PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH Denni Widhiyatna, R.Hutamadi, Asep Ahdiat Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Wilayah penambangan emas di Kecamatan Selogiri hanya terdapat di sekitar Gunung Tumbu Kalipuru yang ditempati oleh batuan mikrodiorit terkersikkan dan sebagian ubahan argilik dengan membawa mineralisasi emas, perak dan logam dasar berupa endapan primer tipe urat. Mineralisasi utama terjadi berupa pengisian rekahan oleh jaringan urat kuarsa halus yang mengandung mineral-mineral sulfida berupa pirit dan kalkopirit yang berasosiasi dengan logam mulia emas dan perak. Metode penambangan yang dilakukan berupa tambang dalam, sedangkan pengolahan bijih emas berupa amalgamasi dengan menggunakan gelundung/tromol yang digerakkan oleh generator diesel atau dinamo listrik. Lokasi pengolahan bijih umumnya dilakukan di sekitar lubang tambang.tidak ada pengolahan yang dilakukan di sungai karena debit airnya kecil bahkan terkadang tidak berair. Hanya terdapat beberapa kelompok penambang yang mengolah tailing dengan menggunakan sluice box dan dulang untuk mendapatkan konsentrat logam berat dan amalgam yang selanjutnya dilakukan proses amalgamasi untuk mendapatkan emasnya. Walaupun kegiatan ini dapat meningkatkan perolehan pengolahan namun karena dilakukan di Kali Jendi dan Kali Puru maka menyebabkan air sungai menjadi keruh dan terkontaminasi unsur merkuri dan logam dasar yang lepas dalam tailing. Hasil analisis conto sedimen sungai aktif menghasilkan 3 kelompok unsur konsentrasi merkuri. Kelompok pertama berkisar antara ppb ppb yang terdapat pada sungaisungai di wilayah pertambangan, antara lain di Kali Nglenggong, Kali Puru, Kali Jendi dan Kali Geritan. Kelas kedua memiliki kisaran nilai unsur merkuri antara 1000 ppb ppb Hg, yang tersebar di bagian tengah hingga hilir Kali Puru dan Kali Jendi sampai di Kali Blatukan. Kelas ketiga berkisar antara 42 ppb 1000 ppb yang mana kelompok konsentrasi ini dapat dianggap sebagai rona awal kadar merkuri pada sedimen sungai di wilayah Selogiri. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa peninggian konsentrasi unsur merkuri dalam conto sedimen sungai masih bersifat lokal di sekitar penambangan dan adanya penurunan konsentrasi ke arah hilir. Peninggian konsentrasi merkuri dan logam dasar dapat diakibatkan antara lain : Kontaminasi merkuri yang ditambahkan pada proses amalgamasi untuk menangkap emas yang ikut terbuang ke dalam tailing dan yang menjadi uap merkuri saat penggarangan amalgam. Dispersi alami dari tubuh bijih yang mengandung merkuri dan logam dasar. Kontaminasi dari batuan atau bijih emas yang mengandung merkuri dan logam dasar yang terbuang sebagai tailing. Kontaminasi dari aktivitas manusia di sekitar penambangan seperti pemakaian pestisida, penggunaan peralatan yang mengandung logam, gas buang kendaraan dll yang mengandung unsur merkuri dan logam lainnya. Upaya untuk mengurangi resiko terjadinya kontaminasi merkuri dan logam dasar lainnya antara lain kolam pengendap tailing harus dibuat secara baik dan apabila telah penuh maka tailing yang ada harus diangkat dan disimpan di tempat tertentu yang lebih aman dan proses penggarangan harus dilakukan di tempat tertutup dengan menggunakan alat kondensator sehingga uap merkuri yang dihasilkan tidak menyebar ke udara terbuka dan dapat didaur ulang.

2 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di daerah Selogiri terdapat aktivitas penambangan emas yang dilakukan di sekitar Kalipuru G.Tumbu. Metode pengolahan yang dilakukan untuk memperolah logam mulianya digunakan dengan cara amalgamasi mengingat cara tersebut merupakan teknologi sederhana dan murah. Metode amalgamasi menggunakan merkuri sebagai zat yang mengikat emas dan perak, namun umumnya kurang optimal, karena merkuri tersebut dapat terlepas ke lingkungan sekitar pada saat pencucian dan penggarangan. Selanjutnya dampak negatif terhadap lingkungan adalah terlepasnya merkuri dan logam berat ke dalam badan sungai dan lingkungan sekitarnya sehingga mengakibatkan kontaminasi terhadap ekosistem daerah aliran sungai Maksud dan Tujuan Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana unsur merkuri terdistribusi pada lingkungan sekitar akibat adanya usaha pertambangan dan pengolahan emas dan kualitas lingkungan pada wilayah pertambangan. Dari hasil pendataan ini diharapkan dapat memberikan gambaran sebaran unsur merkuri di daerah kegiatan sebagai data/bahan kajian untuk instansi terkait lainnya dalam upaya menentukan kebijakan lebih lanjut dan sebagai upaya mencegah adanya penurunan kualitas lingkungan lebih dini Lokasi dan Pencapaian Daerah Kegiatan Kegiatan pendataan dilakukan di Daerah Selogiri dan sekitarnya yang secara administratif termasuk ke dalam Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Yang secara geografis terletak antara Bujur Timur dan antara Lintang Selatan. Lokasi daerah kegiatan sekitar 3 Km ke arah barat laut dari Kota Wonogiri. Sungaisungai di daerah kegiatan termasuk ke dalam sistem Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo. 2. METODE PENYELIDIKAN Secara garis besar metoda yang digunakan pada kegiatan ini dapat dibagi dalam tahapan : 1. Pengumpulan data sekunder yang terkait; 2. Memetakan aktifitas penambangan rakyat dan tempat pengolahan bijih; 3. Pemercontoan sedimen sungai aktif; 4. Pemercontoan tanah; 5. Pemercontoan tailing; 6. Pemercontoan air permukaan; 7. Pemercontoan batuan. 3.PERTAMBANGAN DAN SEBARAN MERKURI 3.1. Wilayah Pertambangan Wilayah pertambangan emas di Kecamatan Selogiri hanya terletak di sekitar Gunung Tumbu Kalipuru yang ditempati oleh mikro diorit terkersikkan dan sebagian ubahan argilik dengan membawa mineralisasi emas, perak dan logam dasar. Mineralisasi utama terjadi berupa pengisian rekahan oleh jaringan urat kuarsa halus yang mengandung mineral-mineral sulfida berupa pirit dan kalkopirit yang berasosiasi dengan logam mulia emas dan perak. Urat kuarsa halus veinlets tersebut memotong batuan yang mengalami ubahan argilik dan pengersikan yang umumnya mengandung mineral pirit dan/atau kalkopirit. Pada daerah yang mengalami oksidasi seperti tersingkap di sekitar Nglenggong dijumpai ubahan argilik, sebagian pengersikan dan terlimonitkan Sistim Pengolahan Proses pengolahan bijih emas yang berupa proses amalgamasi dimana proses penggilingan dan pembentukan amalgam dilaksanakan bersamaan di dalam suatu amalgamator yang disebut gelundung. Di lokasi ini, tenaga penggerak gelundung menggunakan 2 jenis, yakni dengan dinamo yang menggunakan energi listrik dan dengan tenaga generator diesel. Proses amalgamasi yang menggunakan tenaga penggerak listrik umumnya hanya menggunakan satu gelundung dan tercatat yang paling banyak lima gelundung. Sedangkan proses amalgamasi yang menggunakan tenaga penggerak diesel rata-rata mampu menggerakkan delapan

