BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya Dari hasil penelusuran di perpustakaan Universitas Negeri Gorontalo dan Fakultas Sastra dan Budaya ditemukan satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian tersebut di teliti oleh Aryatin (2005) dengan judul skripsi Deskripsi Transposisi Bahasa Tolaki. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian transposisi bahasa tolaki meliputi; nomina ke verba, verba ke nomina, numeralia ke verba dan adjektiva ke verba. Sufiks; nomina ke verba. Konfiks; adjektiva ke nomina, verba ke nomina, numeralia ke verba dan adjektiva ke verba. Sedangkan proses morfofolonogi terjadi akibat bertemunya fonem awal /t/, /k/, /p/ dan /?/ dengan morfem mo-, me-,po-,pa-,-i,- ito,ka-/-a,po-/-a dan poko-/-i. Sedangkan penambahan fonem /?/ pada morfem i, -ito, ka-/-a, po-/-a, dan poko-/-i terjadi pada bentuk dasar yang berawal fonem vokal /a, i, u, e. o,/. Data diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan. Berdasarkan hasil kajian yang relevan di atas, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan dan kesamaan dengan penelitian yang dilakukan. Persamaannya, mendeskripsikan tentang proses transposisi dilihat dari sistem afiksasi (prefiks, sufiks, dan konfiks) dan metode yang digunakan dalam penelitian yakni deskriptif. Perbedaannya, penelitian di atas tidak membahas tentang proses pembentukan transposisi yang meliputi reduplikasi dan

2 pemajemukan serta, makna dari hasil transposisi tersebut. Penelitiian diatas hanya menitikberatkan pada proses morfofonologi dilihat dari sisitem afiksasi. 2.2 Verba Hakikat Verba Banyak pakar bahasa mengemukakan pendapatnya mengenai verba. Chaer (2007: 166) mengemukakan bahwa verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan. Di samping itu, menurut Kridalaksana (51: 2008) bahwa verba merupakan kata yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak, tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih, atau agak. Selain itu, verba juga dapat dicirikan oleh perluasan kata tersebut dengan rumus verba + dengan kata sifat. Misalnya, bernyanyi dengan lembut. Kata bernyanyi merupakan verba. Selanjutnya, Pateda (2009: 126) menjelaskan bahwa secara morfologis, semua kata yang mengandung afiks me-, ber-, -kan, di-, i-, dicalonkannya sebagai verba dan secara sintaksis, semua calon kata yang dapat diperluas dengan kata dengan + kata sifat, dicalonkannya sebagai verba. Di samping itu, Mees (dalam Putrayasa 2008: 96-97) mengemukakan pengertian verba dibedakan menjadi dua golongan, yakni: (1) verba yang membutuhkan objek agar artinya menjadi sempurna (verba transitif). Misalnya, Saya menulis surat dan (2) verba yang sudah sempurna artinya, karena itu tidak dapat dibubuhi objek sebagai pelengkapnya (verba intransitif). Misalnya, Adik tidur.

3 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa verba merupakan kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan dan pada umunya verba tidak dapat bergabung dengan kata- kata yang menyatakan kesangatan Ciri-ciri Verba Setiap kata mempunyai ciri-ciri untuk membedakannya dengan kata lain, sehingga dengan mudah dapat diindetifikasi. Beberapa pakar bahasa mengemukakan ciri-ciri verba. Alwi (dalam Putrayasa, 2008: 71) mengemukakan bahwa verba merupakan kata yang menyatakan tindakan. Ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati: (1) perilaku semantis, (2) perilaku sintakis, dan (3) bentuk morfologinya. Selanjutnya Keraf (dalam Putrayasa: 2008: 87) mengemukakan bahwa untuk menentukan apakah suatu kata termasuk verba atau tidak, dapat digunakan dua prosedur yaitu (1) melihat dari segi bentuk, sebagai prosedur pencalonan, (2) melihat dari segi kelompok kata (frasa), sebagai prosedur penentuan. Kemudian Kridalaksana (2008: 51) mengatakan bahwa secara sintaksis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba dari perilakunya dalam satuan yang lebih besar jadi sebuah kata dapat dikatakan berkategori verba hanya dalam perilakunya dalam frase, yakni dapat bergabung dengan partikel tidak, tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih, atau agak. Selain itu, verba juga dapat bercirikan oleh perluasan kata tersebut dengan rumus verba+ kata sifat, misalnya berlari dengan cepat, membaca dengan nyaring, Kata berlari dan membaca merupakan verba.

4 Berdasarkan ciri-ciri verba yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan ciri-ciri verba sebagai berikut. 1) Segala macam verba yang dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + kata sifat. 2) Verba mengandung makna yang menyatakan tindakan atau perbuatan (aksi) 3) Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat dalam kalimat meskipun dapat juga mempunyai fungsi lain. 4) Verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan. Tidak ada bentuk seperti agak belajar, sangat pergi dan bekerja sekali Bentuk-bentuk Verba Beberapa pakar menjelaskan tentang bentuk- bentuk verba. Kridaklasana (2008: 51) membedakan verba sebagai berikut; (1) verba dasar bebas yaitu verba yang berupa morfem dasar bebas. Contoh: duduk, makan, mandi, minum, pergi, pulang, tidur dan (2) verba turunan yaitu verba yang sudah mengalami afiksasi, reduplikasi, proses gabungan dan pemajemukan. Sedangkan Chaer (dalam Pateda 2004: 16) mengemukakan secara morfologis, bentuk verba ada dua jenis yaitu; (1) verba dasar adalah verba yang belum mendapat imbuhan, dan (2) verba bentukan adalah verba yang sudah mendapat imbuhan. Hal yang sama dikemukakan oleh Alwi (dalam Putrayasa, 2008: 74) bahwa verba dibentuk menjadi dua macam yaitu (1) verbal asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, (2) verba turunan, yaitu

