BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

BAB 4 METODE PENELITIAN

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Analisis Input-Output (I-O)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Analisis Input-Output dengan Microsoft Office Excel

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS SEKTOR INDUSTRI ANDALAN (LEADING SECTOR) BERBASIS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) PADA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

III. METODE PENELITIAN

APLIKASI INPUT OUTPUT

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

III. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Yofi et al., Analisis Peran Sektor Pertanian Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi...

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 (PENDEKATAN INPUT-OUTPUT)

MENGARTIKULASIKAN TABEL INPUT-OUTPUT DAN KERANGKA ANALISISNYA

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi (Economic Landscape) Provinsi Jawa Timur (Pendekatan I-O 2006 dan 2010)

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

II. KERANGKA PRNDEKATAN TEORI. (economic development) dengan pertumbuhan ekonomi (economic growth).

III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

ANALISIS INPUT OUTPUT DALAM PERENCANAAN EKONOMI

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH TAHUN 2000 DAN TAHUN 2004 (ANALISIS INPUT OUTPUT)

M-3 SEKTOR TERSIER DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT)

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

Analisis Peranan Aktivitas Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Perekonomian Jawa Barat: Aplikasi Model Input-Output

PRESENTASI TUGAS AKHIR RI 1592

Pendahuluan. Rita et al., Analisis Kinerja Sektor Ekonomi Provinsi Jawa Timur: Pendekatan Model Input-Output dan...

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.

Economics Development Analysis Journal

Analisis Peranan Sektor Jasa Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur (Pendekatan Model Input Output)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Teori Klasik Pembangunan Ekonomi Perubahan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel)

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional.

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SEKTOR PADA INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN JASA ANGKUTAN DI JAWA TIMUR

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

Dampak Investasi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur (Pendekatan Analisis Input Output)

ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR. Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency

BAB 2. Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

M AT E M AT I K A E K O N O M I MATRIKS DAN SPL I N S TITUT P ERTA N I A N BOGOR

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

Peran dan Strategi Pengembangan Sektor Perdagangan di Jawa Timur. The Role Strategy of Development the Trade Sector in East Java

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha tersebut meliputi pengusaha besar seperti PT (perseroan terbatas), maupun pengusaha kecil golongan ekonomi lemah yang menjajakan dagangan di kaki lima, ataupun pengusaha industri rumah tangga serta mereka yang memproduksi komoditas barang dan juga jasa. Data mengenai output (dan juga input) yang dihasilkan oleh dunia usaha sering disajikan menurut sektor usaha. Dunia usaha, menurut jenis output dan aktifitasnya, dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai sektor. Kita mengenal klasifikasi sektor dari yang paling umum sampai dengan klasifikasi sektor yang sangat rinci. Klasifikasi sektor yang paling umum, atau sangat agregat, misalnya adalah pembagian kedalam tiga sektor: primer, sekunder dan tersier. Sektor primer adalah seluruh kegiatan yang mengusahakan sumber daya alam seperti sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Sektor sekunder umumnya adalah sektor industri, dan sektor tersier adalah sektor yang menghasilkan komoditas jasa. Klasifikasi sektoral lainnya, yang juga membagi perekonomian ke dalam tiga sektor, adalah klasifikasi berikut: pertanian, industri, jasa. Klasifikasi sektoral ini dapat diurai lebih rinci lagi, misalnya ke dalam klasifikasi 9 sektor, atau 19 sektor, atau 66 sektor. Suatu sektor dianggap memproduksi satu komoditas. Komoditas tersebut adalah komoditi agregat dari 4

5 berbagai jenis komoditi yang dikelompokkan ke dalam sektor yang bersangkutan. Misalkan sektor pertanian adalah agregat dari berbagai macam sub-sektor seperti sub-sektor tanaman pangan, perikanan, kehutanan, dan seterusnya. Output yang diproduksi oleh suatu sektor, katakan sektor i, di distribusikan ke dua pemakai. Pertama ialah pemakai yang menggunakan output tersebut untuk proses produksi lebih lanjut. Pemakai ini adalah sesama sektor produksi yang menggunakan output sektor i sebagai bahan baku. Bahan baku ini kerap pula disebut sebagai input antara (intermediate inputs). Disebut sebagai input antara karena input ini berasal dari sektor produksi lain, dan digunakan dalam proses produksi lain juga digunakan dalam proses produksi lebih lanjut. Kedua ialah pemakai yang menggunakan output tersebut untuk memenuhi permintaan akhir (final demand). Dalam konteks input antara, terjadi arus atau perpindahan barang antarsektor. Artinya perpindahan dari sektor i ke sektor i itu sendiri, atau yang juga disebut perpindahan intrasektor. Dengan kata lain, kita katakan bahwa terjadi perpindahan dari sektor i ke sektor j, dimana i=j. Katakan bahwa total output sektor i diberi notasi X i, nilai uang dari arus barang atau nilai transaksi dari sektor i ke sektor j diberi notasi, dan total permintaan akhir sektor i tersebut diberi notasi. Dengan begitu, dapat ditulis bahwa: = 1 + 2 + + + + +... (2.1) Persamaan (2.1) menunjukkan distribusi dari output sektor i. Output sektor i tersebut didistribusikan ke sektor-sektor produksi yang lain, dan juga dialokasikan ke pemakai akhir.

