Laporan Ekonomi Bulanan

dokumen-dokumen yang mirip
Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Laporan Ekonomi Bulanan. Mei 2006

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Kondisi Perekonomian Indonesia

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

Laporan Ekonomi Bulanan

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT

MACROECONOMIC REPORT JUNI, 2014

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Pelemahan Rupiah: Haruskah Kita Panik? Mohammad Indra Maulana (Alumni FEB UGM)

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Economic Update. Exhibit 1. Kontribusi Lapangan Usaha Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Exhibit 2. Kontribusi Penggunaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2004

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER 2016

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

MACROECONOMIC REPORT JULI, 2014

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN FEBRUARI 2002

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

1. Tinjauan Umum

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Analisis Ekonomi Mingguan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

TINJAUAN EKONOMI Januari 2010

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JULI 2017

Tinjauan Ekonomi Desember 2009

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2016

Transkripsi:

Laporan Ekonomi Bulanan Edisi November 2005 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin ndonesia Kerjasama KADN ndonesia dan JETRO JETRO Expert: Yojiro OGAWA

ndikator Ekonomi ndikator 2001 2002 2003 2004 2005 1. DB Harga Konstan Tahun 2000 (Rp Triliun) 1,443.0 1,506.1 1,579.6 1,660.601.313.4 (3) 2. ertumbuhan DB (%) 3.83 4.38 4.88 5.13 5.34 (3) 3. nflasi (%) 12.55 10.03 5.06 6.40 15.65 (3) 4. Neraca Transaksi Berjalan (US$ Billion) 6.9 4.7 4.0 2.9 0.92 (1) 5. Total Ekspor (US$ Billion) 56.3 57.0 55.6 69.7 62.31 (3) 6. Ekspor Nonmigas (US$ Billion) 43.7 44.9 43.1 54.10 48.35 (3) 7. Total mpor (US$ Billion) 31.0 31.2 29.5 46.20 43.75 (3) 8. mpor Nonmigas (US$ Billion) 25.5 24.8 22.6 34.60 30.47 (3) 9. Neraca erdagangan (US$ Billion) 25.4 25.8 26.1 23.50 18.57 (3) 10. Uang rimer (Rp Triliun) 127.8 138.3 136.5 199.7 224.4 (4) 11. Uang Beredar (Rp Triliun) a. Arti Sempit (M1) 177.7 191.9 207.6 253.80 274.8 (2) b. Arti Luas (M2) 844.1 883.9 911.2 1,033.5 1115.9 (2) 12. Dana ihak Ketiga erbankan (Rp Triliun) 809.1 845.0 866.3 965.1 1050.3 (2) 14. Suku Bunga (persen per tahun) a. SB 1 Bulan 17.6 12.9 8.1 7.40 12.25 (6) b. Deposito 1 Bulan 16.1 12.8 7.7 6.40 7.55 (2) c. Kredit Modal Kerja 19.2 18.3 15.8 13.40 13.4 (2) d. Kredit nvestasi 17.9 17.8 16.3 14.10 13.62 (2) 15. Rupiah/US$ (Kurs Tengah Bank ndonesia) 10,400 8,940 8,330 9,355 10,050 (7) 16. ersetujuan nvestasi - Domestik (Rp Triliun) 58.8 25.3 16.0 36.80 38.24 (3) - Asing (US$ Billion) 15.1 9.7 6.2 10.30 10.66 (3) 17. HSG BEJ 392.0 424.9 742.5 1,000.2 1,078.2 (7) 18. Nilai Kapitalisasi asar BEJ (Rp Triliun) 239.3 268.4 411.7 679.9 740.7 (5) Sumber: BS, B, dan BEJ 1) Januari - Juni 2005 4) osisi September 20056) osisi 16 November 2005 2) osisi Agustus 2005 5) osisi Oktober 2005 7) osisi 24 November 2005 3) Januari - September 2005

erkembangan Ekonomi ndonesia Analisa Bulanan November 20005 Meskipun lonjakan angka inflasi telah diperkirakan sebelumnya, namun dicapainya inflasi bulanan sampai 8,75 persen untuk bulan Oktober 2005 cukup mengejutkan banyak pihak, termasuk pemerintah. Dengan angka inflasi sebesar itu, maka dapat dipastikan bahwa tingkat inflasi untuk keseluruhan tahun 2005 akan melebihi angka 17 persen, karena inflasi kumulatif Januari-Oktober 2005 saja sudah mencapai 15,65 persen. 18 Grafik 1 nflasi Kumulatif (%) 2003-2005 (Januari - Oktober) 16 14 12 2005 2003 2004 15.65 10 % 8 6.40 6 4 2 5.06 0 January February March April May June July August September October November December Begitu tingginya angka inflasi -- yang tertinggi dalam empat tahun terakhir -- dan terus meroketnya tingkat suku bunga perbankan, jelas bukan gambaran yang baik dari kondisi makro ekonomi ndonesia, meskipun kurs nilai tukar rupiah dapat dipertahankan relatif stabil pada kisaran Rp 10.000 per dollar AS. Dengan kondisi seperti ini bahkan beberapa kalangan mulai terlihat pesimis terhadap perkembangan ekonomi ndonesia dewasa ini. Tingginya inflasi yang jauh dari tingkat yang wajar tersebut, tidak saja menurunkan kembali secara drastis daya beli masyarakat, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan investasi dalam negeri. Karena tingginya inflasi tidak saja menjadikan suku bunga riil dalam negeri menjadi negatif yang akan mendorong kenaikan suku

