LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 1 Tahun 2015 BALITBANG-KP, KKP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 1 Tahun 2015 BALITBANG-KP, KKP"

Transkripsi

1 REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) PERMEN KP NO 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANGKAPAN LOBSTER (Panulirus spp.), KEPITING (Scylla spp.) DAN RAJUNGAN (Portunuspelagicus spp.) RINGKASAN Kajian RIA (Regulatory Impact Assessment) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 Tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunuspelagicus spp.) dilakukan bersama-sama antara Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan - Badan Litbang Kelautan dan Perikanan dengan Indonesian Marine and Fisheries Socio Economic Research Network (IMFISERN). Terbitnya regulasi Permen KP No 1 Tahun 2015 bertujuan untuk melindungi keberadaan dan ketersediaan jenis sumber daya lobster, kepiting dan rajungan. Hal tersebut akibat terus terjadinya penurunan populasi jenis sumber daya tersebut sebagai dampak dari upaya penangkapan yang berlebih di alam. Regulasi ini sebenarnya lebih bersifat antisipatif untuk menjaga kelangsungan sumber daya lobster, kepiting dan rajungan. Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa keberadaan regulasi Permen KP No 1 Tahun 2015 memberikan nilai manfaat regulasi yang lebih besar dibandingkan dengan biaya regulasi yang dikeluarkan. 1

2 Nilai tertinggi dari opsi tersebut diperoleh dari nilai manfaat ekonomi kelestarian sumber daya lobster, kepiting dan rajungan di alam. Hal ini sesuai dengan tujuan dari dikeluarkannya Permen KP No 1 Tahun 2015, yaitu melindungi keberadaan dan kelestarian sumber daya. Jika regulasi Permen KP No 1 Tahun 2015 dicabut, maka akan menghasilkan nilai biaya regulasi yang lebih besar dibandingkan dengan nilai manfaat yang diterima. Hal ini disebabkan besarnya biaya yang harus disediakan oleh pemerintah untuk melakukan restorasi atau pemulihan sumber daya ikan. Dan akhirnya akan memberikan dampak dalam jangka menengah dan panjang bagi kesejahteraan nelayan, pembudidaya, pengumpul dan seluruh pelaku usaha lobster, kepiting dan rajungan. Resume nilai manfaat dan biaya regulasi disajikan pada Tabel A. Tabel A. Resume Perbandingan Biaya dan Manfaat dari Kedua Skenario Opsi Regulasi Opsi Regulasi NPV Benefit (Rp/ Tahun) NPV Cost (Rp/Tahun) B/C Ratio Kesimpulan Opsi I ,967 Layak Opsi II ,511 Tidak Layak Keterangan: Opsi I: Tetap memberlakukan regulasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN- KP/2015 dan melakukan upaya-upaya intervensi pemerintah yang bertujuan mengurangi timbulnya gejolak-gejolak sosial ekonomi akibat dampak pemberlakuan regulasi tersebut. Opsi II: Mencabut regulasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 A. LATAR BELAKANG Permen KP No 1 Tahun 2015 diterbitkan berdasarkan pertimbangan atas latar belakang keberadaan dan ketersediaan Lobster (Panuliru sspp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunuspelagicus spp.) telah mengalami penurunan populasi. Hal ini mendorong pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan upaya-upaya untuk melindungi keberadaan dan ketersediaan sumber daya tersebut. Upaya perlindungan dengan cara pembatasan penangkapan atas jenis sumber daya tersebut bertujuan tidak hanya semata-mata sebagai bentuk 2

3 konservasi sumber daya saja. Namun lebih jauh merupakan sebuah upaya untuk melindungi pekerjaan nelayan dalam jangka panjang. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa jika sumber daya tersebut hilang, maka secara otomatis akan hilang jenis pekerjaan nelayan yang memanfaatkan jenis sumber daya tersebut. Beberapa lokasi di Indonesia merupakan sentra penangkapan lobster, kepiting dan rajungan. Sebagai contoh, penangkapan benih lobster umumnya dilakukan di wilayah Lombok dan Sumbawa, sementara penangkapan benih dan induk kepiting dan rajungan salah satunya marak terdapat di lokasi Kalimantan. Terbitnya Permen KP No 1 Tahun 2015 memberikan dampak terganggunya aktivitas penangkapan baik lobster maupun kepiting dan rajungan. Aktivitas penangkapan tersebut terganggu dan terhenti karena adanya aturan batas ukuran penangkapan lobster, kepiting dan rajungan yang justru selama ini menjadi target tangkapan nelayan di lokasi-lokasi tersebut. Berhentinya aktivitas penangkapan jenis sumber daya tersebut tidak hanya berdampak langsung terhadap nelayan saja. Kebijakan tersebut juga berdampak terhadap seluruh proses produksi yang melibatkan berbagai aktor di dalam satu kesatuan sistem produksi. Selama ini kebutuhan konsumen terhadap kepiting bakau dihasilkan dari kegiatan penangkapan di alam. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2014), trend volume ekspor kepiting dan rajungan menurun dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. Pada tahun 2014, volume ekspor rajungan dan kepiting sebanyak ton dengan nilai US$ 414,3 juta atau turun 18% dibandingkan tahun 2013 yang mencapai rajungan dan kepiting sebesar ton dengan nilai US$ 359,3 juta. Dibandingkan dengan tahun 2012, volume ekspor kepiting dan rajungan tahun 2014 turun 0,4% yang hanya ton dengan nilai US$ 329,7 juta. Data tersebut di atas memberikan indikasi bahwa kepiting dan rajungan di alam makin menurun populasinya. Untuk itu dalam upaya melestarikan dan melindungi sumberdaya laut, Menteri Kelautan Perikanan mengeluarkan Peraturan Menteri KP Nomor 1 Tahun 2015 yang menetapkan batas ukuran tangkap pada beberapa komoditas seperti 3