6 Pemakai akhir tersebut tidak lain adalah pelaku-pelaku ekonomi. Pertama ialah rumah tangga. Kelompok ini mendapatkan penerimaan rumah tangga yang bersumber dari upah dan gaji anggota rumah tangga, dan memiliki pengeluaran berupa konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga ini dapat dipandang sebagai pengeluaran akhir atau komponen dari permintaan akhir. Kedua ialah perusahaan, dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan memiliki pengeluaran akhir yang disebut dengan investasi. Perusahaan juga memiliki penerimaan yang utamanya ialah dari surplus kegiatan usaha, atau keuntungan usaha. Ketiga ialah pemerintah, penerimaan pemerintah bersumber dari berbagai pajak pemerintah, dan pengeluarannya ialah pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dapat dikategorikan menjadi pengeluaran konsumsi pemerintah, pengeluaran investasi pemerintah, dan juga subsidi. Pelaku ekonomi agregat terakhir adalah luar negeri. Permintaan akhir dari kelompok ini adalah ekspor, namun dari luar negeri pula dicatat adanya impor. Jika digambarkan sirkulasi perekonomian adalah sebagai berikut: (2) Balas Jasa FP (1) Jasa FP RTK RTP (3) Belanja /Expenditur 9 7 5 (4) Barang/Jasa 6 8 10 S Lembaga Keuangan I T Pemerintah G M Luar Negeri Gambar 2.1 Sirkulasi Perekonomian X

7 Pada persamaan (2.1) terlihat bahwa terdapat n sektor di perekonomian. Dengan demikian, pada persamaan (2.1) akan terdapat n persamaan untuk seluruh perekonomian sebagai berikut: 1 = 11 + 12 + + 13 + + 1 + 1 2 = 21 + 22 + + 23 + + 2 + 2... = 1 + 2 + + 3 + + +... (2.2) Persamaan (2.2) menunjukkan bahwa keseluruhan n persamaan tersebut merupakan suatu sistem persamaan. Kita juga bisa melihat perekonomian, tidak saja dari sudut pandang distribusi output, tetapi juga melalui sisi input. Dalam hal ini berarti kita harus melihat suatu sektor tidak menurut baris tetapi menurut kolom. Kita bisa mengurutkan seluruh input antara yang digunakan oleh sektor 1, yaitu 11, 21,, 1. Ini adalah struktur input antara yang digunakan oleh sektor 1, lazimnya dituliskan dalam suatu vektor kolom berikut: 11 21 31... 1... (2.3) Koefisien 11 mencerminkan jumlah input antara yang diperlukan oleh sektor 1 yang berasal dari sektor 1 itu sendiri. Begitu pula, 21 adalah jumlah input antara bagi sektor 1 yang berasal dari sektor 2. Dengan begitu, vektor kolom diatas tidak lain menunjukkan struktur input antara sektor 1 tersebut. Namun begitu, input yang dibutuhkan dalam proses produksi sektor i bukan hanya input antara. Sektor produksi juga memerlukan input lain yang kerap disebut input primer. Input primer tidak lain adalah faktor produksi,

