BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan teori 2.1.1 Kepemimpinan Transformasional Menurut Bass (1985) mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah suatu keadaan dimana para pengikut dari seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan mereka. Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan cara membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil hasil suatu pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan mengaktifkan kebutuhan kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi. Menurut Koesmono (2013) kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan memiliki kharisma. Sedangkan menurut Bodla &Husein (2010) pemimpin transformasional memiliki beberapa komponen perilaku tertentu, diantaranya adalah integritas dan keadilan, menetapkan tujuan yang jelas, memiliki harapan yang tinggi, memberikan dukungan dan pengakuan, membangkitkan emosi pengikut, dan membuat orang untuk melihat suatu hal melampui kepentingan dirinya sendiri untuk meraih suatu hal yang mustahil. Dari pendapat diatas maka 7
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik dan mempunyai peran sentral serta strategi dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Interaksi yang timbul antara pemimpin dengan bawahannya ditandai dengan pengaruh pemimpin untuk mengubah perilaku bawahannya menjadi seorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Pemimpin mempengaruhi pengikutnya sehingga tujuan organisasi akan tercapai. Bass et al. (2003) mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai pola kepemimpinan yang dapat memotivasi karyawan dengan cara membawa pada cita-cita dan nilai-nilai tinggi untuk mencapai visi misi organisasi yang merupakan dasar untuk membentuk kepercayaan terhadap pimpinan. Gaya kepemimpinan ini berfokus pada kualitas berwujud seperti visi, nilai-nilai bersama dan ide-ide dalam rangka membangun hubungan baik, memberi makna yang lebih besar untuk setiap kegiatan, dan menyediakan landasan bersama untuk proses perubahan (Tintami& Nugraha, 2013). Menurut Bello (2012) terdapat 4 komponen perilaku kepemimpinan transformasional yaitu: a. Idealized influence menekankan tipe pemimpin yang memperlihatkan kepercayaan, keyakinan dan dikagumi pengikutnya. 8
b. Inspirasional motivation menekankan pada cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan terhadap tantangan tugas. Pengaruhnya diharapkan dapat meningkatkan semangat kelompok. c. Intelectual stimulation menekankan tipe pemimpin yang berupaya mendorong bawahan untuk memikirkan inovasi, kreatifitas, metode atau cara-cara baru. d. Individualized consideration menekankan tipe pemimpin yang memberikan perhatian terhadap pengembangan dan kebutuhan berprestasi bawahan. Avolio et al. (1999) mengemukakan perilaku-perilaku kepemimpinan transformasional adalah sebagai berikut : 1. Karismatik (charismatic), yaitu pemimpin yang mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. a. Tergantung pada reaksi para pengikut terhadap para pemimpin dan aspek emosional-kognitif dari pemimpin. b. Mampu membentuk dan memperluas pengikut mereka melalui energi, keyakinan, ambisi dan asertifitas, serta menangkap peluang yang ada. 2. Stimulasi Intelektual (intellectual stimulation), yaitu sebuah proses dimana para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalahmasalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang sebuah masalah dari sebuah perspektif yang baru. Ciri-ciri pemimpin stimulasi intelektual. a. Memiliki potensi (general intelligence, cognitive, creativity dan experience). b. Memiliki orientasi terarah (rational, empirical, existencial dan idealistic). 9
