HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN DARAH KOMODO (Varanus komodoensis) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN YENSEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Naga komodo Varanus komodoensis (Anonim 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

INTERPRETASI HASIL LABORATORIUM DISTEMPER ANJING

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makhluk hidup. Sel eritrosit termasuk sel yang terbanyak di dalam tubuh manusia.

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB I PENDAHULUAN. lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM PEREDARAN DARAH

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

Pemeriksaan hematologi (Darah Perifer Lengkap/DPL) Dr. Fatma C. Wijaya, Sp.PK Bagian Patologi Klinik FK-UR/RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ILMU PATOLOGI KLINIK. Dr. BURHANUDDIN NST, SpPK-KN,FISH

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

Ilmu Pengetahuan Alam

SISTEM PENENTU DERAJAT ETIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM KLINIS MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY BERBASIS WEB DAN SMS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Karakteristik Kucing

GAMBARAN INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

Makalah Sistem Hematologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma

Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Hematologi; Anemia

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : kambing kacang, eritrosit, Denpasar Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Central RSUP Dr. Kariadi

Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH

Bila sumsum tulang muzik merespon keradangan atau jangkitan, sebahagian besar sel leukosit PMN.

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Plasma darah, merupakan bagian yang cair dan bagian korpuskuli yakni

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

dr. Agustyas Tjiptaningrum, SpPK

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan cairan tubuh lain. Disamping itu pemeriksaan laboratorium juga berperan

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan dengan kisaran referensi (Tabel 4) pada lampiran. Tabel 1 Hasil pemeriksaan hematologi komodo Parameter Rataan±Simpangan Baku Rataan±Simpangan Baku Referensi* Eritrosit ( 10 6 /mm 3 ) 1,24 ± 0,21 1,46 ± 0,42 Hematokrit (%) 38,00 ± 4,57 39,40 ± 5,00 Hemoglobin (g/dl) 13,33 ± 1,59 13,80 ± 1,90 MCV (fl) 311,43 ± 49,88 290,10 ± 135,70 MCH (pg) 109,37 ± 18,74 128,00 ± 30,70 MCHC (g/dl) 35,09 ± 1,22 37,50 ± 7,90 Leukosit ( 10 3 /mm 3 ) 6,53 ± 9,47 7,23 ± 5,24 Heterofil ( 10 3 /mm 3 ) 3,48 ± 4,97 3,19 ± 2,73 Limfosit ( 10 3 /mm 3 ) 2,96 ± 4,69 2,82 ± 2,65 Monosit ( 10 3 /mm 3 ) 0,10 ± 0,19 0,42 ± 0,52 Eosinofil ( 10 3 /mm 3 ) 0,00 ± 0,00 0,01 ± 0,10 Basofil ( 10 3 /mm 3 ) 0,00 ± 0,00 0,09 ± 0,07 Trombosit ( 10 3 /mm 3 ) 3,11 ± 1,60 - LED (mm/jam) 3,94 ± 1,70 1,00 ± 0,00 *Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002). Hasil pemeriksaan total eritrosit menunjukkan nilai rataan 1,24±0,21 10 6 /mm 3. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 1,46±0,42 10 6 /mm 3. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 0,85-1,77 10 6 /mm 3 dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 0,42-2,61 10 6 /mm 3 (Teare 2002). Hal ini menandakan tidak ada kelainan jumlah eritrosit. Kelainan jumlah eritrosit yang paling sering terjadi adalah penurunan

