BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
Selain metode deskriptif, penelitian ini juga menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS KONTRASTIF PERUBAHAN FONEM PADA PROSES REDUPLIKASI DALAM BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA: KAJIAN MORFOFONEMIK

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

Fonologi Dan Morfologi

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA. Muh. Faisal

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.

BAB II LANDASAN TEORI. Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

ANIS SILVIA

AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MORFOLOGI DR 412

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran.

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya secara sistematis. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

TATARAN LINGUISTIK (2) MORFOLOGI

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

BAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS. jadian. Dalam proses tersebut, ada empat komponen yang terlibat, yaitu (i) masukan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Fonologi DR 411. Dr. Yayat Sudaryat, M.Hum. Hernawan, S.Pd., M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi,

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KAJIAN MORFOSEMANTIK PADA ISTILAH-ISTILAH PERTUKANGAN KAYU DI DESA LEBAK KECAMATAN PAKIS AJI KABUPATEN JEPARA. Skripsi

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah

INTERFERENSI MORFOLOGI BAHASA OGAN DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA MURID SEKOLAH DASAR. Oleh: Dewi Sri Rezki Cucu Sutarsyah Nurlaksana Eko Rusminto

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

DAFTAR LAMBANG. 1. Tanda tambah (+) : menyatakan dengan. 2. Tanda kurung siku ([...]) : menyatakan unsur fonetis

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

AFIKSASI BAHASA JAWA-BANTEN PADA LAGU DAERAH BANTEN SEBAGAI PESONA IDENTITAS LOKAL. Sundawati Tisnasari 1 Agustia Afriyani 2

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

PROSES MORFONOLOGIS PREFIKS DALAM BAHASA WOLIO (KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF) La Ino

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dipaparkan landasan-landasan teori yang telah ada dan menjadi pijakan dalam pelaksanaan penelitian ini.

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau

PROSES MORFOFONEMIK KATA BERAFIKS DALAM RUBRIK PERCIKAN MAJALAH GADIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditemukan hasil yang sesuai dengan judul penelitian dan tinjauan pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya

Kata Kunci: prokem, masyarakat Desa Giri, sosiolinguistik.

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah Analisis Kebutuhan Analisis Masalah

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

PROSES FONOLOGIS BAHASA JAWA : KAJIAN TEORI OPTIMALITAS. Oleh Drs. Agus Subiyanto, M.A Fakultas Sastra Universitas Diponegoro

ANALISIS AFIKSASI BAHASA MELAYU SUB DIALEK MANTANG BESAR KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN ARTIKEL E-JOURNAL

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,

PROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA INDONESIA. (Analisis Bahasa Karya Samsuri) Oleh: Tatang Suparman

PADANAN VERBA DEADJEKTIVAL BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA DALAM NOVEL PUSPA RINONCE DAN LAYANG SRI JUWITA SKRIPSI

Analisis Morfofonemik Cerita Bersambung Pedhalangan Aswatama Anglandhak dalam Majalah Djaka Lodang Tahun 2012 Karya Mulyantara

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dianalisis pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa persamaan dan perbedaan perubahan fonem yang terjadi pada proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi dalam bahasa Jepang-Indonesia adalah sebagai berikut. Dalam hal ini penulis menggunakan istilah BJ (bahasa Jepang) dan BI (bahasa Indonesia). 1. Perbandingan Perubahan Fonem pada Proses Afiksasi Bahasa Jepang- Indonesia. a. Prefiks /me/ dan /o/ BJ dan prefik /me-/ dan /ber-/ BI diikuti oleh fonem vokal. Persamaannya adalah prefiks /me/ bahasa Jepang dan prefiks /me-/ bahasa Indonesia, keduanya mengalami penambahan fonem ketika diikuti oleh kata yang diawali dengan huruf vokal. Secara fonetis, bunyi /me/ dalam bahasa Jepang merupakan yuusei ryoushin bion bunyi konsonan nasal bilabial yang bersuara. Sedangkan bunyi vokal dalam bahasa Jepang merupakan bunyi yang tidak hanya ditentukan oleh posisi lidah, tetapi juga ditentukan dengan bulat-tidaknya bentuk bibir ketika mengucapkan bunyi tersebut. Jika bunyi /me/ diikuti bunyi vokal, kemudian diucapkan, maka kombinasi bunyi tidak enak didengar. Oleh karena itu, ditambahkanlah bunyi frikatif /su/ diantara bunyi /me/ dan bunyi vokal, menjadi /mesu/. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi jika bunyi /me/ diikuti oleh kata /ushi/. Bunyi /me/ tidak akan mengalami penambahan fonem /su/, karena bunyi /mesu/ merupakan suku kata yang mengandung bunyi /u/. Selain itu, untuk membedakan bunyi vokal panjang (choo on) dan bunyi vokal pendek (tan on), penambahan Rama ulun sundasewu, 2015 Analisis konstrastif perubahan fonem pada proses afikasi,reduflikasi,dan komposisi dalam bahasa jepang dan bahasa indonesia kajian morfofonemik Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