3. Perhatian individu (individual consideration), yaitu kemampuan dan tanggung jawab pemimpin untuk memberikan kepuasaan dan mendorong produktivitas pengikutnya. Pemimpin cenderung bersahabat, informal, dekat dan memperlakukan pengikutnya atau karyawannya dengan perlakuan yang sama memberikan nasehat, membantu dan mendukung serta mendorong selfdevelopmentpara pengikutnya. 4. Inspirasi atau motivasi inspirasional (inspirational), yaitu sampai sejauh mana seorang pemimpin mengkomunikasikan visi yang menarik, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha-usaha bawahan dan memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai. Abu & Al omari (2008) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan faktor pengaruh individu yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan gaya kepemimpinan transformasional pada diri karyawan: 1. Menggerakkan semua sumber daya kekuatan organisasi. 2. Menciptakan perbedaan dan perubahan besar dalam kelompok dan organisasi. 3. Membesarkan kolega-subordinate untuk mencapai kesadaran yang lebih besar atas perannya dalam organisasi. 2.1.2 Psychological Empowerment Menurut Dirk (2000) psychological empowerment adalah membangun motivasi dari empat kognisi yang dibentuk oleh lingkungan kerja yaitu kemaknaan, kompetensi, penentuan diri, dan dampak. Psygological 10
Empowermentmerupakan suatu proses yang diawali dengan interaksi antara lingkungan kerja dengan karakteristik kepribadian individu, dan interaksi lingkungan tersebut membentuk empat pemberdayaan kognitif yakni kemaknaan, kompetensi, penentuan diri, dan dampak yang pada akhirya akan dapat memotivasi perilaku individu (Spreitzer, 1995). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa psygological empowerment merupakan suatu bentuk motivasi intrinsik individu di lingkungan kerja yang dibentuk dari empat kognisi untuk menghasilkan kepuasan kerja. psygological empowerment mencerminkan orientasi kerja yang aktif, dimana individu mampu menentukan perannya dalam pekerjaan, bukan hanya sekedar menyampaikan gagasan saja (Hemming & Kay, 2010). Menurut Ambad &Bahron (2012), keempat dimensi Psygological Empowerment yaitu : 1. Meaning (Keberartian) adalah kesesuaian antara kebutuhan peran pekerjaan seseorang dengan perilaku, keyakinan seseorang bahwa dirinya memiiki keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas atau pekerjaan dengan baik. 2. Self-determination (Determinasi Diri) adalah keyakinan seseorang bahwa orang tersebut mempunyai kebebasan atau otonomi dan kendali tentang bagaimana mengerjakan pekerjaannya sendiri. 3. Competence (Kecakapan) adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang bahwa dirinya memiliki keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas atau pekerjaan dengan baik. 11
4. Impact (Dampak) adalah persepsi bahwa seseorang secara signifikan dapat mempengaruhi strategi, administrasi dan hasil operasi kerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan Ambad &Bahron (2012) menyatakan terdapat sembilan upaya dalam pemberdayaan yaitu : 1. Memahami visi dan misi agar individu akan merasa diberdayakan apabila organisasi memberikan pemahaman kepada individu tentang visi dan misi di organisasinya, sehingga individu dapat berkontribusi terhadap organisasinya karena memiliki tujuan yang jelas. 2. Membantu mengembangkan keahlian individu sangat penting bagi pimpinan untuk dapat membantu individu mengembangkan keahlian stafnya. Stafnya dapat melakukan pekerjaan yang mudah terlebih dahulu kemudian melakukan tugas yang sulit sampai mendapatkan pengalaman dalam bekerja. 3. Model peran dalam memberdayakan stafnya, pimpinan berperan sebagai model sesuai dengan perilaku yang diinginkan atau staf yang senior dapat menjadi model peran bagi staf junior. 4. Memberikan dukungan dalam memberdayakan staf perlu diberi dukungan seperti memberikan penghargaan, pujian, umpan balik terhadap pekerjaannya yang telah dilakukan. 5. Membangun emosi yang positif pimpinan dapat menghilangkan emosi negatif seperti rasa takut, kecemasan dengan membangun emosi positif seperti rasa gembira, rasa kebersamaan dalam menyelesaikan tugas staf. 12