8 seperti faktor produksi tenaga kerja, modal, tanah, dan sebagainya. Dengan menggunakan faktor-faktor produksi sebagai inputnya, maka ada balas jasa faktor-faktor produksi dalam proses produksi. Misalnya, balas jasa faktor produksi tenaga kerja adalah upah atau gaji, balas jasa faktor produksi kapital adalah sewa atau bunga modal, balas jasa faktor produksi tanah adalah sewa tanah, dan seterusnya. Balas jasa faktor-faktor produksi inilah yang disebut sebagai nilai tambah dari proses produksi tersebut. Selain dari input antara yang dibeli dari sektor-sektor lain di dalam perekonomian dan input primer yang berupa faktor-faktor produksi, proses produksi sektor tertentu juga dapat membeli inputnya dari luar negeri, dalam bentuk impor. Dari uraian di atas maka dapat dirangkum dalam satu tabel. Tabel 2.1 menunjukkan transaksi antar komponen-komponen suatu perekonomian pada satu titik waktu. Oleh karena itu, Tabel 2.1 disebut juga tabel transaksi inputoutput. Sebagai ilustrasi kita asumsikan bahwa dalam perekonomian hanya terdapat dua sektor produksi, yaitu sektor 1 dan sektor 2; terdapat empat komponen permintaan akhir, yaitu konsumsi rumah tangga (C), investasi perusahaan (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor luar negeri (E); dua faktor produksi, yaitu tenaga kerja dengan balas jasa upah (L) dan kapital dengan balas jasa sewa (N). Di samping itu, sektor-sektor produksi maupun pengguna akhir juga dapat membeli barang dari luar negeri dalam bentuk impor (M).

9 Tabel 2.1. Model I-O untuk Dua Sektor Sektor Produksi Permintaan Akhir Total Output 1 2 C I G E X Sektor Produksi Nilai Tambah Impor M 1 11 12 1 1 1 1 1 2 21 22 2 2 2 2 2 L 1 2 L N! 1! 2 N M Total Input X 1 2 C I G E X Sesuai dengan definisi dan juga seperti dapat dilihat pada Tabel 2.1, total input harus sama dengan total output. Kemudian, sesuai sifatnya yang linier, maka dapat dituliskan bahwa: 1 + 2 + +!+"= = # + $ +++ + atau +! = ++ + "... (2.4) Persamaan (2.4) di atas tidak lain adalah identitas pendapatan nasional. Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh balas jasa faktorfaktor produksi di perekonomian yang bersangkutan. Di perekonomian ini, hanya ada dua faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan kapital, yang balas jasanya masing-masing adalah upah atau gaji (L) dan bunga modal (N). Ini ditunjukkan oleh sisi kiri kondisi (2.4). Cara kedua ditunjukkan oleh sisi kanan persamaan (2.4), yaitu pendapatan nasional sebagai penjumlahan dari seluruh pengeluaran agregat atau autonomous expenditures yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi di perekonomian tersebut. Pada perekonomian ini, terdapat konsumsi rumah

10 tangga (C), investasi perusahaan (I), pengeluaran pemerintah (G), serta ekspor (E) dan impor (M). Sedangkan cara ketiga adalah pendapatan nasional sebagai penjumlahan dari nilai tambah yang dihasilkan oleh masing-masing sektor di dalam perekonomian, yang dimaksud nilai tambah (value added) tidak lain adalah nilai balas jasa faktor produksi. Perekonomian diatas memiliki dua macam faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan modal. Balas jasanya, masing-masing ialah upah atau gaji (L) dan bunga modal (N). Karena perekonomian kita terdiri dari dua sektor maka kita dapatkan upah atau gaji yang dibayarkan di sektor 1 dan sektor 2, begitu pula kita temukan bunga modal yang dibayarkan di sektor 1 dan sektor 2. Oleh karena itu, dengan cara ketiga ini, pendapatan nasional ialah: & = '( # +'( $... (2.5) & = ) # +! # *+) $ +! $ * = ) # + $ *+)! # +! $ * = +! dimana Q adalah pendapatan nasional, dan VA adalah nilai tambah (value added). Kondisi (2.5) menunjukkan bahwa secara teoritis pendapatan nasional Q nilainya sama dengan yang ditunjukkan oleh kondisi (2.4). Pada Tabel 2.1 terdapat tiga daerah yang diberi warna. Masing-masing kelompok tersebut dapat dijadikan satu matriks tersendiri. Matriks dengan elemen kelompok di kiri atas berisikan transaksi antarsektor di perekonomian. Karena transaksi ini adalah transaksi input antara maka matriks ini kerap disebut matriks transaksi input antara. Matriks transaksi input antara ini disebut matriks Z, isinya ialah: + =, ## #$ $# $$ -

