Pembentukan Model Penciptaan Pengetahuan (Knowledge Creation) dalam Mendorong Inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia: Suatu Studi Konfirmatori

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 PENGEMBANGAN MODEL

Model Kontribusi Aset Pengetahuan dalam Memfasilitasi Proses Penciptaan Pengetahuan pada Koperasi Susu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EKSTERNALISASI KNOWLEDGE DI LABORATORIUM FAKULTAS REKAYASA INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM

Knowledge and Research Management

Oleh : Muhammad Amin Paris, S.Pd., M.Si (Dosen Fak. Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin) Abstrak

AL-ADZKA, Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Volume II, Nomor 02 Juli 2012

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

PENGARUH HUMAN CAPITAL DAN CORPORATE VALUE TERHADAP KINERJA KARYAWAN

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS

VIII ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

x 1 x 3 x 4 y 1 x 5 x 6 x 7 x 8 BAHAN DAN METODE δ 1 λ 41 ξ 1 δ 4 λ 51 γ 21 δ 6 λ 61 ε 1 δ 3 η 1 γ 31 δ 7 λ 71 ξ 2 λ 81 ξ 3 λ 31 δ 5

III. METODOLOGI PENELITIAN

VIII. ANALISIS STRUCTUAL EQUATION MODEL (SEM)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN MAHASISWA DALAM PEMILIHAN JURUSAN MENGGUNAKAN STRUCTURAL EQUATION MODELING

III. METODE PENELITIAN

BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI. responden yang berada di Sumatera Utara. Karakteristik responden merupakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. dari antisipasi teknologi baru. Rancangan penelitian yang disajikan berbentuk

III. METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh

Confirmatory Factor Analysis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dan

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PATH ANALYSIS & STRUCTURAL EQUATION MODEL. Liche Seniati Sem. Ganjil 2009/2010 Program Magister Profesi F.Psi.UI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Purbalingga, Jawa

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Alasan

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KERIPIK KENTANG (Studi Kasus pada Agronas Gizi Food, Kota Batu) ABSTRAK

II LANDASAN TEORI Definisi 1 (Prestasi Belajar) b. Faktor Eksternal Definisi 2 (Faktor-Faktor yang mempengaruhi prestasi) a.

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

59

BAB III METODE PENELITIAN. teknik sampling, definisi operasional variabel dan teknik analisis yang digunakan. A. Desain Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Tahap Awal. 1. Studi Literatur 2. Pengumpulan Data Awal (Observasi dan Wawancara) 3. Identifikasi dan Analisis Masalah

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

ANALISIS KINERJA DAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA CILACAP. M u t i a s a r i (ST IE Satri a P u rwokert o )

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V ANALISIS HASIL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. wilayah kecamatan Cengkareng Jakarta Barat. Penelitian yang dilakukan terbagi

IV. METODE PENELITIAN

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Tak Terboboti (Unweighted Least Square) Untuk Data Ordinal

PENERAPAN ANALISIS FAKTOR KONFIRMATORI STRUCTURAL EQUATION MODELING PADA MODEL HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DAN TEKANAN DARAH

III. METODOLOGI PENELITIAN

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori (CFA) Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Terboboti (Weighted Least Square) Untuk Data Ordinal

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENERAPAN STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) UNTUK ANALISIS KOMPETENSI ALUMNI

BAB III METODE PENELITIAN

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Maximum Likelihood Untuk Data Ordinal

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, obyek yang akan diteliti adalah. SMA Negeri 1 Sumbawa Besar, SMA Negeri 1 Lape dan

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BERWIRAUSAHA MAHASISWA DENGAN TEKNIK SEM

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Industri Penerbitan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Lopez (2010). Rancangan penelitian ini menggunakan metode hypothesis testing,

METODE PENELITIAN. Sampel Penentuan jumlah sampel PKB dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla et al., 1993: 161) sebagai berikut:

1. Tahap Awal. a) Studi Literatur b) Pengumpulan data awal (observasi, wawancara) 2. Tahap Pengumpulan dan Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab 3. Metode Penelitian

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Mahasiswa Ditinjau dari Karakteristik Lingkungan Kampus (Studi Kasus di Jurusan Matematika FMIPA Unsri)

ANALISA PENGARUH BAURAN PEMASARAN DAN PERILAKU PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN DENGAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian

Jurnal Penelitian Sains Volume 12 Nomer 3(A) 12303

BAB III METODE PENELITIAN. Ditinjau dari jenis datanya tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUTUSAN HUTANG

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi

Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Pelanggan Internet Service Provider dalam Layanan Fixed Broadband

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Statistik Deskriptif. terhadap pernyataan-pernyataan didalam kuesioner. Deskripsi Data bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DESAIN PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 METODE PENELITIAN. Komprehensif terhadap Kesejahteraan Masyarakat serta Kemandirian Masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN. dalam menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga informasi

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian causal method yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

