III. KEBIJAKAN DAN STRATEGI

dokumen-dokumen yang mirip
REVITALISASI KEHUTANAN

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA (RENSTRA-KL) DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI MALUKU

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH

SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PROGRAM : PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DAN USAHA KEHUTANAN (Renstra Ditjen PHPL )

BAB IV ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KABUPATEN SINTANG TAHUN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN. rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

5. Arah Kebijakan Tahun Kelima (2018) pembangunan di urusan lingkungan hidup, urusan pertanian,

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

Lampiran 1. Matrik Renstra-KL Departemen Kehutanan Tahun

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

hutan secara lestari.

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

PENDAHULUAN. Latar Belakang

RPJMD Kabupaten Tebo

BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman kayu putih sebagai salah satu komoditi kehutanan

BAB III Visi dan Misi

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan

Pembangunan Kehutanan

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

RANCANGAN AWAL RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KEHUTANAN RANCANGAN AWAL RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG PEMBANGUNAN KEHUTANAN

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MALANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 14 TAHUN 2009 TENTANG

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

Anggaran (Sebelum Perubahan) , , ,00 98, , ,

Transkripsi:

III. KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Pelajaran dari Strategi dan Kebijakan Umum sebelumnya. Pencapaian pembangunan sektor kehutanan dewasa ini, telah mengalami pertumbuhan yang negatif. Hal tersebut tercermin dari penurunan jumlah unit HPH dari jumlah 560 unit HPH pada tahun 1990 dengan ijin produksi sebesar 27 juta m3, menjadi 270 unit HPH dengan ijin produksi 23,8 juta m3 pada tahun 2002, bahkan ijin produksi pada tahun 2003 jauh menurun menjadi hanya 6,8 juta m3, dan pada tahun 2004 menjadi 5,8 juta m3. Seiring dengan itu pendapatan negara dari iuran-iuran kehutanan terus menurun. Penerimaan iuran kehutanan tahun 1999 sebesar Rp. 3,33 triliyun, pada tahun 2003 menurun menjadi Rp. 2,72 triliyun. Dari sisi kualitas SDH, terjadi kerusakan hutan yang cukup besar jumlahnya, dengan luas kawasan hutan yang terdegradasi telah mencapai lebih dari 42 juta ha, dengan laju degradasi hutan dalam tiga tahun terahir rata-rata sebesar 2,82 juta ha. Dengan demikian pembangunan sektor kehutanan selama ini telah menimbulkan permasalah kolektif berupa; a) Meningkatnya laju kerusakan hutan; b) Pengelolaan hutan lestari belum berjalan dengan baik; c) Meningkatnya tekanan eksternal; c) Ketimpangan distribusi ekonomi; dan d) Kelembagaan kehutanan belum kuat dan mantap. Adapun penyebab timbulnya permasalahan tersebut antara lain: a) Pemerintah yang bersih dan berwibawa belum berjalan dengan baik; b) Penebangan yang tidak lestari; c) Kurangnya dukungan politis dari sektor lain; d) Komitmen bersama belum optimal; e) Distribusi manfaat yang belum merata; f) Penegakan hukum tidak optimal, serta g) Belum mantapnya peran/kontrol para pihak. Kebijakan-kebijakan sektor kehutan yang telah ditetapkan pada dasarnya adalah untuk mengatasi permasalahan yang mengancam kerusakan SDH dan LH, meningkatkan dan menguatkan kembali komitmen dan dukungan sektor kehutanan terhadap pembangunan nasional (ekonomi, sosial, ekologi), mendukung peran masyarakat dalam mengelolan SDH untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat didalam dan sekitar kawasan hutan, serta menciptakan kepastian dan kemantapan berusaha dibidang pengelolaan hutan. Namun demikian kebijakan-kebijakan tersebut masih belum optimal REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 III - 1

