BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

Karenanya labu kuning yang bisa mencapai ukuran besar ini juga membawa beragam manfaat hebat untuk mencegah beragam penyakit, di antaranya:

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

² Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

7 Manfaat Daun Singkong

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. asupan zat gizi makro yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. satu keanekaragaman tersebut adalah bunga Tasbih (Canna edulis Ker.) dan ikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada waluh. Secara umum waluh kaya akan kandungan serat, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2004). pangan untuk dikonsumsi. Selain dari faktor pengetahuan dan faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB I PENDAHULUAN. antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Buah kersen merupakan buah yang keberadaannya sering kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI. Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc

PENGETAHUAN BAHAN PAKAN. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. gaya makanan junk food dan fast food yang tren di tengah masyarakat.

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai negara agraris (Simatupang et al, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran dan buahbuahan merupakan salah satu sumber pangan yang begitu penting untuk dikonsumsi oleh masyarakat, karena kandungan gizi pada sayuran dan buah-buahan sendiri sudah terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh. Makanan yang kita konsumsi harus mengandung zat gizi, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Zat gizi vitamin dan mineral banyak dikandung oleh sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah merupakan bahan pangan yang mudah didapatkan di berbagai tempat. Hanya saja, masih banyak orang yang tidak suka mengkonsumsinya dengan berbagai alasan. Padahal dengan kandungan vitamin dan mineralnya yang begitu lengkap serta bervariasi, sayuran dan buah merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi kita. Selain kandungan vitamin dan mineralnya, buah juga banyak mengandung serat yang melancarkan pencernaan (Novary, 1997). Komoditas sayuran dan buah sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan. Mengingat, Indonesia sudah lama menerapkan sistem diversifikasi pangan. Pemerintah sendiri sudah menyadari pentingnya dilakukan diversifikasi pangan, karena program tersebut dapat meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi sehingga dapat meningkatkan status masyarakat (Almatsier, 2011).

Buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah labu kuning. Penyebaran labu kuning telah merata di Indonesia, hampir di semua kepulauan Nusantara terdapat tanaman buah labu kuning. Cara penanaman dan pemeliharaannya pun mudah. Labu kuning dapat menjadi sumber pangan yang dapat diandalkan (Anonim, 2010). Jumlah produksi labu kuning cukup melimpah setiap tahunnya, labu kuning mudah dijumpai baik di pasar tradisional maupun modern. Didorong oleh beberapa faktor antara lain tanaman labu kuning dapat tumbuh dengan mudah, bahkan di lahan kering sekalipun dan tanpa memerlukan perawatan yang khusus. Tanaman ini dapat menghasilkan buah labu kuning sebesar 20-40 ton per hektar lahan dalam waktu yang relatif singkat, hanya sekitar 40-60 hari (Rahmat, 1998). Labu kuning merupakan bahan pangan yang mengandung kalori, karbohidrat, protein, lemak, mineral (kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, tembaga dan seng), ß- karoten, tiamin, niacin, serat dan vitamin C. Daging buahnya pun mengandung antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker. Sifat labu kuning lunak dan mudah dicerna serta dapat digunakan untuk menambah warna menarik dalam olahan pangan lainnya, tetapi sejauh ini pemanfaatannya belum optimal. Keunggulan manfaat pada labu kuning ini yang kaya akan β-karoten yang bisa dijadikan sebagai anti inflamasi. Dengan mengkonsumsi labu kuning secara teratur dapat mencegah pengendapan kolesterol pada dinding arteri yang bisa menurunkan resiko stroke. Senyawa β-karoten, vitamin A dan zinc pada labu kuning berperan sebagai obat alami untuk memperlambat proses penuaan, mencegah keriput dan mengghaluskan kulit.