Media Peternakan, Desember 2008, hlm. 212-224 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 43/DIKTI/Kep/2008 Vol. 31 No. 3 Pembentukan Model Penciptaan Pengetahuan (Knowledge Creation) dalam Mendorong Inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia: Suatu Studi Konfirmatori The Formation of Knowledge Creation Model in Encouraging Innovation in the Dairy Cooperation in Indonesia: a Confirmatory Study A. Sukmawati a *, M. S. Ma arif b, Marimin b, K. Mudikdjo c, H. Hardjomidjojo b & N. S. Indrasti b a Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Jl. Lingkar Kampus, Wing Rektorat Lt. 3 IPB Darmaga Bogor 16680 b Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jl. Lingkar Akademik, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 c Departemen Ekonomi & Sumber Daya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Jl. Lingkar Kampus, Wing Rektorat Lt. 3 IPB Darmaga Bogor 16680 (Diterima 04-03-2008; 21-07-2008) ABSTRACT Many theories highlighted the critical importance of knowledge creation on the longterm success of the organization. However, the scarcity of empirical work on knowledge creation model has limited our understanding of the overall organizational process involved. To overcome this, we attempt a comprehensive analyze of knowledge creation model within the organization, exploring the relationship between innovation, knowledge creation model, problem-solving capability, absorptive capacity, knowledge acquisition and assets. Data of this case study were taken from three dairy cooperations in Java. Analysis was conducted using Structural Equation Modeling (SEM) with Lisrel 8.72. The results revealed that several contributing factors (problem-solving capability, absorptive capacity, knowledge acquisition and assets) had significant effect on innovation. On the other hand, knowledge creation model had no significant effect on innovation in the context of the dairy cooperation in Indonesia. The implication for managers is that by focusing on externalization process in knowledge creation model within the organization. In the pattern of innovations, product innovation is the most important. Key words: innovation, knowledge creation, problem-solving capability, absorptive capacity, dairy cooperation PENDAHULUAN * Korespondensi: Jl. Lingkar Kampus, Wing Rektorat Lt. 3 IPB Darmaga Bogor 16680. E-mail: anggrainism@ipb.ac.id Koperasi susu di Indonesia merupakan salah satu koperasi yang hidup dalam persaing- 212 Edisi Desember 2008

SUKMAWATI ET AL. an yang makin ketat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan jumlah koperasi persusuan maupun rendahnya pertumbuhan produksi susu dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Produksi susu segar Indonesia pada tahun 2005 hanya mampu memenuhi 25% dari 1.751,6 juta l yang merupakan kebutuhan total industri pengolahan susu (Indocommercial, 2005). Peningkatan keunggulan bersaingnya menjadi hal yang krusial karena agroindustri susu berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia, mulai dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan petani dan penghematan devisa negara. Konsumsi susu dan produk susu olahan per kapita per tahun di Indonesia pada tahun 2005 baru mencapai 7 l. Konsumsi ini tergolong rendah di Asia Tenggara bila dibandingkan Malaysia sebesar 21 l/tahun dan Thailand 24,96 l/tahun (Indocommercial, 2005). Delgado et al. (1999) memprediksi bahwa pada tahun 2020 rataan konsumsi susu per kapita per tahun di Asia Tenggara 16 kg. Hal tersebut menunjukkan tersedia potensi pasar yang besar di Indonesia, apabila dikaitkan dengan jumlah penduduk yang pada tahun 2000 telah mencapai 210,44 juta jiwa dan kecenderungan peningkatan konsumsi per kapita di masa mendatang. Potensi pasar yang besar ini tentunya memberi peluang yang menarik bagi agroindustri susu domestik maupun luar negeri untuk memperbesar pangsa pasarnya. Persaingan ini akan sangat ditentukan oleh kemampuan entitas usaha dalam menciptakan nilai tambah bagi pelanggan. Semakin ketatnya persaingan dalam memperebutkan pangsa pasar telah mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengembangkan kemampuan menciptakan nilai tambah bagi pelanggan dalam mempertahankan posisi bersaingnya. Kemampuan menciptakan nilai tambah dalam agroindustri susu akan sangat ditentukan oleh kemampuan melakukan inovasi. Kemampuan berinovasi ini memerlukan perilaku organisasi yang fleksibel, lebih efektif dan bersikap kompetitif. Media Peternakan Para pakar manajemen telah mengembangkan berbagai konsep tentang penciptaan nilai melalui inovasi. Hasil penelusuran beberapa rujukan ilmiah menunjukkan bahwa penelitian-penelitian mengenai strategi dan kinerja perusahaan cenderung mengemukakan sumber daya internal sebagai basis keunggulan bersaing. Kesuksesan perusahaan tidak seluruhnya ditentukan oleh lingkungan eksternalnya, tetapi justru kesuksesan tersebut berakar dalam perusahaan sendiri pada sumber daya yang berharga, langka, sulit ditiru dan sulit digantikan. Berdasarkan pandangan ini, beberapa pakar mengkaji bahwa pengetahuan merupakan sumber daya yang paling strategik yang dimiliki oleh perusahaan (Nonaka & Takeuchi, 1995; Tuomi, 1999; Probst et al., 2000). Lebih lanjut dikemukakan bahwa pengetahuan dan kemampuan untuk menciptakan pengetahuan baru merupakan hal yang paling memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan dan menstransformasikan sumber daya-sumber daya lain. Perusahaan yang membangun keunggulan bersaingnya dengan berbasis pada pengetahuan dan kemampuan menciptakan pengetahuan baru, akan mampu mengungguli para pesaingnya karena perusahaan tersebut mampu mempelajari dan menciptakan pengetahuan baru dengan lebih cepat. Salah satu indikator terjadinya proses penciptaan pengetahuan di suatu perusahaan adalah adanya inovasi-inovasi yang dihasilkan (Nonaka & Takeuchi, 1995). Inovasi tersebut dapat diamati dari produk baru yang dihasilkan, kemasan produk yang baru dan cara baru dalam memproduksi maupun perubahan-perubahan positif dalam mutu produk (Q atau quality), biaya produksi (C atau cost), kecepatan sampainya produk ke pelanggan (D atau delivery), keamanan dalam memproduksi (S atau safety) serta semangat karyawan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya (M atau morale) (Rogers, 1998). Apabila pengetahuan dan kemampuan perusahaan menciptakan pengetahuan baru secara terus menerus merupakan sumber daya kunci yang menyebabkan perusahaan mampu bertahan, maka penting memahami proses Edisi Desember 2008 213