6. Memberikan informasi yang dibutuhkan informasi merupakan salah satu alat kekuasaan dalam memberdayakan stafnya. Pimpinan harus memberikan informasi yang relefan dengan tugas yang akan dikerjakan stafnya untuk menumbuhkan rasa diberdayakan oleh pimpinan. 7. Memberikan sumber yang diperlukan, selain informasi sumber-sumber lain akan dapat membantu menyelesaikan tugas staf, misalnya memberikan pelatihan dan pengalaman yang dapat membantu pemberdayaan staf. 8. Menciptakan rasa percaya diri staf dapat melalui rasa saling percaya, kejujuran,caring, keterbukaan dan memiliki kompetensi. Manfaat psygological empowermentadalah dapat membuat individu tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan atau ancaman. Psygological empowerment dapat menjadi sumber daya dan membantu individu untuk bangkit kembali dari keterpurukan keadaan yang dialaminya (Spreitzer, 1995). Selain itu, individu tekun dalam bekerja, dan dapat memfasilitasi harapan bahwa keadaan akan menjadi lebih baik di masa depan (Indica, 2013). Psygological empowerment bermanfaat dalam meningkatkan kinerja, individu menjadi lebih efektif, meningkatkan produktifitas, motivasi untuk bekerja secara lebih efektif (Chen et al. 2010). Dengan demikian, Psygological empowerment banyak memberikan manfaat kepada setiap individu yang ingin merubah kehidupannya menjadi lebih baik yang tentunya harus didukung oleh pimpinan, sehingga tidak terjadi hambatan dalam meningkatkan kinerja dan produktifitas. 13
Menurut Azeem et al.(2010) psygological empowerment dapat memberikan pengaruh terhadap individu, organisasi, dan masyarakat. Hasil penelitian di Inggris menemukan bahwa psygological empowerment (dimensi kemaknaan, penentuan diri, dan dampak) memberikan pengaruh terhadap kesehatan fisik dan mental, serta memberikan pengaruh besar terhadap kepuasan kerja (Zhu et al. 2012). Oleh karena itu, untuk mengatasi dampak yang diakibatkan ketidakberdayaan karyawan diperlukan keterlibatan pimpinan dalam memberdayakan karyawannya. 2.1.3 Komitmen Organisasi Menurut Robbins (2015) komitmen organisasi adalah sejauh mana seorang karyawan mengenali tujuan organisasi tertentu dan menganggap kinerja pekerjaannya menjadi penting bagi diri. Sedangkan keterlibatan kerja adalah mengidentifikasi dengan pekerjaan Anda, komitmen organisasi adalah mengidentifikasi dengan organisasi yang mempekerjakan Anda. Avolio et al. (2004) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Karyawan-karyawan yang merasa lebih berkomitmen pada organisasi memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bisa diandalkan, berencana untuk tinggal lebih lama di dalam organisasi, dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja (Lamidi, 2009). Menurut Nagar (2012) Komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serat berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi menunjukkan bahwa orangorang yang relatif puas dengan pekerjaannya akan sedikit lebih berkomitmen 14
terhadap organisasi. Sedangkan karyawan yang tidak puas dengan pekerjaanya atau tidak berkomitmen terhadap organisasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggalkan organisasi, mungkin lewat ketidakhadiran atau perputaran secara permanen (Oktorita dkk, 2001). Menurut Thamrin et al. (2011) Komitmen karyawan merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi. Menurut Taurisa & Ratmawati (2012) Komitmen organisasi merupakan suatu kesetiaan atau loyalitas yang ditujukan pada organisasi atau perusahaan dimana karyawan bekerja. Ketika karyawan sudah memiliki komitmen terhadap oarganisasi atau perusahaan dimana dia bekerja maka cenderung bertahan lama dan memiliki keinginan yang tinggi dalam pengembangan karir selama bekerja. Dan biasanya karyawan yang memiliki komitmen organisasi pastinya sudah memiliki kepuasan dalam bekerja baik itu di lingkungan maupun pada pekerjaan itu sendiri. Setiap organisasi atau perusahaan sangat membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi atau perusahaan. Menurut Jaros(2007) indikator komitmen organisasi yaitu: 1. Penerimaan terhadap tujuan organisasi. 2. Keinginan untuk bekerja keras. 3. Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi. Adapun indikatornya menurut Zulpikar & Daniel (2011) terdiri dari: 1) Komitmen afektif (affective commitment) Terkait dengan bagaimana seorang karyawan merasa senang menghabiskan sisa karir di perusahaan, perasaan bangga terhadap 15