11 Matriks dengan elemen kelompok di kiri bawah disebut dengan matriks primer. Isi matriks ini adalah balas jasa faktor produksi dari masing-masing sektor di dalam perekonomian. Sehingga dapat dibuat suatu matriks input primer W yang isinya:. = / #! # $! $ 0 Setiap baris matriks W ini menunjukkan setiap jenis balas jasa faktor produksi. Sementara itu setiap kolomnya menunjukkan komposisi balas jasa input primer setiap sektor di perekonomian. Matriks ketiga dengan elemen kelompok di kanan atas disebut dengan matriks permintaan akhir. Isi matriks ini adalah permintaan akhir untuk masingmasing sektor di dalam perekonomian. Dalam pembahasan, biasanya matriks ini dijadikan vektor kolom yang setiap elemennya adalah penjumlahan permintaan akhir di masing-masing sektor perekonomian. Bentuk matriks permintaan akhir ini adalah: = / #+ # + # + # $ + $ + $ + $ 0 = / # $ 0 Tabel transaksi seperti Tabel 2.1 tersebut tidak lain adalah suatu gambar atau potret perekonomian. Kita analogikan dengan potret karena sesungguhnya tebel input-output tersebut melihat perekonomian pada suatu titik waktu tertentu, ibaratnya sebuah potret merekam suatu kejadian di suatu titik tertentu. 2.1.2 Efek Perubahan Eksogen Terhadap Output Perubahan eksogen adalah perubahan komponen permintaan akhir yang akan berpengaruh terhadap perubahan output. Satu hal yang perlu diperkenalkan terlebih dahulu adalah apa yang disebut dengan koefisien teknologi 1. Koefisien ini dihitung sebagai berikut:

12 1 =... (2.6) koefisien ini sering pula disebut koefisien input-output (input-output coefficient) atau konsep koefisien input langsung (direct input coefficient). Koefisien ini dapat diterjemahkan sebagai jumlah input yang digunakan untuk memproduksi satu unit output sektor j yang berasal dari sektor i. Sebagai ilustrasi jika kita dapatkan 1 23 =0,32, hal ini berarti bahwa untuk memproduksi satu satuan mata uang output sektor 3, dibutuhkan input senilai 32 satuan mata uang yang berasal dari sektor 2. Jika terdapat n sektor di dalam perekonomian, maka koefisien tersebut akan sebanyak 2 buah. Seluruh koefisien tersebut dapat dinyatakan dalam sebuah matriks, lazimnya disebut matriks A yang berbentuk: 1 ## 1 #$ 1 #4 1 $# 1 $$ 1 $4 ( = 3 7 1 4# 1 4$ 1 44 Matriks A ini tidak lain adalah matriks yang didapatkan dengan membagi setiap elemen matriks Z dengan total input atau total kolom matriks transaksi inputoutput. Matriks A ini sering pula disebut matriks teknologi. Disebut demikian karena jika kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, setiap kolom ke-i matriks A ini menunjukkan komposisi input antara atau komposisi bahan baku yang digunakan oleh setiap sektor i. Struktur input tersebut tidak lain menunjukkan teknologi yang digunakan oleh sektor i yang bersangkutan. Selanjutnya, manipulasi aljabar dari kondisi (2.6) menghasilkan bentuk lain sebagai berikut: =1... (2.7)

13 Persamaan (2.7) ini menyatakan bahwa seluruh koefisien 1 tersebut tidak lain mencerminkan hubungan antara output sektor j dengan inputnya dari sektor i. Dalam analisis input output, hubungan ini sifatnya tetap. Artinya, besaran hubungan ini diasumsikan tidak berubah walaupun terdapat perubahan jumlah output di perekonomian. Setelah mendapatkan koefisien teknologi 1 seperti yang ditunjukkan oleh kondisi (2.7), maka persamaan (2.2) menjadi: 1 =1 11 1 +1 12 2 + +1 1 + 1 2 =1 21 1 +1 22 2 + +1 2 + 2 8... (2.8) =1 1 1 +1 2 2 + +1 + Dengan menggeser seluruh elemen ke kiri, kecuali elemen didapatkan bentuk: 1 1 11 1 1 12 2 1 1 = 1 2 1 21 1 1 22 2 1 2 = 2 8... (2.9) 1 1 1 1 2 2 1 = Kini satukan seluruh yang sama, sehingga bentuk diatas dapat disederhanakan lebih lanjut menjadi: )1 1 11 * 1 1 12 2 1 1 = 1 1 21 1 +)1 1 22 * 2 1 2 = 2 1 1 1 1 2 2 +)1 1 * =... (2.10) Pada persamaan (2.10) yang memiliki elemen (1-1 11 ), (1-1 22 ),..., (1-1 ), hal ini membuat sistem persamaan (2.10) dapat dituliskan dalam notasi matriks yang lebih sederhana sebagai berikut: ) (*=... (2.11) Yang mana I adalah matriks identitas berukuran n x n, matriks A merupakan matriks teknologi yang koefisiennya terdiri dari n 2 buah, sedangkan X dan Y adalah vektor kolom yang berbentuk:

