Evaluasi penerapan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) di industri obat tradisional di Jawa Tengah

dokumen-dokumen yang mirip
2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan alternatif solusi kesehatan masyarakat. Oleh karena harga obat tradisional

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Obat tradisional 11/1/2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

ABSTRAK HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN UMUR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT TRADISIONAL DI APOTEK AULIA BANJARMASIN.

DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahan baku atau raw material. Karena bisnis manufaktur menekankan

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUK HERBAL BERBASIS RISET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

IOT adalah industri yang memproduksi obat traditional dengan total asset diatas Rp ,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEREDARAN OBAT TRADISIONAL IMPOR BAB I KETENTUAN UMUM.

Manajemen Risiko Dalam Penentuan Program Inspeksi OBAT TRADISIONAL BADAN POM RI

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

Lampiran 1. Indikator dan Parameter Faktor Internal. No Indikator Parameter Skor 1. Ketersediaan bahan baku obat tradisional

TINJAUAN PUSTAKA. obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

ABSTRACT. Key word : Prevention Cost, Appraisal Cost, Internal Failure Cost, External Failure Cost, and Cost Control Product. viii

Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kontaminasi Mikroorganisme pada Jamu Gendong Di Kota Semarang

I. PENDAHULUAN. kesehatannya banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat mulai dari melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif.

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

OUTLINE. Drs. Hary Wahyu T., Apt. Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Era perdagangan bebas dan globalisasi saat ini telah memaksa industri di

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

5.1.1 Kesimpulan Tugas Khusus Pengawasan Mutu - Kualitas air dan menjaga air dari kontaminasi mikrobiologi merupakan bagian penting untuk memastikan

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB V TUGAS KHUSUS 5.1. Latar belakang

PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMANFAATAN TANAMAN OBAT UNTUK ASAM URAT

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khasiat sebagai obat. Bahkan, sekitar 300 spesies dimanfaatkan sebagai bahan

Biodiversitas adalah berbagai variasi yang ada di antara makhluk hidup dan lingkungannya Sekitar 59% daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis

IMPLEMENTASI SISTEM PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS RAWAT INAP SIDOMULYO KOTAMADYA PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

DAFTAR BENTUK SEDIAAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

PERSONALIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 760/MENKES/ PER/ lx/1992 TENTANG FITOFARMAKA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

PERAN INDUSTRI KECIL OBAT TRADISIONAL DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DI JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KAMAR OBAT PUSKESMAS KABUPATEN JEPARA TAHUN 2017

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

Marchaban Majalah Farmasi Indonesia, 15(2), 75 80, 2004 Evaluasi penerapan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) di industri obat tradisional di Jawa Tengah Evaluation of the implementation of the good manufacturing practice for traditional medicine industries in Central Java Marchaban 1), Achmad Fudholi 1) dan Bambang Suryadi 2) 1) Fakultas Farmasi UGM, Jogjakarta 2) Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Semarang Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di Industri Obat Tradisional (IOT) di Jawa Tengah. CPOTB adalah petunjuk yang menyangkut aspek produksi dan pengendalian mutu obat tradisional yang meliputi seluruh rangkaian pembuatan obat tradisional yang bertujuan agar produk obat tradisional yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan CPOTB di IOT di Jawa Tengah yang dapat menggambarkan kualitas obat tradisional yang dihasilkan oleh IOT di Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif evaluatif kualitatif yang dilakukan terhadap sejumlah IOT yaitu (diberi kode) M, N, O, P, Q, R dan S dengan mengkaji tingkat pelaksanaan CPOTB di industri-industri tersebut. Alat penelitian yang dipergunakan adalah data primer yang diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan pimpinan, manajer, dan Kepala Bagian yang kemudian dilanjutkan dengan pengamatan langsung pada pelaksanaan kegiatan di masing-masing bagian IOT tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan penerapan CPOTB pada IOT di Jawa Tengah mencapai skor 86,10% atau dengan kategori baik, walaupun aspek pengawasan mutu, aspek inspeksi diri, dan aspek dokumentasi masih perlu ditingkatkan. Kata kunci : CPOTB, Industri Obat Tradisional Abstract The study of the GMP implementation for the traditional medicine industries in Central Java has been performed. The GMP for traditional medicine industry is the guidance how to produce and to manage the quality of the product so that it meets to the quality of design and the quality of conformance. The aim of the study is to evaluate how far the GMP is implemented in the traditional medicine industries in Central Java. The method used of the study was a descriptive evaluative qualitative data collected from several traditional industries namely: M, N, O, P, Q, R and S by assessing the implementation level of the GMP in those industries. The evaluation instrument used was the primary data directly collected by interviewing the directors, the managers and the heads of department, and then followed by visitation to the industries to check the primary data and the actual condition. Majalah Farmasi Indonesia, 15(2), 2004 75