Vol. 31 No. 3 penciptaan pengetahuan tersebut. Gagasan mengenai penciptaan pengetahuan ini merupakan hal baru, maka masih terbatas sekali penelitian mengenai bagaimana organisasi menciptakan dan memproses pengetahuan sebagai sumber keunggulan bersaing. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka penelitian mengenai penciptaan pengetahuan ini dilakukan pada koperasi susu yang mempunyai karakteristik bersaing melalui inovasi dan rentannya entitas bisnis ini dalam menghadapi persaingan global yang makin ketat, sehingga perlu segera diupayakan peningkatan keunggulan bersaingnya. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi struktur pembentukan model penciptaan pengetahuan di Koperasi Susu di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan merumuskan peubah-peubah penciptaan pengetahuan pada koperasi susu. METODE Pengumpulan Data Populasi yang diteliti adalah kelompok koperasi persusuan yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) yang bertindak sebagai pemasok susu segar bagi IPS. Saat ini terdapat 192 koperasi yang menjadi anggota GKSI yang terkonsentrasi di pulau Jawa dengan rincian Jawa Barat dan DKI Jakarta berjumlah 96 koperasi, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta berjumlah 34 koperasi dan Jawa Timur berjumlah 38 koperasi (GKSI, 2005). Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi literatur dan survei lapang. Contoh untuk survei lapang dalam penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan produksi, sebaran wilayah, jumlah anggota dan kesediaan koperasi menjadi tempat penelitian. Penelitian dilaksanakan pada tiga koperasi, yaitu KPS Bogor, SAE Pujon-Malang dan Koperasi Susu Sukamulya Kediri. Responden peternak ditentukan secara acak terstratifikasi (stratified random sampling) dari masing-masing koperasi berdasarkan kepemilikan sapi laktasi, sedangkan pengelola koperasi ditentukan berdasarkan klaster fungsional. Hal ini dimaksudkan agar komponen komponen yang terlibat dalam koperasi susu terwakili pendapatnya (Singarimbun & Effendi, 1995). Data yang diambil pada penelitian ini berjumlah 104 responden. Hal ini sesuai dengan saran Hair et al. (1998). Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara ditabulasikan, diolah dan dianalisa dengan perangkat lunak LISREL (Linear Structural Relationship) versi 8.72. Beberapa tahapan yang penting dilakukan dalam operasional SEM adalah spesifikasi model, identifikasi model, pemilihan matriks input, estimasi model, evaluasi model dan interpretasi model (Hair et al., 1998). Teknik SEM mempunyai dua kemampuan, yaitu: (1) estimasi hubungan ketergantungan berganda dan saling terkait dan (2) menggambarkan konsep tak teramati dalam hubungan-hubungan tersebut dan memperhitungkan pengukuran kesalahan dalam proses estimasi (Hair et al.,1998). Tahapan membentuk model SEM diuraikan pada Gambar 1. Perancangan Model PEMBENTUKAN MODEL Koperasi merupakan entitas bisnis dengan karakteristik khusus, yaitu (1) adanya relational contracting yang menunjukkan bahwa pemilik dan konsumen adalah orang yang sama dan (2) mutual benefi t anggota menjadi prioritas utama (Nasution, 2000). Berdasarkan hal tersebut ukuran kinerja koperasi haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan. Kinerja suatu entitas bisnis sangat dipengaruhi adanya inovasi. Sellani (1994) membagi inovasi menjadi dua jenis, yaitu inovasi teknikal dan inovasi administratif/manajerial. Inovasi teknikal merupakan implementasi ide untuk produk, proses dan jasa baru, sedangkan inovasi administratif/manajerial merupakan inovasi yang bersifat intangible dan merupakan implementasi ide untuk suatu kebijakan baru. Nasution (2005) membagi inovasi menjadi 214 Edisi Desember 2008

SUKMAWATI ET AL. Media Peternakan Membangun basis model secara teoritis Menentukan konstruk diagram jalur Identifikasi kolerasi konstruk dan indikator Pemilihan tipe matriks input Penetuan masalah penelitian Identifikasi model Evaluasi estimasi model Ya, Respesifikasi model Interpretasi model Modifikasi model Model final Tidak Gambar 1. Tahapan pengembangan structural equation modeling tiga, yaitu inovasi administratif, proses dan produk. Adanya inovasi dapat diidentifikasikan dengan adanya konversi pengetahuan serta peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (KPMPK). Perancangan model konseptual didasarkan pada konsep penciptaan pengetahuan yang dikemukakan Nonaka & Takeuchi (1995) yang dikenal dengan model SECI (Socialisation, Externalisation, Combination, Internalisation). Model SECI didasarkan pada interaksi dinamis antara pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) dan pengetahuan tacit (tacit knowledge) yang membentuk spiral proses penciptaan pengetahuan dan terus berputar dengan empat cara konversi pengetahuan, yaitu sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi dan internalisasi. Indikator adanya konversi pengetahuan berupa pembelajaran, artikulasi, kerjasama dan rekonfigurasi, sedangkan indikator KPMPK adalah adanya kreativitas, konsensus dan kelengkapan (Ginsberg, 1994). Merujuk pada studi Soo et al. (2002a), digunakan proses KPMPK sebagai suatu proses yang diamati untuk mengidentifikasi adanya pengetahuan, karena dalam realitanya pengetahuan tidak dapat diamati dan diukur secara langsung (Kaplan et al., 2001). Kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan itu sendiri dipengaruhi oleh akuisisi pengetahuan dan daya serap. Menurut Soo et al. (2002a), akuisisi pengetahuan meliputi interaksi informal dan kolaborasi formal dengan pemasok maupun konsumen, sedangkan daya serap meliputi Edisi Desember 2008 215