diimplementasikan sehingga masih belum memberikan pengaruh nyata terhadap perbaikan kehidupan masyarakat banyak khususnya yang tinggal didalam dan sekitar kawasan hutan. Dalam hal ini perlu terus diupayakan agar dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pembangunan sektor kehutanan, perlu diselenggarakan secara transparan, partisipatif, memihak kepada kepentingan masyarakat miskin, serta untuk mewujudkan kembali berfungsinya kawasan hutan secara optimal sesuai fungsinya (konservasi, lindung, dan produksi) menuju pengelolaan hutan yang lestari. Dari pengalaman diatas, maka kebijakan pengelolaan SDH kedepan diarahkan untuk memberikan keseimbangan yang lebih serasi dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial, guna mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. B. Kebijakan dan Strategi Umum. Menyongsong era pembangunan sektor kehutanan kedepan, Pengembangan Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) di seluruh fungsi kawasan hutan merupakan prasayarat utama dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan makmur. Pengelolaan hutan lestari merupakan resultan dari pengembangan/pembangunan ekonomi (produksi), ekologi dan sosial. Produktifitas dan fungsi hutan berkembang secara seimbang, proporsional dan berkeadilan, yang pada akhirnya menjamin terhadap keberadaan hutan, pengembangan ekonomi berbasis masyarakat yang berkeadilan, menjamin produk-produk hutan dan kehutanan, serta mengurangi konflik sosial yang muncul ke permukaan, melalui pengembangan SDM yang kompeten dan profesional. Untuk mewujudkan hal tersebut dengan mempertimbangkan kondisi SDH dan permasalahan yang dihadapi,maka telah ditetapkan kebijakan prioritas pembangunan kehutanan sebagai berikut: 1. Pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu illegal. Kebijakan ini dimaksudkan untuk: a) Menegakkan moral, tatanan sosial maupun bernegara dan berbangsa; b) Mnegakkan hukum dibidang kehutanan; c) Mendorong iklim usaha dibidang kehutanan secara sah dan benar; d) Meningkatkan partisipasi berbagai pihak serta REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 III - 2

masyarakat dalam melestarikan hutan; e) Menjamin keberadaan hutan sebagai modal pembangunan. Strategi untuk mendukung kebijakan pemberantasan pencurian kayu dari hutan negara antara lain: a) Menyediakan informasi lokasi-lokasi rawan pencurian kayu; b) Menggalang masyarakat peduli pemberantasan pencurian kayu; c) Mengintensifkan langkah-langkah koordinasi dengan POLRI-TNI, Kejaksaan Agung dalam penanganan perlindungan dan pencurian hutan; dan d) Melakukan upaya-upaya operasi-operasi pemberantasan illegal logging dan illegal trade (penegakan hukum). 2. Revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk: a) Menciptakan industri kehutanan yang tangguh serta mewujudkan struktur industri pengolahan kayu yang efisien dan berwawasan lingkungan yang dapat menghasilkan produk bernilai tinggi dan berdaya saing global; b) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja; c) Meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara; dan d) Mewujudkan pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management) yang mendukung pengembangan industri kehutanan. Strategi untuk mendukung kebijakan revitalisasi kehutanan antara lain: a) Melakukan fasilitasi peningkatan performance industri kehutanan; b) Mengupayakan sertifikasi pengelolaan hutan lestari; c) Meningkatkan pemanfaatan hasil hutan non kayu; d) Mempercepat fasilitasi pembangunan HTI; d) Meningkatkan PNBP sektor kehutanan; e) Meningkatkan pemanfaatan aneka fungsi SDH; f) Melakukan fasilitasi pembangunan hutan rakyat; g) Mendorong peningkatan pemanfaatan jasa lingkungan; dan h) Mengembangkan IPTEK dan SDM 3. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk: a) Menjaga dan memelihara keutuhan hutan dan fungsinya; b) Mempercepat pemulihan hutan yang kritis; c) Meningkatkan daya dukung lingkungan lokal, nasional dan global; d) Meningkatkan manfaat hutan bagi kesejahteraan masyarakat; e) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memelihara hutan dan berusaha di sektor kehutanan. REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 III - 3