5 verba yang harus atau dapat memakai afiks, bergantung pada tingkat keformalan bahasa atau pada posisi sintaksisnya. Berdasarkan pendapat para pakar yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk verba terdiri atas verba dasar dan verba turunan. Verba turunan sebagai berikut: 1. Verba berafiks: ajari, bernyayi, bertaburan, bersentuhan, ditulis, jahitkan, kematian, melahirkan 2. Verba berduplikasi: bangun-bangun, ingat-ingat, makan-makan, marahmarah, senyum-senyum 3. Verba berproses gabung: bernyayi-nyanyi, tersenyum-senyum 4. Verba majemuk: cuci mata, campur tangan, unjuk gigi Subkategorisasi Verba Dilihat dari subkateorisasinya verba terdiri dari bebebrapa bagian. Kridalaksana (2008: 52) membagi subkategorisasi verba sebagai berikut: 1) Dilihat dari banyaknya nomina yang mendapinginya dapat dibedakan: (1) Verba Intransitif, yaitu verba yang menghindarkan objek atau verba yang tidak membutuhkan objek. Contoh: bangun, tidur, jatuh, minum, mandi, terbang, mogok. (2) Verba Transitif yaitu verba yang bisa mempunyai atau harus mendampingi objek. Contoh: - Saya menulis surat - Ibu memberi adik kue

6 2) Dilihat dari hubungan verba dengan nomina, dapat dibedakan: (1) Verba aktif yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai pelaku. Verba demikian biasanya berprefiks me-, ber-, atau tanpa prefiks. Contoh: - Ia mengapur dinding - Saya makan nasi - Rakyat mencintai pemimpinnya yang jujur (2) Verba pasif yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai penderita, sasaran, atau hasil. Verba demikian biasanya diawali dengan prefiks teryang berarti dapat di atau tidak dengan sengaja maka verba itu bermakna perfektif. Contoh: - Adik dipukul Ayah - Buku itu terinjak olehku (3) Verba anti- aktif (ergatif) yaitu verba pasif yang tidak dapat diubah menjadi verba aktif, dan subyeknya merupakan penanggap (yang merasakan, menderita, mengalami) Contoh: - Kakinya terantuk batu - Dadanya tembus oleh tombak - Amin kena pukul (4) Verba anti- pasif yaitu verba aktif yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif. Contoh: - Ia haus akan kasih sayang - Pemuda ini benci terhadap perempuan - Pak tani bertanam singkong

7 3) Dilihat dari interaksi antara nomina pendampingnya, dapat dibedakan: (1) Verba resiprokal yaitu verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dan perbuatan tersebut dilakukan dengan saling berbalasan. Kedua belah pihak terlibat perbuatan. Contoh: berkelahi, berperang, bersentuhan, berpegangan, tolongmenolong, bermaaf-maafan, bersalam-salaman, saling memberi, saling memukul, saling membenci, saling memaki, saling kehilangan, baku hantam, baku tembak. (2) Verba non- resiprokal yaitu verba yang tidak menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan. 4) Dilihat dari sudut referensi argumennya, dapat dibedakan: (1) Verba reflektif yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang sama. Verba ini mempunyai dua bentuk: Contoh: bercermin, bercukur, berdandan, berdiang, berhias, berjemur, melarikan diri, memberingkan diri. (2) Verba non- refleksif yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang berlainan. 5) Dilihat dari sudut hubungan identifikasi antara argumen-argumennya, dapat dibedakan: (1) Verba kopulatif yaitu verba yang mempunyai potensi untuk ditanggalakan tanpa mengubah konstruksi predikatif yang bersangkutan. Contoh: adalah, merupakan

8 (2) Verba ekuatif yaitu verba yang mengungkapkan ciri salah satu argumennya. Contoh: menjadi, terdiri- dari, berdasarkan, bertambah, berasaskan, berlandaskan, berjumlah. 6) Verba Telis dan Verba Atelis Konsep telis dan atelis dibicarakan bila verba berprefiks me- dapat dipertentangkan denga verba berprefiks ber-. Verba telis biasanya berprefiks me-, dan verba atelis berprefiks ber-, verba telis menyatakan bahwa perbuatan tuntas dan bersasaran, sedangkan verba atelis menyatakan bahwa perbuatan belum tuntas, atau belum selesai. Contoh: - Pak tani menanam padi Pak tani bertanam padi - Ia menukar pakaian itu Ia bertukar pakaian 7) Verba Performatif dan Verba Konstatif (1) Verba performatif yaitu verba dalam kalimat yang secara mengungkapkan pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu mengujarkan kalimat. Contoh: berjanji, menanamkan, menyebutkan, mengucapkan. (2) Verba konstatatif yaitu verba dalam kalimat yang menyatakan atau mengandung gambaran tentang suatau peristiwa. Contoh: menembaki, menulis dan lain-lain.