Vol. 31 No. 3 daya serap individu dan daya serap organisasi. Daya serap merupakan kemampuan mengenali nilai informasi atau pengetahuan yang baru dan strategis bagi organisasi, mengasimilasikannya dan menggunakannya untuk kegiatankegiatan yang berujung pada inovasi (Cohen & Levinthal, 1990). Daya serap di sisi lain, juga mempengaruhi konversi pengetahuan secara bersamasama dengan aset pengetahuan. Nonaka et al. (2000) mengelompokkan aset pengetahuan yang dimiliki perusahaan menjadi empat tipe, yaitu eksperimental, konseptual, sistemik dan rutin. Indikator aset pengetahuan meliputi kepercayaan antara anggota dan koperasi, citra koperasi, keterampilan anggota dan karyawan koperasi serta prosedur dalam organisasi. Berdasarkan kerangka pikir di atas, dilakukan perancangan model struktural (Gambar 2). Terdapat dua peubah eksogen pada model yang disusun ini, yaitu: ASET (Aset Pengetahuan) dan AKUISISI (Akuisisi Pengetahuan). Selain itu, terdapat empat PEMBENTUKAN MODEL peubah endogen, yaitu DSERAP (Daya Serap), KONVERSI (Konversi Pengetahuan), KPMPK (Kemampuan Pemecahan masalah dan Pengambilan Keputusan) dan INOVASI (Inovasi Koperasi). Hipotesis penelitian. Berdasarkan model struktural yang disusun, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian tercantum di bawah ini: 1. pengaruh positif antara aset pengetahuan dengan konversi pengetahuan, 2. pengaruh positif antara akuisisi pengetahuan dengan daya serap, 3. pengaruh positif antara akuisisi pengetahuan dengan kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, 4. pengaruh positif antara daya serap dengan konversi pengetahuan, 5. pengaruh positif antara daya serap dengan kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, 6. pengaruh positif antara konversi pengetahuan dengan kemampuan pemecahan X 1 X 2 Y 3 Y 4 Y 5 Y 6 X 3 Aset X 4 Konversi Y 10 Y 1 Y 2 Daya Serap Inovasi Y 11 KPMPK Y 12 X 5 Akuisisi X 6 Y 7 Y 8 Y 9 Gambar 2. Model struktural hubungan antar peubah penciptaan pengetahuan pada koperasi persusuan di Indonesia. KPMPK=kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan; notasi X mewakili peubah eksogen yang terdiri atas X1=eksperimental, X2=konseptual, X3=sistemik, X4=rutin, X5=interaksi dan X6=kolaborasi; notasi Y mewakili peubah endogen yang terdiri atas Y1=daya serap individu, Y2=daya serap organisasi, Y3=internalisasi, Y4=eksternalisasi, Y5=sosialisasi, Y6=kombinasi, Y7=kreativitas, Y8=konsensus, Y9=kelengkapan, Y10= administrasi, Y11=proses, Y12=produk. 216 Edisi Desember 2008

SUKMAWATI ET AL. Media Peternakan Aset Pengetahuan Eksperiental Konseptual Sistemik Rutin Hipotesis 1 Hipotesis 4 Konversi Pengetahuan Internalisasi Eksternalisasi Sosialisasi Kombinasi Hipotesis 7 Daya Serap Hipotesis 6 Inovasi Individu Organisasi Hipotesis 2 Hipotesis 5 Kapabilitas Pemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan Hipotesis 8 Administrasi Proses Produk Akuisisi Pengetahuan Interaksi Kolaborasi Hipotesis 3 Kreativitas Konsensus Kelengkapan Gambar 3. Kerangka pemikiran penciptaan pengetahuan pada koperasi persusuan di Indonesia. Tanda panah menggambarkan hipotesis pengaruh positif antara dua peubah. masalah dan pengambilan keputusan 7. pengaruh hubungan positif antara konversi pengetahuan dengan inovasi, 8. pengaruh positif antara kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dengan inovasi. Selengkapnya terdapat pada Gambar 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian model SEM dilakukan menggunakan program LISREL yang menghasilkan model gabungan berikut: (1) model persamaan struktural yang menjelaskan hubungan antar peubah laten dan (2) model pengukuran (measurement model) faktor laten dengan indikator-indikatornya. Nama-nama indikator ditempatkan di dalam bidang segi empat, sedangkan nama-nama peubah laten ditempatkan dalam bidang oval (Gambar 4). Angka yang menyertai anak panah yang keluar dari faktor laten ke indikator menunjukkan nilai loading, sedangkan angka yang menyertai anak panah lain yang bukan berasal dari faktor laten yang menuju ke indikator menunjukkan ragam alat pengukuran. Selanjutnya, angka yang menyertai anak panah yang berasal dari suatu faktor laten dan menuju faktor laten lain menunjukkan besaran pengaruhnya. Masing-masing peubah eksogen mempunyai indikator yang dinotasikan dengan X, meliputi eksperiental (X1), konseptual (X2), sistemik (X3), rutin (X4), interaksi (X5) dan kolaborasi (X6). Masing-masing peubah endogen mempunyai indikator yang dinotasikan Y, meliputi daya serap individu (Y1), daya serap organisasi (Y2), internalisasi (Y3), eksternalisasi (Y4), sosialisasi (Y5), kombinasi (Y6), kreativitas (Y7), konsensus (Y8), kelengkapan (Y9), administrasi (Y10), proses (Y11) dan produk (Y12). Keterangan Gambar 4: ξ 1 = ASET (Aset Pengetahuan), disebut sebagai Faktor 1 (F1) ξ 2 = AKUISISI (Akuisisi Pengetahuan) disebut Faktor 2 (F2) Edisi Desember 2008 217