14 # # = 3 $ 7:1 = 3 $ 7 9 9 Untuk lebih jelasnya, kondisi (2.11) berbentuk sebagai berikut: 1 0 0 1 11 1 12 1 1 1 1 0 1 0 1 21 1 22 1 2 ;3 7 3 7<3 2 7=3 2 7 0 0 1 1 1 1 2 1!! Jika terdapat perubahan dalam permintaan akhir, maka akan ada pula perubahan besaran pendapatan nasional. Dari kondisi (2.11), dapat dituliskan bahwa: = ) (* =#... (2.12) Permintaan akhir tersebut adalah variabel yang sifatnya eksogen. Salah satu komponennya adalah pengeluaran pemerintah yang besarnya diatur penuh oleh pemerintah itu sendiri. Sementara itu, komponen-komponen lainnya dari permintaan akhir tersebut (konsumsi rumah tangga, investasi ataupun ekspor dan juga impor) adalah variabel-variabel yang besarnya dapat dipengaruhi oleh pemerintah dengan berbagai kebijakannya. Dalam konteks inilah maka permintaan akhir dapat menjadi alat kebijakan pemerintah. Jika pemerintah memiliki target tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu, maka pemerintah dapat memilih instrument mana yang akan digunakan untuk mendorong permintaan akhir tersebut, dan sekaligus juga melihat dampak dari tingkat pertumbuhan tersebut pada output sektor-sektor tertentu di dalam perekonomian. Persamaan (2.12) jika ditulis dalam bentuk matriks pengganda atau matriks kebalikan Leontief adalah sebagai berikut: = ) (* =#

15 1 0 0 1 ## 1 #$ 1 #4 0 1 0 1 $# 1 $$ 1 $4 = ;3 7 3 7< 0 0 1 1 4# 1 4$ 1 44 > ## > #$ > #4 # > = ; $# > $$ > $4 <3 $ 7 =? > 4# > 4$ > 44 9 =# # 3 $ 7 9 Dimana, B adalah matriks pengganda atau matriks invers Leontief. Ramussen (1956) mengajukan penjumlahan kolom (atau baris) pada matriks Invers Leontief ) (* 1, dipakai sebagai ukuran keterkaitan antarsektor. Sehingga keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan menurut metode ini masing-masing diukur dengan cara:? @ = =1 >... (2.13) B @ = =1 >... (2.14) Dimana? @ dan B @ masing-masing menunjukkan ukuran keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan untuk metode Ramussen, sedangkan > adalah elemen pada matriks invers Leontief, = ) (* =#. Oleh karena model Ramussen menggunakan matriks invers Leontief, maka ukuran keterkaitan antarsektor yang diperoleh bisa dikatakan merupakan ukuran keterkaitan langsung dan tidak langsung yang menghitung dampak total dari suatu sektor dalam perekonomian. Ukuran keterkaitan ke belakang,? @ pada model Ramussen merefleksikan pengaruh dari kenaikan permintaan akhir pada sektor j terhadap output perekonomian secara keseluruhan, dengan kata lain ukuran ini menjelaskan besarnya perubahan output perekonomian sebagai akibat terjadinya kenaikan sebanyak satu unit pada permintaan akhir di sektor j. Sedangkan keterkaitan ke depan B @, merefleksikan besarnya kenaikan output pada sektor j jika

16 permintaan akhir pada setiap sektor lainnya naik sebanyak satu unit. Hirschman (1958), mengatakan indikator keterkaitan antar sektor yang disampaikan Ramussen ini lebih baik dipakai untuk mengidentifikasi sektor-sektor kunci dalam perekonomian, dan dijadikan studi dalam strategi pembangunan. Sebagai ilustrasi untuk menunjukkan bagaimana keterkaitan langsung dan tidak langsung antarsektor dalam perekonomian itu terjadi seperti yang diungkapkan oleh Chenery-Watanabe dan Ramussen (Daryanto, 2010) berikut ini disampaikan sebuah contoh sederhana tentang keterkaitan antarsektor. Anggaplah dalam suatu perekonomian itu hanya terdapat 3 sektor, yaitu sektor 1, sektor 2 dan sektor 3. Sektor 2 membutuhkan output dari sektor 1 sebagai faktor produksinya, sedangkan sektor 3 dalam proses produksinya membutuhkan input yang berasal dari output sektor 2. Ilustrasi tentang keterkaitan sektoral yang sederhana ini dapat dilihat dalam Gambar 2.2. Keterkaitan Tidak Langsung Kedepan Keterkaitan Langsung Kedepan menjual ke Keterkaitan Langsung Kedepan menjual ke SEKTOR 1 SEKTOR 2 SEKTOR 3 membeli dari Keterkaitan Langsung Kebelakang membeli dari Keterkaitan Langsung Kebelakang Keterkaitan Tidak Langsung Kebelakang Gambar 2.2 Alur Keterkaitan Sektor dalam Perekonomian