3 gelundung dengan waktu pengolahan yang relatif sama yaitu 6 7 jam sekali proses, sehingga dalam sehari rata-rata penambang hanya melakukan 2 kali proses pengolahan. Pertimbangan ekonomi merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan penggunaan jenis tenaga penggerak tersebut dimana tenaga penggerak dinamo listrik relatif lebih ekonomis dibanding tenaga penggerak generator diesel. Adapun prosedur pengolahan batuan untuk memperoleh logam mulianya adalah tahap penumbukan, amalgamasi, pencucian dan penggarangan Perolehan Pengolahan Berdasarkan informasi lisan, saat ini perolehan emas dan perak di daerah kegiatan berkisar 0,5 gram / hari, dari 2 (dua) kali proses pengolahan dengan rata-rata berat bijih yang diolah 80 kg. Tahun , tercatat sebagai saat terbanyak para penambang melakukan kegiatan di tempat ini. Kedalaman lubang sekitar meter dari permukaan, diperkirakan bahwa pada saat itu bijih yang diolah berasal dari zone epitermal yang banyak mengandung emas dan perak. Sedangkan pada saat ini hanya beberapa kelompok penambang yang masih aktif. Kedalaman lubang berkisar antara meter dari permukaan, dengan perolehan emas yang relatif lebih kecil. Diperkirakan bahwa pada saat ini bijih yang diolah berasal dari zone epitermal bagian bawah yang kandungan emas dan peraknya berkurang, namun memiliki kadar logam berat yang relatif besar. Upaya peningkatan perolehan dilakukan dengan cara mengumpulkan tailing dari beberapa tempat pengolahan, selanjutnya dilewatkan ke sluice box dan didulang untuk diperoleh konsentrat logam berat dan amalgam untuk diolah kembali agar diperoleh emas dan peraknya. Berdasarkan informasi dari para penambang tersebut umumnya diperoleh ratarata 0,4 gram dalam setiap 10 Kg konsentrat yang dianggap masih ekonomis Penanganan Merkuri Para penambang umumnya memahami akan bahaya yang diakibatkan pencemaran oleh merkuri, namun upaya dalam menangani limbah hasil dari amalgamasi belum dilakukan secara optimal. Pada beberapa lokasi pengolahan telah disediakan bak pengendap tailing pond untuk menampung tailing hasil pencucian, sebagian tailing kemudian dimasukkan ke dalam karung untuk diolah kembali, namun masih terdapat tailing yang berceceran di lingkungan sekitar yang berpotensi mengkontaminasi lingkungan sekitarnya Sebaran Unsur Contoh Sedimen Sungai Aktif Pengambilan conto sedimen sungai aktif dilakukan secara sistematik dengan interval conto pada sungai utama yang terdapat aktifitas penambangan berkisar 0,5 km. Luas daerah kegiatan adalah 98 km 2 sedangkan conto yang terkumpul sebanyak 68 buah sehingga 1 conto mewakili luas daerah 1.5 km 2.. Conto-conto tersebut dianalisis unsur Hg, Cu, Pb, Zn, As dan Cd total dengan metoda AAS (Atomic Absorption Spectrometri) di Laboratorium Kimia Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi Pengolahan data dilakukan secara unsur tunggal, dimana tiap unsur diolah tanpa memperhatikan hubungan atau asosiasinya dengan unsur yang lain. Sebaran unsur dibagi ke dalam 3 kelas yang berdasarkan kondisi geologi dan lingkungan di lapangan. Pembahasan tentang besaran kandungan unsur dengan membandingkan beberapa peraturan dan standar yang dapat dianggap sebagai tolok ukur kualitas konsentrasi unsur di alam, antara lain : 1. Peraturan Pemerintah no.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,. 2. Kandungan rata-rata setiap unsur pada kerak bumi untuk penyelidikan geokimia regional, 3. Data hasil analisis lapangan untuk beberapa lokasi contoh yang dianggap sebagai nilai rona awal. 4. Kelimpahan rata-rata atau dispersi unsur untuk eksplorasi mineral logam untuk mengetahui daerah prospek/mineralisasi seperti pada Tabel.1.