Vol. 31 No. 3 PEMBENTUKAN MODEL 0.64 0.52 0.94 0.68 0.63 0.25 X1 X2 X3 X4 X5 X6 0.35 0.71 0.87 1.00 0.82 1.00 ASET AKUISISI 0.99 0.51 0.34 DAYA SERAP 0.15 KONVERSI 0.34 KPMPK 0.51 INOVASI 0.62 1.00 0.79 1.00 0.97 0.72 0.37 0.85 0.98 1.00-0.25 0.96 0.92 1.00 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12 0.66 0.11 0.64 0.42 0.46 0.70 0.55 0.37 0.39 0.17 0.23 0.10 Gambar 4. Model struktural dengan koefisien estimasi. KPMPK=kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan; notasi X mewakili peubah eksogen yang terdiri atas X1= eksperimental, X2=konseptual, X3=sistemik, X4=rutin, X5=interaksi dan X6=kolaborasi; notasi Y mewakili peubah endogen yang terdiri atas Y1=daya serap individu, Y2=daya serap organisasi, Y3=internalisasi, Y4=eksternalisasi, Y5=sosialisasi, Y6=kombinasi, Y7=kreativitas, Y8=konsensus, Y9=kelengkapan, Y10= administrasi, Y11= proses, Y12=produk. η 1 = DSERAP (Daya Serap), disebut Faktor 3 (F3) η 2 = KONVERSI (Konversi Pengetahuan), disebut Faktor 4 (F4) η 3 = KPMPK (Kemampuan Pemecahan masalah dan Pengambilan Keputusan) disebut Faktor 5 (F5) η 4 = INOVASI (Inovasi Koperasi), disebut Faktor 6 (F6) Kesesuaian Model Kesesuaian model penelitian ini dianalisa berdasarkan kriteria goodness-of-fi t, yaitu pengukuran kesesuaian matriks input observasi atau aktual (peragam atau korelasi) dengan prediksi model yang diajukan (Hair et al., 1998). Hasil evaluasi model berdasarkan kriteria pertama, absolute fi t measures menunjukkan bahwa derajat bebasnya (db) cukup kecil demikian juga nilai Khi-kuadrat (χ 2 ), sehingga model dapat dikatakan sesuai. Satu model (studi konfirmatori) disampaikan pada karya ini, sehingga penilaian kesesuaian model secara deskriptif dilihat dari nilai GFI (GFI= 0,72). Nilai tersebut mengindikasikan bahwa model dapat diterima. Kriteria kedua berdasarkan incremental fi t measures menunjukkan penelitian ini dapat diterima, karena nilai GFI yang disesuaikan (AGFI=0,62) mengindikasikan bahwa model cukup sesuai dengan data. Kriteria ketiga berdasarkan parsimonious fi t measures menunjukkan model ini dapat diterima (Tabel 1). Validitas dan Reliabilitas Model Kesahihan peubah indikator dapat dilihat dari nilai uji-t lebih besar dari 1,96 (Tabel 2). Semua peubah indikator mempunyai nilai uji-t lebih besar dari 1,96, sehingga dapat dikatakan bahwa semua peubah indikator yang digunakan adalah sahih. Hasil pengujian tingkat reliabilitas dapat disimpulkan bahwa 218 Edisi Desember 2008

SUKMAWATI ET AL. Media Peternakan Tabel 1. Hasil uji kesesuaian model Ukuran kesesuaian Ketentuan Nilai yang diperoleh Absolut fi t measures db Diharapkan kecil 126 χ 2 Diharapkan kecil 363,36 (p= 0,00000) GFI 0 1, mendekati 0,9 good fi t 0,72 RMR <0,5 0,11 RMSEA <0,08 0,13 Incremental fi t measures AGFI 0 1, mendekati 0,9 good fi t 0,62 NFI 0 1, mendekati 0,9 good fi t 0,73 Parsimonious fi t measures PGFI 0 1, Semakin tinggi semakin baik 0,53 PNFI 0-1, Semakin tinggi semakin baik 0,60 Keterangan: db=derajat bebas, χ 2= Khi-kuadrat, GFI=goodness-of-fi t index, RMR=standardized root mean square residual, RMSEA=root mean square error of approximation, AGFI=adjusted goodness-of-fi t index, NFI=normed fi t index, PGFI=parsimony goodness-of-fi t index, PNFI=parsimony normed fi t index. model pengukuran (measurement model) penelitian ini sesuai dengan data, karena hasil perhitungan reliabilitas konstruk tidak ada yang kurang dari 0,70, sehingga sesuai dengan saran Sharma (1996). Analisis Model Pengukuran Peubah laten eksogen dan endogen yang dibentuk didasarkan analisis faktor, yang masing-masing dikonfirmasi melalui model pengukurannya. Peubah indikator yang mempunyai nilai lamda paling besar ditetapkan sebagai skala pengukuran dan kemudian diberi nilai 1, serta ragam galatnya dianggap nol, sehingga muatan faktor pada indikator lainnya mengacu secara relatif terhadap indikator skala. Sebagai contoh, pada model pengukuran ASET indikator skalanya adalah X2 (citra), maka λx(6,1)=1,0. Penafsiran pada sub model ini mengandung persamaan-persamaan berikut: X1 = 0,87 *ASET + δ 1 X2 = 1,00 *ASET + δ 2 X3 = 0,35 *ASET + δ 3 X4 = 0,82 *ASET + δ 4 Nilai λx(1)=0,87 merupakan besaran muatan faktor, yang berarti 87% fluktuasi nilai peubah laten ASET menjelaskan fluktuasi indikator X1, atau 87% fluktuasi X2 menjelaskan fluktuasi X1, karena skala ASET adalah X2. Lamda X3 menunjukkan bahwa setiap perubahan satu satuan X3 dijelaskan 0,35 satuan peubah laten ASET dan λx(4) menunjukkan bahwa setiap perubahan satu satuan X4 dijelaskan oleh 0,82 satuan peubah laten ASET. Keterangan ini merupakan konfirmasi dari hubungan peubah laten ASET dengan keempat indikator pengamatan. Semua hubungan bersifat searah karena koefisien lamda semuanya positif. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi peran aset pengetahuan terhadap proses penciptaan pengetahuan ditandai oleh meningkatnya penguasaan pengetahuan yang bersifat eksperiental, konseptual, sistemik dan rutin. Demikian seterusnya pemaknaan untuk peubah laten yang lain (Tabel 2). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan aset pengetahuan yang paling berpengaruh tampak pada pengetahuan konseptual (1,00), dibandingkan pengetahuan eksperiental (0,87) dan pengetahuan rutin Edisi Desember 2008 219