9 2.3 Nomina Hakikat Nomina Banyak pakar bahasa mengemukakan pendapatnya mengenai nomina. Chaer (2007: 166) mengemukakan bahwa nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan. Selanjutnya Mees (dalam Putrayasa, 2008: 95) mengemukakan nomina ialah kata yang menyebutkan nama subtansi atau perwujudan. Nomina dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu nomina yang bersifat konkret dan nomina yang bersifat abstrak. Nomina kongret adalah nomina yang berwujud atau dapat dilihat atau ditangkap oleh panca indra seperti, meja, rumah, televisi dan sebagainya. Sedangkan nomina abstrak adalah nomina yang tak berwujud yang tidak dapat dilihat atau ditangkap oleh panca indra misalnya, cinta, angin dan sebagainya. Baik nomina konkret maupun abstrak dapat berupa kata dasar atau pun kata yang diturunkan. Keraf ( dalam Putrayasa, 2008: 84) membagi kelas kata berdasarkan struktur morfologinya. Struktur morfologis adalah bidang bentuk yang memberi ciri khusus terhadap kata-kata. Bidang bentuk tersebut meliputi kesamaan morfem yang membentuk kata-kata tersebut atau juga kesamaan ciri atau sifat dalam membentuk kelompok katanya. Dengan demikian, dasar penggolongan yang sama dikenakan kepada semua kata dalam suatu bahasa. Selanjutnya Chaer (2008: 65) menjelaskan bahwa dalam kelas kata terdapat kelas kata terbuka dan kelas kata tertutup. Kelas kata terbuka adalah kelas kata yang keanggotaannya dapat bertambah atau berkurang sewaktu-watu

10 berkenaan dengan perkembangan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat penutur suatu bahasa. Kelas nomina merupakan salah satu kelas kata terbuka. Sebagai contoh, dulu pada bahasa Indonesia belum dikenal kata-kata seperti komputer, sinetron, pembenaran, tetapi sekarang kata-kata seperti itu sudah banyak digunakan. Lebih lanjut keraf menjelaskan bahwa yang pernah mendapat didikan tatabahasa secara tradisional, sebenarnya sulit untuk menentukan nomina dalam bahasa Indonesia berdasarkan bentuknya. Secara terdisional, kata-kata seperti rumah, api, air, batu digolongkan dalam nomina berdasarkan arti yang didukungnya dan arti yang dimaksud harus dicari secara filosofis (dalam Putrayasa, 2008: 84). Sehingga untuk menetukan apakah suatu kata dapat berkategori kelas nomina atau tidak, dapat menggunakan dua prosedur yaitu dari segi bentuk sebagai prosedur pencalonan dan dari segi kelompok kata ( frasa), sebagai prosedur penentuan. Dari segi bentuk, semua kata yang mengandung morfem terikat ( imbuhan) ke-an, pe-an, pe-, -an, ke-, dicalonkan sebagai kata benda yaitu perumahan, perbuatan, kecantikan, pelari, jembatan, kehendak dan sebagainya. Sedangkan, dari segi kelompok kata sebagai penentuan yakni kata-kata tersebut dapat diperluas dengan yang + kata sifat. Misalnya, kata angin, Tuhan, Malaikat. Menjadi, Tuhan yang baik, angin yang kencang, dan Malaikat yang suci. Jadi, dapat dikatakan bahwa ketiga kata tersebut merupakan nomina.

11 Kemudian, Burton dan Robert (dalam Putrayasa, 2008: 67) mengatakan bahwa nomina terdiri dari nama seseorang, tempat atau benda. Kemudian dalam /mughits- sumberilmu. blogspot. com/ 2011/12/ pengertian- nomina-dan sastra.html dituliskan bahwa nomina adalah kelas kata yang menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. nomina dapat dibagi menjadi dua yakni (1) nomina konkret untuk benda yang dapat dikenal dengan panca indera misalnya buku, serta (2) nomina abstrak untuk benda yang menyatakan hal yang hanya dapat dikenal dengan pikiran misalnya cinta. Selain itu, jenis kata ini juga dapat dikelompokkan menjadi nomina khusus atau nama diri (proper noun) dan nomina umum atau nama jenis (common noun). Nomina nama diri adalah nomina yang mewakili suatu entitas tertentu misalnya Jakarta atau Ali, sedangkan nomina umum adalah sebaliknya, menjelaskan suatu kelas entitas misalnya kota atau orang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan baik dalam bentuk yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Baik nomina kongret maupun nomina abstrak dapat berupa kata dasar atau pun kata turunan Ciri-ciri Nomina Setiap kata mempunyai ciri- ciri untuk membedakannya dengan kata lain, sehingga dengan mudah dapat diindentifikasi beberapa pakar bahasa mengemukakan ciri- ciri nomina. Alwi (dalam Putrayasa, 2008: 67) mengatakan bahwa berdasarkan segi semantis, nomina adalah kata yang mengacu pada

12 manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, katakata seperti petani, kuda, batu, dan kebangsaan termasuk nomina. Hal yang sama dikemukakan oleh Putrayasa (2008: 72) bahwa nomina dapat dilihat dari tiga segi, yakni segi semantis, segi sintaksis, dan segi bentuk. Dari segi semantis dapat dikatakan, bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dari segi sintaksisnya mempunyai ciri-ciri yakni: (a) Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap. (b) Nomina tidak dapat diingkarkan denga kata tidak. Kata pengingkarnya adalah bukan. (c) Nomina umumya dapat diikuti oleh ajektiva, baik secara langsung maupun dengan diantarai olah kata yang. Dengan demikian, buku dan rumah adalah nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau buku yang baru dan rumah yang mewah. Berdasarkan uraian di atas mengenai ciri-ciri nomina, maka dapat disimpulkan ciri-ciri nomina yakni: (1) kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian, (2) nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap dalam kalimat, (3) nomina tidak dapat dinegatifkan dengan kata tidak melainkan kata bukan, dan (4) nomina dapat diikuti oleh ajektiva.