4 Sebaran Unsur Merkuri (Hg) Dalam Conto Sedimen Sungai. Analisis kimia terhadap conto sedimen sungai menunjukkan nilai konsentrasi antara 42 ppb ppb. Dalam eksplorasi mineral logam untuk mengetahui daerah termineralisasi, referensi yang sering digunakan adalah data kelimpahan rata-rata atau dispersi unsur (Tabel.1). Konsentrasi unsur merkuri dalam sedimen sungai aktif berkisar antara < 10 ppb sampai dengan 100 ppb, hal ini mengindikasikan bila konsentrasi unsur merkuri di atas 100 ppb menunjukkan adanya mineralisasi sulfida terutama pada endapan tipe epithermal. Namun mengingat lokasi pengambilan conto dilakukan pada daerah lokasi pengolahan emas (amalgamasi), maka nilai konsentrasi unsur Hg dalam sedimen sungai aktif perlu dipertimbangkan batasan anomalinya karena selain kemungkinan adanya pengaruh mineralisasi juga dapat disebabkan adanya kontaminasi merkuri yang lepas pada saat amalgamasi. Pengolahan data hasil analisis conto sedimen sungai aktif menghasilkan 3 kelompok unsur konsentrasi merkuri. Kelompok pertama memiliki kisaran konsentrasi unsur merkuri antara ppb ppb yang terdapat pada sungai-sungai di wilayah pertambangan, antara lain dalam conto yang diambil di Kali Nglenggong, Kali Puru, Kali Jendi dan Kali Geritan. Tingginya konsentrasi unsur merkuri di lokasi-lokasi tersebut diintepretasikan sebagai pengaruh dari kontaminasi unsur merkuri yang ditambahkan pada proses amalgamasi maupun yang berasal dari mineral yang mengandung merkuri seperti sinabar pada batuan yang termineralisasi. Kontaminasi ini dapat disebabkan antara lain oleh tailing yang mengandung merkuri bercampur dengan lumpur di sungai seperti pada Kali Nglenggong dan tailing amalgamasi yang dibawa ke sungai yaitu di Kali Jendi dan Kali Puru diolah kembali dengan menggunakan sluice box dan didulang untuk diperoleh logam berat dan amalgamnya kemungkinan lepas ke badan air sehingga mengkontaminasi sungai tersebut. Terlokalisirnya kelompok pertama di sekitar penambangan dan pengolahan dapat disebabkan oleh perilaku penambang yang mengolah bijih emas di darat sehingga pasokan kontaminan ke sungai relatif kurang intensif, namun masih adanya tailing yang terbuang langsung ke sungai seperti di Kali Nglenggong dan Kali Puru serta perilaku penambang yang menggunakan sluice box dan dulang untuk mengolah tailing amalgamasi di sungai memungkinkan untuk terjadinya kontaminasi merkuri. Selain itu adanya kelas pertama yang hanya di wilayah pertambangan tersebut kemungkinan disebabkan oleh pasokan kontaminan yang sedikit dan sifat sungai yang intermitten seperti Kali Jendi dimana debit airnya rendah dan terkadang menggenang atau tak berair yang memperlambat dispersi unsur merkuri, sehingga kelompok pertama masih terdapat di sekitar pengolahan bijih emas. Adanya kecenderungan kelas pertama terkonsentrasi di sekitar lokasi penambangan dan pengolahan ini menunjukkan bahwa dispersi merkuri di daerah ini masih terbatas di sekitar pengolahan, hal ini kemungkinan karena merkuri merupakan logam berat yang mobilitasnya rendah. Kelas kedua memiliki kisaran nilai unsur merkuri antara 1000 ppb ppb Hg, tersebar di bagian tengah hingga hilir Kali Puru dan Kali Jendi sampai di Kali Blatukan tempat pertemuan dengan Sungai Bengawan Solo, kondisi ini menunjukkan bahwa konsentrasi merkuri dalam sedimen sungai telah mengalami penurunan karena kemampuan mobilitas merkuri yang rendah sehingga belum banyak mencapai ke bagian hilirnya. Sedangkan hal yang memungkinkan membantu dispersi unsur merkuri adalah aliran air yang terus menerus seperti Kali Puru yang merupakan sungai permanent dimana sepanjang tahun terus berair atau aliran banjir yang membantu dispersi merkuri pada sungai permanen atau intermitten seperti Kali Jendi. Selain itu, pada daerah tersebut dan 3 conto yang terdapat di Kali Pacinan merupakan areal pesawahan sehingga terdapat kemungkinan tingginya konsentrasi merkuri di wilayah tersebut karena kontamisasi merkuri dari pestisida yang dipakai. Hal ini karena di daerah Pacinan tidak terdapat pengolahan emas maupun batuan yang termineralisasi. Kelas ketiga berkisar antara 42 ppb 1000 ppb, kelompok konsentrasi ini dapat dianggap sebagai rona awal kadar merkuri pada sedimen sungai di wilayah Selogiri. Sebaran kelompok ini terdapat di daerah aliran sungai Kali Bulu dari bagian hulu hingga hilir, Bagian hulu Kali