Evaluasi penerapan cara. The result showed that the evaluation of the GMP implementation for the traditional medicine industries in Central Java reached the score of 86.10% that meant of good category, although the quality control, the selfevaluation, and the documentation aspect had to be ameliorated. Key word : GMP, traditional medicine industries Pendahuluan Obat tradisional menurut Undangundang Kesehatan nomer 23 tahun 1992 adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan cairan (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pada peraturan tentang Pedoman Fitofarmaka terdapat pemikiran yaitu dalam rangka pengembangan obat tradisional maka obat tradisional perlu dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu : a. obat tradisional jamu, dan b. fitofarmaka. (Anonim, 1992). Jamu adalah obat yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mineral dan/atau sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan pengalaman. Penggunaannya hanya didasarkan pada pengalaman dan bukan berdasarkan laporan hasil uji klinik. (Donatus, 1998). Fitofarmaka adalah sediaan obat yang bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku, dan telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya. Diskripsi tersebut mengandung pengertian bahwa bahan dasar fitomarmaka dapat berupa simplisia atau sediaan galeniknya, dan penggunaannya didasarkan pada laporan hasil uji klinik yang baku. Arah pengembangan obat tradisional (disebut juga obat asli Indonesia) seiring dengan perkembangan teknologi dalam proses pembuatan obat asli Indonesia yang berkembang dengan pesat, maka Badan POM menstratifikasi obat asli Indonesia sesuai prosesnya serta tingkat pembuktian keamanan dan khasiatnya menjadi tiga golongan, yaitu: 1) fitofarmaka, 2) ekstrak tumbuhan obat, dan 3) jamu. Fitomarmaka adalah obat asli Indonesia yang sudah melalui uji laboratorium, uji toksisitas, uji praklinik dan uji klinik. Ekstrak tumbuhan obat adalah obat asli Indonesia yang belum diuji klinik tetapi sudah melewati uji laboratorium, uji toksisitas dan uji praklinik. Jamu adalah obat asli Indonesia yang proses produksinya masih tradisional dan belum diuji secara ilmiah. (Anonim, 2000) CPOTB bertujuan untuk menjamin agar produk senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu ditata dengan cermat agar persyaratan dimaksud senantiasa terpenuhi. Persyaratan tersebut meliputi: personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, pengolahan dan pengemasan, pengawasan mutu, inspeksi diri, dokumentasi, serta penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran. Untuk menentukan keberhasilan suatu IOT dalam penerapan CPOTB, harus ditetapkan indikatornya. Di dalam COPTB ada sembilan komponen yang berkaitan dengan kualitas produk yang dihasilkan, sehingga komponen ini dijadikan indikator tingkat penerapan CPOTB. Metodologi Populasi dan sampel Populasi adalah keseluruhan subyek yang diteliti yaitu industri obat tradisional (IOT) yang berada di Jawa tengah. Sampel adalah bagian dari populasi yang dalam penelitian ini adalah IOT yang dipilih berdasarkan aktivitas industri yang rutin setiap hari kerja berproduksi. Menurut data dari Balai POM Semarang pada tahun 2000 ada 14 industri obat tradisional (IOT) dengan kategori: 10 industri aktif berproduksi setiap hari, 2 industri berproduksi bila ada permintaan pasar, 1 industri belum aktif berproduksi, dan 1 pabrik tidak (lagi) aktif. Jumlah sampel yang diperlukan dari 12 populasi industri yang bisa aktif berproduksi, menurut Harry King adalah sekitar 58% dari populasi (Sugiyono, 1999), sehingga diambil dengan memperhatikan letak geografis sebanyak 7 sampel. Alat Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar cek (checklist) Pedoman Penilaian CPOTB dalam rangka sertifikasi CPOTB tahun 2000 (Anonim, 2000 a ), yang meliputi: 1) data perusahaan (nama perusahaan, status, alamat industri dan kantor, nama pimpinan, penanggungjawab teknis, izin usaha industri), 2) gudang bahan baku dan bahan pengemas (tenaga kerja, bangunan, Majalah Farmasi Indonesia, 15(2), 2004 76