13 2.3.3 Bentuk-bentuk Nomina Banyak pakar bahasa menjelaskan tentang bentuk- bentuk nomina. Alwi (dalam Putrayasa, 2008: 73) mengatakan bahwa dari segi bentuknya nomina terdiri dari dua macam, yakni (1) nomina yang berbentuk kata dasar (2) nomina turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan afiksasi, perulangan, atau pemajemukan. Selanjutnya Mees (dalam Putrayasa, 2008: 95) membedakan nomina menjadi dua golongkan yakni (1) nomina yang bersifat kongret (berwujud), (2) nomina yang bersifat abstrak (tak berwujud). Baik nomina kongret maupun nomina abstrak dapat berupa kata dasar atau pun kata yang diturunkan. Lebih jauh, Kridalaksana (2008: 68) membagi nomina menjadi empat yakni: (1) nomina dasar, (2) nomina turunan. Nomina turunan terbagi atas: (i) nomina berafiks, seperi keuangan, gerigi, perpaduan, (ii) nomina reduplikasi seperti, tetamu, rumah-rumah, pepatah, (iii) nomina hasil gabungan proses, seperti batu-batuan, kesinambungan, (iv) nomina yang berasal dari perbagai kelas karena proses, (3) Nomina paduan leksem seperti, daya juang, loncat indah, cetak lepas, jejak langkah, dan (4) nomina paduan leksem gabungan seperti, pengambilalihan, pendayagunaan, kejaksanaan tinggi, ketatabahasaan. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nomina terbagi menjadi dua yakni (1) nomina dasar, dan (2) nomina turunan baik itu secara afiksasi, reduplikasi, atau pemajemukan. Disamping itu, nomina dasar maupun nomina turunan dapat berupa nomina yang abstrak maupun nomina kongret.

14 2.3.4 Subkategorisasi Nomina Dilihat dari subkategorisasinya nomina terdiri dari beberapa bagian. Hal tersebut dijelaskan oleh Kridalaksana (2008: 69) menyebutkan subkategorisasi nomina sebagai berikut ini. 1. Nomina Bersenyawa dan Nomina Tak Bersenyawa 1) Nomina bersenyawa dapat dibagi menjadi: (1) Nomina Person (Insan) Nomina person terdiri atas: (1) nama diri seperti Susilo, Bambang, Suharto, (2) nomina kekerabatan seperti nenek, kakek, ibu, bapak, adik, kakak, (3) nomina yang menyatakan orang atau yang diperlakukan seperti orang, misalnya, tuan, nyonya, nona, raksasa, hantu, malaikat, (4) nama kelompok manusia seperti Jepang, Melayu, Eropa, Minangkabau, Bali (5) nomina tak bernyawa yang dipersonifikasikan seperti Inggris, DPR. (2) Flora dan Fauna Flora dan fauna yang mempunyai ciri sintaksis yaitu (1) tidak dapat disubstitusikan dengan Ia, Dia, atau Meraka dan (2) tidak dapat didahului partikel si, kecuali flora dan fauna yang dipersonifikasikan seperti si kancil, si kambing. 2) Nomina Tak Bersenyawa Nomina tak bersenyawa dapat dibagi menjadi: (1) Nama lembaga: DPR, MPR, UUD (2) Nama geografis: Bali, Jawa, Utara, Selatan, hilir, mudik, hulu (3) Waktu: senin, selasa, januari, pukul 8, sekarang, dulu, besok

15 (4) Nama bahasa: Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda, Bahasa Inggris (5) Ukuran dan takaran: kilometer, kali, pikul, goni, lusin, kodi (6) Tiruan bunyi: aum, dengung, kokok 2. Nomina Terbilang dan Nomina Tak Terbilang Nomina terbilang adalah nomina yang dapat dihitung dan dapat didampingi oleh numeralia seperti kantor, kampung, kandang, buku, wakil, sepeda, meja, kursi, pensil, orang. Nomina tak terbilang ialah nomina yang tidak dapat didampingi oleh numeralia seperti udara, kebersihan, kemanusiaan; termasuk pula nama diri dan nama geografis 3. Nomina Kolektif dan Bukan Kolektif Nomina kolektif mempunyai ciri dapat disubsititusikan dengan mereka atau dapat diperinci atas anggota atau atas bagian-bagian. Nomina kolektif terdiri atas (1) nomina dasar seperti tentara, puak, keluarga, dan (2) nomina turunan seperti wangi-wangian, tepung-tepungan, minuman. Nomina yang tidak diperinci atas bagiannya termasuk nomina yang bukan kolektif. Contoh nomina kolektif: asinan, cairan, hadirin, keluarga, kawanan, kelompok, tumbuh-tumbuhan, dan sebagai. 2.4 Transposisi Verba ke Nomina Hakikat Transposisi Beberapa pakar bahasa mengemukakan pendapatnya mengenai transposisi. Toorn (dalam Pateda, 2009: 144) mengemukakan transposisi adalah perubahan dari kelas kata yang satu ke kelas kata yang lain. Perubahan itu ditandai oleh adanya ciri tertentu. Misalnya kelas kata nomina dapat berubah menjadi kelas kata