Strategi untuk mendukung kebijakan rehabilitasi dan konservasi SDH antara lain: a) Mempercepat rehabilitasi hutan dan lahan (RHL); b) Meningkatkan pengelolaan dan fungsi DAS; c) Membangun dan memperkuat pengelolaan kawasan konservasi; d) Meningkatkan komunikasi dengan para pihak; e) Menyelenggarakan perlindungan dan pemanfaatan SDH bersama masyarakat; f) Menegakkan hukum dalam perlindungan hutan; g) Meningkatkan efektivitas penaggulangan kebakaran hutan; h) Memanfaatkan dukungan internasional dalam pengelolaan hutan. 4. Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk: a) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan kehutanan; b) Meningkatkan akses masyarakat setempat dalam pemanfaatan hutan; c) Meningkatkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat; d) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memelihara kelestarian hutan; e) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Strategi untuk mendukung kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat antara lain: a) Peningkatan peranserta masyarakat; b) Pemberian ruang kelola kepada masyarakat sekitar hutan; c) Mendorong pengembangan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan; d) Mendorong UKM industri kehutanan. 5. Pemantapan kawasan hutan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk: a) Menjamin keberadaan kawasan hutan dan penutupan hutan; b) Menjamin berjalannya unit-unit pengelolaan hutan untuk berbagai pemanfaatan hutan dan hasil hutan; c) Menjamin intensifikasi pengelolaan hutan dan hasil hutan; d) Menjamin kelestarian usaha dan daya dukung kehidupan dan hutan. Strategi untuk mendukung kebijakan pemantapan kawasan hutan antara lain: a) Mempertahankan keberadaan kawasan hutan; b) Percepatan proses pengukuhan hutan; c) Pembentukan unit pengelolaan hutan (KPHP, KPHL, KPHK); d) Optimalisasi keberadaan kawasan hutan; e) Koordinasi dan sinkronisasi dengan sektor lain dalam penatagunaan hutan. REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 III - 4

C. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Ketahanan Pangan. Dalam mendukung ketahanan pangan, sektor kehutanan telah memulai sejak tahun 1987, dengan menyediakan lahan kawasan hutan untuk dikonversi bagi kegiatan budidaya pertanian tanaman pangan, maupun untuk usaha perkebunan. Kawasan hutan yang telah dilepas untuk kepentingan pertanian sampai dengan tahun 2004 tercatat seluas 4,7 juta ha, tetapi yang telah dimanfaatkan untuk usaha perkebunan seluas 2,4 juta ha, sehingga diperkirakan masih terdapat lahan terlantar yang berasal dari pelepasan kawasan hutan seluas 2,3 juta ha. Disamping itu, dalam mendukung produksi pangan (padi, palawija, umbi-umbian), penerapan sistem pengelolaan hutan tanaman pada wilayah/daerah berpenduduk padat, telah dikembangkan sistem tumpang sari (agro forestry) yaitu menanam tanaman semusim (tanaman pangan) pada lahan disela-sela tanaman pokok (tanaman hutan) pada kegiatan pembangunan hutan tanaman, seperti jati, mahoni, selama masa pemeliharaan tanaman. Dengan demikian dalam mendukung ketahanan tanaman pangan, kebijakan yang masih relevan diterapkan adalah: 1. Menyediakan lahan eks kawasan hutan yang tidak berhutan untuk usaha pertanian tanaman pangan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengefektifkan kembali pemanfaatan lahan eks kawasan hutan yang telah diberikan untuk usaha pertanian/perkebunan. Strategi untuk mendukung kebijakan ini adalah: a) melakukan evaluasi pelepasan kawasan hutan; b) Meningkatkan koordinasi antar sektor, terkait dengan pemanfaatan eks kawasan hutan untuk pengembangan tanaman pangan. 2. Menerapkan sistem tumpangsari dengan tanamantanaman pangan sebagai kewajiban dalam pembangunan hutan tanaman industri dan hutan rakyat. Strategi untuk mendukung kebijakan ini adalah: a) Merubah persepsi bahwa tanaman pangan terdiri dari beberapa komoditi, tidak hanya beras; b) Inventarisasi lokasi dan tegakan hutan yang memungkinkan untuk penanaman tumpang sari; c) Sosialisasi program REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 III - 5