Kandungan seratnya yang tinggi sangat baik untuk menjaga sistem saluran pencernaan dan mencegah terjadinya sembelit serta dapat melancarkan pencernaan. Serat juga sangat direkomendasikan dalam diet sehat, untuk mengontrol berat badan dan untuk diet pada penderita diabetes. Mengkonsumsi buah labu kuning secara teratur maka otomatis fungsi pancreas akan baik dan insulin bekerja dengan baik. Selain itu buah labu kuning juga tidak menaikkan zat gula darah dalam tubuh sehingga sangat baik untuk mencegah diabetes. Zinc pada labu kuning juga berperan untuk memperkuat masa tulang dan mencegah terjadinya sel-sel tubuh yang rusak karena radikal bebas, dan juga dapat mencegah terjadinya osteoporosis. Buah labu kuning memiliki asam folat yang cukup baik untuk ibu hamil, kekurangan folat pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi mengalami caat bawaan lahir seperti spina bifina, dengan mengkonsumsi labu kuning juga dapat member asupan yang baik untuk kesehatan bayi, tetapi seajuh ini pemanfaatan buah labu kuning belum optimal. Tingkat konsumsi labu kuning masih tergolong rendah kurang dari 5 kg per kapita per tahun. Pemanfaatan labu kuning selama ini terbatas dalam ruang lingkup olahan tradisional, misalnya sebagai sayuran, bahan dasar kolak dan aneka kue. Bagi masyarakat Manado labu kuning digunakan dalam bentuk bubur Manado dan di Sulawesi Selatan, labu kuning digunakan sebagai pencampuran dalam sayur bayam (Sari, 2011). Labu kuning termasuk pangan lokal yang mudah rusak dan busuk apabila bahan makanan tersebut mengalami kerusakan, sehingga perlu diolah menjadi suatu produk yang tahan lama untuk disimpan, antara lain dapat dibuat menjadi tepung.

Pembuatan tepung labu kuning akan menguntungkan karena pemanfaatannya menjadi lebih luas sebagai campuran makanan, dan mempunyai daya simpan yang tinggi serta mudah dibentuk, diperkaya zat gizi, lebih cepat masak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Tepung labu kuning dapat digunakan pada beberapa produk pangan misalnya pada mie, roti, es krim, biskuit, cake, dan lain-lain. Protein juga sangat dibutuhkan oleh tubuh kita, karena protein berfungsi sebagai salah satu sumber energi yang dibutuhkan tubuh. Selain itu pula protein juga berperan dalam sintesis hormon dan pembentukan enzim serta antibodi. Protein merupakan bagian penting selama masa pertumbuhan dan masa perkembangan tubuh manusia, misalnya untuk tulang, otot dan organ tubuh lainnya. Kekurangan protein pada masa-masa ini akan menyebabkan pembentukan otot, tulang dan organ lainnya terganggu. Efeknya adalah keterlambatan pertumbuhan sampai dengan adanya kekurangan gizi seperti kurus, gangguan kulit, dan lesuh (Mardhatillah, 2008). Usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan protein adalah dengan cara pemanfaatan bahan alam yaitu ikan lele yang memiliki kandungan protein yang tinggi. Lele yang memiliki nama ilmiah Clarias sp ini perkembangan produksinya secara nasional sangat baik. Selama lima tahun terakhir produksi ikan lele terus meningkat. Pada tahun 2008 produksi nasional ikan lele sebesar 114,371 ton, tahun 2009 terus meningkat menjadi 144,755 dan makin meningkat di tahun 2010, angka sementara yan dipublikasikan produksi ikan lele dari hasil budidaya sebesar 273,554 ton (Ditjen Perikanan Budidaya, 2012). Ikan lele merupakan salah satu bahan pangan bergizi yang mudah untuk dihidangkan sebagai lauk. Kandungan gizi ikan lele sebanding dengan daging ikan