Vol. 31 No. 3 PEMBENTUKAN MODEL Tabel 2. Ringkasan hasil komputasi statistik SEM model pengukuran peran penciptaan pengetahuan dalam mendorong inovasi pada koperasi susu di Indonesia Peubah laten Model pengukuran Reliabilitas (batas bawah 0,7) ASET 0,86 AKUISISI 0,85 DAYA SERAP 0,81 KONVERSI 0,96 KPMPK 0,96 INOVASI 0,97 Indikator Validitas isi Standard error (SE) Nilai t-hitung (α = 0,05) X1 0,87 0,17 5,15 0,36 X2 1,00 0,10 * 0,48 X3 0,35 0,16 2,22 0,06 X4 0,82 0,17 4,89 0,32 X5 0,71 0,17 4,20 0,37 X6 1,00 0,16 * 0,75 Y1 0,62 0,14 4,58 0,34 Y2 1,00 0,16 * 0,89 Y3 0,79 0,14 5,49 0,35 Y4 1,00 0,08 * 0,57 Y5 0,97 0,14 6,73 0,53 Y6 0,72 0,14 5,04 0,29 Y7 0,85 0,13 6,42 0,44 Y8 1,00 0,08 * 0,62 Y9 0,98 0,13 7,44 0,60 Y10 0,96 0,06 15,93 0,83 Y11 0,92 0,06 14,39 0,77 Y12 1,00 0,03 * 0,90 R 2 Keterangan: * Indikator ini digunakan untuk mendefinisikan skala faktor laten dengan menetapkan nilai loadingnya sama dengan 1. KPMPK=kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan; notasi X mewakili peubah eksogen yang terdiri atas X1=eksperimental, X2=konseptual, X3=sistemik, X4=rutin, X5=interaksi dan X6=kolaborasi; notasi Y mewakili peubah endogen yang terdiri atas Y1=daya serap individu, Y2=daya serap organisasi, Y3=internalisasi, Y4=eksternalisasi, Y5=sosialisasi, Y6=kombinasi, Y7=kreativitas, Y8=konsensus, Y9=kelengkapan, Y10=administrasi, Y11=proses, Y12=produk; R 2 =regresi. (0,82). Hal ini menunjukkan bahwa aset pengetahuan terbesar yang dimiliki koperasi susu adalah pengetahuan konseptual. Aset pengetahuan konseptual dibentuk dari pengetahuan eksplisit, sehingga lebih mudah diartikulasikan melalui simbol, pencitraan dan gaya berbahasa. Aset pengetahuan konseptual juga memberikan mekanisme untuk memfasilitasi proses interaksi, inovasi dan pembelajaran (Chou & He, 2004). Kegiatan akuisisi pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara formal maupun informal (Probst et al., 2000). Penelitian ini menunjukkan bahwa pada koperasi susu, pengaruh antara kegiatan kolaborasi formal dengan akuisisi pengetahuan (1,00) lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh terhadap kegiatan interaksi informal dan akuisisi pengetahuan (0,71). Perbedaan kekuatan tersebut dapat dijelaskan melalui studi Szulanski (1996) yang menyatakan bahwa agar terjadi alih informasi atau pengetahuan, diperlukan suatu konteks yang membuat manusia atau perusahaan dapat secara efektif melakukan akuisisi. Hal yang sama disampaikan Von Krogh et al. (2000) bahwa mobilisasi aset-aset tanwujud (intangible assets) seperti informasi dan pengetahuan membutuhkan konteks. Selanjutnya Mowery & Oxley (1996) menyampaikan bahwa akuisisi 220 Edisi Desember 2008

SUKMAWATI ET AL. pengetahuan dipengaruhi oleh seberapa formal hubungan antara organisasi-organisasi yang melakukan aliansi. Aliansi yang didasarkan oleh suatu perjanjian formal dengan derajat mengikat akan memberikan peluang besar bagi terjadinya alih pengetahuan. Daya serap koperasi susu terhadap hasil akuisisi pengetahuan lebih dipengaruhi oleh daya serap organisasi (1,00) dibandingkan daya serap individu (0,62). Hal ini relevan dengan temuan dari penelitian ini, bahwa kegiatan akuisisi pengetahuan lebih dipengaruhi oleh kegiatan kolaborasi formal. Daya serap organisasi bukanlah merupakan penjumlahan daya serap individu yang berkerja pada organisasi bersangkutan (Cohen & Levinthal, 1990). Ada faktor-faktor organisasi yang bekerja lintas struktur dalam hal ini yang dapat membuat akuisisi pengetahuan dilakukan secara efektif, misalnya kebijakan-kebijakan dan sistem komunikasi. Koperasi susu perlu memanfaatkan semaksimal mungkin daya serap organisasi untuk meningkatkan daya serap koperasi terhadap hasil-hasil akuisisi pengetahuan. Indikator terkuat adanya konversi pengetahuan pada koperasi susu adalah proses eksternalisasi (1,00). Eksternalisasi merupakan proses mengartikulasikan pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit (Nonaka et al., 2000). Faktor konsensus (1,00) merupakan faktor paling berpengaruh dalam kegiatan pemecahan permasalahan dan pengambilan keputusan pada koperasi susu bila dibandingkan dengan kreativitas (0,98) dan faktor kelengkapan (0,85). Faktor konsensus merupakan faktor yang merujuk pada kemampuan mengatasi hambatan sosial, karena merupakan refleksi keharmonisan dan komitmen bersama untuk mencapai sasaran. Seperti dikemukakan Von Krogh et al. (2000), bahwa dalam kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penciptaan pengetahuan, care yang dicirikan dengan keterbukaan, rasa saling percaya, kebiasaan tolong-menolong, tidak berorientasi pada kepentingan pribadi dan tanpa pamrih, merupakan hal-hal yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran dan lebih lanjut dari penciptaan pengetahuan. Penelitian kali ini tidak mengeksplorasi peran dari konsep care, namun mengingat bahwa sering dikatakan bahwa orang Indonesia senang bekerja pada situasi yang gotong royong, maka hal ini merupakan topik menarik untuk diteliti lebih lanjut. Peubah inovasi merupakan tujuan utama penelitian ini, maka adanya temuan bahwa inovasi produk (1,00) merupakan indikator adanya inovasi yang paling berpengaruh, bila dibandingkan dengan inovasi administratif (0,96) dan proses (0,92). Hal ini berarti bahwa inovasi pada koperasi susu yang paling berpengaruh terhadap terciptanya keunggulan bersaing adalah inovasi produk. Hal yang sama ditemukan pada industri kecil yang bergerak di bidang furnitur bahwa inovasi produk adalah inovasi yang paling berpengaruh (Indarti & van Geenhuizen, 2005). Konversi pengetahuan mempengaruhi seluruh tahap inovasi produk baru cara yang berbeda setiap tahapannya (Schulze & Hoegl, 2006). Hal ini mengindikasikan bahwa agar koperasi susu dapat menciptakan inovasi produk, maka perlu didorong terjadinya konversi pengetahuan melalui proses eksternalisasi yang mengubah pengetahuan tasit menjadi eksplisit. Analisis Model Struktural Media Peternakan Pengujian terhadap hipotesis dilakukan dengan melihat nilai regresi terbobot pada kolom CR (critical ratio) yang dihasilkan program LISREL versi 8.72. Nilai CR ini identik dengan uji-t dalam regresi. Nilai t- hitung ini dibandingkan dengan nilai kritisnya, yaitu 1,96 pada taraf nyata 5% dan 2,58 pada taraf nyata 1%. Jika nilai t- hitung hasil pengolahan data telah melampaui nilai kritisnya pada taraf P<0,05, maka hipotesis alternatif yang diajukan diterima. Sebaliknya, jika nilai t- hitung belum dapat melampaui nilai kritisnya dengan taraf nyata P<0,05 maka hipotesis alternatif ditolak. Hasil uji hipotesis secara lengkap ditampilkan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil uji tersebut, pengaruh konstruk aset dan akuisisi Edisi Desember 2008 221