ketahanan pangan; d) Pengembangan industri kemasan produk; d) Menjadikan sistem tumpang sari sebagai program nasional dalam pengelolaan hutan produksi. D. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Lapangan Kerja, Lapangan Berusaha, dan Pertumbuhan Kehutanan. Revitalisasi industri kehutanan mendorong terciptanya lapangan kerja dan lapangan berusaha di sektor kehutanan. Dengan demikian pembangunan Kehutanan diarahkan untuk dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan lapangan usaha guna mendukung pertumbuhan sektor Kehutanan yang berkelanjutan seiring dengan pembangunan nasional. Pengembangan lapangan kerja disektor kehutanan tergantung kepada tersedianya lapangan berusaha. Beberapa lapangan usaha di sektor kehutanan yaitu terdiri dari: persemaian/pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan hasil, pengolahan, dan pemasaran jenis tanaman hutan. Beberapa kegiatan usaha tersebut dalam skala kecil dapat dilakukan dan dikembangkan oleh perorangan atau kelompok masyarakat, seperti persemaian/pembibitan, dan pemeliharaan. Kegiatan lain berupa jasa yang dikategorikan dalam usaha kehutanan antara lain: jasa perlindungan dan pelestarian alam, reboisasi, rehabilitasi lahan, dan usaha dalam rangka penyiapan data dasar pengelolaan hutan seperti survey hutan, pengukuran dan penataan batas, dan penafsiran potret udara. Dengan demikian kebijakan pengembangan lapangan kerja, lapangan berusaha, dan pertumbuhan sektor kehutanan diarahkan kepada: 1. Pengembangan pengusahaan hutan tanaman, meliputi: pengusahaan hutan hutan jati, mahoni, sonokeling, albizia/jeunjing, hutan cendana, akasia, hutan ekaliptus, dan pengusahaan hutan nlainnya. 2. Pengusahaan hutan alam, meliputi: pengusahaan hutan meranti, kruing, pulai, ramin, kayu besi, kayu hitam, ulin, dll, termasuk usaha pengangkutan kayu. Untuk pengusahaan hutan alam saat ini dilakukan lebih selektif dan hati-hati, mengingat beberpa jenis kayu REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 III - 6

sudah dimasukan sebagai jenis yang terancam punah, seperti jenis kayu ramin, kayu hitam, dan kayu ulin.. 3. Pengusahaan hasil hutan bukan kayu, meliputi: pengusahaan rotan, getah pinus, daun kayu putih, kokon/kepongpong ulat sutera, damar, dan penggunaan hasil hutan selain kayu seperti pengusahaan bambu. 4. Jasa kehutanan, meliputi: jasa kehutanan bidang inventarisasi dan tata guna lahan, perlindungan hutan dan pelestarian alam, reboisasi dan rehabilitasi, dan jasa kehutanan lainnya. 5. Pengusahaan pariwisata alam dan jasa lingkungan pada kawasan konservasi, meliputi: penyediaan akomodasi penginapan (hotel), penyediaan jasa pemandu wisata alam, pembuatan dan penyediaan barang-barang souvenir. Sedangkan pemanfaatan jasa lingkungan meliputi pengelolaan pemanfaatan produk air yang bersumber dari kawasan konservasi untuk kepentingan perusahaan air minum, industri, dan usaha penjualan jasa air secara luas. 6. Peningkatan penerimaan negara bukan pajak sektor kehutanan untuk mendukung pembiayaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Strategi untuk mendukung kebijakan tersebut adalah: a) Melakukan evaluasi dan rekalkulasi sumber dayan hutan; b) Mendeliniasi dan mendata lokasi-lokasi yang layak dijadikan obyek pengusahaan; c) Mensosialisasikan dan mempromosikan kepada multistakeholder untuk mendapat jaminan berusaha; d) Melibatkan masyarakat sekitar kawasan hutan sebagai faktor/pelaku pengusahaan secara partisipatif; e) Meregulasi peraturan-perundangan untuk efisiensi pengusahaan; e) Mendayagunakan tenaga yang memiliki kompetensi dibidang usaha kehutanan dan profesional, dan f) Melakukan kemitraan dengan kelompok profesional untuk meningkatkan kinerja pengusahaan yang mampu bersaing ditingkat global. E. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Eksport Produk Kehutanan Ekspor hasil hutan kayu maupun non-kayu terus ditingkatkan dalam rangka meningkatkan perolehan devisa REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 III - 7