18 jumlah eritosit (anemia). Anemia pada reptil dapat disebabkan hemoragi, hemolisis, dan depresi. Anemia hemoragik dapat disebabkan oleh trauma, parasit penghisap darah, koagulopati, dan lesi ulseratif. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh septisemia, parasitemia, dan toksemia. Anemia depresi dapat disebabkan oleh agen infeksius, penyakit hati dan ginjal kronis, zat kimia, dan hipotiroidismus (Campbell 2006). Anemia pada reptil juga dapat disebabkan infeksi kronis dan malnutrisi (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Kelainan jumlah eritrosit juga dapat berupa peningkatan (eritrositosis/polisitemia) yang dapat disebabkan dehidrasi, kontraksi limpa, hipertiroidismus, dan neoplasia (Stockham & Scott 2008). Nilai rataan dari hasil pemeriksaan hematokrit adalah 38,00±4,57 %, nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 39,40±5,00 %. Kisaran nilai yang didapat dari seluruh komodo adalah 28,50-48,20 %, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 25,00-50,00 % (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 29,00-45,00 %, terdapat 1 ekor dengan nilai diatas kisaran yaitu 48,20 %. Komodo ini (nomor 8) diduga mengalami sedikit kekurangan cairan tubuh. Nilai hematokrit dapat menentukan tingkat hidrasi reptil (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Nilai hematokrit yang tinggi dapat menandakan polisitemia atau dehidrasi sedangkan nilai yang rendah menandakan anemia atau overhidrasi (Rastogi 2007). Kadar hemoglobin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 13,33±1,59 g/dl.nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 13,80±1,90 g/dl. Kisaran nilai hemoglobin dari 16 ekor komodo adalah 11,70-16,20 g/dl, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 11,00-17,40 g/dl (Teare 2002). Dua ekor (nomor 1 dan 16) menunjukkan nilai yang sedikit lebih rendah dari kisaran yaitu sebesar 10,90 dan 10,10 g/dl. Penurunan ini tidak terlalu berarti sehingga masih dianggap normal. Namun jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 9,70-12,50 g/dl, hanya 5 ekor (nomor 1, 3, 7, 15, dan 16) yang menunjukkan nilai didalam kisaran yaitu antara 10,10-12,40 g/dl sedangkan 13 ekor lainnya menunjukkan nilai diatas kisaran yaitu antara 12,60-16,20 g/dl. Hal ini menandakan kondisi kadar hemoglobin

19 yang cukup baik. Kelainan Hb yang mungkin terjadi adalah penurunan kadar Hb. Nilai Hb yang rendah dapat menandakan anemia (Rastogi 2007). Hasil pemeriksaan MCV menunjukkan nilai rataan 311,43±49,88 fl. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 290,00±135,70 fl. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 233,12-443,53 fl dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 134,10-952,40 fl (Teare 2002). Hal ini berarti tidak ada kelainan ukuran sel eritrosit. Kelainan nilai MCV dapat berupa penurunan ataupun peningkatan. Nilai MCV yang rendah menandakan ukuran eritrosit kecil (mikrositik), kelainan ini biasanya disebabkan defisiensi zat besi. Nilai MCV yang tinggi menandakan ukuran eritrosit besar (makrositik), kelainan ini dapat disebabkan defisiensi vitamin B12 atau asam folat (Rastogi 2007). Nilai rataan dari hasil pemeriksaan MCH adalah 109,37±18,74 pg. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 128,00±30,70 pg. Sebanyak 14 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 98,6-158,8 pg, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 94,0-174,4 pg (Teare 2002). Empat ekor (nomor 6, 7, 8, dan 16) menunjukkan nilai lebih rendah dari kisaran yaitu antara 83,44-93,52 pg, namun penurunan ini tidak terlalu berarti sehingga masih dianggap normal. Hal ini menandakan kondisi jumlah hemoglobin yang cukup baik pada setiap eritrosit. Nilai MCH sangat dipengaruhi kadar hemoglobin dan total eritrosit. Hasil pemeriksaan MCHC menunjukkan nilai rataan 35,09±1,22 g/dl. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 37,50±7,90 g/dl. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 33,01-37,72 g/dl dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 26,90-52,70 g/dl (Teare 2002). Hal ini menandakan kondisi konsentrasi Hb yang cukup baik dalam eritrosit. Kelainan yang sering terjadi adalah penurunan nilai MCHC. Nilai MCHC yang rendah menandakan eritrosit hipokromik (Rastogi 2007) yang biasanya disebabkan status nutrisi buruk (Reavill 2005). Total leukosit dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 6,53±9,47 10 3 /mm 3. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 7,23±5,24 10 3 /mm 3. Sebanyak 17 ekor komodo

