BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

dokumen-dokumen yang mirip
Jalur Distribusi Obat

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

Wimbuh Dumadi,S.Si.M.H.,Apt Ketua Pengurus Daerah IAI DIY. Yogyakarta, 14 April 2018

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. yang berbasis teknologi ini, seperti: e-government, e-commerce, e-education, e-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dari sisi supply chain (rantai pasokan). Perusahaan bersaing dari sisi rantai

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengawasan Mutu Obat di Instalasi Farmasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peran Asosiasi dalam Mendorong Integritas Sektor Usaha Farmasi

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) ,

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELUANG DAN TANTANGAN APOTEKER DALAM IMPLEMENTASI PP 51 TAHUN 2009

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

UPAYA PENGUATAN BIDANG INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN OBAT DI FASYANKES

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

BAB I PENDAHULUAN. Distributor farmasi adalah suatu perusahaan distribusi produk-produk

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PEKERJAAN KEFARMASIAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

SOAL PILIHAN GANDA PENGANTAR ILMU FARMASI

Sistem Pelaporan Elektronik Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. baik antara perusahaan retail dengan pihak-pihak dalam rantai suplainya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi dan teknologi yang semakin pesat membuat

BAB V TUGAS KHUSUS 5.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERAN APOTEKER DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN OBAT DALAM ERA GLOBALISASI. Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI PELAKSANAAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK (CDOB) PADA APOTEK DI KECAMATAN MLATI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

1. Hasil wawancara dan kuisioner dengan pihak perusahaan. 1. Bergerak di bidang apakah perusahaan ini?

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai perusahaan dalam mencapai tujuan organisasinya. Pemanfaatan

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. order picking packing shipping. Gambar I. 1 Aktivitas Outbond Gudang PT.XYZ

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada masa sekarang ini industri manufaktur telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri Farmasi merupakan salah satu industri besar dan

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang industri semen, dengan kapasitas total produksi

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

PRAKTEK KEFARMASIAN YANG PROFESIONAL DAN BERTANGGUNG JAWAB DI ERA BPJS. SOFIARMAN TARMIZI Apt PRESENTASI DALAM SEMINAR DI IAI SUMBAR OKTOBER 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Saat ini sektor industri mempunyai peran yang sangat penting di dalam

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Era perdagangan bebas dan globalisasi saat ini telah memaksa industri di

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan di sarana pelayanan kesehatan. Dalam menyalurkan atau mendistribusikan produknya, industri farmasi harus menggunakan jasa distributor atau yang disebut Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi disebutkan bahwa PBF hanya menyalurkan obat kepada PBF atau PBF cabang lainnya dan fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik atau toko obat, namun khusus untuk obat keras tidak diperbolehkan disalurkan melalui toko obat dan pembeliannya harus dilakukan di apotek dengan menggunakan resep dokter. Menurut data dari Business Monitoring International Kuartal I tahun 2013, tercatat pada tahun 2010 terdapat sekitar 2.855 PBF dengan apotek sebanyak 16.603 gerai dan toko obat 8.447 gerai di Indonesia. Di jalur retail, persentase obat yang dipasarkan melalui apotek sekitar 43%, melalui toko-toko umum sebesar 18%, melalui toko obat 14%, melalui dokter 13% dan melalui rumah sakit sebesar 12%. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan bagi penggunanya. 12

Industri farmasi bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua divisi dalam perusahaan maupun pemasok dan juga distributor atau PBF. Distributor atau PBF sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan serta tempat untuk menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat, bahan obat dan alat kesehatan, diharapkan memiliki cakupan jasa distribusi mulai dari kota-kota besar sampai ke kota-kota kecil sehingga dapat memberikan pertumbuhan penjualan terutama dalam memasarkan dan mendistribusikan produk-produk farmasi untuk Dinas Kesehatan, Puskesmas, Balai Kesehatan, Klinik maupun Rumah Sakit Pemerintah di daerah-daerah sehingga menjamin ketersediaan obat di setiap daerah. Peranan distributor sangat penting dalam menjaga kualitas produk tetap dalam keadaan baik sampai ke daerah-daerah jalur distribusinya, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi yang regular dan menyeluruh terhadap distributor yang bekerja sama dengan industri farmasi guna kepastian pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, evaluasi yang dilakukan oleh PT Novartis Indonesia terhadap distributornya lebih banyak menggunakan indikator untuk mengevaluasi ketersediaan produk dipasaran saja namun belum mencakup kualitas jasa yang diberikan secara keseluruhan. Pengukuran kinerja yang dimiliki PT Novartis Indonesia saat ini masih kurang menyeluruh terhadap pengukuran pada tahap Delivery dan Return sesuai Supply Chain Management dan juga masih belum ada kriteria pengukuran mengenai 13