Marchaban peralatan, sanitasi dan higiene, dokumentasi, label, penerimaan, penyimpanan, penimbangan, pengawasan mutu), 3).pengolahan (tenaga kerja, bangunan, sarana penunjang, peralatan, sanitasi dan higiene, penyiapan bahan baku dan proses pengolahan), 4) area pengemasan (tenaga kerja, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, pengemasan), 5) gudang produk jadi (tenaga kerja, bangunan, sanitasi dan higiene), 6) pengawasan mutu, 7).inspeksi diri, 8).dokumentasi, 9) penanganan terhadap hasil pengamatan di peredaran, dan 10) penilaian. Jalan penelitian Data primer diperoleh dengan melakukan pengisian daftar cek (checklist) dengan wawancara langsung dengan pimpinan, manajer dan kepala bagian dan kemudian dilanjutkan dengan visitasi untuk mencocokkan dengan data yang telah diperoleh sebelumnya, kemudian dilakukan evaluasi, pembahasan, dan kesimpulan dari hasilnya. Analisis hasil Hasil yang berupa data primer dianalisis untuk mengetahui seberapa jauh penerapan CPOTB yang telah dicapai IOT dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh dari tiap aspek CPOTB kemudian dibandingkan dengan skor maksimal keseluruhan aspek CPOTB yang dinyatakan dalam persentase (%), sesuai dengan daftar cek CPOTB dari Badan POM. Harga 33,33% adalah harga minimal, harga 66,67% adalah harga tengah dan harga 100% adalah harga maksimal. Oleh karena itu penilaian implementasi CPOTB ditentukan pada harga tengah di antara dua kategori, yaitu: kurang (33,33 49,50%), sedang (50,00 83,50%) dan baik (84,00 100,00%) Hasil Dan Pembahasan Hasil penskoran penerapan CPOTB di IOT di Jawa tengah (tabel I). Kemudian hasilnya dinyatakan dalam persen (%) dengan cara membandingkannya dengan skor maksimum yang bisa dicapai untuk setiap aspek CPOTB. Tiap aspek CPOTB terdiri atas item evaluasi yang jumlahnya tiap aspek berlainan. Jumlah item evaluasi serta skor minimum serta skor maksimum yang bisa dicapai oleh IOT (tabel II), sedangkan hasil evaluasi dalam persentase (%) (tabel III). Kalau dilihat dari masing-masing IOT yang menjadi sampel penelitian dan dengan mengamati 9 aspek CPOTB yaitu personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, dokumentasi, dan penanganan hasil di peredaran, maka hanya industri P, Q dan S saja yang mempunyai kategori baik, atau hanya 42,86% IOT di Jawa Tengah yang mempunyai kategori baik dengan acuan daftar cek dari Badan POM, selebihnya berkategori sedang. Bahkan kalau dilihat dari masing-masing komponen aspek CPOTB hanya IOT Q dan S atau hanya 28,57% IOT di Jawa Tengah yang benar-benar mutlak mempunyai semua aspek CPOTB kategori baik. Sebagai tambahan salah satu dari dua IOT tersebut juga mempunyai sertifikat CPOB karena pada dasarnya pabrik Q tersebut pabrik obat (modern) dan kemudian dalam waktu berjalan memproduksi obat tradisional, sedangkat IOT S adalah produsen modern obat tradisional. Namun demikian apabila data dari semua pabrik yang menjadi Tabel I. Skor nilai penerapan CPOTB di IOT Jawa Tengah No Aspek CPOTB Skor yang dicapai oleh IOT M N O P Q R S 1. Personalia 48 52 44 40 57 41 55 2. Bangunan 131 147 121 151 163 138 164 3. Peralatan 51 56 55 56 60 54 60 4. Sanitasi & higiene 69 77 77 80 87 78 86 5. Produksi 64 61 66 61 69 61 69 6. Pengawasan mutu 74 54 67 66 78 72 78 7. Inspeksi diri 6 6 11 16 18 6 18 8. Dokumentasi 120 79 104 116 150 132 145 9. Penanganan hasil di peredaran 12 4 12 12 12 12 12 Majalah Farmasi Indonesia, 15(2), 2004 77

