajungan dan Kepiting: Pengalaman Laboratorium dan lapangan, Prosiding Simposium Interaksi Daratan dan Lautan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Karim, M. Y. 2005. Kinerja pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata Forsskal) pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda.Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Bhatara, Jakarta. Kusmayadi, dan Endar, S. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Moosa, M.K., I. Aswandy dan A. Karsy. 1985. Kepiting Bakau-Scylla Serrata (Forskal) Dari Perairan Indonesia. LON-LIPI. Jakarta Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta Prianto, E. 2007. Peran Kepiting sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin Sara, L. dkk. 2006. Kelimpahan dan Distribusi Pola Scylla spp. Larva di Lawele Bay, Sulawesi Tenggara, Indonesia, Asian Science Perikanan, (Online), Vol. 19; 331-347, (www.asianfisheriessociety.org, diakses 1 Mei 2008). Umar, N.A. 2002. Hubungan antara Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton (Kopepoda) dengan Larva Kepiting di Perairan Teluk Siddo Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, (Online), IPB. Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2016 45