5 Puru sebelum pengolahan emas seperti Kali Bunet, Kali Pakelan, Kali Kedungjero dan Kali Congklok, aliran Kali Tangkluk hingga Bendungan Krisak dan aliran Kali Pacinan yang dihuni oleh breksi vulkanik dan lava andesitik tak termineralisasi dan tidak terdapat penambangan dan pengolahan bijih emas. Peta sebaran unsur merkuri dalam conto sedimen sungai tersebut dapat dilihat pada gambar Sebaran Unsur Merkuri (Hg) Dalam Conto Tanah. Analisis kimia terhadap conto tanah menunjukkan nilai konsentrasi antara < 40 ppb pada conto SLG/S.13 (Kali Puru) dan S.15 (Kali Ngemplak) yang merupakan batas kemampuan deteksi alat hingga ppb pada conto SLG/S.02 yang diambil di sekitar amalgamator Ibu Repi di Desa Jendi. Dalam eksplorasi mineral logam untuk mengetahui daerah termineralisasi, referensi yang sering digunakan adalah data kelimpahan rata-rata atau dispersi unsur (Tabel 1), konsentrasi unsur merkuri dalam tanah berkisar antara < 10 ppb sampai dengan 30 ppb, hal ini mengindikasikan bila konsentrasi unsur merkuri di atas 30 ppb menunjukkan adanya mineralisasi sulfida terutama pada endapan tipe epithermal. Namun mengingat lokasi pengambilan conto dilakukan pada daerah lokasi pengolahan emas (amalgamasi), maka nilai konsentrasi unsur Hg dalam tanah perlu dipertimbangkan batasan anomalinya karena selain kemungkinan adanya pengaruh mineralisasi juga dapat disebabkan adanya kontaminasi merkuri yang lepas pada saat amalgamasi. Pengolahan data hasil analisis conto tanah menghasilkan 3 kelompok unsur konsentrasi merkuri. Kelompok pertama memiliki nilai konsentrasi unsur merkuri lebih dari ppb yang terdapat dalam conto tanah di sekitar lokasi pembuangan tailing dan pembakaran amalgam di sekitar lokasi pertambangan, antara lain di lokasi amalgamator Ibu Repi dan conto tanah sawah di bagian bawahnya, amalgamator pak Kadus dan amalgamator penambang dari Tasikmalaya dan Pak Sam di Desa Jendi. Tingginya konsentrasi unsur merkuri dalam tanah di lokasi-lokasi tersebut diintepretasikan sebagai pengaruh dari kontaminasi unsur merkuri dari tailing yang masuk ke dalam tanah karena meluap dari kolam pengendap dan terserak di tanah sekitarnya, selain itu dapat disebabkan oleh uap merkuri yang mengendap ke dalam tanah pada saat penggarangan amalgam. Kelas kedua memiliki kisaran nilai unsur merkuri antara 1000 ppb ppb Hg, terdapat pada conto-conto tanah yang diambil di sawah dan tebing sungai bagian hilir Kali Puru dan Kali Jendi, hal ini dapat disebabkan oleh kontaminasi merkuri yang terbawa oleh lumpur dari bagian hulu sungai yang terdapat amalgamator pada saat debit air tinggi atau banjir maupun pemakaian pestisida oleh petani. Kelas ketiga berkisar antara 44 ppb 1000 ppb, kelompok konsentrasi ini dapat dianggap sebagai rona awal kadar merkuri dalam tanah di wilayah Selogiri. Sebaran kelompok ini terdapat di tebing-tebing sungai Kali Bulu, bagian hulu Kali Puru dan Kali Nglenggong. Peta sebaran unsur merkuri dalam conto tanah tersebut dapat dilihat pada gambar Merkuri Dalam Tailing Tailing hasil amalgamasi dapat dikategorikan sebagai limbah padat hasil suatu proses. Sebagai pembanding ambang batas adalah Peraturan Pemerintah no.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, nilai ambang batas (NAB) untuk unsur Hg : 0,01 mg/lt atau 10 ppb, Pb : 2,5 mg/lt atau 2,5 dan Cd : 0,05 mg/lt atau 0,05. Hasil analisis 9 conto tailing terdapat pada tabel di bawah ini.tabel di atas menunjukkan bahwa conto tailing dari 9 lokasi pengolahan emas di daerah Selogiri semuanya menunjukkan nilai konsentrasi Hg yang tinggi yaitu 0, Tingginya konsentrasi merkuri dalam conto tailing pada umumnya disebabkan oleh proses amalgamasi yang tidak sempurna. Dari beberapa penelitian, diperoleh data yang menunjukkan merkuri yang hilang setelah amalgamasi dapat mencapai 5% - 10% dalam satu kali proses. Sebagai pembanding, kadar merkuri dalam tailing dari daerah Sangon (Tjahyono,B, drr, 2004) menunjukkan kisaran nilai Hg. dibandingkan kadar merkuri pada batuan

