BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS

BAB V PENGOLAHAN DATA

STUDI ALTERASI, MINERALISASI, DAN GEOKIMIA UNTUK PROSPEKSI EMAS DI DAERAH TIGA DESA, BENGKAYANG, KALIMANTAN BARAT

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

identifikasi masalah sampling ekstraksi AAS analisis data

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

PROPOSAL PENAWARAN PEKERJAAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112)

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

PENYELIDIKAN MINERAL LOGAM DASAR DAN LOGAM BESI DAN PADUAN BESI DI DAERAH LELOGAMA KABUPATEN KUPANG (TIMOR BARAT) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR S A R I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

BAB 3 METODE PENELITIAN

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten. (Hasil Penelitian yang didanai oleh HIBAH BERSAING DIKTI )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Fotometri Nyala (Flame Photometry) dan Spektrofotometri Serapan Atom (Atomic Absorption Spectrophotometry)

OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) Bidang Kimia Sub bidang Kimia Anorganik

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

Laporan Kimia Analitik KI-3121

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

PENELITIAN ENDAPAN LUMPUR DI DAERAH PORONG KABUPATEN SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

ANALISIS UNSUR-UNSUR PENGOTOR DALAM YELLOW CAKE DARI LIMBAH PUPUK FOSFAT SECARA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ENDAPAN EMAS TIPE CARLIN

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

Contoh Soal & Pembahasan Sel Volta Bag. I

Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Analisis Kimia Bijih Sulfida Cu, Pb, Zn, Ag, Dan Au

Dasar Analisis Kualitas Lingkungan (Kualitatif dan Kuantitatif) organik dan anorganik

Air dan air limbah Bagian 7: Cara uji seng (Zn) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala

Air dan air limbah Bagian 6: Cara uji tembaga (Cu) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala

Sel Volta (Bagian I) dan elektroda Cu yang dicelupkan ke dalam larutan CuSO 4

I. ALTERASI HIDROTERMAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Gambar 1. Alat AAS

termineralisasi dan tanah, akan tetapi tidak semua unsur dibahas dalam makalah ini karena tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 1, M e i 2012: 63-72

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

Bab IV Sistem Panas Bumi

KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PENAMBANGAN EMAS (STUDI KASUS: PEMANFAATAN TAILING DI PT. ANTAM UBPE PONGKOR)

Transkripsi:

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN 5.1 Data AAS (Atomic Absorption Spectrometry) AAS (Atomic Absorption Spectrometry) atau dikenal juga sebagai Spektrometri Serapan Atom merupakan suatu metode kimia yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi unsur-unsur kimia pada suatu conto yang dianalisis. Uji AAS pada dasarnya berprinsip bahwa setiap atom yang menyusun suatu unsur dapat menyerap radiasi elektromagnetik. Setiap unsur akan menyerap sinar pada panjang gelombang yang berbeda-beda (Rollinson, 1993). Pada uji AAS, conto batuan yang akan dianalisis harus merupakan conto yang segar sehingga harus dipisahkan dari bagian yang lapuk. Conto batuan yang diperlukan untuk uji ini kira-kira 20 gram yang kemudian digerus dan diayak sampai berukuran halus. Conto yang sudah berukuran halus tersebut nantinya akan dilarutkan menggunakan larutan kimia tertentu dan siap dilakukan uji AAS. Peralatan AAS terdiri dari sumber sinar (light source), peralatan atomisasi (atomizing device), dan detektor (Rollinson, 1993). Sumber sinar berupa lampu katoda berongga (hollow cathode lamp) yang berbeda-beda karena katoda terbuat dari unsur yang akan dianalisis. Conto batuan dalam bentuk larutan dipanaskan dan kemudian sinar dari lampu katoda berongga ditembakkan. Besarnya sinar yang diserap oleh atom sebanding dengan konsentrasi unsur yang terdapat di dalam conto. Uji AAS dilakukan di Laboratorium AAS Pusat Survei Geologi Bandung terhadap 21 conto batuan terpilih (Lampiran E). Conto batuan yang dilakukan uji AAS adalah batuan yang termineralisasi dan relatif banyak mengandung mineral bijih dari pengamatan secara megaskopis. Uji AAS pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur Sb, Pb, Cu, Zn, Ag, Au, As, dan Mn pada batuan. Pada penelitian ini, terdapat beberapa data yang berasal dari luar lokasi daerah penelitian. Namun, data-data tersebut masih diambil dari sekitar lokasi daerah penelitian. Data tersebut tetap diikutsertakan dalam analisis data AAS dengan harapan semakin banyak data akan semakin baik hasil yang diperoleh. Data hasil uji AAS di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1. Dewi Prihatini (12007012) 40