4 lobster, kepiting bakau, dan rajungan. Peraturan tersebut dilengkapi juga dengan surat edaran yang menjelaskan juga detil ukuran lobster, kepiting bakau, dan rajungan yang diperbolehkan ditangkap. Khusus untuk kepiting yang diperbolehkan ditangkap berukuran lebar 15 cm atau setara gram. Tabel 1. Perkembangan Produksi Benih Lobster di Kabupaten Lombok Tengah Periode No Tahun Produksi Sumber: DKP Provinsi NTB (2015) B. PERUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN REGULASI Lobster Permasalahan dan Kondisi Terkini di Lokasi Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur Berdasarkan perhitungan Dinas KP Propinsi NTB, Tahun 2014 jumlah benih lobster yang dikirim keluar NTB sebanyak ekor. Tabel 1 menyajikan data perkembangan produksi benih di Kabupaten Lombok Tengah. Terlihat bahwa terjadi peningkatan produksi benih dari periode tahun 2010 hingga tahun Sementara itu, berdasarkan perhitungan Dinas KP Propinsi NTB, jumlah nelayan penangkap benih di NTB diperkirakan sebanyak ± orang. Adapun jumlah pedagang pengumpul yang terhimpun dalam asosiasi pedagang lobster yang memiliki akses pengiriman benih keluar daerah sebanyak 22 orang pengumpul dengan jumlah pengiriman benih lobster sebesar benih lobster per tahun (2014). 4

5 Saat ini, Permen KP No. 1/2015 telah berdampak pada aktifitas penangkapan lobster turun drastis (hampir 80%) sementara tidak tersedia aktifitas pekerjaan lainnya. Dampak yang terjadi saat ini adalah: a) Kesulitan mencukupi kebutuhan sehari-hari; b) Kesulitan membiayai anak sekolah; c) 80% karamba menganggur; d) Kejahatan meningkat/ keamanan wilayah menurun; e) Aktifitas bank harian kembali meningkat; f) Pengumpul berpotensi kehilangan modal yang diberikan kepada nelayan (terutama modal yang dikeluarkan untuk KJA sesaat sebelum ada Permen 1/2015; g) Pendapatan nelayan saat ini menjadi Rp per hari, terutama bagi yang masih mempunyai perahu kecil untuk menangkap ikan. Masing-masing pelaku usaha dan stakeholder pemerintah daerah memiliki persepsi yang berbeda terhadap diterbitkannya regulasi Permen KP No 1 Tahun Resume persepsi stakeholder dijabarkan di dalam Tabel 2. 5

6 Tabel 2. Persepsi Stakeholder Terhadap Permen KP No 1 Tahun 2015 Stakeholders Unsur Pemerintahan 1. Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat 2. Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur 3. Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah Persepsi Terhadap Permen KP No 1 Tahun 2015 Pendekatan kebijakan populis yang lebih berpihak kepada pelaku usaha lobster dengan lebih memilih untuk melakukan revisi Permen KP No 1 Tahun 2015 Unsur Pelaku Usaha 1. Nelayan penangkap benih lobster 2. Pembudidaya pembesaran lobster 3. Pengumpul (bakul) benih lobster 4. Pengumpul (bakul) lobster konsumsi Unsur Perguruan Tinggi IMFISERN Korwil Bali dan Nusa Tenggara Lebih memilih untuk tetap dilakukan penangkapan benih lobster meskipun hanya untuk keperluan budidaya lobster domestik Lebih memilih pelarangan export benih lobster tetapi dibolehkan untuk menangkap benih lobster untuk keperluan budidaya lobster domestik Lebih memilih untuk tetap dibolehkan menangkap dan menjual benih lobster meskipun tidak lagi untuk export Lebih memilih pelarangan export benih lobster tetapi dibolehkan untuk menangkap benih lobster untuk keperluan budidaya lobster domestik Lebih memilih untuk mendukung Permen KP No 1 Tahun 2015 dengan alasan konservasi, tetapi tetap diberikan solusi untuk mengatasi dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan Sumber: Data Primer FGD (2015) 6

7 Kepiting Permasalahan dan Kondisi Terkini di Lokasi Kotamadya Tarakan Masalah yang terjadi adalah penangkapan dan perdagangan kepiting bertelur dalam jangka pendek sangat memberikan keuntungan ekonomi yang luar biasa bagi para pelaku usaha kepiting. Akibatnya, penangkapan dan perdagangan kepiting bertelur menjadi mata pencaharian utama bagi para pelaku usaha dari hulu hingga hilir karena kepiting semakin menjadi komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Akibatnya, volume penjualan kepiting bertelur terus meningkat dari waktu ke waktu untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri. Permasalahan di atas menimbulkan kekhawatiran makin menurunnya populasi kepiting bertelur di kawasan mangrove di Provinsi Kalimantan Utara. Dampak lanjutannya adalah sumber penghasilan pelaku usaha kepiting akan hilang dalam jangka panjang. Usaha penangkapan kepiting di Kota Tarakan sebagian besar dilakukan oleh penjaga tambak udang/bandeng dan sebagian kecilnya menangkap di area mangrove dengan menggunakan alat tangkap ambau. Dengan demikian, kepiting yang diperjualbelikan berasal dari tambak dimana kepiting tersebut masuk ke tambak saat air pasang. Bagi pembudidaya tambak udang/bandeng, kepiting ini menjadi hama karena jika dibiarkan tetap berada di tambak akan memakan udang di tambak dan juga melubangi tambak sebagai upaya kepiting untuk keluar tambak. Akibatnya, para penjaga tambak memasang ambau untuk menjaring kepiting-kepiting tersebut untuk dibuang setelah dibinasakan. Pada saat harga kepiting tinggi, penjaga tambak mulai menjual kepiting hasil tangkapan mereka ke pengumpul sebagai penghasilan tambahan dari gaji yang diterima. Oleh karena permintaan kepiting makin meningkat maka penghasilan dari penjualan kepiting ini justru menjadi penghasilan utama bagi penjaga tambak, pengumpul, pengusaha/eksportir, kargo, dan usaha penerbangan. Dengan demikian, peraturan ini sangat memukul para pelaku usaha yang terlibat dalam perdagangan kepiting ini. Kerugian yang ditanggung para pelaku usaha tersebut berkisar 50% 70% karena diakui bahwa selama ini kepiting yang dijual 7