6 yang termineralisasi yang mengandung 1 4 Hg. Kenaikan konsentrasi merkuri yang sangat tinggi berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih dengan menggunakan alat gelundung. Conto tailing yang diambil dari lokasi pengolahan bijih juga masih mengandung emas, perak dan logam-logam lainnya yang tinggi, yaitu 5,1 178 Au, 3 27 Ag, Cu, Pb, Zn, As dan Cd. Kadar emas yang masih tinggi terdapat pada conto tailing yang masih akan diolah kembali, sehingga diharapkan recovery pengolahan emas akan optimal Sedangkan tingginya kadar logam berat, Arsen dan Kadmium pada conto tailing kemungkinan berasal dari sulfida logam yang terbuang bersama material tailing. Tingginya konsentrasi Au dan Ag dalam conto tailing menunjukkan besarnya konsentrasi emas dan perak yang terbuang, hal ini mengindikasikan bahwa tingkat perolehan pengolahan emas dengan cara amalgamasi masih rendah. Kondisi tersebut memungkinkan untuk dilakukan upaya pemanfaatan/pengolahan limbah amalgamasi dengan untuk diperoleh kembali emas dan perak yang terbuang ke dalam tailing. Cara pengolahan tailing dengan menggunakan sluice box kemudian didulang selanjutnya dilakukan amalgamasi merupakan metode untuk memperoleh kembali emas dan perak yang ikut tercampur ke dalam tailing, namun dampak kegiatan ini adalah tingginya konsentrasi unsur merkuri dan logam dasar pada conto sedimen sungai dan air yang disebabkan terlepasnya merkuri dan logam dasar ke aliran sungai karena proses pengolahan tailing tersebut dilakukan di dalam sungai Merkuri Dalam Batuan Hasil analisis kimia 10 conto batuan termineralisasi berupa batuan yang diolah dan batuan sampingnya yang diambil dari lokasi penggalian bijih menunjukkan kadar unsur merkuri berkisar antara 1440 ppb 202,400. Hal ini menunjukkan bahwa batuan di sekitar lokasi penambangan memiliki kadar merkuri yang tinggi. Hasil analisis kimia dari conto-conto batuan menunjukkan bahwa batuan penyusun di wilayah pertambangan Selogiri memiliki kadar unsur merkuri yang relatif tinggi, sehingga apabila batuan tersebut ditambang dan diolah dengan cara amalgamasi, maka akan memberikan dampak lingkungan yang signifikan karena merkuri dan logam dasar lainnya akan terbuang bersama-sama tailing. Oleh karena itu, tingginya konsentrasi merkuri dalam conto sedimen sungai aktif, tailing, tanah dan air dapat disebabkan oleh terlepasnya kandungan merkuri dari batuan yang diolah dan merkuri yang ditambahkan pada proses amalgamasi. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Wilayah penambangan emas di Kecamatan Selogiri hanya terdapat di sekitar Gunung Tumbu Kalipuru, yang secara administratif termasuk ke dalam Desa Jendi dan Desa Keloran. Endapan emas berupa endapan primer tipe urat. Metode penambangan dilakukan dengan cara tambang dalam. Pengolahan bijih emas menggunakan gelundung/tromol yang digerakkan dengan generator diesel atau dinamo listrik. Kedua cara pengolahan menggunakan proses amalgamasi dengan merkuri sebagai media untuk menangkap emas. Lokasi pengolahan bijih umumnya dilakukan di sekitar lubang tambang, tidak ada pengolahan yang dilakukan di sungai karena debit airnya kecil bahkan terkadang tidak berair. Terdapat beberapa kelompok penambang yang membawa tailing untuk diolah dengan menggunakan sluice box dan dulang yang selanjutnya dilakukan proses amalgamasi untuk mendapatkan emasnya. Walaupun kegiatan ini meningkatkan perolehan pengolahan namun karena dilakukan di Kali Jendi dan Kali Puru maka dapat menyebabkan air sungai menjadi keruh dan terkontaminasi merkuri dan logam dasar yang lepas dalam tailing. Metode amalgamasi merupakan proses yang dipilih oleh para penambang untuk memperoleh logam mulia dari batuannya, hal ini disebabkan karena proses tersebut merupakan teknologi sederhana, ekonomis dan mudah digunakan. Namun metode ini

7 berpotensi mencemari lingkungan sekitar oleh unsur merkuri pada tahap penggerusan, pencucian untuk memperoleh amalgam, penggarangan amalgam untuk memperoleh bullion emas dan perak dan penanganan tailing yang kurang sempurna. Perlu diwaspadai kemungkinan pencemaran merkuri dan logam berat lainnya yang disebabkan oleh pola pembuangan tailing yang ditampung pada kolam pengendap tanpa lapisan kedap air dan dibiarkan meluap ke lingkungan sekitarnya. Hal ini dikhawatirkan apabila terjadi kondisi asam akan melarutkan merkuri menjadi unsur yang tidak stabil serta berubah menjadi merkuri organik yang akan bersifat racun. Hasil analisis conto sedimen sungai aktif dan tanah menunjukkan bahwa nilai-nilai konsentrasi tinggi unsur merkuri dan logam dasar terdapat di sekitar lokasi pertambangan dan pengolahan, hal ini dapat diakibatkan antara lain : Kontaminasi merkuri yang ditambahkan pada proses amalgamasi untuk menangkap emas yang ikut terbuang ke dalam tailing dan yang menjadi uap merkuri saat penggarangan amalgam. Dispersi alami dari tubuh bijih yang mengandung merkuri dan logam dasar. Kontaminasi dari batuan atau bijih emas yang mengandung merkuri dan logam dasar yang terbuang sebagai tailing. Kontaminasi dari aktivitas manusia di sekitar penambangan seperti pemakaian pestisida, penggunaan peralatan yang mengandung logam, gas buang kendaraan dll yang mengandung unsur merkuri dan logam lainnya Saran Untuk menghindari terus berlangsungnya kontaminasi merkuri di Wilayah Selogiri dan sekitarnya, dalam melakukan penambangan dan pengolahan bijih emas perlu diupayakan penangkapan kembali merkuri yang digunakan agar tidak ada yang terbuang ke dalam lingkungan sekitarnya. Perlu dipasang sluice box sebelum tailing dimasukkan ke dalam kolam pengendap agar logam mulia, amalgam dan logam berat masih dapat diperoleh sebelum masuk ke dalam kolam pengendap sehingga dapat mengoptimalkan perolehan pengolahan. Kolam pengendap tailing harus dibuat secara baik dan apabila telah penuh maka tailing yang ada harus diangkat dan disimpan di tempat tertentu yang dapat mengurangi resiko pencemaran. Apabila kondisi lingkungan terlanjur terkontaminasi merkuri, maka perlu dilakukan upaya penyehatan kembali lingkungan sekitarnya. Caranya dengan memindahkan sedimen atau tailing yang mengandung merkuri kemudian diisolasi atau dapat dilakukan penyemenan untuk membentuk blok beton yang kemudian dikubur sedalam 2 meter. Proses penggarangan harus dilakukan di tempat tertutup dengan menggunakan alat kondensator sehingga uap merkuri yang dihasilkan dapat didaur ulang serta menghindari kontaminasi merkuri karena proses penggarangan DAFTAR PUSTAKA Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2000, Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa Izin (PETI), Jakarta. Djumsari, A, Dkk, 1995, Pemetaan Geokimia dan Aplikasi dengan Studi Lingkungan di Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral, Bandung. Gunradi, R, dkk, 2000, Laporan Penyelidikan Pernantauan Unsur Hg (mercury) Akibat Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Daerah Pongkor, Jawa Barat, Dengan Pemetaan Geokimia, Koordinator Urusan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Propinsi Jawa Barat. Herman, D.Z, dkk, 1996, Laporan Eksplorasi Mineral Logam Mulia Di Daerah Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung. Herman, D.Z, 2001, Tinjauan Terhadap Hubungan Mineralisasi Dengan Fasies Vulkanik Di Daerah Selogiri, Kabupaten Wonogiri-Jawa Tengah, Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.