Evaluasi penerapan cara. sampel penelitian digabungkan, maka kesemua IOT tersebut bisa dikatakan dalam kategori baik (skor rata-rata 86,10). Untuk melihat lebih detil komponen aspek CPOTB baik dari masing-masing IOT ataupun secara keseluruhan IOT, maka dilakukan pembahasan sebagai berikut. memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugasnya. Aspek bangunan dari semua IOT yang menjadi sampel penelitian apabila dievaluasi berdasarkan acuan daftar cek dari Badan POM terdapat lima dari tujuh IOT dari sampel yang diperiksa atau sejumlah 71,42% atau apabila Tabel II. Skor minimum dan skor maksimum dari komponen CPOTB No Aspek CPOTB Jml item evaluasi Skor minimum Skor maksimum 1. Personalia 19 19 57 2. Bangunan 55 55 165 3. Peralatan 20 20 60 4. Sanitasi & higiene 29 29 87 5. Produksi 23 23 87 6. Pengawasan mutu 26 26 78 7. Inspeksi diri 6 6 18 8. Dokumentasi 50 50 150 9. Penanganan hasil 4 4 12 di peredaran Tabel III. Hasil skor (%) aspek CPOTB yang dicapai oleh IOT No Aspek CPOTB Skor (%) yang dicapai oleh IOT Predikat M N O P Q R S Rerat a 1. Personalia 84,21 91,23 77,19 70,17 100,0 71,93 96,49 84,46 B 2. Bangunan 79,39 89,09 73,33 91,51 98,79 83,64 99,39 87,88 B 3. Peralatan 85,00 93,33 91,67 93,33 100,0 90,00 100,0 93,33 B 4. Sanitasi& higiene 79,30 88,51 88,51 91,95 100,0 89,65 98,85 90,97 B 5. Produksi 92,75 88,41 95,65 88,41 100,0 88,41 100,0 93,38 B 6. Pengawasan mutu 94,87 69,23 85,90 84,61 100,0 92,31 100,0 89,56 B 7. Inspeksi diri 33,33 33,33 61,11 88,89 100,0 33,33 100,0 64,28 S 8. Dokumentasi 80,00 52,67 69,33 77,33 100,0 88,00 96,67 80,57 S 9. Penanganan hasil di peredaran 100,0 33,33 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 90,48 B Rerata 80,98 71,01 82,52 87,36 99,87 81,92 99,04 86,10 B Kategori S S S B B S B B Keterangan: B = baik; S = Sedang Aspek personalia dari IOT yang menjadi sampel penelitian apabila dievaluasi berdasarkan acuan daftar cek dari Badan POM hanya terdapat empat IOT dari sampel yang diperiksa atau sejumlah 57,14% atau apabila dilakukan evaluasi keseluruhan sampel penelitian maka aspek personalia mempunyai kategori baik (skor rata-rata 84,46). Apabila diamati lebih lanjut tenaga kerja yang ada di semua IOT yang menjadi sampel penelitian sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Karyawan berada dalam keadaan sehat fisik dan mental dan penelitian maka aspek bangunan mempunyai kategori baik (skor rata-rata 87,88). Pada kesemua IOT yang dijadikan sampel penelitian bangunan sudah difungsikan sebagai gudang bahan baku, bahan pengemas, ruang penimbangan, ruang pengolahan, ruang pengemasan, gudang produk jadi, dan laboratorium pemeriksaan mutu. Kesemuanya mempunyai besaran ruang yang cukup untuk pelaksanaan kegiatan produksi dengan baik dan dapat menghindarkan dari pencemaran silang, sehingga dari sisi kelengkapan bangunan sudah Majalah Farmasi Indonesia, 15(2), 2004 78