147 bunyi /su/ pada bunyi /me/ tidak digunakan. Sedangkan bumyi /me/ dalam bahasa Indonesia terbentuk dari konsonan /m/ yang merupakan bunyi konsonan sengau dwibibir dan vokal /e/ yang merupakan bunyi vokal madya/tengah, diucapkan [mə]. Jika bunyi /me/ digabungkan dengan bunyi vokal, maka akan mengalami penambahan fonem /ng/ yang merupakan bunyi sengau [ŋ], menjadi /meng-/. Penambahan fonem ini terjadi karena kehomorganan artikulasinya atau penyesuaian bentuk alomorf-alomorf yang bersangkutan secara fonemis. Secara fonetik bunyi [ŋ] merupakan bunyi sengau, hal ini dapat menjadikan kombinasi bunyi [mə] dengan kata yang diawali huruf vokal enak didengar. Perbedaanya adalah sebagai berikut. 1. Secara keseluruhan prefiks /me/ dan prefiks /o/ dalam bahasa Jepang hanya bisa digabungkan dengan kata benda saja, sedangkan prefiks /me-/ dan prefiks /ber-/dalam bahasa Indonesia dapat digabungkan dengan kata benda dan kata kerja. 2. Secara keseluruhan penggabungan prefiks /me/ dan /o/ dalam bahasa Jepang dengan kata benda, tidak mengubah kelas kata pada kata benda tersebut, sedangkan penggabungan prefiks /me-/ dan /ber-/ dalam bahasa Indonesia dengan kata benda, mengubah kelas kata pada kata benda tersebut. akan tetapi jika digabungkan dengan kata kerja, tidak akan mengubah kelas kata, tetap menjadi kata kerja. 3. Berbeda dengan prefiks /me/ dan /o/ bahasa Jepang dan prefiks /me/ bahasa Indonesia yang mengalami penambahan fonem, prefiks /ber-/ tidak mengalami penambahan fonem maupun perubahan fonem, yang artinya tidak mengalami proses morfofonemik. Kecuali jika digabungkan dengan kata /ajar/, maka akan berubah menjadi /bel-/. Selain itu, prefiks /ber-/ mengalami perubahan bentuk, jika diikuti oleh kata dasar yang diawali fonem /r/, diikuti oleh kata dasar yang suku pertamanya berakhiran /er/, dan diikuti oleh kata dasar tertentu, yaitu /ajar/, diluar itu prefiks /ber-/ tidak berubah bentuk. Secara fonetis, bunyi [ dʒ] pada kata

148 /ajar/ merupakan konsonan gesek pasca-rongga-gigi bersuara. Jika diucapkan tanpa mengalami perubahan, menjadi /berajar/ kombinasi bunyi terdengar aneh. Sehingga prefiks /ber-/ apabila digabungkan dengan kata /ajar/ berubah menjadi /bel-/. b. Prefiks /me/ dan /o/ BJ vs prefik /me-/ dan /ber-/ BI diikuti oleh fonem konsonan. 1. Persamaannya adalah prefiks /me/ bahasa Jepang dan prefiks /me-/ bahasa Indonesia, jika digabungkan dengan kata yang diawali konsonan /k/, /s/, /t/, maka konsonan tersebut akan mengalami perubahan fonem. 2. Prefiks /me/ bahasa Jepang mengalami penambahan fonem /su/, ketika diikuti oleh nomina yang diawali konsonan /n/, /h/, /r/, dan /m/. Dan juga mengalami penambahan fonem /n/ ketika diikuti oleh kata /tori/. Sedangkan prefiks /me-/ bahasa Indonesia mengalami penambahan fonem /ng/ ketika digabungkan dengan kata yang diawali konsonan /h/. Perbedaannya adalah sebagai berikut. 1. Secara keseluruhan prefiks /me/ dan prefiks /o/ dalam bahasa Jepang hanya bisa digabungkan dengan kata benda saja, sedangkan prefiks /me-/ dan prefiks /ber-/dalam bahasa Indonesia dapat digabungkan dengan kata benda dan kata kerja. 2. Secara keseluruhan penggabungan prefiks /me/ dan /o/ dalam bahasa Jepang dengan kata benda, tidak mengubah kelas kata pada kata benda tersebut, sedangkan penggabungan prefiks /me-/ dan /ber-/ dalam bahasa Indonesia dengan kata benda, mengubah kelas kata pada kata benda tersebut. akan tetapi jika digabungkan dengan kata kerja, tidak akan mengubah kelas kata, tetap menjadi kata kerja. 3. Prefiks /o/ bahasa Jepang mengalami penambahan fonem /su/, ketika diikuti oleh nomina yang diawali konsonan /n/, dan /r/. Dan juga mengalami penambahan fonem /n/ ketika diikuti oleh kata /tori/. Sedangkan prefiks /ber-/ bahasa Indonesia tidak mengalami penambahan