8 Kompas (2 Desember 2004), Pencemaran Merkuri dari Darat ke Laut. Levinson, A, 1974, Introduction to Exploration Geochemistry. Sukandar,M, 1991, Penerapan Beberapa Metode Pelarutan Dalam Penetapan Kadar Emas Dengan AAS dan Fire Assay, Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung. Surono, B.Toha, dkk, 1992, Geologi Lembar Surakarta Giritontro, Jawa, Puslitbang Geologi Bandung,. Reedman, J.H., 1979, Techniques in Mineral Exploration, Applied Science Publisher LTD, London.

9 Gambar 1. Peta Lokasi kegiatan di KabWonogiri, Prov Jawa Tengah Gambar 2. Gelundung yang digerakkan dengan menggunakan tenaga dynamo listrik. ( Lokasi milik Warijo, Dusun Nglenggong)

10 Gambar 3. Tailing yang meluap ke sekitar lokasi pengolahan yang berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya ( Lokasi Desa Jendi, Ibu.Repi) Gambar 4. Tailing yang dimasukkan ke dalam sluice box kemudian di dulang untuk memperoleh logam berat dan amalgam. ( Lokasi Kali Jendi )

11 Gambar 5. Peta Sebaran Unsur Merkuri dalam Conto Sedimen Sungai Aktif

12 Tabel.1 Kelimpahan Beberapa Unsur Logam Unsur Kelimpahan (dalam pbb) Tanah Air Sedimen Sungai Au < Ag < Hg < < As Cu Pb Zn Cd < Sumber Techniques in Mineral Exploration NO KODE CONTO Tabel 2. Hasil Analisis Konsentrasi Unsur Pada Conto Tailing LOKASI Cu 1 SLG/TL.01 Kolam Penampung Tailing Bu Repi SLG/TL.03 Kolam Penampung Tailing Samino SLG/TL.04 Kolam Penampung Tailing Samino SLG/TL.05 Kali Geritan SLG/TL.11 Nglenggong SLG/TL.16 Kali Puru SLG/TL.16.A Kali Puru SLG/TL.71 Penambang Pak Sam SLG/TL.73 Penambang Tasik Pb Zn Ag As Cd Au ppb Hg ppb NO KODE CONTO Tabel 3. Hasil Analisis Konsentrasi Unsur Pada Conto Batuan LOKASI Cu Pb 1 SLG/R.1 Amalgamator Bu Repi SLG/R.2 Amalgamator Bu Repi SLG/R.3 Amalgamator Samino SLG/R.11 Amalgamator Warijo SLG/R.12 Nglenggong SLG/R.71 Amalgamator Pak Sam SLG/R.71.A Amalgamator Pak Sam SLG/R.72 G.Tumbu SLG/R.73 Penambang Tasik SLG/R.74 Jalan Jendi Zn Ag As Cd Au ppb Hg ppb

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBALIUNG, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN Nixon Juliawan, Denni Widhiyatna, Junizar Jatim Sari Pengolahan emas dengan cara amalgamasi

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN EMAS DAERAH GUNUNG GEDE, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN EMAS DAERAH GUNUNG GEDE, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT PENDATAAN PENYEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN EMAS DAERAH GUNUNG GEDE, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Rohmana, Suharsono Kamal dan Suhandi Kelompok Program dan Penelitian Konservasi

Lebih terperinci

PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO

PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN GUNUNG PANI DAN SEKITARNYA KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO Oleh : Sabtanto JS, Suhandi SARI Daerah Gunung Pani terdapat kegiatan pertambangan

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH PONGKOR, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH PONGKOR, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH PONGKOR, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Nixon Juliawan, ST Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Kegiatan PETI pada wilayah

Lebih terperinci

PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA S A R I

PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA S A R I PENELITIAN SEBARAN MERKURI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT, KABUPATEN MINAHASA UTARA, PROVINSI SULAWESI UTARA Rudy Gunradi Kelompok Penyelidikan Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

PENDATAAN SEBARAN MERKURI DI DAERAH CINEAM, KAB.TASIKMALAYA, JAWA BARAT DAN SANGON, KAB. KULON PROGO, DI YOGYAKARTA

PENDATAAN SEBARAN MERKURI DI DAERAH CINEAM, KAB.TASIKMALAYA, JAWA BARAT DAN SANGON, KAB. KULON PROGO, DI YOGYAKARTA PENDATAAN SEBARAN MERKURI DI DAERAH CINEAM, KAB.TASIKMALAYA, JAWA BARAT DAN SANGON, KAB. KULON PROGO, DI YOGYAKARTA Oleh : Denni Widhiyatna, Bambang Tjahjono, Rudy Gunrady, Mulyana Sukandar, Zamri Ta in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan.