Tabel 5.1. Data unsur kimia berdasarkan hasil uji AAS No Nomor Conto Sb Pb Cu Zn Ag Au As Mn (ppm ) 1 2010/AHW/09A 12,15 290,40 156,90 29,30 6,60 0,26 45,00 135 2 2010/AHW/10F 3,03 537,90 2604,00 218,00 14,00 0,23 79,88 133,3 3 2010/AHW/11B 1,71 267,90 22,90 74,60 2,50 0,03 21,15 326,8 4 2010/AHW/12A 4,46 3510,00 351,50 1995,00 12,40 0,14 37,35 173,60 5 2010/AHW/13A 4,31 294,60 519,30 95,00 10,00 0,13 171,00 98,40 6 2010/AHW/14A 3,14 233,60 921,50 60,20 7,70 1,24 264,38 142,90 7 2010/AHW/15A 20,73 263,60 623,00 87,10 5,20 0,31 360,23 63,40 8 2010/AHW/16C 7,59 1260,00 30127,50 180,80 196,00 3,01 561,60 104,40 9 2010/AHW/21A 4,10 30,00 7,30 35,00 1,20 0,03 21,60 639,30 10 2010/AHW/28A 12,99 111,40 78,40 406,80 10,60 0,02 557,78 94072,50 11 2010/AHW/31C 7,11 61,10 18,50 53,70 2,10 0,12 31,50 367,00 12 2010/AHW/34C 6,71 42,90 10,50 114,00 3,30 0,02 66,60 385,40 13 2010/AHW/35H 4,14 68,60 26,80 52,10 6,60 3,46 296,10 345,00 14 2010/AHW/35I 6,93 37,50 14,70 67,60 1,90 0,02 34,88 365,70 15 2010/AHW/35J 6,62 39,60 13,50 67,30 2,30 0,10 92,48 632,40 16 2010/AHW/35K 6,38 31,10 13,30 40,20 1,60 0,55 139,50 236,90 17 2010/AHW/37B 431,78 31050,00 13612,50 393,90 164,00 11,46 1315,80 791,30 18 2010/AHW/37J 121,05 93825,00 8421,00 767,10 362,70 1,58 525,60 57,60 19 2010/AHW/38E 58,95 73,90 2164,50 98,90 1,70 0,23 268,65 278,70 20 2010/AHW/38F 53,82 4245 662,50 764,50 28,20 0,06 288,90 48,50 21 2010/AHW/39F 57,81 89100 2547,00 11706,00 208,30 0,06 240,20 48,50 Data konsentrasi unsur dari uji AAS ini selanjutnya akan diolah secara statistik untuk mengetahui harga ambang dan asosiasi unsur di daerah penelitian. 5.2 Penentuan Nilai Ambang Data hasil uji AAS memuat konsentrasi unsur Sb, Pb, Cu, Zn, Ag, Au, As, dan Mn dalam satuan ppm (part per million). Data ini kemudian diolah dengan menggunakan metode kurva probabilitas dan persentil untuk mengetahui nilai ambang dari masing-masing unsur. Penentuan nilai ambang dengan menggunakan metode kurva probabilitas dan persentil selengkapnya tercantum pada Lampiran F. Hasil penentuan nilai ambang dari masing-masing unsur dapat dilihat pada Tabel 5.2. Dewi Prihatini (12007012) 41

Tabel 5.2 Nilai ambang unsur berdasarkan metode kurva probabilitas dan persentil Unsur Metode Kurva Probabilitas Metode Persentil NA 1 (ppm) NA 2 (ppm) NA (ppm) Sb 158,49 63,09 57,81 Pb 2511,89-1260,00 Cu 1778,30-2164,50 Zn 3162,28 630,95 764,50 Ag 251,18 35,48 164,00 Au 1,99-1,58 As 707,94 354,81 296,10 Mn 501,19 398,11 632,40 Pemilihan nilai ambang dilakukan dengan membandingkan nilai-nilai tersebut terhadap konsentrasi unsur rata-rata di kerak bumi (Tabel 5.3). Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah nilai ambang tersebut dapat dijadikan batas anomali untuk suatu unsur karena nilai ambang dari perhitungan statistik belum tentu lebih besar dari nilai konsentrasi rata-rata unsur di kerak bumi. Tabel 5.3 Konsentrasi rata-rata unsur di kerak bumi (Rose dkk., 1979) Unsur Konsentrasi rata-rata (ppm) Sb 0,1 Pb 10 Cu 50 Zn 80 Ag 0,05 Au 0,003 As 2 Mn 1000 Nilai ambang yang digunakan adalah nilai ambang yang memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi unsur di kerak bumi. Dari hasil pembandingan, nilai ambang untuk unsur Mn tidak dapat digunakan karena nilai ambang unsur tersebut lebih kecil dari konsentrasi unsur rata-rata di kerak bumi. Dewi Prihatini (12007012) 42