8 adalah kepiting bertelur yang sekarang dilarang untuk ditangkap dan diperjualbelikan. Kerugian juga dirasakan oleh penerbangan swasta yang memberikan jasa pengiriman kepiting ke Jakarta dan Surabaya. Sementara itu, dampak peraturan ini bagi para petugas karantina dan pengawas PSDKP adalah menjadi sasaran protes dan tekanan dari para pelaku usaha karena fungsi mereka sebagai pintu masuk dan keluar dari perdagangan kepiting ini. Sayangnya, petugas ini tidak dibekali dengan sosialisasi dari pihak kementerian yang mengeluarkan peraturan ini. Kondisi ini ditambah dengan tidak adanya sanksi hukum yang tercantum dalam peraturan sehingga petugas tidak dapat mengambil tindakan tegas bagi para pelaku yang tertangkap menjual kepiting bertelur dan kepiting jantan di bawah ukuran yang telah ditetapkan. Dampak peraturan ini justru mendorong perdagangan kepiting secara illegal dimana saat ini makin marak dilakukannya penjualan kepiting bertelur ke Tawau, Malaysia secara diam-diam sehingga seringkali harus bermain kucing-kucingan dengan para petugas pengawas PSDKP, TNI AL dan POLAIRUD. Perdagangan illegal ini dipermudah dengan banyaknya aliran sungai yang menjadi jalan tikus bagi speedboat untuk bersembunyi dari kejaran petugas. Indikasi penjualan illegal ini juga didorong oleh oknum aparat keamanan di luar KKP yang mengambil pungutan liar (pungli) pada kapal-kapal yang mengangkut kepiting secara ilegal ke Tawau, Malaysia. Informasi yang diperoleh menyebutkan biaya pungli tersebut bisa mencapai Rp juta per kapal. Diakui bahwa peraturan ini justru memberikan kesempatan atau peluang bagi oknum aparat di luar KKP dengan dalih penegakan hukum dari Permen No. 1 Tahun 2015 ini. Tujuan Regulasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN- KP/2015 Tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunuspelagicus spp.) bertujuan untuk melindungi keberadaan dan ketersediaan jenis sumber daya lobster, kepiting dan rajungan. Hal tersebut akibat terus terjadinya penurunan populasi jenis sumber daya tersebut sebagai dampak dari upaya 8

9 penangkapan yang berlebih di alam. Regulasi ini sebenarnya lebih bersifat antisipatif untuk menjaga kelangsungan sumber daya lobster, kepiting dan rajungan. C. IDENTIFIKASI ALTERNATIF TINDAKAN Dampak dari pemberlakuan Permen KP No 1/ 2015 tidak hanya terasa langsung bagi nelayan benih lobster, namun juga pada satu sistem produksi lobster secara keseluruhan yang melibatkan berbagai aktor atau pelaku usaha. Demikian halnya juga dengan kasus kepiting yang juga berdampak bagi keseluruhan sistem produksi. Dengan demikian, berdasarkan uraian permasalahan dan kondisi terkini serta tujuan regulasi yang akan dicapai, maka beberapa alternatif skenario regulasi yang dapat dilakukan adalah: A. Opsi I: Tetap memberlakukan regulasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN- KP/2015 dan melakukan upaya-upaya intervensi pemerintah yang bertujuan mengurangi timbulnya gejolak-gejolak sosial ekonomi akibat dampak pemberlakuan regulasi tersebut. Intervensi pemerintah tersebut berupa (Tabel 3): 9

10 Tabel 3. Rencana Alokasi Bantuan Anggaran KKP ke Provinsi NTB Tahun 2015 No. Eselon I Uraian Alokasi 1. Ditjen Perikanan Budidaya 2. Ditjen Perikanan Tangkap 3. Ditjen Kelautan dan Pesisir Pulau Pulau Kecil 4. Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Paket pengembangan budidaya untuk 900 Orang /80 kelompok (kebun bibit dan percontohan budidaya rumput laut, KJA, PUMM, dan benih bawal bintang, percontohan budidaya udang vaname, Blue Ekonomi-IMTA) Pengembangan Perikanan Tangkap (Kapal Ikan 20-30GT dan Sarpras Penangkapan Ikan). Pembangunan Masyarakat Pesisir di Lombok Barat untuk 100 kelompok (program International Fund Agriculture/ FAD), Pengembangan Tata Ruang dan Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Pengembangan sarana dan prasarana Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 5. Balitbang KP Pembelian benih lobster ukuran >50 gram untuk restocking. 6. Tugas Perbantuan Alokasi TP (Lombok Barat, Tengah dan Timur) Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rp ,- 7. Dekonsentrasi Alokasi Dekon NTB, Rp ,- 8. Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK Budidaya. Rp ,- TOTAL RENCANA BANTUAN TAHUN 2015 Rp ,- Sumber: KKP (2015) 10

11 B. Opsi II: Mencabut regulasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/ PERMEN-KP/2015 D. ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT Perhitungan analisis biaya dan manfaat dari dampak regulasi adalah menghitung besaran keuntungan dan kerugian yang akan diterima akibat opsi-opsi regulasi yang akan diambil. A. Opsi I: Tetap memberlakukan regulasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 dan melakukan upaya-upaya intervensi pemerintah yang bertujuan mengurangi timbulnya gejolakgejolak sosial ekonomi akibat dampak pemberlakuan regulasi tersebut. 11

12 Tabel 4. Perhitungan Biaya dan Manfaat Regulasi Opsi I URAIAN Tahun MANFAAT MANFAAT LANGSUNG PEMERINTAH PELAKU USAHA TOTAL MANFAAT BIAYA BIAYA LANGSUNG PEMERINTAH PELAKU USAHA TOTAL BIAYA TOTAL BIAYA DENGAN MULTIPLIER EFFECT r1 0,075 DISCOUNT FACTOR 1,00 0,93 0,87 0,80 0,75 0,70 PV MANFAAT PV BIAYA NPV MANFAAT NPV BIAYA B/C 1,967 Sumber: Data Primer diolah (2015) 12

13 Total NPV biaya regulasi yang muncul akibat dari regulasi Permen KP No 1/2015 berdasarkan opsi I sebesar Rp per tahun. Sementara total NPV manfaat regulasi yang diterima akibat regulasi Permen KP No 1/2015 berdasarkan opsi I sebesar Rp per tahun. Rasio manfaat dan biaya dari regulasi Permen KP No 1/2015 sebesar 1,967. B. Opsi II: Mencabut regulasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 dan kegiatan usaha penangkapan benih lobster, penjualan benih lobster serta budidaya lobster berjalan seperti sebelumnya. 13