16 verba dengan jalan melekatkan afiks pada nomina. Dalam bahasa Indonesia ada kata pagar sebagai nomina, jika kata pagar diberikan afiks, terjadilah kata-kata dipagari, memagari yang dapat dikategorikan sebagai verba. Putrayasa (2008: 86) mengemukakan bahwa suatu kata dapat diubah atau dipindahkan ke jenis kata lain. Perubahan tersebut dapat terjadi antara lain karena penambahan imbuhan-imbuhan atau partikel. Kata lari merupakan verba, tetapi dengan menambah prefiks pe-, kita dapat memindahkan jenis katanya menjadi nomina, yaitu pelari. Sebaliknya, terdapat nomina yang dapat ditransposisikan menjadi verba misalnya, kopi menjadi mengopi, lubang menjadi melubangkan dan sebagainya. Lebih lanjut, Pateda (1995: 71) menjelaskan bahwa proses pembentukan kata dilaksanakan dengan jalan: (1) afiksasi, (2) reduplikasi, (3) pemajemukan. Proses afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada bentuk dasar, baik dalam membentuk verba turunan, nomina turunan, maupun kategori turunan lainnya. Dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang secara tradisional diklasifikasikan atas: (1) prefiks, (2) infiks, (3) sufiks, dan (4) konfiks. Reduplikasi adalah kata yang mengalami perulangan baik perulangan penuh, perulangan sebagian, atau perulangan karena perulangan bunyi. Sedangkan pemajemukan adalah suatu proses pembentukan kata-kata baru dengan menggabungkan dua kata atau lebih dengan atau tanpa afiks. Di samping itu juga, Pateda (1995: 72) menyebutkan tiga ciri yang membedakan kata majemuk dari frasa dalam proses pemajemukan. Ciri itu ialah (1) ketaktersisipan, artinya di antara komponen-komponennya tidak dapat disisipi

17 bentuk apa pun, (2) ketakterluasan, maksudnya masing-masing unsur tak dapat dimodifikasi, kecuali seluruh unsur harus dimodifikasi, (3) ketakterbalikan, maksudnya unsur-unsurnya tak dapat dipertukarkan Verba yang Bertransposisi ke Nomina Berbicara mengenai transposisi, Putrayasa (2008: 86) mengemukakan bahwa suatu kata dapat diubah atau dipindahkan ke jenis kata lain. Perubahan tersebut dapat terjadi antara lain karena penambahan imbuhan-imbuhan atau partikel. Telah dijelaskan bahwa proses pembentukan kata dapat dilakukan melalui afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan (Pateda 1995: 71). Berikut ini beberapa contoh verba yang bertransposisi ke nomina. Verba Nomina curi mandi makan tumbuh sakit Pencuri curian permandian kamar mandi makanan meja makan tumbuh- tumbuhan rumah sakit dan sebagainya Dengan melihat contoh di atas dapat disimpulkan bahwa transposisi verba ke nomina terjadi jika bentuk dasar dapat dilekati afiks, melalui pemajemukan dan reduplikasi. Afiksasi yakni dengan cara prefiksasi, sufiksasi, dan infiksasi. Di samping itu, pemajemukan yakni suatu proses pembentukan

18 kata- kata baru dengan menggabungkan dua kata atau lebih dengan atau tanpa afiks. Sedangkan reduplikasi adalah kata yang mengalami perulangan baik perulangan penuh, perulangan sebagian, atau perulangan karena perulangan bunyi Proses Pembentukan Transposisi Verba ke Nomina Proses pembentukan kata menurut Pateda (1995: 71) dapat dilaksanakan dengan jalan: (1) melekatkan awalan, (2) melekatkan sisipan, (3) melekatkan akhiran, (4) melekatkan gabungan, (5) melekatkan kombinasi, (6) melekatkan klitik maka, hasil pembentukan kata yang tentu saja tetap menghasilkan kata akan berwujud (1) kata, (2) kata berimbuhan, (3) kata ulang, (4) kata majemuk, dan (5) akronim. Hal yang sama dikemukakan oleh Yasin (1988: 50) bahwa proses pembentukan kata ada tiga macam yakni afiksasi (pembubuhan afiks), reduplikasi (bentuk ulang) dan pemajemukan. Proses pembentukan kata melalui afiksasi dilakukan dengan cara memberikan imbuhan baik berupa awalan, sisipan, atau akhiran pada morfem. Reduplikasi dilakukan dengan melalui peristiwa pengulangan bentuk yang menghasilkan yang menghasilkan bentuk ulang. Sedangkan pemajemukan dilakukan dengan menggabungkan kata dengan kata menghasilkan bentuk- bentuk majemuk atau kata majemuk. Pendapat diatas sejalan dengan pendapat Chaer (2008: 3) bahwa proses pembentukan kata terjadi melalui proses afiksasi, duplikasi ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui proses duplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan pembentukan kata melalui proses komposisi.