lainnya. Beberapa jenis ikan, termasuk ikan lele mengandung protein lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan daging hewan lainnya. Nilai gizi ikan lele meningkat apabila diolah dengan baik yang terdapat pada ikan lele segar yang belum rusak dan busuk (Abbas, 2012). Ikan lele mengadung karoten, vitamin A, protein, lemak, karbohidrat, fosfor, kalsium, zat besi, vitamin B1, vitamin B6, vitamin B12, dan kaya akan asam amino. Daging ikan lele mengandung asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk membantu perkembangan sel otak pada anak dibawah usia 12 tahun sekaligus memelihara sel otak. Kandungan komponen gizi ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia baik pada anak-anak, dewasa, dan orang tua. Manfaat ikan lele dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Kandungan asam amino esensial sangat berguna untuk tumbuh kembang tulang, membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh, dan memelihara masa tubuh anak agar tidak terlalu berlemak. Selain itu juga ikan lele dapat menghasilkan antibody, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen, untuk perbaikan pada jaringan tubuh. Sehingga kandungan ikan lele pun bisa melindungi anak dari cold sore dan virus herpes. Ikan lele memiliki kandungan air tinggi sebesar 80% yang dapat menyebabkan daging ikan mudah rusak. Selain itu kandungan kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi sehingga menyebabkan bau tengik. Hal-hal tersebut dapat menghambat penggunaanya sebagai bahan pangan, oleh karena itu diperlukan proses pengolahan

untuh menambah nilai, baik dari segi gizi, rasa, bau, bentuk, maupun daya awetnya (Adawyah, 2007). Tepung ikan lele merupakan usaha pengolahan yang memerlukan banyak bahan baku ikan segar dengan harga yang murah. Sampai saat ini penggunaan tepung ikan belum dilakukan secara maksimal, kegunaan utama tepung ikan masih sebatas bahan campuran pakan ternak. Pembuatan tepung ikan lele dapat menjadi suatu bentuk alternatife bahan pangan. Selain memiliki daya simpan yang cukup lama dibandingkan ikan segar, bentuk yang berupa tepung diharapkan menjadi tepung ikan yang lebih fleksibel dalam pemanfaatannya. Nilai gizi pada tepung ikan lele yang tinggi terutama kandungan proteinnya yang kaya akan asam amino essensial, terutama lisin dan metionin. Disamping itu tepung ikan lele juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat. Tepung ikan lele merupakan sumber kalsium (Ca) dan posfor (P), serta mengandung trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) (Moeljanto, 1982). Menurut penelitian Hervina (2009), berdasarkan pengukuran densitas kamba menunjukan bahwa tepung kepala ikan mempunyai densitas kamba yang tebih tinggi daripada tepung badan ikan. Densitas kamba tepung kepala ikan adalah 0,45 g/ml sedangkan densitas kamba tepung badan ikan adalah 0,37 g/ml. Hasil pengukuran derajat putih tepung menunjukan bahwa tepung ikan memiliki derajat putih yang lebih rendah daripada tepung terigu. Tepung kepala ikan memiliki derajat putih yang lebih rendah daripada tepung badan ikan. Derajat putih tepung kepala ikan adalah 29,00%, sedangkan derajat putih tepung badan ikan adalah sebesar 30,96%. Analisis

sifat kimia tepung ikan lele didapat hasil, untuk tepung kepala ikan kadar air 8,72%, kadar abu 18,10%, kadar protein 56,04 %, kadar lemak 9,39% dan kadar karbohidrat 7,84%, sedangkan hasil analisis untuk tepung badan ikan adalah kadar air 7,99%, kadar abu 4,83% kadar protein 63,83%, kadar lemak 10,83% dan kadar karbohidrat 11,83%. Berdasarkan penelitian Herviana, penelitian ini hanya menggunakan daging saja pada penggunaan ikan lele dengan tujuan untuk memperkecil dentitas kamba, mengurangi kadar air, kadar lemak pada tepung serta untuk mendapatkan derajat keputihan tepung ikan lele. Kandungan gizi pada ikan lele juga lebih banyak terdapat pada daging ikan lele dalam pembuatan tepung ikan lele. Dengan uraian diatas peneliti ingin mencampurkan bahan pangan dari buah labu kuning dan ikan lele karena keunggulan dari manfaat kandungan gizi yang terdapat pada labu kuning dan ikan lele dengan mengolah menjadi tepung agar penggunaan bahan pangan lebih fleksibel serta kandungan gizinya dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada kalangan anak-anak, remaja, dewasa, ibu hamil, dan orang tua. Penggunaan tepung ikan sebagai bahan subsitusi tepung terigu pada pembuatan biskuit merupakan salah satu alternatife penggunaan yang menjanjikan, terutama dari segi kualitas zat gizi yang dihasilkan. Biskuit merupakan salah satu kue kering yang sampai saat ini banyak digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau camilan dari berbagai kelompok ekonomi dan umur. Menurut (Moehji, 2000) biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, dan orang tua, yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Harga biskuit

terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa biskuit banyak disukai oleh masyarakat. Menurut SNI (1992), biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun. Secara umum bahan pembuatan biskuit biasanya dibuat dari tepung terigu. Biskuit mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Oleh karena itu, melalui penambahan tepung labu kuning dan ikan lele dalam pembuatan biskuit dapat mengurangi pemakaian tepung terigu dan meningkatkan kandungan gizi. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Pada sisi lain, masalah gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia sebagai dampak keberhasilan di bidang ekonomi. Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun (balita). Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus (Almatsier, 2004).

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung labu kuning dan tepung ikan lele dengan perbandingan 20%, 30%, 40% dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini dengan perbandingan tersebut peneliti ingin melihat bagaimana peningkatan kandungan energi dan protein dan apabila presentase terlalu besar akan menghasilkan biskuit yang keras dan bau langu serta aroma amis yang tinggi dari tepung labu kuning dan ikan lele akan lebih terasa. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan penambahan tepung ikan lele, maupun tepung labu kuning adanya peningkatan kandungan protein. Pada penelitian Hervina (2009), biskuit dengan subsitusi tepung ikan lele dan isolat protein kedelai sebagai makanan tambahan balita gizi kurang, berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, formula terpilih dapat dikatakan sebagai pangan tinggi protein karena dapat memenuhi target 20% protein berdasarkan AKG balita. Untuk memenuhi target tersebut, jumlah yang harus dikonsumsi balita setiap harinya adalah 4 keping biskuit atau 50 gram biskuit, 50 gram biskuit dapat memberikan 240 kkal energi, 9,8 gram protein, 26,9 gram karbohidrat dan 10,6 gram lemak. Menurut hasil penelitian Gifar (2012), pengaruh penambahan tepung labu kuning dan tepung terigu terhadap pembuatan biskuit, berdasarkan uji analisa kadar air dan analisa kadar abu, diperoleh perlakuan terbaik yaitu pada perlakuan penambahan tepung labu kuning 20 gr : tepung terigu 245 gr. Selain itu ada juga hasil penelitian dari Nurhidayati (2011), kontribusi MP-ASI biskuit bayi dengan subsitusi tepung labu kuning dan ikan patin terhadap kecukupan protein dan vitamin A berdasarkan SNI 01-7111.2-2005 sudah memenuhi standar kandungan gizi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mencoba memanfaatkan tepung labu kuning dan tepung ikan lele dalam pembuatan biskuit dan melihat kandungan energi dan protein yang terkandung pada biskuit tersebut. Hal ini menarik untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul Analisis Energi dan Protein serta Uji Daya Terima Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana kandungan energi dan protein pada biskuit tepung labu kuning dan ikan lele serta uji daya terimanya. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui kandungan energi dan protein serta uji daya terimanya biskuit tepung labu kuning dan ikan lele. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Menganalisis kadar energi dan protein serta zat gizi mikro biskuit tepung labu kuning dan ikan lele. 2. Mengetahui daya terima terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur biskuit dengan penambahan tepung labu kuning dan ikan lele. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari labu kuning yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai sayuran dan kue.

2. Memberikan informasi dan pengetahuan nilai gizi dari labu kuning dan ikan lele sebelum dan sesudah dilakukan diversifikasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari ikan lele yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai lauk. 3. Sebagai salah satu usaha penganekaragaman pengolahan pangan agar tidak cepat rusak. 4. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan biskuit.