14 Tabel 5. Resume Biaya dan Manfaat Regulasi Opsi II URAIAN Tahun MANFAAT MANFAAT LANGSUNG PEMERINTAH PELAKU USAHA TOTAL MANFAAT TOTAL MANFAAT DENGAN MULTIPLIER EFFECT BIAYA BIAYA LANGSUNG PEMERINTAH PELAKU USAHA TOTAL BIAYA r1 0,075 DISCOUNT FACTOR 1,00 0,93 0,87 0,80 0,75 0,70 PV MANFAAT PV BIAYA NPV MANFAAT NPV BIAYA B/C 0,511 Sumber: Data Primer diolah (2015) 14

15 Total NPV biaya regulasi yang muncul akibat dari regulasi Permen KP No 1/2015 berdasarkan opsi II sebesar Rp per tahun. Sementara total NPV manfaat regulasi yang diterima akibat regulasi Permen KP No 1/2015 berdasarkan opsi II sebesar Rp per tahun. Rasio manfaat dan biaya dari regulasi Permen KP No 1/2015 sebesar 0,511. Tabel 6. Perbandingan Biaya dan Manfaat dari Kedua Skenario Opsi Regulasi Opsi Regulasi NPV Benefit (Rp/ Tahun) NPV Cost (Rp/Tahun) B/C Ratio Kesimpulan Opsi I ,967 Layak Opsi II ,511 Tidak Layak Sumber: Data Primer diolah (2015) Keterangan: Opsi I: Tetap memberlakukan regulasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN- KP/2015 dan melakukan upaya-upaya intervensi pemerintah yang bertujuan mengurangi timbulnya gejolak-gejolak sosial ekonomi akibat dampak pemberlakuan regulasi tersebut. Opsi II: Mencabut regulasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 Terlihat dari Tabel 6, bahwa Opsi I menghasilkan perhitungan rasio manfaat dan biaya yang lebih dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa opsi I dan II layak secara ekonomi untuk dilakukan. Sementara opsi II memiliki rasio manfaat dan biaya kurang dari 1 dan menandakan bahwa opsi II, yaitu pencabutan Permen KP No 1 Tahun 2015 tidak layak untuk dilakukan. Nilai tertinggi dari ketiga opsi teresbut diperoleh dari nilai manfaat ekonomi kelestarian sumber daya lobster di alam. Hal ini sesuai dengan tujuan dari dikeluarkannya Permen KP No 1 Tahun 2015, yaitu melindungi keberadaan dan kelestarian sumber daya. KONSULTASI Pelaksanaan Konsultasi sebagai bagian dari proses RIA melibatkan berbagai pihak, antara lain: KKP, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan seluruh komponen pelaku usaha terkena dampak. 15

16 STRATEGI IMPLEMENTASI Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan tindakan alternatif yang dipilih adalah memberikan pilihan-pilihan kebijakan yang meliputi tiga dimensi waktu, yaitu jangka pendek, menengah dan panjang bagi seluruh pelaku usaha. Program-program pemerintah sebaiknya persentase terbesar diberikan bagi upaya-upaya yang bersifat mengatasi permasalahan jangka pendek dan menengah. Hal tersebut berarti persentase terbesar program dan anggaran lebih diarahkan kepada bentuk program-program pemberdayaan. Program yang bersifat pembangunan sarana dan prasarana pendukung kegiatan usaha yang bersifat jangka panjang juga perlu dilakukan namun dalam persentase yang lebih kecil di saat awal-awal kebijakan dan regulasi ini diterapkan. DAFTAR PUSTAKA Catacutan, M.R, Growth and body composition of juvenile mud crab, Scylla serrata, fed different dietary protein and lipid levels and protein to energy ratio. Aquaculture, 208: Karim, M. Y Kinerja pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata Forsskal) pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 50 hal. Sagala, L.S.S.S, M.Idris dan M.N. Ibrahim Perbandingan Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata) Jantan dan Betina Pada Metode Kurungan Dasar. Jurnal Mina Laut. Vol. 03 No. 12 Sep ISSN : Hal (46 54). 16

17 Lampiran Lampiran 17

18 Lampiran 1. Uraian Biaya Regulasi Opsi I Komoditas Lobster Jenis Pelaku Uraian Biaya Besaran Biaya A. Pemerintah Pemerintah Pusat (KKP) Program Ditjen Budidaya berupa paket pengembangan budidaya untuk 900 Orang/80 kelompok (kebun bibit dan budidaya rumput laut, KJA, PUMM, dan benih bawal bintang, percontohan budidaya udang vaname, Blue Ekonomi-IMTA) B. Pelaku Usaha Program Ditjen Perikanan Tangkap berupa pengembangan Perikanan Tangkap (Kapal Ikan 20-30GT dan Sarpras Penangkapan Ikan) Program Balitbang berupa pembelian benih lobster ukuran >50 gram untuk restocking Program Ditjen KP3K Pembangunan Masyarakat Pesisir di Lombok Barat untuk 100 kelompok (IFAD), Pengembangan Tata Ruang dan Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Program Ditjen P2HP berupa Pengembangan sapras Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Alokasi Tugas Perbantuan (Lombok Barat, Tengah dan Timur) Alokasi Dekonsentrasi untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat Alokasi Dana Alokasi Khusus untuk kegiatan Budidaya Nelayan Benih Lobster Hilangnya keuntungan usaha karena tidak dibolehkan menangkap benih lobster (Jumlah Nelayan: 5.632; Biaya Operasional: Rp /hari/nelayan; Jumlah hari menangkap: 240 hari; produksi tangkapan: 40 ekor/hari/nelayan; Harga benih: Rp /ekor Hilangnya investasi karena tidak dibolehkan menangkap benih lobster (Investasi per nelayan: Rp 20 juta; Jumlah nelayan benih: nelayan) Pengumpul Benih Lobster Hilangnya pendapatan usaha karena tidak dibolehkan memperjualbelikan benih lobster (Jumlah Pengumpul Benih Besar NTB: 22 orang; Produksi Benih: benih/tahun) Hilangnya investasi karena pinjaman bagi nelayan tidak dapat kembali: Pinjaman ke nelayan: Rp 10 juta/nelayan; Jumlah nelayan berhutang: Budidaya Lobster Berkurangnya pendapatan usaha akibat tingginya harga benih lobster. Jumlah unit KJA: unit. Sumber: Data Primer diolah (2015)