20 menunjukkan kisaran nilai antara 1,60-6,60 10 3 /mm 3, nilai ini berada dalam kisaran normal 1,00-24,00 10 3 /mm 3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu antara 3,00-10,90 10 3 /mm 3, sebanyak 3 ekor (nomor 2, 7, dan 12) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu antara 1,60-2,80 10 3 /mm 3. Nilai ini diduga normal karena penurunan yang terjadi tidak terlalu berarti. Kemungkinan lain adalah komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah leukosit (leukopenia) ringan. Leukopenia dapat disebabkan stres, infeksi virus, septisemia, intoksikasi, penyakit imun, dan gangguan sumsum tulang (Mitchell & Tully 2009). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 44,00 10 3 /mm 3, nilai ini jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) yang dipengaruhi oleh peningkatan heterofil (heterofilia) dan limfosit (limfositosis). Dengan demikian, komodo diduga kuat mengalami infeksi akut. Menurut Mitchell & Tully (2009), leukositosis dapat disebabkan infeksi akut, neoplasia, penyakit imun, trauma, dan gangguan endokrin. Rataan nilai dari hasil pemeriksaan jumlah heterofil adalah 3,48±4,97 10 3 /mm 3. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 3,19±2,73 10 3 /mm 3. Sebanyak 17 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 0,25-4,46 10 3 /mm 3, nilai ini berada dalam kisaran normal 0,06-17,30 10 3 /mm 3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu antara 0,70-5,00 10 3 /mm 3, sebanyak 1 ekor (nomor 3) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu 0,25 10 3 /mm 3. Namun nilai ini diduga normal atau mungkin komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah heterofil (heteropenia) ringan. Penyebab heteropenia cenderung sama dengan penyebab leukopenia antara lain stres, infeksi virus, septisemia, intoksikasi, penyakit imun, dan gangguan sumsum tulang (Mitchell & Tully 2009). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 22,88 10 3 /mm 3, nilai ini cukup jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah heterofil (heterofilia) yang dapat disebabkan infeksi, peradangan, dan stres (Irizarry-Rovira 2010).

21 Hasil pemeriksaan jumlah limfosit menunjukkan nilai rataan 2,96±4,69 10 3 /mm 3. Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 2,82±2,65 10 3 /mm 3. Sebanyak 17 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 0,42-5,52 10 3 /mm 3, nilai ini berada dalam kisaran normal 0,13-16,60 10 3 /mm 3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 1,10-6,30 10 3 /mm 3, sebanyak 4 ekor (nomor 7, 10, 12, dan 16) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu antara 0,42-0,84 10 3 /mm 3. Namun, nilai ini masih dianggap normal karena penurunan yang terjadi tidak terlalu berarti. Kemungkinan lain adalah komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah limfosit (limfopenia) ringan. Limfopenia dapat disebabkan peradangan akut, endotoksinemia, gangguan limfoid, atau obat imunosupresif (Stockham & Scott 2008). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 21,12 10 3 /mm 3, nilai ini cukup jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) yang dapat disebabkan adanya penyembuhan luka, infeksi virus, dan infestasi parasit tertentu (Irizarry-Rovira 2010). Jumlah monosit dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 0,01±0,19 10 3 /mm 3. Rataan jumlah monosit menurut Teare (2002) adalah 0,42±0,52 10 3 /mm 3. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 0,00-0,54 10 3 /mm 3. Hanya 6 ekor dari keseluruhan komodo yang menunjukkan adanya monosit dengan kisaran antara 0,05-0,54 10 3 /mm 3, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 0,02-2,40 10 3 /mm 3 (Teare 2002). Namun, tidak ditemukannya monosit pada 12 ekor komodo lainnya dapat dikatakan normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah monosit menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol. Selain itu, Gillespie et al. (2000) juga melaporkan kisaran jumlah monosit adalah 0,00-1,10 10 3 /mm 3. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah monosit (monositosis) yang dapat disebabkan infeksi akut maupun kronis, hemolisis, trauma, dan stres (Stockham & Scott 2008). Pemeriksaan pada seluruh komodo menunjukkan tidak ditemukannya eosinofil. Hal ini dianggap normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah eosinofil menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol yaitu 0,01±0,10 10 3 /mm 3 dan 0,04-0,37 10 3 /mm 3. Selain itu, Gillespie et al. (2000)