Kemudian dilakukan pemilihan nilai ambang dari kedua metode yang berbeda tersebut. Nilai ambang ini nantinya akan digunakan untuk menentukan anomali unsur sehingga pemilihan nilai ambang didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Menurut Rose dkk. (1979), jika nilai ambang terlalu tinggi maka akan terdapat mineral bijih ekonomis yang terlewatkan, namun jika nilai ambang terlalu rendah maka akan membuang waktu dan biaya untuk mineral bijih yang tidak begitu ekonomis. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dipilih dua nilai ambang. Nilai ambang pertama (NA 1) merupakan nilai ambang tertinggi dengan tujuan untuk mendapatkan nilai anomali yang tinggi sehingga eksplorasi nantinya diarahkan untuk daerah yang memiliki prospek paling baik. Nilai ambang kedua (NA 2) merupakan nilai ambang dengan nilai yang lebih rendah, yang digunakan untuk mendapatkan daerah prospek yang lebih luas. Dalam aplikasinya, nilai ambang kedua ini akan digunakan sebagai alternatif batas zona pengembangan suatu daerah eksplorasi apabila investasi berdasarkan nilai ambang pertama telah dilakukan. Hasil penentuan nilai ambang dan nilai anomali unsur tertera pada Tabel 5.4 Tabel 5.4 Nilai ambang dan nilai anomali unsur di daerah penelitian Unsur Nilai Ambang (ppm) Nilai Anomali (ppm) NA 1 (ppm) NA 2 (ppm) Nilai Anomali 1 Nilai Anomali 2 Sb 158,49 57,81 >158,49 57,82-158,49 Pb 2511,89 1260,00 >2511,89 1261,00-2511,89 Cu 2164,50 1778,30 >2164,5 1778,40-2164,50 Zn 3162,28 630,95 >3162,28 630,96-3162,28 Ag 251,18 35,48 >251,18 35,49-251,18 Au 1,99 1,58 >1,99 1,59-1,99 As 707,94 296,10 >707,94 296,20-707,94 5.3 Penentuan Asosiasi Unsur Penentuan asosiasi unsur pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode persentil. Unsur yang digunakan sebagai acuan adalah unsur Au. Pemilihan unsur Au sebagai acuan sesuai dengan tujuan utama dari penelitian di daerah ini, yaitu untuk mencari prospek emas (Au). Dewi Prihatini (12007012) 43

Berdasarkan pengolahan data secara statistik dengan menggunakan P80, P70, dan P60 (Lampiran F), maka diperoleh asosiasi unsur sebagai berikut : P80: Au, Sb, Pb, Cu, Ag, As P70: Au,, Pb, Cu, Ag, As P60: Au, Sb,, Cu,, As Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa pada persentil 80 (P80) unsur yang berasosiasi adalah Au, Sb, Pb, Cu, Ag, As. Namun, terdapat beberapa unsur yang terlihat berasosiasi kurang kuat pada persentil tertentu, yaitu unsur Sb pada P70 serta unsur Pb dan Ag pada P60. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa asosiasi unsur di daerah penelitian adalah Au, (Sb), (Pb), Cu, (Ag), As. Jika mengacu kepada asosiasi unsur menurut Lindgreen (1933; dalam Evans, 1987), maka tipe mineralisasi di daerah penelitian adalah transisi epitermalmesotermal (Tabel 5.5). Namun, asosiasi unsur serupa menurut Hedenquist dan White (1995) masih termasuk ke dalam tipe endapan epitermal sulfida rendah (Tabel 5.6). Tabel 5.5. Tipe mineralisasi (Lindgreen,1933; dalam Evans, 1987) Tipe Mineralisasi Kedalaman (m) Suhu ( 0 C) Asosiasi Unsur Hipotermal 3000-15000 300-600 Au, Sn, Mo, W, Cu, Pb, Zn, As Mesotermal 1200-4500 200-300 Au, Ag, Cu, As, Pb, Zn, Ni, Co, W, Mo, U Epitermal Dekat permukaan- 1500 50-200 Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U Teletermal Dekat permukaan + 100 Pb, Zn, Cd, Ge Dewi Prihatini (12007012) 44

Tabel 5.6 Tipe endapan epitermal (Hedenquist dan White, 1995) Tipe Endapan Epitermal Sulfida Rendah (adularia-serisit) Fluida hidrotermal - didominasi air meteorik, namun ada interaksi dengan air magmatik - ph mendekati netral - kondisi reduksi Mineral ubahan Kuarsa, kalsedon, kalsit, adularia, illit, karbonat Mineralisasi Mineral bijih Unsur logam dominan open-space veins dan cavity filling dominan Pirit, sfalerit, galena, elektrum, emas, arsenopirit Au + Ag, Pb, Zn, Cu, As, Te, Hg, Sb Sulfida Tinggi (acid-sulfate) - didominasi air magmatik - ph asam - kondisi oksidasi Kuarsa, alunit, kaolinit, pirofilit, diaspor mineral bijih menyebar (disseminated) Pirit, enargit, luzonit, kalkopirit Au + Cu, As, Te Dewi Prihatini (12007012) 45