19 Lampiran 2. Uraian Manfaat Regulasi Opsi I Komoditas Lobster Jenis Pelaku Uraian Manfaat Besaran Manfaat A. Pemerintah Pemerintah Pusat (KKP) Pemerintah Daerah B. Pelaku Usaha Nelayan Benih Lobster Pengumpul Benih Lobster Budidaya Lobster Sumber: Data Primer diolah (2015) Meningkatnya potensi ekonomi dan kualitas sumber daya lobster (Asumsi: Estimasi Potensi Lobster: ton, dengan JTB 80% maka tersisa di alam 1.551,80 ton, diantaranya induk lobster sebanyak ton (setara ekor) ukuran 500 gram). Satu Induk lobster menghasilkan butir, dengan SR 0,001% telur selama bulan akan menjadi ekor atau setara dengan kg lobster ukuran 200 gram. Dengan asumsi bahwa harga lobster perkg adalah USD 30 (USD1=Rp ) Alternatif pendapatan budidaya bibit rumput laut: 900 orang; produksi benih ton; harga Rp Alternatif pendapatan nelayan Tuna dengan kapal 20 GT: 19 kapal; Keuntungan per tahun: Rp /kapal Pembelian benih lobster ukuran >50 gram untuk restocking

20 Lampiran 3. Uraian Biaya Regulasi Opsi II Komoditas Lobster Jenis Pelaku Uraian Biaya Besaran Biaya A. Pemerintah Pemerintah Pusat (KKP) Pemerintah Daerah Menurunnya potensi ekonomi dan kualitas sumber daya lobster (Asumsi: Estimasi Potensi Lobster: ton, dengan JTB 80% maka tersisa di alam 1.551,80 ton, diantaranya induk lobster sebanyak ton (setara ekor) ukuran 500 gram). Satu Induk lobster menghasilkan butir, dengan SR 0,001% telur selama bulan akan menjadi ekor atau setara dengan kg lobster ukuran 200 gram. Dengan asumsi bahwa harga lobster perkg adalah USD 30 (USD1=Rp ) B. Pelaku Usaha Nelayan Benih Lobster Biaya investasi menangkap benih lobster (Investasi per nelayan: Rp juta; Jumlah nelayan benih: nelayan) Pengumpul Benih Lobster Biaya investasi nelayan: Pinjaman ke nelayan: Rp 10 juta/nelayan; Jumlah nelayan berhutang: nelayan Budidaya Lobster Menurunnya Pendapatan usaha akibat tingginya harga benih lobster Jumlah unit KJA: unit; Total Biaya Operasional: Rp / tahun; Total Penerimaan: Rp /tahun Biaya Investasi keramba: unit; sebesar Rp 19,030,000/unit Sumber: Data Primer diolah (2015) 20

21 Lampiran 4. Uraian Manfaat Regulasi Opsi II Komoditas Lobster Jenis Pelaku Uraian Manfaat Besaran Manfaat A. Pemerintah Pemerintah Pusat (KKP) Menghemat anggaran pemerintah dalam bentuk programprogram pemberdayaan akibat tidak diberlakukannya regulasi B. Pelaku Usaha Nelayan Benih Lobster keuntungan usaha karena dibolehkan menangkap benih lobster (Jumlah Nelayan benih: nelayan; Biaya Operasional: Rp /hari/nelayan; Jumlah hari menangkap: 240 hari; produksi tangkapan: 40 ekor/hari/nelayan; Harga benih: Rp /ekor Pengumpul Benih Lobster Pendapatan usaha karena dibolehkan memperjualbelikan Sumber: Data Primer diolah (2015) benih lobster (Jumlah Pengumpul Benih Besar NTB: 22 orang; Produksi Benih: 7 juta benih/tahun; Biaya operasional: Rp 3,850,240,000,000/tahun; Pendapatan: Rp 7,700,000,000,000/tahun

22 Lampiran 5. Uraian Biaya Opsi I Para Pelaku Usaha Kepiting Penerima kerugian Pegawai Dinas KP Indikator Kerugian/Cost (Rp/Tahun) Keterangan - Bertambahnya waktu kerja bagi petugas, x 12 bulan x 5 liter x Rp x 5 orang Stasiun Karantina - Bertambahnya waktu dan biaya untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan Biaya dianggarkan dari APBNP 2015 PSDKP Bertambahnya waktu kerja bagi petugas, x 12 bulan x Rp Pengusaha - Kehilangan pendapatan usaha kepiting Kerugian ekonomi akibat penyitaan kepiting - 1 orang pengusaha memiliki pengumpul 10 orang - Resiko Pungli aparat kemanan di luar KKP Oknum aparat di luar KKP mengatasnamakan peraturan memungut biaya untuk meloloskan pengiriman kepiting keluar pulau - Resiko Biaya pengiriman lebih mahal melalui boat ke Tawaw Pengiriman ilegal Pengumpul - Kehilangan mata pencaharian utama Rata-rata 1 orang per hari 20 kg - 1 org pengumpul memiliki langganan 20 orang nelayan Nelayan - Kehilangan mata pencaharian utama orang per hari ,- x 4 kg Pembudidaya - Pemilik tambak harus menyediakan biaya operasional (uang makan) bagi penjaga tambak Perusahaan Cargo Penurunan kuota pengiriman kepiting melalui cargo Perusahaan Penerbangan Sumber: Data Primer diolah (2015) Penurunan kuota pengiriman kepiting melalui bandara Sebelumnya biaya ini digantikan oleh hasil penangkapan kepiting di tambak yang mana hasil kepiting lebih besar dibanding hasil di tambak - Sulitnya mencari tenaga kerja di tambak karena pekerja pekerja di tambak merupakan penangkap kepiting di tambak - Keamanan tambak terancam karena maraknya perampokan/pembajakan - Kerugian sosial yang diakibatkan - Karena biaya hidup di Tarakan tinggi,pekerja memilih pulang kampung (Sulawesi) Sebelum adanya Permen No 1, rata-rata per hari cargo Minimal 5 ton x Rp 4000,- - Setelah adanya peraturan mengalami penurunan 50-70% Sebelum adanya Permen No 1, rata-rata per hari cargo Minimal 5 ton x Rp , - Setelah permen mengalami penurunan 70% 22