kualitas dari fasilitas dan jasa yang diberikan yang memastikan produk terjaga kualitasnya selama proses distribusinya. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), menyebutkan bahwa cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan, sehingga suatu perusahaan yang bergerak dibidang distribusi obat harus dapat menjaga semua aktivitasnya dijalankan sesuai dengan Cara Distribusi Obat yang Baik. Ada beberapa pedoman yang berlaku di Indonesia maupun international dalam industri farmasi, produksi obat harus berpedoman pada Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pedoman ini dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan sejak tahun 1988. Mulai dari proses produksi obat yang juga menggunakan bahan-bahan material yang berasal dari berbagai pemasok, sampai pada proses pelulusan dari bagian Quality Assurance, yang kemudian produk akan dikirimkan ke gudang penyimpanan dan dikirimkan ke PBF lalu didistribusikan ke outlet-outlet pelayanan kefarmasian seperti rumah sakit, apotek dan toko obat yang pada 14

akhirnya ke pasien. Sedangkan seluruh rangkaian aktifitas distribusi berpedoman pada Good Distribution Practices (GDP) atau Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Sebagian besar produk jadi yang dipasarkan oleh PT Novartis Indonesia masih impor dan didatangkan dari pabrik obat Novartis di pusat atau Swiss ataupun pabrik obat Novartis di negara lain namun ada juga beberapa obat jadi yang diproduksi dipabrik lokal. Proses pembuatan produk obat yang dilakukan bermula pada pengadaan bahan baku baik utuk zat aktif maupun zat tambahan yang akan digunakan untuk pembuatan obat kemudian dilakukan proses produksi di manufacturing site atau pabrik dan semua proses ini harus mengacu pada cara pembuatan obat yang baik terkini yang mencakup in-process control sampai pelulusan obat jadi, produk obat jadi dikirimkan ke hub atau gudang penyimpanan depo maupun pengiriman secara langsung ke negara-negara yang membutuhkan, kemudian produk obat jadi dikirimkan ke distributor untuk dapat didistribusikan lebih lanjut ke apotek atau rumah sakit, proses distribusi harus berpedoman pada Good Distribution Practices (GDP) atau Peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Dalam upaya menjaga kualitas produk obat jadi selama proses distribusi, maka PT Novartis Indonesia harus mampu memastikan bahwa distributor yang digunakannya mematuhi aturan yang ada pada CDOB sehingga dapat mendukung PT Novartis Indonesia dalam menjamin ketersediaan produk-produknya sampai ke pelosok-pelosok daerah guna mendukung pelayanan kesehatan yang 15

berkualitas dan merata di seluruh wilayah Indonesia dan hal ini juga sejalan dengan adanya kebijakan pemerintah mengenai penerapan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah dimulai oleh pemerintah sejak tanggal 1 Januari 2014. Melihat tuntutan dan perkembangan yang ada baik dari sisi peraturan dan kebutuhannya dengan tidak hanya menjamin ketersediaan produk sampai ke pelosok-pelosok daerah tetapi juga sekaligus menjaga kualitas produknya sehingga dapat mendukung aktivitas pemasaran, maka PT Novartis Indonesia perlu melakukan pengembangan terhadap indikator pengukuran kinerja distributor yang digunakannya secara menyeluruh terhadap konsep Supply Chain Management khususnya tahapan Deliver dan Return serta dari sisi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), hal ini dikarenakan indikator pengukuran kinerja yang digunakan oleh PT Novartis Indonesia saat ini disusun hanya berdasarkan aspek pemasaran seperti terlihat pada lampiran 2. Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan objek penelitian PT Novartis Indonesia dengan melakukan pengembangan terhadap indikator pengukuran kinerja distributor yang telah digunakan saat ini dengan judul PENGEMBANGAN INDIKATOR PENGUKURAN KINERJA DISTRIBUTOR DI PT NOVARTIS INDONESIA. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis mencoba mengembangkan indikator pengukuran kinerja distributor yang telah digunakan 16