Marchaban baik hanya fungsi sebagai perangkat lunaknya yang harus lebih ditingkatkan. Aspek peralatan dari semua IOT yang menjadi sampel penelitian apabila dievaluasi berdasarkan acuan daftar cek dari Badan POM kesemua industri obat tradisional di Jawa Tengah telah memenuhi kriteria baik atau mencapai 100%, dan apabila dilakukan evaluasi keseluruhan sampel penelitian maka aspek peralatan mempunyai kategori baik dengan skor rata-rata 93,33. Ini memberikan informasi kepada kita bahwa bagi IOT aspek peralatan dianggap lebih penting karena akan berkaitan dengan kualitas produk yang dihasilkannya, dan ini akan bisa dihubungkan langsung dengan hasil penilaian dari aspek produksi. Demikian juga dengan aspek sanitasi dan higiene dari semua IOT yang menjadi sampel penelitian apabila dievaluasi berdasarkan acuan daftar cek dari Badan POM semua industri obat tradisional di Jawa Tengah telah memenuhi kriteria baik atau 85,71%, dan apabila penelitian maka aspek sanitasi dan higiene mempunyai kategori baik dengan skor rata-rata 90,97. Aspek sanitasi dan higiene ini sangat erat berkaitan dengan aspek personalia. Karena kualitas aspek personalia sudah baik maka perilaku higiene dari personalia tersebut juga baik. Ini menunjukkan bukti bahwa pelatihan dan pengarahan yang dilakukan IOT di Jawa Tengah kepada semua karyawan telah berjalan dan berfungsi dengan baik dan salah satu indikatornya adalah keberhasilan dalam aspek sanitasi dan higiene. Seperti halnya aspek peralatan, aspek produksi dari semua IOT yang menjadi sampel penelitian apabila dievaluasi berdasarkan acuan daftar cek dari Badan POM semua industri obat tradisional di Jawa Tengah telah memenuhi kriteria baik atau mencapai 100%, dan apabila penelitian maka aspek produksi mempunyai kategori baik dengan skor rata-rata 93,38. Dari data aspek produksi ini memberikan petunjuk bahwa kebanyakan IOT lebih berkonsentrasi terhadap persyaratan produksi, karena hal ini yang akan lebih dilihat oleh konsumen sehingga dapat memberikan kesan kepada konsumen tentang mutu produk yang dibuatnya. Aspek pengawasan mutu dari semua IOT yang menjadi sampel penelitian apabila dievaluasi berdasarkan acuan daftar cek dari Badan POM semua industri obat tradisional di Jawa Tengah telah memenuhi kriteria baik atau mencapai 85,71% dari populasi, dan apabila penelitian maka aspek pengawasan mutu hanya mempunyai kategori sedang dengan skor ratarata 59,56. Hasil dari aspek pengawasan mutu tidak langsung bisa dilihat oleh konsumen yang tentu akan tertutup oleh hasil dari aspek produksi. Masyarakat juga belum terbiasa mengajukan keluhan terhadap produk jamu karena kebanyakan konsumen jamu adalah dari masysrakat golongan menengah ke bawah yang tidak terbiasa dengan pengajuan claim kepada produsen. Namun demikian demi kelangsungan IOT di masa yang akan datang aspek pengawasan mutu perlu lebih mendapat perhatian untuk ditingkatkan. Sejalan dengan aspek pengawasan mutu, aspek inspeksi diri dari semua IOT yang menjadi sampel penelitian apabila dievaluasi berdasarkan acuan daftar cek dari Badan POM semua industri obat tradisional di Jawa Tengah hanya memenuhi kriteria sedang atau hanya mencapai 42,86%, dan apabila dilakukan evaluasi keseluruhan sampel penelitian maka aspek inspeksi diri masih dalam kategori sedang dengan skor rata-rata 64,28. Hal ini sejalan dengan kekurangan yang ada pada aspek pengawasan mutu, dan inspeksi diri sebenarnya merupakan bagian dari inspeksi diri, sehingga harus juga ditingkatkan perannya. Aspek dokumentasi dari semua IOT yang menjadi sampel penelitian apabila dievaluasi berdasarkan acuan daftar cek dari Badan POM semua industri obat tradisional di Jawa Tengah hanya memenuhi kriteria kurang atau 42,86%, dan apabila dilakukan evaluasi keseluruhan sampel penelitian maka aspek dokumentasi mempunyai kategori sedang dengan skor rata-rata 80,57. Kebiasaan mendokumentasikan hasil memang perlu ditingkatkan karena bisa dipergunakan untuk pengecekan apakah semua tahapan produksi telah dilaksanakan dengan benar dan bisa dipergunakan untuk menelusuri riwayat pengolahan produk apabila di kemudian hari terdapat claim dari distribusi. Dokumentasi, inspeksi diri dan Majalah Farmasi Indonesia, 15(2), 2004 79