23 Lampiran 6. Uraian Manfaat Opsi I Para Pelaku Usaha Kepiting Penerima Manfaat Indikator Manfaat/Benefit (Rp/Tahun) Keterangan Dinas KP Kota Tarakan - Kinerja dinas meningkat bulan x Rp PSDKP - Kinerja dinas meningkat bulan x Rp Statsiun Karantina - Kinerja dinas meningkat bulan x Rp Oknum aparat - Memungut pungli kapal x Rp keamanan Juragan/toke di Malaysia - Memperoleh kepiting Tarakan sebagai produk ekspor Malaysia Pemilik boat Usaha sewa boat untuk pengiriman kepiting ke Tawaw illegal ton x 5 bulan x Rp Usaha ini dilakukan secara illegal (tidak memimiliki ijin boat, surat asal barang, dan ijin imigrasi) Sumberdaya dan Lingkungan Sumber: Data Primer diolah (2015) Meningkatnya sumberdaya kepiting ,54 Asumsi: Nilai manfaat fungsi ekosistem mangrove sebagai penyedia kepiting: Rp ,79/hektar/ tahun; luasan mangrove Tarakan: Ha 23

24 Lampiran 7. Uraian Biaya Opsi II Para Pelaku Usaha Kepiting Penerima Kerugian Indikator Biaya/Kerugian (Rp/Tahun) Dinas KP Kota Tarakan - Kinerja dinas tidak terdapat peningkatan bulan x Rp PSDKP - Kinerja dinas tidak terdapat peningkatan bulan x Rp Statsiun Karantina - Kinerja dinas tidak terdapat peningkatan bulan x Rp Oknum aparat keamanan - Memungut pungli kapal x Rp di lur KKP Juragan/toke di Malaysia - Memperoleh kepiting Tarakan sebagai produk ekspor Malaysia Pemilik boat - Usaha sewa boat untuk pengiriman kepiting ke Tawaw illegal Keterangan ton x 5 bulan x Rp Usaha ini dilakukan secara illegal (tidak memimiliki ijin boat, surat asal barang, dan ijin imigrasi) Sumberdaya dan Lingkungan - Menurunnya sumberdaya kepiting ,54 Asumsi: Nilai manfaat fungsi ekosistem mangrove sebagai penyedia kepiting: Rp ,79/hektar/ tahun; luasan mangrove Tarakan: Ha Sumber: Data Primer diolah (2015) 24

25 Lampiran 8. Uraian Manfaat Opsi II Para Pelaku Usaha Kepiting Penerima Manfaat Indikator Pegawai Dinas KP - Berkurangnya waktu kerja bagi petugas, Stasiun Karantina - Berkurangnya waktu dan biaya untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan Manfaat/Benefit (Rp/ Tahun) Keterangan x 12 bulan x 5 liter x Rp x 5 orang Biaya dianggarkan dari APBNP 2015 PSDKP Berkurangnyawaktu kerja bagi petugas, x 12 bulan x Rp Pengusaha - Terjaganya pendapatan usaha kepiting Kerugian ekonomi akibat penyitaan kepiting - 1 orang pengusaha memiliki pengumpul 10 orang - Resiko Pungli aparat kemanan di luar KKP kecil - Tidak adanya resiko biaya pengiriman lebih mahal melalui boat ke Tawaw Oknum Aparat di luar KKP mengatasnamakan peraturan memungut biaya untuk meloloskan pengiriman kepiting keluar pulau Pengiriman ilegal Pengumpul - Terjaganyamata pencaharian utama Rata-rata 1 orang per hari 20 kg - 1 org pengumpul memiliki langganan 20 orang nelayan Nelayan - Terjaganyamata pencaharian utama orang per hari ,- x 4 kg 25

26 Lanjutan Lampiran 8 Penerima Manfaat Indikator Pembudidaya - Pemilik tambak tidak harus menyediakan biaya operasional (uang makan) bagi penjaga tambak Perusahaan Cargo Terjaganya kuota pengiriman kepiting melalui cargo Perusahaan Penerbangan Terjaganya kuota pengiriman kepiting melalui bandara Sumber: Data Primer diolah (2015) Manfaat/Benefit (Rp/ Tahun) Keterangan Sebelumnya biaya ini digantikan oleh hasil penangkapan kepiting di tambak yang mana hasil kepiting lebih besar dibanding hasil di tambak - Sulitnya mencari tenaga kerja di tambak karena pekerja pekerja di tambak merupakan penangkap kepiting di tambak - Keamanan tambak terancam karena maraknya perampokan/pembajakan - Kerugian sosial yang diakibatkan - Karena biaya hidup di Tarakan tinggi,pekerja memilih pulang kampung (Sulawesi) Sebelum adanya Permen No 1, rata-rata per hari cargo Minimal 5 ton x Rp 4000,- - Setelah adanya peraturan mengalami penurunan 50-70% Sebelum adanya Permen No 1, ratarata per hari cargo Minimal 5 ton x Rp , - Setelah permen mengalami penurunan 70% 26

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA MOR 13/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PROGRAM LEGISLASI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56/PERMEN-KP/2016 TENTANG LARANGAN PENANGKAPAN DAN/ATAU PENGELUARAN LOBSTER (Panulirus spp.), KEPITING (Scylla spp.), DAN RAJUNGAN (Portunus

Lebih terperinci

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN DITJEN PSDKP SDKP TAHUN TA. 2018 2017 Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP OUTLINE 1. 2. 3. 4. ISU STRATEGIS IUU

Lebih terperinci

Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla

Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla PROGRAM UNGGULAN A B C Pemberantasan IUU Fishing Pengelolaan sumber daya ikan

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN SERTA POKMASWAS DALAM MEMBANTU KEGIATAN PENGAWASAN

MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN SERTA POKMASWAS DALAM MEMBANTU KEGIATAN PENGAWASAN PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) PELAPORAN, PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN PERAN SERTA POKMASWAS TERHADAP TINDAK PIDANA KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TOPAN RENYAAN, S.H. MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA MOR 16/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PROGRAM LEGISLASI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2)

POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2) Potensi Sumberdaya Kepiting Bakau (Natanael dan Dhimas Wiharyanto) POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA Natanael 1), Dhimas Wiharyanto

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/KEPMEN-KP/2015 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN SATUAN KERJA LINGKUP PUSAT KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 SEKRETARIAT DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 SEKRETARIAT DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 1 Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dan kinerja aparatur KP dengan sasaran adalah meningkatnya pendapatan dan taraf hidup masyarakat kelautan dan serta kompetensi SDM aparatur

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KEPMEN-KP/2015 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN SATUAN KERJA LINGKUP PUSAT KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

Kebijakan Pembangunan Kelautan & Perikanan di Indonesia

Kebijakan Pembangunan Kelautan & Perikanan di Indonesia Kebijakan Pembangunan Kelautan & Perikanan di Indonesia Disampaikan oleh : Menteri Kelautan & Perikanan pada RAKORNAS BIDANG KEMARITIMAN Jakarta, 4 Mei 2017 LAUT MASA DEPAN BANGSA Visi : Mewujudkan Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

KEGIATAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN PANGANDARAN DINAS KELAUTAN, PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN PANGANDARAN

KEGIATAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN PANGANDARAN DINAS KELAUTAN, PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN PANGANDARAN KEGIATAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN PANGANDARAN DINAS KELAUTAN, PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN PANGANDARAN Latar Belakang... Perikanan adalah sumberdaya yang dapat pulih kembali tetapi tidak tak

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP Meningkatnya dukungan

Lebih terperinci

Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla

Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia Misi KKP dalam mencapai visi Pemerintah

Lebih terperinci

PENGERTIAN EKONOMI POLITIK

PENGERTIAN EKONOMI POLITIK PENGERTIAN EKONOMI POLITIK CAPORASO DAN LEVINE, 1992 :31 INTERELASI DIANTARA ASPEK, PROSES DAN INSTITUSI POLITIK DENGAN KEGIATAN EKONOMI (PRODUKSI, INVESTASI, PENCIPTAAN HARGA, PERDAGANGAN, KONSUMSI DAN

Lebih terperinci

Peraturan...

Peraturan... KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/KEPMEN-KP/05 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 05 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013, No.44 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN DAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2018

PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN DAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2018 RAPAT KERJA ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2018 PROVINSI JAWA TIMUR PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 20152019 DAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 39/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 39/KEPMEN-KP/2016 TENTANG 1 KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. /MEN/SJ/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS MONITORING DAN EVALUASI TERPADU PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan Draft Rekomendasi Kebijakan Sasaran: Perikanan Budidaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan Seri

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Tabel IV.C.1.1 Rincian Program dan Realisasi Anggaran Urusan Perikanan Tahun 2013

Tabel IV.C.1.1 Rincian Program dan Realisasi Anggaran Urusan Perikanan Tahun 2013 C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN Pembangunan pertanian khususnya sektor perikanan merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi, dalam hal ini sektor perikanan adalah sektor

Lebih terperinci

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Permasalahan Sosial Budaya dalam Implementasi Peraturan tentang Perlindungan Spesies Hiu di Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2015 TENTANG PENANGKAPAN LOBSTER (Panulirus spp.), KEPITING (Scylla spp.), DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus spp.) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Industrialisasi. Kelautan. Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012

Lebih terperinci

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP Cilacap merupakan salah satu wilayah yang berpotensi maju dalam bidang pengolahan budi daya perairan. Memelihara dan menangkap hewan atau tumbuhan perairan

Lebih terperinci

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Sistem Rantai Pasok Dalam Mendukung Pengembangan Komoditas Patin Pasopati di Tulung Agung, Jawa Timur SASARAN REKOMENDASI Kebijakan Pasar dan Perdagangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1515, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Dana Alokasi Khusus. Kelautan. Perikanan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MENUJU PERIKANAN BUDIDAYA YANG MANDIRI, BERDAYA SAING DAN BERKELANJUTAN

MENUJU PERIKANAN BUDIDAYA YANG MANDIRI, BERDAYA SAING DAN BERKELANJUTAN 2015/10/22 12:58 WIB - Kategori : Sesditjen, Direktorat SATU TAHUN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA DI BAWAH PIMPINAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, SUSI PUDJIASTUTI MENUJU PERIKANAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

EVALUASI PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA

EVALUASI PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA EVALUASI PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Kementerian Kelautan dan Perikanan mencanangkan suatu visi yaitu Indonesia sebagai penghasil Produk Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI

Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Disampaikan dalam rapat koordinasi FAL, Bali, 28-29 Agustus 2017 PENDAHULUAN POTENSI INDONESIA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA ANGGARAN PERUBAHAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH PROVINSI BENGKULU Tahun Anggaran 2015

RENCANA KERJA ANGGARAN PERUBAHAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH PROVINSI BENGKULU Tahun Anggaran 2015 RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir RKAP SKPD 2.2 PEMERINTAH PROVINSI BENGKULU Tahun Anggaran 2015 Urusan Pemerintahan : 2 Urusan Pilihan Bidang Pemerintahan : 2. 05 Kelautan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 /KEPMEN-KP/2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN

Lebih terperinci

Refleksi Capaian Kegiatan T.A 2017 dan Outlook Rencana Kerja T.A 2018 Ditjen. Perikanan Budidaya

Refleksi Capaian Kegiatan T.A 2017 dan Outlook Rencana Kerja T.A 2018 Ditjen. Perikanan Budidaya Refleksi Capaian Kegiatan T.A 2017 dan Outlook Rencana Kerja T.A 2018 Ditjen. Perikanan Budidaya 1 Refleksi Capaian Kegiatan DJPB T.A 2017 2 CAPAIAN IKU DJPB TAHUN 2017 Realisasi Produksi Tahun 2017 :

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP Jakarta, 21 April 2015 I. PENDAHULUAN 1. Hasil kajian KPK (Gerakan Nasional Penyelamatan SD Kelautan) merupakan

Lebih terperinci

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011 KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN 2011 DAN 2012 OLEH : ENDAH

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI TERPADU PERIKANAN BUDIDAYA 2017 Banten, 7-10 Mei 2017