organisasi, rasa empati terhadap organisasi, loyalitas terhadap organisasi dan keterkaitan secara emosional terhadap organisasi. Komitmen afektif ini diukur berdasarkan kenyamanan individu dalam melakukan pekerjaanya. 2) Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) Terkait dengan bagaimana kekhawatiran berhenti bekerja, perasaan yang berarti untuk meninggalkan organisasi, meninggalkan organisasi karena tidak punya pilihan lagi, tidak adanya peluang alternatif yang ada dan pengorbanan pada organisasi. Komitmen berkelanjutan diukur berdasarkan keuntungan yang didapat apabila individu tetap bekerja pada organisasi tersebut. 3) Komitmen normatif (normative commitment) Terkait dengan pemikiran karyawan tentang individu yang terlalu sering berpindah dari organisasi satu ke organisasi lainnya, loyalitas merupakan kewajiban moral, tawaran dari organisasi lain tidak lebih baik dari organisasi sekarang dan karyawan akan lebih baik untuk bekerja pada suatu organisasi sepanjang karir mereka. Komitmen normatif ini diukur berdasarkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Nagar (2012) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin mebantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan : 16
1) Berkomitmen pada nilai utama manusia Dilakukan dengan membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat mempertahankan komunikasi. 2) Memperjelas dan mengomunikasikan misi Memperjelas misi dan ideologi, karisma menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai, menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan, membentuk tradisi berdasarkan nilai, menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan, membentuk tradisi. 3) Menjamin keadilan organisasi, memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. 4) Menciptakan rasa komunitas membangun homogenitas berdasarkan nilai, keadilan, menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim. 5) Mendukung perkembangan karyawan Melakukan aktualisasi, memberikan pekerjaan menantang pada tahap pertama, memajukan dan memberdayakan, mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan;, menyediakan keamanan kepada karyawan. 2.2 Model Penelitian Model penelitian ini bertujuan untuk dapat memperjelas arah dari penelitian yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kepemimpinan transformasional, komitmen organisasi dan psychological empowerment maka dalam penelitian ini dapat diambil suatu jalur pemikiran yang diterjemahkan dalam model desain penelitian sebagai berikut : 17
Gambar 2.2.1 Model Desain Penelitian Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 X1.1 X1.2 y Psychological Empowerment ( Y1) Y2.1 X1.3 X1.4 H2 H1 Kepemimpinan Transformasional (X1) H3 Komitmen Organisasi (Y2) Y2.2 Y2.3 (Sumber : Saeedet al. 2013,Ismail et al. 2011& Bushra et al. 2011) 2.3 HipotesisPenelitian 2.3.1 Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap komitmen organisasi di PT.PLN (Persero) Distribusi Bali. Dunn et al. (2012) yang menyatakan bahwa praktek gaya kepemimpinan transformasional mampu meningkatkan komitmen organisasional karyawan karena kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti kebutuhan harga diri dan aktualisasi dari yang akan meningkatkan komitmen organisasional. Keberhasilan seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya dapat dilihat dari kemampuannya mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif mempengaruhi pengikutnya untuk mempunyai optimisme yang besar,rasa percaya diri,serta komitmen pada tujuan dan misi 18