19 Di samping itu, Putrayasa (2008: 88) mengemukakan bahwa jenis kata kerja dapat dipindahkan menjadi jenis kata lain dengan pertolongan morfemmorfem terikat, misalnya menyanyi menjadi penyanyi, nyayian dan mendengar menjadi pendengar, pendengaran. Proses berubahan tersebut dalam proses pembentukan kata dikenal dengan morfofonemik. Morfofonemik adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, reduplikasi maupun pemajemukan (Chaer, 2008: 56). Lebih lanjut, Chaer (2008: 56) menjelaskan bahwa dalam proses morfofonemik dikenal adanya proses nasalisasi. Kaidah penasalan untuk verba berprefiks me- (dengan nomina pe- dan nomina pe-an) yang diturunkannya adalah sebagai berikut: (1) Nasal tidak akan muncul bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /l, r, w, y, m, n, ny, atau ng/. Contoh, meloncat menjdi peloncat, peloncatan. Merawat menjadi perawat, perawatan. Menyanyi, menjadi penyanyi. (2) Akan muncul nasal /m/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /b,p, dan f/. Contoh, membina menjdi pembina, pembinaan. Memilih menjadi pemilih, pemilihan. (3) Akan muncul nasal /n/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /d, dan t/. Contoh, mendengar menjadi pendengaran, pendengaran. Mendapat menjadi pendapat, pendapatan.

20 (4) Akan muncul nasal /ny/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /s, c, dan j/. Contoh, menyambut menjadi penyambut, penyambutan. Menyakiti menjadi penyakit, penyakitan (5) Akan muncul nasal /ng/ bila bentuk dasarnya diawali dengan fonem /k, g, h, kh, a, l, u, e, atau o/. Contoh, megirim menjadi pengirim, pengiriman. Menggali menjadi penggali, penggalian. Mengukur menjadi pengukur, pengukuran Afiksasi Afiks adalah morfem terikat yang harus dilekatkan pada morfem yang lain untuk membentuk kata sehingga dapat difungsikan untuk berkomunikasi (Pateda, 2009: 42). Sedangkan menurut Chaer (2008: 23) afiks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi unsur pembentuk dalam proses afiksasi. Selanjutnya Badudu (1982: 66) membagi morfem menjadi dua macam yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem yang dapat berdiri sendiri disebut morfem bebas, sedangkan morfem seperti me- dan -kan disebut morfem terikat. Semua imbuhan dalam bahasa Indonesia (awalan, sisipan, akhiran) adalah morfem terikat. Dari definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa afiks merupakan morfem terikat yang tidak dapat berdiri sendiri. Imbuhan atau afiks tidak dapat berdiri sendiri, dan agar afiks tersebut dapat difungsikan maka harus dilekatkan pada kata dasar, karena afiks tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata. Yasin (1988: 52) mengemukakan bahwa afiks adalah bentuk linguistik yang keberadaannya hanya untuk melekatkan diri

21 pada bentuk-bentuk lain sehingga mampu menimbulkan makna (baru) terhadap bentuk-bentuk yang dilekatinya tadi. Bentuk-bentuk yang dilekatinya bisa terdiri atas pokok kata, kata dasar, atau bentuk kompleks, yang perlu dicatat dalam pembentukan kata kompleks dalam bahasa Indonesia adalah bahwa afiks-afiks itu membentuk satu system, sehingga kejadian kata dalam bahasa Indonesia merupakan rangkaian proses yang berkaitan (Kridalaksana, 2007: 28) Reduplikasi Ramlan (1987: 57) dan Muslich (2009: 48) mengatakan proses reduplikasi ialah pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, berkombinasi dengan pembubuhan afiks, dengan variasi fonem maupun tidak. Lebih lanjut, Ramlan (1987: 62-68) menggolongkan bentuk reduplikasi menjadi empat, reduplikasi seluruh, sebagian, berkombinasi dengan afiks dan perubahan fonem. Berikut akan dipaparkan keempat bentuk tersebut. 1. Reduplikasi Seluruh, ialah pengulangan secara menyeluruh sesuai dengan bentuk dasar. Contoh: sepeda menjadi sepeda-sepeda, buku menjadi bukubuku, kebaikan menjadi kebaikan-kebaikan. 2. Reduplikasi Sebagian, ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Contoh bentuk tunggalnya, yaitu lelaki dan tetamu yang dibentuk dari bentuk dasar laki dan tamu. Contoh bentuk kompleksnya yaitu mengambil-ngambil dari bentuk dasar mengambil, ditarik-tarik dari bentuk dasar ditarik, berkatakata dari bentuk dasar berkata, dan terbatuk-batuk dari bentuk dasar terbatuk. 3. Reduplikasi berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, ialah pengulangan bentuk dasar yang dilekatkan pada afiks. Misalnya reduplikasi

22 yang dilekatkan pada afiks an, ke-an, dan se-nya. Contoh: kereta-keretaan, kekuning-kuningan, dan selincah-lincahnya. 4. Reduplikasi dengan perubahan fonem, ialah pengulangan yang diikuti dengan perubahan fonem atau bunyi. Reduplikasi perubahan fonem terbagi dua, yaitu perubahan fonem vokal dan konsonan. Reduplikasi dengan perubahan fonem vokal, yaitu bolak-balik dari bentuk dasar balik dan gerak-gerik dari bentuk dasar gerak. Sedangkan perubahan fonem konsonan, yaitu lauk-pauk dari bentuk dasar lauk dan sayur-mayur dari bentuk dasar sayur Pemajemukan Warsie (2012: 45) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata majemuk adalah gabungan yang memiliki makna baru, dan makna baru yang terbentuk bukan merupakan gabungan makna dari unsur-unsur pembentuknya, sedangkan menurut Harimurti (2007: ) yang dimaksud dengan perpaduan atau pemajemukan atau komposisi adalah proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Output proses itu disebut paduan leksem atau kompositum yang menjadi calon kata majemuk. Chaer (2003: 105) menjelaskan bahwa konsep kata majemuk mempunyai satu pengertian atau membentuk pengertian lain akhirnya menyeret. Kemudian, Chaer (2007: 108) memperluas lagi konsep pengertian komposisi. Komposisi adalah hasil penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Misalnya lalu