17 Oleh karena sektor 2 membeli output dari sektor 1 untuk digunakan sebagai input dalam proses produksinya, maka bisa dikatakan sektor 2 mempunyai keterkaitan ke belakang secara langsung dari sektor 1 (metode Chenery-Wanatabe). Namun disisi lain, output sektor 2 juga dijual kepada sektor 3. Ini berarti, sektor 2 juga mempunyai keterkaitan ke depan secara langsung dengan sektor 3. Bagi sektor 3, karena outputnya dibeli oleh sektor 2, sementara sektor 2 membeli output sektor 1 sebagai inputnya, maka bisa dikatakan dari rangkaian keterkaitan ini sektor 3 mempunyai keterkaitan ke belakang secara tidak langsung dengan sektor 1. Demikian juga untuk sektor 1, karena outputnya dijual kepada sektor 2, sementara output sektor 2 dijual kepada sektor 3, maka bisa dikemukakan bahwa sektor 1 itu mempunyai keterkaitan ke depan secara tidak langsung dengan sektor 3. 2.2 Analisis Keterkaitan Antarsektor Analisis keterkaitan antarsektor boleh dikatakan adalah satu jenis analisis yang sangat cocok untuk dilakukan menggunakan alat input-output. Analisis ini pada dasarnya melihat dampak output dari kenyataan bahwa pada dasarnya sektor-sektor industri dalam perekonomian tersebut saling mempengaruhi. Ada dua jenis keterkaitan antarsektor yaitu indeks daya penyebaran (α) dan indeks derajat kepekaan (β), dimana masing-masing diperoleh dari backward dan forward linkage. Karena sifat permintaan akhir dari masing-masing sektor berbeda satu sama lain, maka untuk membandingkan dampak yang terjadi pada setiap sektor digunakan indeks daya penyebaran (α) dan indeks derajat kepekaan (β), yaitu: C = > D > E F = > D > E... (2.15)... (2.16)

18 Nilai C ;> =1; hal tersebut berarti bahwa indeks daya penyebaran atau indeks derajat kepekaan suatu sektor sama dengan nilai indeks rata-rata seluruh sektor ekonomi. Nilai C ;> >1; hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran sektor atau indeks derajat kepekaan suatu sektor diatas nilai indeks rata-rata seluruh sektor ekonomi. Nilai C ;> <1; hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran sektor atau indeks derajat kepekaan suatu sektor dibawah nilai indeks rata-rata seluruh sektor ekonomi. Nilai-nilai tersebut jika digambarkan dalam sebuah plot adalah sebagai berikut: 1.2 1 Kuadran II 1 Kuadran I Indeks Derajat Kepekaan (ß) 1.0 0.8 0.6 0.4 3 Kuadran III Kuadran IV 1 2 0.2 0.2 0.4 0.6 0.8 Indeks Daya Penyebaran (a) 1.0 1.2 Gambar 2.3 Plot Indeks Daya Penyebaran dengan Indeks Derajat Kepekaan Gambar di atas dibagi menjadi empat kuadran, yaitu: Kuadran I adalah sektor-sektor yang mempunyai indeks β >1 dan α >1 menunjukkan bahwa sektor ini dianggap sebagai leader dalam pertumbuhan ekonomi.