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Lajunya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH TASIKMALAYA, PROPINSI JAWA BARAT. Oleh : Denni Widhiyatna SUBDIT KONSERVASI

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH TASIKMALAYA, PROPINSI JAWA BARAT. Oleh : Denni Widhiyatna SUBDIT KONSERVASI PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH TASIKMALAYA, PROPINSI JAWA BARAT Oleh : Denni Widhiyatna SUBDIT KONSERVASI ABSTRACT Monitoring of mercury distribution that caused

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kandungan mineral logam ( khususnya emas) sudah sejak lama tersimpan di daerah Kabupaten Mandailing Natal. Cadangan bahan tambang emas yang terdapat di Kabupaten

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA

PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA Mangara P Pohan, 1 Denni W. 2, Sabtanto J.S. 3, Asep A. 4 1,2,3,4 Kelompok Program Penelitian Konservasi

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN 5.1 Data AAS (Atomic Absorption Spectrometry) AAS (Atomic Absorption Spectrometry) atau dikenal juga sebagai Spektrometri Serapan Atom merupakan suatu metode kimia yang

Lebih terperinci

PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA

PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I. YOGYAKARTA Oleh: Bambang Tjahjono Setiabudi SUBDIT KONSERVASI ABSTRACT Inventory of mercury distribution

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik dengan tingkat

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA

PROVINSI SULAWESI UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SITARO PROVINSI SULAWESI UTARA Oleh: Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro terdiri dari gabungan 3 pulau

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SARI

EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SARI EVALUASI SUMBER DAYA/CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DAERAH S. DAUN, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Suhandi 1, Mulyana 2 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi, 2

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : 1) Kisman, 2) Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Latar Belakang Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi Daerah Kabupaten instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Merkuri secara alamiah berasal dari kerak bumi, konsentrasi merkuri dikerak bumi sebesar 0,08 ppm. Kelimpahan merkuri di bumi menempati urutan ke 67 diantara elemen

Lebih terperinci

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 96

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 96 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 96 UPAYA PENINGKATAN PEROLEHAN EMAS DENGAN METODE AMALGAMASI TIDAK LANGSUNG (Studi Kasus: Pertambangan

Lebih terperinci

Kajian Kandungan Logam Berat di Lokasi Penambangan Emas Tradisional di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo

Kajian Kandungan Logam Berat di Lokasi Penambangan Emas Tradisional di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo Kajian Kandungan Logam Berat di Lokasi Penambangan Emas Tradisional di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo Ratih Chandra Kusuma, Wawan Budianta, Arifudin Departemen Teknik Geologi, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA Muhammad Djunaidi, Herry Djainal Pengaruh Aktivitas Penambangan Emas Terhadap Kondisi Airtanah dangkal di Dusun Beringin Kecamatan Malifut Provinsi Maluku Utara PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA

PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING PT FREEPORT INDONESIA DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA Mangara P. Pohan 1 1 Kelompok Program Peneliti Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi ABSTRAK Tailing

Lebih terperinci

perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan

perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa Lokasi penambangan Desa Hulawa merupakan lokasi penambangan yang sudah ada sejak zaman Belanda.

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. contohnya adalah tailing yang merupakan limbah hasil pengolahan mineral

BAB I PENDAHULUAN. contohnya adalah tailing yang merupakan limbah hasil pengolahan mineral BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah merupakan hasil buangan dari suatu proses pengolahan. Salah satu contohnya adalah tailing yang merupakan limbah hasil pengolahan mineral tambang. Tailing merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah aliran sungai akan ditampung oleh punggung

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 Wahyu Widodo, Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam S A R I Prospeksi mineral logam di Kabupaten

Lebih terperinci

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo*, Rudy Gunradi* dan Juju Jaenudin** *Kelompok Penyelidikan Mineral, **Sub Bidang Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Endapan mineral merupakan sumberdaya alam yang memiliki peranan penting dan dapat memberikan kontribusi terhadap sektor pembangunan industri terutama dibidang infrastruktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan tercemar maka akan mengakibat kerugian bagi kehidupan makhluk hidup dimuka bumi ini. Dan apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA

DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA Zulkifli Ahmad Universitas Khairun Ternate e-mail : ahmadzulkifli477@gmail.com ABSTRAK Salah satu masalah yang paling meresahkan bagi masyarakat

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA ANALISIS KADAR ZAT MERKURI YANG DIGUNAKAN PADA AREA TAMBANG EMAS RAKYAT DESA WUMBUBANGKA KECAMATAN RAROWATU UTARA KABUPATEN BOMBANA PROVPINSI SULAWESI TENGGARA Raivel 1* Syarfina 2 Dewi Puspita 2 Muh.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah metode expost facto. Ini berarti analisis dilakukan berdasarkan fakta dan data yang sudah terjadi. Dengan demikian penelitian

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN PENDATAAN BAHAN GALIAN PADA BEKAS TAMBANG DAN WILAYAH PETI DI KABUPATEN GORONTALO, PROPINSI GORONTALO

PEMANTAUAN DAN PENDATAAN BAHAN GALIAN PADA BEKAS TAMBANG DAN WILAYAH PETI DI KABUPATEN GORONTALO, PROPINSI GORONTALO PEMANTAUAN DAN PENDATAAN BAHAN GALIAN PADA BEKAS TAMBANG DAN WILAYAH PETI DI KABUPATEN GORONTALO, PROPINSI GORONTALO Oleh : Denni Widhiyatna SUBDIT KONSERVASI ABSTRACT Mineral resources monitoring activities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERTAMBANGAN EMAS RAKYAT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emas (Au) telah dimanfaatkan sejak era prasejarah sebagai mineral ekonomis yang bernilai tinggi. Mineral emas dianggap berharga karena kilauan cahaya yang dipantulkan

Lebih terperinci

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN keberadaan UU No.32 Tahun 2009 KHLS (Kajian Lingkungan hidup Strategis) Tata ruang Baku mutu lingkungan Kreteria baku kerusakan lingkungan Amdal UKL-UPL Perizinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai memiliki berbagai komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi membentuk sebuah jaringan kehidupan yang saling mempengaruhi. Sungai merupakan ekosistem

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Morfologi Desa Meliah terdiri dari morfologi perbukitan bergelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan salah satu kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Saat ini banyak daerah yang memanfaatkan sumber daya alamnya untuk

Lebih terperinci

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral Pengenalan Eksplorasi Geokimia Pendahuluan Awalnya geokimia digunakan dalam program eksplorasi hanya untuk menentukan kadar dari material yang akan ditambang. Pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan Bijih Besi di Daerah Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. 1.2. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA IV.1 TINJAUAN UMUM Pengambilan sampel air dan gas adalah metode survei eksplorasi yang paling banyak dilakukan di lapangan geotermal.