22 juga melaporkan tidak ditemukan eosinofil dalam pemeriksaan darah komodo. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah eosinofil (eosinofilia) yang biasanya disebabkan reaksi hipersensitifitas terhadap parasit (Stockham & Scott 2008). Pemeriksaan pada seluruh komodo menunjukkan tidak ditemukannya basofil. Hal ini dianggap normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah basofil menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol yaitu 0,09±0,07 10 3 /mm 3 dan 0,01-0,26 10 3 /mm 3. Selain itu, Gillespie et al. (2000) juga melaporkan kisaran jumlah basofil hanya 0,00-0,10 10 3 /mm 3. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah basofil (basofilia) yang dapat disebabkan reaksi alergi dan infestasi parasit (Stockham & Scott 2008). Hasil pemeriksaan jumlah trombosit menunjukkan nilai rataaan 3,11±1,60 10 3 /mm 3. Nilai yang didapat dari seluruh komodo berkisar antara 1,00-6,00 10 3 /mm 3. Tidak ada nilai referensi yang didapat sebagai perbandingan untuk parameter ini sehingga nilai yang didapat dianggap normal. Kelainan yang mungkin terjadi pada trombosit adalah penurunan jumlah (trombositopenia). Trombositopenia pada dapat disebabkan penggunaan yang berlebih pada darah perifer, penurunan produksi (Campbell 2006), dan hemoragi (Redrobe dan MacDonald 1999), splenomegali, dan endotoksemia (Stockham & Scott 2008). Rataan nilai dari hasil pemeriksaan LED adalah 3,94±1,70 mm/jam dengan kisaran 2,00-8,00 mm/jam. Nilai LED dari seluruh komodo berada jauh diatas nilai normal LED menurut Teare (2002) yaitu 1,00 mm/jam. Namun nilai LED ini diduga normal karena tidak ada peningkatan jumlah sel darah yang sangat tinggi pada kebanyakan komodo. Peningkatan nilai LED dapat saja disebabkan infeksi akut maupun kronis atau kondisi rheumatoid (Rastogi 2007). Biokimia darah Hasil pemeriksaan biokimia darah disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 2). Hasil pemeriksaan biokimia darah individual (Tabel 6) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan dengan kisaran referensi (Tabel 4) pada lampiran.

23 Tabel 2 Hasil pemeriksaan biokimia darah komodo Parameter Rataan±Simpangan Baku Rataan±Simpangan Baku Referensi* Total Protein (g/dl) 10,19 ± 3,39 8,10 ± 1,20 Albumin (g/dl) 2,51 ± 0,39 2,90 ± 0,60 Globulin (g/dl) 7,68 ± 3,07 5,10 ± 1,00 AST/SGOT (IU/L) 49,39 ± 20,71 16,00 ± 18,00 ALT/SGPT (IU/L) 45,39 ± 27,88 18,00 ± 14,00 Urea (mg/dl) 13,53 ± 5,88 3,00 ± 1,00 Kreatinin (mg/dl) 0,29 ± 0,11 0,30 ± 0,10 *Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002). Hasil pemeriksaan total protein menunjukkan nilai rataan 10,19±3,39 g/dl. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 8,10±1,20 g/dl. Sebanyak 13 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 7,06-10,82 g/dl, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 5,30-11,40 g/dl (Teare 2002). Empat ekor (nomor 10, 12, 15, dan 17) menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dari kisaran yaitu 11,60-12,06, namun nilai ini masih dianggap normal karena peningkatannya tidak terlalu berarti dan nilai parameter lainnya dari keempat komodo tersebut tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan peningkatan total protein yang jauh lebih tinggi diatas kisaran (hiperproteinemia) yaitu 22,05 g/dl. Hiperproteinemia pada reptil dapat disebabkan dehidrasi, hiperglobulinemia, atau hiperalbuminemia (Campbell 2006). Hiperproteinemia pada komodo ini dipengaruhi oleh peningkatan globulin (hiperglobulinemia). Nilai kadar albumin pada komodo ini normal sehingga penyebab hiperproteinemia diyakini tidak dipengaruhi oleh hiperalbuminemia. Selain itu, dapat juga terjadi hipoproteinemia yang disebabkan malnutrisi kronis, malabsorbsi, maldigesti, penyakit usus (enteropati), parasitisme, kehilangan darah berlebih, dan penyakit hati atau ginjal kronis (Campbell 2006). Total albumin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 2,51±0,39 g/dl. Nilai ini lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 2,90±0,60 g/dl. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 1,93-3,40 g/dl dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 1,90-4,80 g/dl (Teare 2002). Kelainan jumlah albumin dapat berupa peningkatan (hiperalbuminemia) ataupun