oleh perusahaan saat ini sehingga dapat lebih memberikan pengukuran yang lebih menyeluruh terhadap perusahaan jasa distribusi yang digunakannya, tidak hanya menjamin ketersediaan produk tetapi juga sekaligus menjaga kualitas produknya sampai ke pelosok-pelosok daerah sehingga dapat mendukung aktivitas pemasaran PT Novartis Indonesia. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, pertanyaan penelitian yang muncul sebagai bahan kajian dan penelitian adalah: Bagaimanakah indikator pengukuran kinerja distributor yang tepat dan sesuai bagi PT Novartis Indonesia guna memenuhi kebutuhannya dengan tidak hanya menjamin ketersediaan produk sampai ke pelosok-pelosok daerah tetapi juga sekaligus menjaga kualitas produknya sehingga dapat mendukung aktivitas pemasaran PT Novartis Indonesia? 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Identifikasi indikator pengukuran kinerja yang diperlukan guna mengevaluasi distributor secara menyeluruh. 2. Mengembangkan indikator pengukuran kinerja distributor yang digunakan oleh PT Novartis Indonesia saat ini dalam menjamin kualitas sekaligus ketersediaan produk di seluruh pelosok daerah. 17

1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu data pendukung bagi PT Novartis Indonesia dalam melakukan evaluasi terhadap distributor yang digunakannya serta menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pada memasarkan produknya dalam menghadapi tantangan dan peluang di masa yang akan datang. Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi informasi pendahuluan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan aktivitas distribusi produk pada industri farmasi. 1.6. Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian Ruang lingkup penelitian terdiri dari subjek penelitian dan objek penelitian. Subjek penelitian adalah pengembangan Indikator Pengukuran Kinerja distributor yang digunakan, sedangkan objek penelitian adalah PT Novartis Indonesia. Sedangkan batasan-batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian hanya dilakukan pada aktivitas distribusi produk-produk Ethical atau produk dari divisi Pharma PT Novartis Indonesia. 2. Penelitian ini berfokus pada indikator pengukuran kinerja distributor yang digunakan PT Novartis Indonesia saat ini. 3. Identifikasi indikator pengukuran kinerja hanya pada tahapan proses deliver dan return pada Supply Chain Management. 4. Identifikasi indikator pengukuran kinerja yang terkait dengan kepatuhan pada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). 18

5. Pengembangan indikator pengukuran kinerja dilihat dari sudut pandang kebutuhan PT Novartis Indonesia guna menjamin kualitas sekaligus ketersediaan produknya di seluruh pelosok daerah. 6. Terhadap indikator pengukuran kinerja yang dihasilkan dari penelitian dikirimkan ke distributor hanya untuk konfirmasi ketersediaan data namun belum dilakukan uji coba terhadap evaluasi distributor berdasarkan indikator pengukuran kinerja yang dihasilkan. 1.7. Sistematika Penulisan Berikut ini adalah sistematika penulisan penulisan penelitian ini, yang terdiri dari lima bagian, dengan rincian sebagai berikut: Bab 1: Pendahuluan Merupakan bagian pertama dalam penelitian ini yang memaparkan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan, baik metode pengumpulan data maupun metode analisis data, batasan penelitian, dan sistematika penelitian atas studi pada pengembangan indikator pengukuran kinerja distributor PT Novartis Indonesia. Bab 2: Tinjauan Pustaka Merupakan bagian kedua dalam penelitian ini yang memaparkan mengenai teori dan jurnal yang digunakan sebagai dasar acuan atas penelitian ini, yaitu tinjauan pustaka mengenai konsep indikator pengukuran kinerja, konsep supply chain management dan konsep Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Bab 3: Metode Penelitian dan Profil Perusahaan 19

Merupakan bagian ketiga dalam penelitian yang membahas dua hal, yang pertama memaparkan secara detil mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis data, dan yang kedua mengenai gambaran umum perusahaan PT Novartis Indonesia dan profil distributor yang digunakan saat ini. Bab 4: Hasil dan Pembahasan Merupakan bagian keempat dalam penelitian ini yang memaparkan mengenai hasil penelitian dan pembahasan atas pengembangan yang telah dilakukan pada indikator pengukuran kinerja distributor PT Novartis Indonesia dalam strategi bisnis menghadapi tantangan perubahan lingkungan dan peluang dimasa yang akan datang. Bab 5: Simpulan dan Saran Merupakan bagian terakhir dari penelitian ini yang memaparkan mengenai simpulan yang diperoleh dari penelitian ini dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang. 20