19 Kuadran II adalah sektor dengan β >1 tetapi α < 1 menunjukkan ketergantungan sektor ini terhadap sektor lain tinggi, sedangkan daya dorong terhadap sektor lain kecil. Kuadran III adalah sektor dengan α dan β < 1, menunjukkan sektor ini memerlukan dorongan dan dukungan dari sektor lain karena kemampuan diri sektor ini lemah. Kuadran IV adalah sektor β < 1 tetapi α >1 menunjukkan dapat mendorong sektor lain, tetapi tingkat ketergantungannya terhadap sektor lain rendah. 2.3 Analisis Angka Pengganda Salah satu jenis analisis yang umum dilakukan dalam kerangka analisis inputoutput adalah analisis angka pengganda (multiplier analysis). Analisis angka pengganda ini mencoba melihat apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen, yaitu output sektoral. Misalnya, terjadi perubahan variabel-variabel eksogen seperti permintaan akhir di perekonomian. Tiga variabel yang selalu menjadi perhatian utama dalam analisis angka pengganda adalah output sektor-sektor produksi, pendapatan rumah tangga, dan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, dikenal adanya angka pengganda output, angka pengganda pendapatan rumah tangga, dan angka pengganda lapangan pekerjaan (Nazara, 2005) 2.3.1 Angka Pengganda Output (output multiplier) Angka pengganda output itu sebenarnya menunjukkan nilai total dari output yang dihasilkan oleh perekonomian untuk memenuhi adanya perubahan satu unit permintaan akhir di suatu sektor. Dari pengertian ini, ternyata angka pengganda output itu sama dengan koefisien keterkaitan kebelakang menurut

20 metode Rasmussen, dengan demikian cara pengukurannya pun tidak beda jauh, yaitu: J = =1 >... (2.17) Dimana J menunjukkan besarnya angka pengganda output dari sektor j, sedangkan > elemen matriks pada matriks Invers Leontief. 2.3.2 Angka Pengganda Pendapatan Rumah Tangga (house hold income multiplier) Angka pengganda pendapatan rumah tangga juga sering disebut dengan efek pendapatan (income effect) dari model I-O. Angka pengganda ini mencoba untuk menerjemahkan peningkatan permintaan akhir dalam bentuk pendapatan rumah tangga (Nazara 1997). Angka pengganda ini dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: K = =1 1 +1, >... (2.18) Dimana K menunjukkan besarnya angka pengganda pendapatan rumah tangga, 1 +1, adalah koefisien input upah/gaji rumah tangga pada sektor i, dan > adalah unsur matriks Leontief. 2.4 Perubahan Struktur Ekonomi (Economic Landscape) Perubahan struktur ekonomi dapat dilihat menggunakan Multiplier Product Matrix (MPM). MPM menyediakan suatu ukuran interaksi sektor lainnya yang besaran pengaruhnya dapat diperbandingkan dengan sektor lainnya atau sektor itu sendiri untuk waktu yang berbeda. Dalam kerangka model Input-Output, kegiatan produksi suatu sektor memiliki dua efek ke dalam sektor lain dalam perekonomian, yaitu: efek meningkatkan permintaan dan penawaran. Jika sektor i meningkatkan produksinya maka terjadi peningkatan permintaan terhadap input dari sektor-sektor lain, hal ini sering disebut

21 keterkaitan ke belakang (backward linkage). Jika nilai backward linkage lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya berarti ekspansi dalam produksi sektor tersebut akan mengakibatkan dampak ekonomi yang lebih besar bagi perekonomian. Disisi lain, peningkatan produksi i juga mengakibatkan peningkatan penawaran bagi sektor lainnya (forward linkage). Untuk mencari nilai MPM, dapat dilakukan dengan menggunakan rumusan sebagai berikut: > #. > "L" = # N> M OP> OP N = # $. M. )>.#,>.$,,>.4 *... (2.19). > 4. Dimana, V = jumlah semua komponen di dalam matriks Leontief Invers =1 =1 V = > > = jumlah semua kolom dalam baris i dari matriks Leontief Invers atau sering digunakan untuk mengukur besaran forward linkage (FL). > = jumlah semua baris dalam kolom j dari matriks Leontief Invers atau sering digunakan untuk mengukur besaran backward linkage (BL). Sehingga persamaan MPM tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: MPM = (1/V*FL*BL)... (2.20) Hasil perhitungan di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik tiga dimensi untuk menvisualisasikan struktur perekonomian. Ketinggian nilai grafik menggambarkan tingkat interaksi/ketergantungan antarsektor, maka kita dapat mengetahui sektorsektor mana yang memiliki peranan dominan dalam perekonomian. Sel-sel yang mengalami perubahan struktur signifikan dalam landscape adalah memiliki nilai selisih yang lebih besar dari nilai 0,02 (Suahasil Nazara dan Hidayat Amir, 2005).