organisasi (Tuna et al.2011). Menurut Avolio et al. (2004) antara kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi memiliki pengaruh positif.kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi komitmen organisasional dari bawahannya dengan menaikkan nilai intrinsik yang lebih tinggi diasosiasikan dengan pencapaian tujuan,dan dengan menciptakan komitmen personal yang lebih tinggi baik pada pemimpin dan bawahan terhadap visi,misi dan tujuan organisasi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H 1 : Kepemimpinan transformasionalberpengaruh positif terhadap komitmen organisasional di PT.PLN (Persero) Distribusi Bali. 2.3.2 Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap psychological empowerment di PT.PLN(Persero) Distribusi Bali Menurut Thamrin (2012), kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses membangun komitmen untuk tujuan organisasi dan pemberdayaan pengikut pada pencapaian keberhasilan. Kepemimpinan efektif akan tercermin pada tinggi rendahnya komitmen organisasional bawahannya (Kark & Chen 2003). Kepemimpinan transformasional mendorong dan memotivasi para pengikutnya untuk tetap fokus kepada visi dan tujuan organisasi dengan memberikan penguatan dan pemberdayaan. Ketika diberdayakan, maka para karyawan akan merasa bahwa mereka dilibatkan dan merasa memiliki organisasi (Zhu et al. 2012).Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H 2 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap psychological empowerment Di PT.PLN (Persero) Distribusi Bali. 19
2.3.3 Pengaruh Psychological empowerment terhadap komitmen organisasi di PT.PLN(Persero) Distribusi Bali Meyerson (2008), bahwa persepsi pemberdayaan berhubungan langsung dengan cakupan faktor-faktor perilaku, meliputi aktivitas, konsentrasi, langkah inisiatif, fleksibilitas, yang akan meningkatkan kinerja individu. Spreitzer (1995) menjelaskan bahwa psychological empowermentmemiliki potensi besar dalam memberikan kontribusi atas kinerja manajerial karena proses kerja seorang manajer tidak bisa distrukturisasi secara lengkap dengan aturan dan prosedur. Karim et al. (2012) mengatakan bahwa motivasi intrinsik yang tinggi dapat meningkatkan efektivitas kerja individu, sehingga komitmen organisasional akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (2010) mengindikasikan bahwa karyawan yang merasa diberdayakan akan menunjukkan komitmen mereka terhadap organisasi. Dengan demikian, karyawan yang diberdayakan akan memandang diri mereka sendiri lebih kompeten dan dapat mempengaruhi pekerjaan dan organisasinya dengan cara yang penuh arti. Psychological empowermentini juga terikat pada usaha ekstra peran, bertindak secara bebas dan memiliki komitmen pada organsasi (Spreitzer, 1995), maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H 3 : Psychological empowerment berpengaruh positif terhadap Komitmen organisasional di PT.PLN (Persero) Distribusi Bali. 20
2.3.4 Pengaruh Psychological empowerment merupakan variabel interverning yang memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap komitmen organisasi di PT.PLN(Persero) Distribusi Bali Penelitian terkini yang menguji hubungan antara psychological empowerment secara keseluruhan dan kinerja sebuah pekerjaan memperoleh bukti empiris bahwa tingkat psychological empowerment yang lebih tinggi akan meningkatkan komitmen organisasi karyawan (Nonsken dkk, 2012). Moktharian et al. (2011) menyatakan bahwa praktik psychological empowerment terhadap bawahan merupakan komponen utama dari efektivitas manajerial dan organisasional. Penelitian yang dilakukan oleh Avolio et al. (2004) menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional menekankan psychological empowerment sebagai mekanisme utama dalam membangun komitmen untuk tujuan organisasi.bushra et al. (2011) mengatakan bahwa karyawan agak loyal kepada organisasi mereka, merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan karena menemukan kesamaan antara nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai organisasi, dan siap untuk menerima semua jenis penugasan untuk kelancaran organisasi. psychological empowermentpositif memediasi hubungan Transformasional kepemimpinan dan komitmen organisasi (Saeed et al. 2013), maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H 4 : Psychological empowerment berpengaruh positif sebagai variable interverning yang memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap komitmen organisasi di PT.PLN (Persero) Distribusi Bali. 21