Evaluasi penerapan cara. pengawasan mutu adalah kegiatan-kegiatan yang tidak bisa dipisahkan sehingga apabila suatu IOT tidak cukup baik dalam pelaksanaan dokumentasi maka bisa dipastikan aspek inspeksi diri dan aspek pengawasan mutu juga tidak cukup baik. Aspek penanganan hasil di pasaran dari semua IOT yang menjadi sampel penelitian apabila dievaluasi berdasarkan acuan daftar cek dari Badan POM semua industri obat tradisional di Jawa Tengah telah memenuhi kriteria baik atau 85,71%, dan apabila penelitian maka aspek penanganan hasil di pasaran mempunyai kategori baik dengan skor rata-rata 90,48. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa penerapan CPOTB pada IOT di Jawa Tengah secara umum bisa dikelompokkan dalam kategori baik dengan skor rata-rata 86,10. Namun demikian kalau dievaluasi masing-masing aspek CPOTB maka aspek inspeksi diri dan aspek dokumentasi perlu ditingkatkan karena masih dalam kategori sedang. Apabila evaluasi diterapkan pada masing-masing individu IOT sebenarnya hanya 42,86% yang memenuhi kategori baik, bahkan hanya 28,57% yang kesemua aspek mutlak dalam kategori baik. Daftar Pustaka Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2000, Arah Kebijakan Pengembangan Obat Asli Indonesia, Pelatihan Petugas Pembina/ Pengawas Obat Tradisional, 27-30 Juni 2000 di Ciloto. Anonim, 2000 a, Pedoman Penilaian CPOTB Dalam Rangka Sertifikasi CPOTB, Dirjen POM Depkes dan Kesra RI, Jakarta Donatus, I.A., 1998, Kebijakan Penelitian Jamu dan Fitofarmaka, Seminar Pengembangan-Pemanfaatan Obat Asli Indonesia, 7 November 1998, Semarang Sugiyono, 1999, Metodologi Penelitian Administrasi, CV Alfabeta, Bandung, h. 66-81 Majalah Farmasi Indonesia, 15(2), 2004 80