Vol. 31 No. 3 PEMBENTUKAN MODEL Tabel 3. Analisis model persamaan struktural Path coefi cient antar peubah Seluruh responden (n= 104) Nilai koefisien t-hitung Hipotesis (H) Pengaruh aset pengetahuan terhadap konversi pengetahuan 0,99 5,36** Terima H1 Pengaruh akuisisi pengetahuan terhadap daya serap 0,51 3,46** Terima H2 Pengaruh akuisisi pengetahuan terhadap kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan 0,34 2,55* Terima H3 Pengaruh daya serap terhadap konversi pengetahuan 0,15 1,97* Terima H4 Pengaruh daya serap terhadap kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan 0,37 2,98** Terima H5 Pengaruh konversi pengetahuan terhadap kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan 0,34 3,18** Terima H6 keputusan Pengaruh konversi pengetahuan terhadap inovasi -0,25-1,70 Tolak H7 Pengaruh kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan terhadap inovasi 0,51 3,47** Terima H8 Keterangan: * : nyata pada P< 0,05; ** : sangat nyata pada P< 0,01 pengetahuan terhadap daya serap, konversi pengetahuan, kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan serta inovasi dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan model struktural (Gambar 4) diketahui bahwa ada dua peubah laten yang mempengaruhi model penciptaan pengetahuan, yaitu aset pengetahuan (0,99) dan daya serap (0,15). Temuan ini menguatkan pendapat Nonaka et al. (2000) yang menyatakan bahwa kepemilikan aset pengetahuan sangat menentukan keberhasilan konversi pengetahuan pada suatu entitas bisnis dalam hal kecepatan proses dan biaya atas proses konversi pengetahuan tersebut. Kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga peubah laten, yaitu akuisisi pengetahuan (0,34), daya serap (0,37) dan konversi pengetahuan (0,34). Akuisisi pengetahuan dan konversi pengetahuan mempengaruhi KPMPK yang sama besar, yaitu 34%, tetapi konversi pengetahuan mempunyai taraf nyata yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan pada koperasi susu dipengaruhi oleh akuisisi dan konversi dengan sama besar. Hal ini sejalan dengan penelitian Soo et al. (2002b) yang menyimpulkan bahwa efektivitas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan tergantung kepada efektivitas pemanfaatan sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan organisasi adalah akuisisi (Soo et al., 2002a) dan konversi pengetahuan (Nonaka et al., 2000; Irsan, 2005; Muthusamy & Palanisamy, 2006). Berdasarkan model struktural yang telah dibentuk, terdapat dua peubah laten yang mempengaruhi inovasi, yaitu konversi pengetahuan (-0,25) dan kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (0,51). Inovasi yang terjadi pada koperasi susu yang diteliti berhubungan erat dengan kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Soo et al. (2000b), yang menyatakan bahwa proses pemecahan masalah yang efektif merupakan sumber pengetahuan yang efektif bagi organisasi. Hasil ini mendukung pernyataan Hubeis (2005), bahwa inovasi merupakan sikap termotivasi untuk memecahkan masalah yang didukung oleh kemampuan berpikir kreatif. Proses konversi pengetahuan di sisi lain, tidak 222 Edisi Desember 2008