23 lintas, daya juang dan rumah sakit. Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Muslich. Muslich (2008: 57) menjelaskan yang dimaksud dengan proses pemajemukan atau komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relativ baru. Misalnya kamar tidur, keras kepala, sapu tangan Makna Bentukan Transposisi Verba ke Nomina Berbicara tentang makna dalam kajian semantik secara umum dikenal adanya makna leksikal, makna gramatikal, makna gramatikal, makna kontekstual, dan makna idiomatikal. Makna leksikal adalah makna yang secara inheren dimiliki oleh setiap bentuk dasar (morfem dasar atau akar). Gramatikal baru muncul dalam suatu proses gramatika, baik proses morfologi maupun proses sintaksis. Makna gramatikal mempunyai hubungan erat dengan komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasr yang terlibat dalam proses pembentukan kata. Misalnya, dalam proses prefiksasi ber- pada kata dasi muncul makna gramatikal memakai dasi, dan dalam proses pemajemukan (komposisi) dasar sate dengan dasar ayam muncul makna gramatikal sate yang bahan dagingnya ayam. Sedangkan dalam proses komposisi dasar sate dan dasar padang muncul makna gramatikal sate yang berasal dari Padang (Chaer, 2008:29). Dalam prose pembentukan kata menghasilkan makna pada kata tersebut. Makna tersebut antara lain makna kata berimbuhan, makna kata berulang dan makna kata majemuk. Dalam BI terdapat kata berimbuhan misalnya pemberian yang leksemya beri mendapat imbuhan ber-/-an. Kata pemberian bermakna apa yang diberikan atau benda apa yang diberikan (Pateda, 2000: 142).

24 Selanjutnya, Pateda (2000: ) mengemukakan makna kata berulang dalam BI dapat dirinci menjadi, menyatakan banyak, meskipun, menyerupai, perbuatan, pekerjaan, saling, hal- hal yang berhubungan dengan kegiatan, agak, paling, menyatakan intensitas, bermacam- macam, dan menyatakan sifat. Kemudian makna kata majemuk pada kata yang berkategori verbal dirinci, antara lain: melaksanakan kegiatan misalanya bunuh diri, dan mislanya timbul tenggelam, penyebab misalnya mabuk laut, untuk misalnya berani mati, akan misalnya gila pangkat, inrtensitas misalnya hancur lebur. Makna kata majemuk pada kata yang berkategori nomina antara lain: tempat, kepunyaan, dari, bahan, dan, tentang, mengenai, untuk, menghasilkan, dan berbentuk.

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk dapat berinteraksi dengan manusia lainnya, di samping itu bahasa dapat menjadi identitas bagi penuturnya.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini. Hasil penelitian ini akan dipertanggung jawabkan,

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN NOMINA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 3;5 TAHUN: STUDI KASUS SEORANG ANAK DI LUBUK MINTURUN PADANG

PEMEROLEHAN NOMINA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 3;5 TAHUN: STUDI KASUS SEORANG ANAK DI LUBUK MINTURUN PADANG PEMEROLEHAN NOMINA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 3;5 TAHUN: STUDI KASUS SEORANG ANAK DI LUBUK MINTURUN PADANG Elvina Rahayu 1, Agustina 2, Novia Juita 3 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Afiks dan Afiksasi Ramlan (1983 : 48) menyatakan bahwa afiks ialah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 Zuly Qurniawati, Santi Ratna Dewi S. Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Majalah merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum i BUKU AJAR Bahasa Indonesia Azwardi, S.Pd., M.Hum i ii Buku Ajar Morfologi Bahasa Indonesia Penulis: Azwardi ISBN: 978-602-72028-0-1 Editor: Azwardi Layouter Rahmad Nuthihar, S.Pd. Desain Sampul: Decky

Lebih terperinci

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis. 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013. 2. Mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, beberapa bahasa di dunia, dalam penggunaannya pasti mempunyai kata dasar dan kata yang terbentuk melalui suatu proses. Kata dasar tersebut

Lebih terperinci

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu 1. Frasa Nominal a. Pengertian frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata benda atau nomina. contoh : mahasiswa baru sepeda ini anak itu gedung sekolah b. Struktur Frasa Nomina Secara kategorial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang relevan sebelumnya berkaitan dengan interferensi leksikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang relevan sebelumnya berkaitan dengan interferensi leksikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang relevan sebelumnya berkaitan dengan interferensi leksikal bahasa Melayu Saluan terhadap penggunaan bahasa Indonesia lisan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri,

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Idiom Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, khusus atau pribadi. Menurut Keraf (2005:109) Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA INTISARI

PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA INTISARI PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA Pangastryan Wisesa Pramudiah *), Drs. Ary Setyadi, M. S., Riris Tiani, S.S., M.Hum. Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Lebih terperinci

Nama Binatang Sebagai Komponen Pembentuk Kompositum. Oleh Shaila Yulisar Balafif. Abstrak

Nama Binatang Sebagai Komponen Pembentuk Kompositum. Oleh Shaila Yulisar Balafif. Abstrak 1 Nama Binatang Sebagai Komponen Pem Kompositum Oleh Shaila Yulisar Balafif Abstrak Penelitian ini berjudul Nama Binatang sebagai Komponen Pem Kompositum: Kajian Morfologi dan Semantik. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar Penggunaan afiks dalam ragam informal, terutama dalam situs Friendster, menarik untuk diteliti karena belum banyak penelitian yang membahas hal tersebut.