24 penurunan (hipoalbuminemia). Hiperalbuminemia dapat disebabkan dehidrasi atau folikulogenesis pada reptil betina karena kebutuhan protein yang tinggi untuk pembentukan telur. Kadar total proteinnya akan kembali normal setelah ovulasi (Campbell 2006). Hipoalbuminemia dapat disebabkan penurunan sintesis, kehilangan darah, penyakit hati dan ginjal, malabsorbsi, dan maldigesti (Stockham & Scott 2008). Hasil pemeriksaan total globulin menunjukkan nilai rataan 7,68±3,07 g/dl. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 5,10±1,00 g/dl. Sebanyak 11 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 5,13-7,26 g/dl, nilai ini masih berada dalam kisaran normal 3,40-7,40 g/dl (Teare 2002). Enam ekor menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dari kisaran yaitu 7,47-9,47 g/dl. Namun nilai ini dianggap normal karena peningkatannya tidak terlalu berarti. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan nilai kadar globulin jauh diatas kisaran (hiperglobulinemia) yaitu 18,65 g/dl. Komodo ini adalah betina sehingga diduga hiperglobulinemia yang terjadi disebabkan aktifnya siklus reproduksinya. Menurut Campbell (2006), hiperglobulinemia pada reptil betina dapat disebabkan folikulogenesis karena peningkatan kebutuhan globulin untuk produksi kuning telur. Selain itu, hiperglobulinemia dapat juga disebabkan oleh peradangan kronis oleh agen infeksius. Namun kemungkinan ini tidak didukung oleh parameter leukosit yang cenderung normal pada komodo ini. Rataan nilai dari hasil pemeriksaan AST adalah 49,39±20,71 IU/L. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 16,00±18,00 IU/L. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 16,00-108,00 IU/L dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 1,00-112,00 IU/L (Teare 2002). Namun jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 7,00-30,00 IU/L, hanya 1 ekor (nomor 14) yang menunjukkan nilai didalam kisaran yaitu 16,00 IU/L. Empat ekor (nomor 2, 10, 15, dan 16) menunjukkan nilai yang jauh diatas kisaran yaitu 55,00-76,00 IU/L. Hal ini kemungkinan besar disebabkan penyakit hati karena keempat komodo ini juga menunjukkan nilai ALT yang relatif tinggi. Dua ekor (nomor 8 dan 17) menunjukkan nilai 108,00 dan 75,00 IU/L dengan nilai ALT normal sehingga diduga komodo ini mengalami kerusakan otot. Menurut Campbell (2006), peningkatan AST dapat menandakan

25 penyakit hati atau otot. Selain itu kerusakan eritrosit juga dapat meningkatkan kadar AST (Rosenfeld & Dial 2010). Namun kemungkinan ini tidak didukung oleh eritrosit yang cenderung normal dari seluruh parameter maupun komodo yang diperiksa. Nilai AST dari 11 ekor lainnya juga menunjukkan nilai diatas kisaran yaitu 32,00-47,00, namun nilai ini diduga masih normal karena rataan yang didapat pada komodo yang diperiksa cenderung lebih tinggi dibandingkan nilai baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Hasil pemeriksaan ALT menunjukkan nilai rataan 45,39±27,88 IU/L. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 18,00±14,00 IU/L. Sebanyak 13 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 18,00-44,00 IU/L, nilai ini berada dalam kisaran normal 2,00-62,00 IU/L (Teare 2002). Lima ekor (nomor 2, 10, 15, 16, dan 18) menunjukkan nilai diatas dari kisaran yaitu 73,00-102,00 IU/L. Komodo ini diduga mengalami penyakit hati seperti yang telah dijelaskan di atas karena peningkatan ALT pada kelima komodo ini juga disertai nilai AST yang cenderung tinggi. Menurut Rosenfeld & Dial (2010), peningkatan nilai ALT dapat menandakan penyakit hati. Hasil pemeriksaan urea menunjukkan nilai rataan 13,53±5,88 mg/dl. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 3,00±1,00 mg/dl. Kisaran normal blood urea nitrogen (BUN) adalah 1,00-9,00 mg/dl (Teare 2002). Hanya sebanyak 4 ekor komodo (nomor 4, 5, 7, dan 8) menunjukkan nilai dalam kisaran normal 7,60-8,90 mg/dl. Sebanyak 13 ekor menunjukkan nilai lebih tinggi dari kisaran yaitu 9,40-18,70 mg/dl. Tingginya nilai urea ini kemungkinan besar karena pemeriksaan urea pada penelitian ini dilakukan pada serum sehingga memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan BUN pada darah utuh. Oleh karena itu, nilai ini diduga masih normal. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan nilai yang sangat tinggi dibandingkan rataan yaitu 32,80 mg/dl. Tingginya kadar urea (azotemia) pada komodo ini kemungkinan besar dipengaruhi tingginya kadar protein dan globulin (hiperproteinemia dan hiperglobulinemia). Kemungkinan lain adalah adanya dapat disebabkan penyakit ginjal, pakan tinggi protein (Campbell 2006), peningkatan metabolisme protein (Stockham & Scott 2008), dehidrasi, dan puasa (Reavill