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto (Kelompok Kerja Penelitian Mineral) Sari Kegiatan eksplorasi umum endapan besi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin meningkat seperti emas, tembaga dan logam lainnya. Hal tersebut didasari dengan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBERANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN. Oleh : Danny Z.

PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBERANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN. Oleh : Danny Z. PENDATAAN SEBARAN UNSUR MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN CIBERANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh : Danny Z. Herman SARI Kegiatan penambangan bahan galian emas di Wilayah Pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup adalah satu kesatuan ruang dengan kesemua benda, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup adalah satu kesatuan ruang dengan kesemua benda, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup adalah satu kesatuan ruang dengan kesemua benda, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur, Kabupaten Gorontalo Utara, merupaka pertambangan yang telah berusia lebih dari 40 tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia Merupakan negara kepulauan dan dua pertiga bagian wilayah indonesia berupa perairan. Namun demikian, Indonesia juga tidak lepas dari masalah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Amalgamasi Terhadap Tingkat Perolehan Emas dan Kehilangan Merkuri

Pengaruh Perlakuan Amalgamasi Terhadap Tingkat Perolehan Emas dan Kehilangan Merkuri Makalah Teknis Pengaruh Perlakuan Amalgamasi Terhadap Tingkat Perolehan Emas dan Kehilangan Merkuri Widodo a a UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon-LIPI ABSTRACT The gold ore as the result from

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Emas termasuk bahan galian mineral logam mulia yang harganya sangat tinggi sehingga keberadaannya perlu diteliti secara detail. Oleh karena itu penelitian

Lebih terperinci

PENDATAAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN BAHAN GALIAN PADA BEKAS TAMBANG DAN WILAYAH PETI DAERAH SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PENDATAAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN BAHAN GALIAN PADA BEKAS TAMBANG DAN WILAYAH PETI DAERAH SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT PENDATAAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN BAHAN GALIAN PADA BEKAS TAMBANG DAN WILAYAH PETI DAERAH SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : Rudy Gunradi SARI Daerah pendataan secara administratif termasuk Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan

Lebih terperinci

PENELITIAN MINERAL IKUTAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH DIENG, KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH

PENELITIAN MINERAL IKUTAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH DIENG, KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH PENELITIAN MINERAL IKUTAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH DIENG, KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH Mangara P. Pohan, Danny Z. Herman, Hutamadi R 1 1 Kelompok Program Peneliti Konservasi, Pusat

Lebih terperinci

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kisman dan Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Gunung Senyang

Lebih terperinci

PENELITIAN ENDAPAN LUMPUR DI DAERAH PORONG KABUPATEN SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

PENELITIAN ENDAPAN LUMPUR DI DAERAH PORONG KABUPATEN SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PENELITIAN ENDAPAN LUMPUR DI DAERAH PORONG KABUPATEN SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR Rudy Gunradi 1, Sabtanto Joko Suprapto 2 1,2 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Lumpur dengan kandungan bahan

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN 4.1. KONSEP DASAR EKSPLORASI Konsep eksplorasi adalah alur pemikiran yang sistimatis, dimana kita menentukan objek dari pencaharian itu atau jenis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Daerah Pacitan merupakan wilayah perbukitan dengan topografi tinggi dan curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan tersusun oleh

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang terdapat di provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal dan berbagai aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu dan teknologi terutama bidang industri di Indonesia memiliki dampak yang beragam. Dampak positifnya adalah pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat, di sisi

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM

MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar keuangan di banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, setiap kegiatan industri menghasilkan suatu permasalahan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim :

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim : ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO Yunita Miu Nim : 811409046 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total produksi selama tahun adalah sebesar ,73 kg,

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total produksi selama tahun adalah sebesar ,73 kg, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi produksi pertambangan emas di Indonesia termasuk kategori cukup besar. Total produksi selama tahun 1990-2011 adalah sebesar 2501849,73 kg, sedangkan produksi

Lebih terperinci

Felmawati Mundeng, Dian Saraswati, Ramly Abudi 1. Kata Kunci: Mercury (Hg), Hulu dan Hilir Air Sungai

Felmawati Mundeng, Dian Saraswati, Ramly Abudi 1. Kata Kunci: Mercury (Hg), Hulu dan Hilir Air Sungai STUDI ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN KADAR MERKURI (Hg) DI HULU DENGAN DI HILIR SUNGAI ONGKAG MONGONDOW KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW (Suatu Penelitian di Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara)

Lebih terperinci

BAB II DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS DI KECAMATAN HUTABARGOT KABUPATEN MANDAILING NATAL

BAB II DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS DI KECAMATAN HUTABARGOT KABUPATEN MANDAILING NATAL BAB II DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS DI KECAMATAN HUTABARGOT KABUPATEN MANDAILING NATAL A. Sejarah Mulainya Pertambangan Emas Tanpa Izin Di Kec. Hutabargot, Kab Mandailing Natal Mandailing Natal khususnya Kecamatan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN ISTILAH DAN DEFINISI Beberapa istilah dan definisi yang digunakan diambil dari acuan-acuan, yang dimodifikasi sesuai kebutuhan, yaitu : Bahan galian, segala jenis bahan

Lebih terperinci

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat BAB V ANALISIS DATA 5.1 Aliran dan Pencemaran Airtanah Aliran airtanah merupakan perantara yang memberikan pengaruh yang terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di dalam tanah (Toth, 1984).

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN KAKAP MERAH

KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN KAKAP MERAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Penelitian kandungan Hg dilakukan pada ikan kakap merah yang berasal dari tiga pasar tradisional, yaitu pasar Bilungala, pasar Mupuya

Lebih terperinci