Lebih terperinci

M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA

M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA Ragam Makna/Jenis Makna Berdasarkan jenis semantiknya Makna leksikal Makna gramatikal Berdasarkan ada tidaknya referen suatu kata Makna referensial Makna nonreferensial

Lebih terperinci

KEKELIRUAN REDUPLIKASI BAHASA INDONESIA oleh Suci Sundusiah, S.Pd.

KEKELIRUAN REDUPLIKASI BAHASA INDONESIA oleh Suci Sundusiah, S.Pd. KEKELIRUAN REDUPLIKASI BAHASA INDONESIA oleh Suci Sundusiah, S.Pd. 1. Pendahuluan Menurut proses morfologisnya, kata dihasilkan melalui proses afiksasi, reduplikasi, pemajemukan, dan perubahan zero. (Ramlan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Pemikiran Keberadaan buku teks di perguruan tinggi (PT) di Indonesia perlu terus dimutakhirkan sehingga tidak dirasakan tertinggal dari perkembangan ilmu dewasa ini.

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK

VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK Cut Poetri Keumala Sari Abstrak Skripsi ini berjudul Verba yang Berkaitan dengan Aktivitas Mulut: Kajian Morfosemantik. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Morfologi Morfologi merupakan suatu cabang linguistik yang mempelajari tentang susunan kata atau pembentukan kata. Menurut Ralibi (dalam Mulyana, 2007: 5), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI 2012 Jurnal Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

contrastive analysis

contrastive analysis contrastive analysis Broto 3 A.S Broto, Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Kedua di Sekolah Dasar, Pedekatan Linguistik Kontrastif, (Jakarta, : Bulan Bintang,1980), hal 21 center for applied linguistics

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang kita dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau luar negeri melalui media elektronik atau cetak. Setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti baik mahasiswa di luar daerah maupun yang berada di Molibagu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti baik mahasiswa di luar daerah maupun yang berada di Molibagu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kata sifat bahasa Bolango belum pernah diteliti baik mahasiswa di luar daerah maupun yang berada di Molibagu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya,

BAB II LANDASAN TEORI. Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya, 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Agar dapat membedakan penelitian Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya, maka penliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk suku Jawa di antaranya Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian wilayah Indonesia lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk

Lebih terperinci

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU Oleh: Ida Satriyani Kasran Ramsi ABSTRAK Masalah pokok dalam penelitian ini adalah apa sajakah afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu, dalam hal ini meliputi pembagian afiks

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca dalam Tabloid Mingguan Bintang Nova dan Nyata Edisi September-Oktober 2000,

Lebih terperinci

KAJIAN DAN KRITIK TEORI MORFOLOGI

KAJIAN DAN KRITIK TEORI MORFOLOGI KAJIAN DAN KRITIK TEORI MORFOLOGI (Dra. Nuny Sulistiany Idris M.Pd./FPBS UPI) 1. Proses Morfologis 1.1 Kajian Teori Bidang kajian yang berhubungan dengan analisis verba berendonim pancaindera adalah proses

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Setiap bahasa di dunia memiliki sistem kebahasaan yang berbeda. Perbedaan sistem bahasa itulah yang menyebabkan setiap bahasa memiliki ciri khas dan keunikan, baik

Lebih terperinci

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu Eighty Risa Octarini 1, I Ketut Darma Laksana 2, Ni Putu N. Widarsini 3 123 Program Studi Sastra Indonesia

Lebih terperinci

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI Dita Marisa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI thasamarisa@yahoo.co.id Abstrak Penelitian dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Concept Relations

2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Concept Relations 2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Knowledge graph adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis teks dan merepresentasikannya ke dalam bentuk graf (Zhang dan Hoede 2000). Menurut Zhang

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE

PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE Maria Septavia Dwi Rosalina, Drs. Mujid F. Amin, M.Pd., Riris Tiani, S.S., M.Hum. Program Studi Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI Problem in Preparing Sentence Morphological Class of 10 High School Students Wahidiyah Kediri Oleh: FITRIANA HARIYANTI

Lebih terperinci

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN 2010-2011 Vania Maherani Universitas Negeri Malang E-mail: maldemoi@yahoo.com Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI Disusun Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Disusun Oleh LISDA OKTAVIANTINA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari

BAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Wacana 1. Pengertian Wacana Wacana adalah paparan ide atau pikiran secara teratur, baik lisan maupun tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal.

Lebih terperinci

10 Jenis Kata Menurut Aristoteles

10 Jenis Kata Menurut Aristoteles Nomina (Kata Benda) 10 Jenis Kata Menurut Aristoteles Nomina adalah kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak. Contohnya, kata rumah adalah nomina

Lebih terperinci