22 2.5 Analisis Sektor Unggulan Dalam menentukan sektor ekonomi mana yang potensial, diperlukan lima kriteria, yaitu nilai tambah, keterkaitan ke depan, keterkaitan ke belakang, rasio input domestik, dan koefisien ekspor (Rachman, 2001). Maka dibuat satu persamaan yang menghasilkan indeks tunggal dengan pembobotan dalam menentukan sektor ekonomi yang potensial. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut: Q RSTUSVW X = Y> 1 W> +> 2 F +> 3 C +> 4 )@(* +> 5 )R\* ] ^ 100 (2.21) Dimana : Q RSTUSVW X = Sektor unggulan yang potensial dikembangkan sektor ke i > 1 = bobot untuk nilai tambah bruto W> = kriteria untuk nilai tambah bruto sektor ke i > 2 = bobot untuk keterkaitan kedepan F = kriteria untuk keterkaitan kedepan sektor ke i > 3 = bobot untuk keterkaitan ke belakang C = kriteria untuk keterkaitan ke belakang sektor ke i > 4 = bobot untuk rasio input domestik )@(* = kriteria untuk rasio input domestik sektor ke i > 5 = bobot untuk koefisien spesialisasi ekspor )R\* = kriteria koefisien spesialisasi ekspor sektor ke i Sebagai petunjuk, untuk menentukan bobot dari masing-masing kriteria ditentukan berdasarkan kebijakan dari para pengambil keputusan di daerah masingmasing yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah tersebut. Sedangkan untuk penulisan skripsi ini, penulis menggunakan presentase yang sama yaitu masingmasing bobot 20%.

23 Penentuan kriteria sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan berdasarkan angka indeks komposit, yaitu menggunakan kriteria indeks yang nilainya lebih besar atau sama dengan rata-rata adalah merupakan sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan. 2.5.1 Koefisien Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto pada indeks komposit merupakan jumlah dari semua komponen input primer. Input primer dan output mempunyai hubungan linier, yang berarti apabila output naik maka input primer juga naik secara proporsional, dan demikian juga sebaliknya. Isian sel-sel diagonal '_ adalah nilai tambah bruto sektor yang bersangkutan dibagi dengan outputnya, sedangkan selsel di luar diagonal utamanya adalah nol. Sehingga bentuk matriks '_ adalah : Dimana : W> =!`1 W1T>1h >bcws VdeWSb ed ScWUcW VdeWSb ed, (untuk i=1,2, n) (2.22) 2.5.2 Koefisien Keterkaitan Ke Depan Derajat kepekaan (Forward Linkage) menunjukan akibat kenaikan satu unit permintaan akhir dari seluruh sektor akan menyebabkan output di sektor itu akan naik sebesar nilai daya kepekaan. Koefisien keterkaitan ke depan dilambangkan dengan F. 2.5.3 Koefisien Keterkaitan Kebelakang Daya penyebaran (backward linkage), menunjukan bahwa setiap kenaikan output sektor ini sebesar satu unit permintaan akhir akan meningkatkan output

24 sektor lain (termasuk sektornya) sebesar nilai daya penyebarannya. Koefisien keterkaitan ke belakang dilambangkan dengan α. 2.5.4 Rasio Input Domestik Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku bagi proses produksi, maka ada dua kemungkinan yang ditempuh yaitu (i) memanfaatkan sumber-sumber domestik yang ada, sejauh sumber-sumber tersebut ada di daerah dan mampu memanfaatkannya. (ii) mengimpor bahan baku yang diperlukan. Impor bahan baku akan mengurangi sumber-sumber pembiayaan bagi pembangunan daerah. Untuk mengukur penggunaan input domestik digunakan Rasio Input Antara (RIA), yaitu perbandingan antara seluruh input bahan baku yang digunakan dengan jumlah output masing-masing sektor yang digambarkan melalui persamaan : )@(* = UcW (W1b1 VdeWSb ed fct`1h JcWUcW \dewsb ed (2.23) Semakin besar nilai RIA, makin besar input domestik di dalam proses produksi suatu industri. 2.5.5 Koefisien Spesialisasi Ekspor Dalam perdaagangan internasional Koefisien Spesialisasi Ekspor (KSE) lazim digunakan sebagai ukuran tingkat surplus atau defisit dalam neraca perdagangan luar negeri. KSE dinyatakan sebagai berikut: )\* = " + " (2.24) Dimana: = besarnya nilai ekspor sektor i " = besarnya nilai impor sektor i Nilai KSE berkisar antara -1 sampai +1. Apabila nilai KSE mendekati -1, maka dapat diartikan bahwa neraca perdagangan berada dalam keadaan defisit

25 dengan ekspor yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan impornya. Sebaliknya, apabila nilai KSE mendekati +1, maka dapat diartikan bahwa neraca perdagangan berada dalam keadaan surplus dengan ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan dengan impornya.