SUKMAWATI ET AL. Media Peternakan menunjukkan adanya hubungan dengan inovasi yang terjadi. Hal ini dapat dipahami karena memang belum ada produk inovatif yang dihasilkan, maupun inovasi administrasi yang diterapkan. Temuan Allaire & Wolf (2004) menyatakan bahwa keberhasilan inovasi di bidang agrofood tergantung proses konversi pengetahuan yang dilakukan berbagai pihak, antara lain sektor publik, swasta dan moda kolektif dari pertukaran pengetahuan. KESIMPULAN Keberadaan aset pengetahuan yang paling berpengaruh tampak pada pengetahuan konseptual, sedangkan terjadinya akuisisi pengetahuan tercermin adanya kegiatan kolaborasi formal. Daya serap koperasi susu terhadap hasil akuisisi pengetahuan lebih dipengaruhi oleh daya serap organisasi. Indikator terkuat adanya konversi pengetahuan pada koperasi susu adalah proses eksternalisasi, sedangkan faktor paling berpengaruh dalam kegiatan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan adalah konsensus. Inovasi pada koperasi susu lebih dicirikan adanya inovasi produk. Inovasi yang terjadi pada koperasi susu berhubungan erat dengan kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, sedangkan konversi pengetahuan tidak terbukti berpengaruh terhadap inovasi. Keberhasilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan pada koperasi susu dipengaruhi oleh akuisisi dan konversi dengan sama besarnya. Konversi pengetahuan yang terjadi terbukti sangat dipengaruhi oleh kepemilikan aset pengetahuan. DAFTAR PUSTAKA Allaire, G. & S. A. Wolf. 2004. Cognitif representations and insitutional hybridity in agrofood innovation. Science, Technology & Human Values 29: 431-458. Chou, S. W. & M. Y. He. 2004. Knowledge management: the distinctive roles of knowledge assets in fasilitating knowledge creation. Journal of Information Science 30: 146-164. Cohen, W. M. & D. A. Levinthal. 1990. Absorptive capacity: a new perspective on learning and innovation. Administrative Science Quarterly 35: 128-152. Delgado, C., M. Rosegrant, H. Steinfeld, S. Ehui & C. Courbois. 1999. Livestock to 2020; the next food revolution. Discussion Paper 28. International Food Policy Research Institute, Washington D.C. Ginsberg, A. 1994. Minding the Competition: From Mapping to Mastery. Strategic Management Journal 15: 153-174. Hair, Jr, J. F., R. E. Anderson, R. L. Tatham & W. C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis. 5 th Ed. Prentice-Hall International, Inc., New Jersey. Hubeis, M. 2005. Manajemen Kreativitas dan Inovasi dalam Bisnis. PT. Hecca Mitra Utama, Jakarta. Indarti, N. & M. van Geenhuizen. 2005. Knowledge as a critical resource in innovation among small furniture companies in Indonesia. An exploration. Gadjah Mada International Journal of Business 7: 371-390. Indocommercial No. 364. 2005. Perkembangan ekonomi 2005. PT. Capricorn Indonesia Consult Inc., Jakarta. Irsan, I. 2005. Dimensi-dimensi enablers pengetahuan yang mempengaruhi persepsi pegawai terhadap pengetahuan perusahaan di kelompok Kalbe. Disertasi. Depatermen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia, Depok. Kaplan, S., A. Schenkel, G. Von Krogh & C. Weber. 2001. Knowledge-based theories of the firm in strategic management: A review and extension. MIT Sloan Working Paper 4216-01. http://www.mit.edu/people.skaplan/ kbv-0303.pdf [20 Juni 2006]. GKSI. 2005. Laporan Tahunan. Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Jakarta. Mowery, D. C. & J. E. Oxley. 1996. Strategic alliances and interfirm knowledge transfer. Strategic Management Journal 17: 77-91. Muthusamy, S. K. & R. Palanisamy. 2006. Leveraging cognition for competitive advantage: a knowledge-based strategy process. Journal of Information & Knowledge Management 3: 258-272. Nasution, M. 2000. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan untuk Agroindustri. IPB Press, Bogor. Nasution, H. N. 2005. Inovasi organisasi: konsep dan pengukurannya. Usahawan 34: 42-48. Nonaka, I. & H. Takeuchi. 1995. The knowledge Creating Company; How Japanese Edisi Desember 2008 223

Vol. 31 No. 3 PEMBENTUKAN MODEL Companies Create the Dynamics of Innovation. Oxford University Press, Oxford. Nonaka, I., R. Toyama & A. Nagata. 2000. A firm as a knowledge-creating entity: A new perspective on the theory of the firm. Industrial dan Corporate Change 9: 1-20. Probst, G., S. Raub & K. Romhardt. 2000. Managing Knowledge: Building Blocks for Success. John Wiley & Sons, Ltd., West Sussex. Rogers, M. 1998. The definition and measurement of innovation. Melbourne Institute. Working Paper no. 10/98. http://www.econ.unimbelb. edu.au/iaesrwww/home.html [20 Juni 2006] Schulze, A. & M. Hoegl. 2006. Knowledge creation in new product development project. Journal of Management 32: 210-236. Sellani, R. J. 1994. Organizational lag and its effects on financial performance, production and inventory. Management Journal. Alexandria: Third Quarter 35: 77-81. Sharma, S. 1996. Applied Multivariate Techniques. John Wiley & Sons, New York. Singarimbun, M. & S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Cetakan Kedua. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta. Soo, C. W., D. F. Midgley & T. Devinney. 2002a. The process of knowledge creation in organization. The INSEAD Working Paper. http://knowledge.insead.edu/article. cfm?id=444&uncat=11 [ 20 Juni 2006] Soo, C. W., D. F. Midgley & T. Devinney. 2002b. The process of knowledge creation in organization: Exploring firm and context specific effects. The INSEAD Working Paper. http://knowledge.insead.edu/article. cfm?id=444&uncat=11. [ 20 Juni 2006] Szulanski, G. 1996. Exploring internal stickness: Impediments to the transfer of best practices within the firm. Strategic Management Journal. 17: 27-43. Tuomi, I. 1999. Corporate knowledge; Theory and Practice of intelligent Organizations. Metaxis, Helsinki. Von Krogh, G., K. Ichijo & I. Nonaka. 2000. Enabling Knowledge Creation; How to Unlock Mystery of Tacit knowledge and Release the Power of Innovation. Oxford Univesity Press, New York. 224 Edisi Desember 2008