26 2005). Penurunan kadar urea juga dapat terjadi karena penyakit hati dan pakan rendah protein (Rosenfeld & Dial 2010). Kadar kreatinin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataaan 0,29±0,11 mg/dl. Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 0,30±0,10 mg/dl. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 0,17-0,60 mg/dl dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 0,10-0,60 mg/dl (Teare 2002). Peningkatan kreatinin dapat terjadi saat dehidrasi (Reavill 2005). Sebagai inisiasi untuk data dasar komodo, data yang diperoleh dari penelitian ini ditentukan kisaran normalnya yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Dugaan kisaran normal hematologi dan biokimia darah komodo Hematologi Biokimia Darah Eritrosit ( 10 6 /mm 3 ) 0,85-1,77 Total Protein (g/dl) 7,06-12,06 Hematokrit (%) 28,50-42,50 Albumin (g/dl) 1,93-3,40 Hemoglobin (g/dl) 10,10-16,20 Globulin (g/dl) 5,13-9,47 MCV (fl) 233,12-443,53 AST/SGOT (IU/L) 16,00-47,00 MCH (pg) 83,44-158,82 ALT/SGPT (IU/L) 18,00-44,00 MCHC (g/dl) 33,01-37,72 Urea (mg/dl) 7,60-18,70 Leukosit ( 10 3 /mm 3 ) 2,60-6,60 Kreatinin (mg/dl) 0,17-0,60 Heterofil ( 10 3 /mm 3 ) 0,94-3,96 Limfosit ( 10 3 /mm 3 ) 0,42-5,52 Monosit ( 10 3 /mm 3 ) 0,00-0,50 Eosinofil ( 10 3 /mm 3 ) 0,00-0,00 Basofil ( 10 3 /mm 3 ) 0,00-0,00 Trombosit ( 10 3 /mm 3 ) 1,00-6,00 LED (mm/jam) 2,00-8,00 Morfologi Sel Darah Pemeriksaan terhadap ulas darah dan hematologi reptil cukup sulit. Hal ini karena perbedaan morfologi sel darah reptil dengan mamalia maupun antar spesies reptil, kurangnya teknologi penghitungan sel otomatis yang baik untuk reptil, dan pemahaman yang masih kurang baik terhadap fisiologi darah dan hematologi reptil. Pemeriksaan yang baik diperlukan untuk mendapatkan hasil yang baik (Calle et al. 1994; Gillespie et al. 2000). Oleh karena itu, morfologi

27 sel-sel darah dari hasil penelitian ini ditampilkan pada Gambar 5-10. Seluruh gambar yang ditampilkan difoto dari sediaan ulas darah komodo yang diwarnai Giemsa dan diamati dengan perbesaran mikroskop 10 100. Gambar 5 Eritrosit Gambar 6 Heterofil Gambar 7 Limfosit kecil Gambar 8 Limfosit besar Gambar 9 Monosit Gambar 10 Trombosit