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI TERPADU PERIKANAN BUDIDAYA 2017 Banten, 7-10 Mei 2017 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI TERPADU PERIKANAN BUDIDAYA 2017 Banten, 7-10 Mei 2017 Rapat Koordinasi Terpadu Perikananan Budidaya 2017 dilaksanakan pada tanggal 7-10 Mei 2017 di Grand Serpong Hotel, Kota Tangerang

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09 KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM :11.12.5999 KELAS : S1-SI-09 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul BISNIS DAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

CAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia Di Provinsi Kalimantan Tengah

CAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia Di Provinsi Kalimantan Tengah CAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia Di Provinsi Kalimantan Tengah disampaikan oleh : DR. Siun Jarias SH., MH Sekda Kalimantan Tengah Panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan terpanjang di dunia setelah Kanada. Di sepanjang pantai tersebut, yang potensil sebagai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM KATA PENGANTAR Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki laut yang dapat dikelola sebesar 5,8 juta km 2 dan mempunyai potensi serta keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.508 pulau besar dan pulau kecil, serta garis pantai sepanjang 81.000 km yang didalamnya

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN Forum SKPD

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN Forum SKPD RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2017 Forum SKPD oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Yogyakarta, 28 Maret 2016 Outline 1. Potensi dan Permasalahan Pembangunan Sektoral 2. Isu Strategis

Lebih terperinci

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN 2013/11/02 08:31 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PEMANTAPAN SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN Mendiskusikan sistem penyuluhan perikanan yang membumi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA MOR 10/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PROGRAM LEGISLASI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 RAPAT KERJA TEKNIS (Rakernis) KELAUTAN DAN PERIKANAN Tahun 2014 dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Kalimantan Timur di Aula Kantor Walikota

Lebih terperinci

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten. Sesuai amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan Deputi

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA ARAHAN UMUM MKP GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN Medan, 24 Maret 2015 I. PENDAHULUAN 1. Hasil kajian KPK (Gerakan Nasional Penyelamatan SD Kelautan) merupakan bahan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 NOMOR SP DIPA-32.5-/217 DS6-9464-235-812 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan pada habitat perairan pantai, khususnya di daerah hutan bakau (mangrove). Kawasan hutan mangrove

Lebih terperinci

NAWACITA SETENGAH TIANG CATATAN ATAS KEDAULATAN PANGAN VERSI NOTA KEUANGAN RAPBN 2016

NAWACITA SETENGAH TIANG CATATAN ATAS KEDAULATAN PANGAN VERSI NOTA KEUANGAN RAPBN 2016 NAWACITA SETENGAH TIANG CATATAN ATAS KEDAULATAN PANGAN VERSI NOTA KEUANGAN RAPBN 2016 ABDUL HALIM Sekretaris Jenderal KIARA KERANGKA PRESENTASI Kedaulatan Pangan versi Presiden Jokowi Sasaran Utama Pembangunan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI Oleh : Tedi Koswara, SP., MM. I. PENDAHULUAN Dalam Peraturan Bupati Nomor 71

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan dilatarbelakangi oleh Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun Povinsi Kalimantan Selatan) dan Peraturan Gubernur Kalimantan

I. PENDAHULUAN. Selatan dilatarbelakangi oleh Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun Povinsi Kalimantan Selatan) dan Peraturan Gubernur Kalimantan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Pembentukan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Selatan dilatarbelakangi oleh Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 (tentang Pembentukan, Organisasi

Lebih terperinci

DRAFT MARET POS POKMASWAS Page 1 of 20

DRAFT MARET POS POKMASWAS Page 1 of 20 PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) PELAPORAN, PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN PERAN SERTA POKMASWAS TERHADAP TINDAK PIDANA KEJAHATAN DAN PELANGGARAN DRAFT MARET 2015 POS POKMASWAS Page 1 of 20 PROSEDUR OPERASIONAL

Lebih terperinci

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 1 SUMBER PAGU REALISASI % Keterangan APBD (termasuk DAK) Rp. 529,9 M Rp. 7,7 M 14,64 Rencana Pemotongan 5 10% APBN Rp. 15,8 M Rp. 193 juta

Lebih terperinci

PERIZINAN USAHA PERIKANAN

PERIZINAN USAHA PERIKANAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 T E N T A N G PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, dalam rangka menunjang

Lebih terperinci

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia

Lebih terperinci

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN Yang dimaksud dengan urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

TABEL 5.1 TABEL RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF KABUPATEN SUMENEP DINAS PERIKANAN

TABEL 5.1 TABEL RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF KABUPATEN SUMENEP DINAS PERIKANAN TABEL 5.1 TABEL RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF KABUPATEN SUMENEP DINAS PERIKANAN KONDISI CAPAIAN KINERJA PROGRAM PRIORITAS DAN KERANGKA PENDANAAN

Lebih terperinci

rovinsi alam ngka 2011

rovinsi alam ngka 2011 Buku Statistik P D A rovinsi alam ngka 2011 Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012 1 2 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Statistilk Provinsi Dalam Angka Provinsi Aceh... 1

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI PROGRES IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI GUBERNUR BALI 1 KONDISI GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRASI

Lebih terperinci

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (Perairan Umum Daratan) Tim Penelitian : Zahri Nasution

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA. Peluang Bisnis Masyarakat Urban

PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA. Peluang Bisnis Masyarakat Urban PERKEMBANGAN BISNIS DAN DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA Peluang Bisnis Masyarakat Urban OLEH : SUHANA DOSEN MATA KULIAH EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM, PROGRAM STUDI EKONOMI DAN LINGKUNGAN IPB PENELITI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 29 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari beberapa pulau besar antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : 1 Tahun 2016 3 Februari 2016 PEMERINTAH PROVINSI BENGKULU RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 187-191 ISSN : 2355-6226 BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Yonvitner Departemen Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang lndonesia adalah negara kepulauan dan maritim dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu sepanjang 81.000 km dan dengan jumlah pulau kurang lebih 17.508 pulau serta

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGANTAR ILMU PERIKANAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Bumi Yang Biru begitu Kecilnya dibandingkan Matahari Bumi, Planet Biru di antara Planet lain The Blue Planet 72 % Ocean and 28 % Land Laut Dalam Al Qur

Lebih terperinci