negara yang diperlukan dalam pembangunan nasional. Ekspor difokuskan pada produk-produk (bukan komoditi) hasil hutan yang bernilai tambah (added value) dan berdaya saing (competitive advantages) tinggi. Namun demikian bagi produk bahan baku yang tidak dapat ditampung oleh industri dalam negeri, atau belum bisa diolah di dalam negeri tetapi mempunyai nilai daya saing tinggi, kebijakan eksport dapat dilakukan secara terbatas sambil menyiapkan industri pengolahannya. Komoditas eksport industri kehutanan yang dilakukan selama ini antara lain: bambu, kayu cendana, getah damar, kayu gergajian, rotan, moulding, plywood, pulp. Strategi yang dikembangkan untuk eksport produk kehutanan 1). Pengembangan data dan informasi potensi sumberdaya hutan 2) Meningkatkan mutu produk hutan (kayu dan non Kayu termasuk jasa lingkungan) yang memnuhi standart internasional 3). Pengembangan produk-produk baru yang inovatif dan simplified, misalnya pengembangan produk esen-esen/zat ekstraktif untuk kebutuhan komestika, dan obat-obatan 4). Pengembangan hubungan bilateral dan multilateral yang saling menguntungkan. 5). Pengembangan sumberdaya manusia. 6). Pengembangan joint reseacrh internasional dan domestik secara multisektor untuk pengembangan teknologi yang tepat dan berdaya guna, 7). Pengembangan dan peningkatan market intelengece. F. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Produk Kehutanan Baru. Beberapa ekspor produk hasil hutan telah mengalami penurunan di pasar internasional, karena berbagai hal, seperti kalah bersaing dengan produk yang sama atau adanya produk substitusi yang lebih kompetitif. Pengembangan produk kehutanan baru merupakan keharusan, guna mempertahankan daya saing produkproduk hasil hutan Indonesia. Untuk itu dibutuhkan dukungan penelitian dan pengembangan yang secara jeli dapat menangkap adanya peluang dan tantangan baru akibat dari perubahan lingkungan pasar. Penelitian dan pengembangan produk kehutanan ke depan diarahkan untuk mendorong peningkatan produktifitas masyarakat yang berperan serta dalam REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 III - 8

peneglolan sumberdaya hutan. Pengembangan produkproduk kehutanan yang dapat menjamin pemenuhan jumlah dan mutu yang disyaratkan, seiring dengan meningkatnya konsumsi produk-produk kehutanan untuk dalam negeri dan luar negeri. Produk-produk kehutanan yang mempunyai prospek ke depan, selain pemenuhan kebutuhan papan, pangan juga perlu dikembangkan produk-produk bio-energi, biofarmaka, bio-fiber seiring dengan meningkatkan kesadaran dan kebutuhan terhadap kesehatan dan sanitasi lingkungan yang baik. Bio-energi sektor kehutanan dikembangkan untuk mengantisipasi kelangkaan bahan baku yang non renewable, sebagai alternatif energi bagi kebutuhan rumah tangga maupun industri pada skala tertentu. REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (RPPK) 2005 III - 9