149 fonem. Akan tetapi mengalami pelesapan fonem /r/, jika diikuti oleh kata yang diawali konsonan /r/ dan jika suku kata pertama berupa huruf /r/. 2. Perbandingan Perubahan Fonem pada Proses Reduplikasi Bahasa Jepang-Indonesia. a. Reduplikasi BJ dan BI yang mengandung fonem vokal. Reduplikasi vokal dari BJ dan BI hampir tidak memiliki persamaan. Akan tetapi memiliki perbedaan sebagai berikut. 1. Secara keseluruhan tidak semua nomina, verba, adjektiva, dan adverbia dalam bahasa Jepang dapat diulang, sedangakan dalam bahasa Indonesia dapat diulang dan menyatakan jamak. 2. Reduplikasi kata yang memiliki fonem vokal pada bahasa Jepang tidak mengalami perubahan fonem, sedangkan dalam bahasa Indonesia reduplikasi kata yang memiliki fonem vokal mengalami perubahan fonem, seperti berikut a/ /i/, /a/ /e/, /a/ /u/, /i/ /a/, /u/ /a/, /o/ /a/, hanya vokal /e/ yang tidak mengalami perubahan fonem. Perubahan fonem vokal tersebut terikat secara struktural dan semantis pada bentuk dasarnya. 3. Dalam bahasa Jepang reduplikasi yang diawali fonem vokal tidak mengalami perubahan fonem, sedangkan dalam bahasa Indonesia perubahan fonem terjadi pada fonem di awal, tengah, dan akhir. b. Reduplikasi BJ dan BI yang mengandung fonem konsonan. Persamaannya adalah sebagai berikut. 1. Perubahan fonem konsonan /k/, /s/, dan /h/ pada bahasa Jepang-Indonesia secara fonetis sama, berubah menjadi konsonan plosif (letup). Perubahan fonem konsonan /k/, /s/, dan /h/ pada BJ disebabkan morfem tidak memiliki bunyi hambat bersuara di bagian tengah. Begitu juga dengan perubahan fonem konsonan /k/, /s/, dan /h/ pada BI, perubahan fonem

150 konsonan tersebut terikat secara struktural dan semantis pada bentuk dasarnya. 2. Konsonan /n/ dan /m/ pada bahasa Jepang-Indonesia, tidak mengalami perubahan fonem. 3. Perubahan fonem terjadi di fonem awal dari kata kedua. Perbedaannya adalah konsonan /r/ pada bahasa Jepang tidak mengalami perubahan fonem, sedangkan fonem /r/ pada bahasa Indonesia mengalami perubahan fonem. 3. Perbandingan Komposisi bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. a. Komposisi BJ dan BI yang mengandung fonem vokal. Persamaannya adalah komposisi bahasa Jepang-Indonesia secara keseluruhan terbentuk dari beberapa gabungan kelas kata, seperti gabungan antara nomina, verba, dan adjektiva. Perbedaannya adalah sebagai berikut. 1. Komposisi vokal bahasa Jepang mengalami perubahan fonem pada fonem terakhir pada kata pertama, sedangkan dalam komposisi vokal bahasa Indonesia tidak mengalami perubahan fonem. 2. Komposisi vokal bahasa Jepang mengalami penambahan fonem /s/ ketika digabungkan dengan kata yang diawali vokal /a/ pada kata kedua. Kata same yang berasal dari kata ame merupakan pergeseran bunyi yang terjadi atas dasar derivatif, dan selalu berada pada bagian akhir dari bentuk gabungan. Sedangkan komposisi vokal bahasa Indonesia tidak mengalami penambahan fonem.

151 b. Komposisi BJ dan BI yang mengandung fonem konsonan. Persamaannya adalah komposisi konsonan bahasa Jepang-Indonesia secara keseluruhan terbentuk dari beberapa gabungan kelas kata, seperti gabungan antara nomina, verba, dan adjektiva. Sedangkan perbedaannya adalah komposisi konsonan bahasa Jepang mengalami perubahan fonem pada fonem awal pada kata kedua, sedangkan dalam komposisi bahasa Indonesia tidak mengalami perubahan fonem. B. Rekomendasi Dari hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan mengenai persamaan dan perbedaan perubahan fonem yang terjadi pada proses morfologi seperti pada afiksasi (prefiks), reduplikasi, dan komposisi dalam bahasa Jepang-Indonesia. Penulis beranggapan bahwa penelitian ini memiliki banyak kekurangan dan perlu ditindaklanjuti. Penulis berharap agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perubahan-perubahan fonem lainnya, seperti yang terjadi pada proses infiks, sufiks bahasa Jepang-Indonesia. Berikut adalah kekurangan dalam penelitian ini dan dapat menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya. 1. Penelitian ini tidak membahas tentang perubahan fonem yang terjadi pada proses infiks, sufiks, dan konfiks. Selain itu tidak semua fonem pada bahasa Indonesia dibahas dalam penelitian ini. 2. Penelitian ini hanya membahas satu bidang morfofonemik, yaitu perubahan fonem saja. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti bidang morfofonemik lainnya seperti pergesaran fonem, pelesapan fonem, dan lain sebagainya. 3. Menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mengkaji lebih dalam lagi pengontrasan perubahan-perubahan fonem yang terjadi selain pada proses morfologi lainnya. 4. Disarankan untuk penelitian selanjutnya, agar dapat menemukan perubahan fonem yang terjadi pada prosese morfologi lainnya.