bunga pinjaman, tetapi juga memberatkan beban utang obligasi pemerintah yang harus ditanggung dalam ABN. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut, agaknya tidak salah apabila muncul hitung-hitungan yang menunjukkan bahwa biaya yang harus ditanggung ABN akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (bbm) pada 1 Oktober 2005 lalu bisa lebih besar dari penghematan subsidi yang bisa dikurangi dengan kenaikan harga bbm tersebut. 8,000 Grafik 2 Kurs Tengah Rupiah & ndeks Harga Saham Gabungan Januari 2005-25 November 2005 1,300 8,500 1,200 9,000 1,100 Rp/US$ 9,500 10,000 1,000 900 10,500 11,000 11,500 Rupiah/US$ HSG 800 3-Jan-05 19-Jan-05 7-Feb-05 25-Feb-05 16-Mar-05 4-Apr-05 20-Apr-05 10-May-05 27-May-05 14-Jun-05 30-Jun-05 18-Jul-05 3-Aug-05 22-Aug-05 8-Sep-05 26-Sep-05 12-Oct-05 28-Oct-05 22-Nov-05 700 600 Ada kekhawatiran bahwa efek spiral dari inflasi akan terus berlanjut sampai tahun 2006, tidak hanya pada akan melambannya pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada stabilitas ekonomi moneter dalam negeri. Oleh karena itu Bank ndonesia (B) diperkirakan akan terus menaikkan B rate yang saat ini sudah menjadi 12,25 persen, sebagai respon terhadap laju inflasi bulan Oktober yang sangat tinggi. Sikap B yang progresif menjaga ketat nilai tukar rupiah terlihat sangat jelas, sehingga pada saat angka inflasi diumumkan, B segera menaikkan B rate untuk menjaga nilai rupiah. Meskipun kenaikan B rate sebesar 125 basis poin (bp) merupakan yang tertinggi dari lima kali kenaikan B rate yang telah dilakukan Bank ndonesia, masih ada kemungkinan tingkat suku bunga ini dinaikkan lagi karena dianggap belum memadai untuk tingkat inflasi yang sudah mencapai angka 15,6 persen. Apalagi dengan adanya rencana Bank Sentral AS (Federal Reserve) untuk menaikkan kembali suku bunga The Fed sampai ke tingkat lebih dari 4 persen -- karena dipicu kekhawatiran tingginya inflasi akibat kenaikan harga energi dunia. maka besar kemungkinan B rate akan lebih besar dari 13 persen.

Dengan B rate yang lebih dari 12,5 persen, akan tidak mudah bagi perbankan untuk mempertahankan suku bunga pinjaman pada angka di bawah 18 persen. Bila suku bunga pinjaman meningkat setinggi itu, maka dapat dipastikan tingkat investasi akan kembali turun dan jumlah kredit bermasalah akan kembali menjadi persoalan yang mengancam kesehatan sektor perbankan. Grafik 3 Suku Bunga SB, Deposito dan Kredit Modal Kerja Januari 2003-9 November 2005 (%) 21 19 % 17 15 13 11 Kredit Modal Kerja 13.40 12.25 9 7 5 3 1 SB 1 Bulan Deposito 1 Bulan 7.55 Jan. 03 Feb. 03 Mar. 03 April. 03 Mei. 03 Juni. 03 Juli. 03 Agust. 03 Sept. 03 Okt. 03 Nov. 03 Des. 03 Jan. 04 Feb. 04 Mar. 04 April. 04 May. 04 June. 04 July. 04 Agust. 04 Sept. 04 Oct. 04 Nov. 04 Dec. 04 Jan. 05 Feb. 05 Mar. 05 April. 05 May. 05 June. 05 July.05 Aug.05 Sep.05 Oct.05 Nov.05 erkembangan ekspor dan mpor Kinerja perdagangan internasional dalam bulan Januari-September 2005 masih tetap menunjukkan surplus pada neraca perdagangan sebesar US$ 18,57 milyar, atau meningkat 3,51 persen dari surplus yang terjadi pada periode yang sama tahun 2004 sebesar US$ 17,93 milyar. Terjadinya surplus neraca perdagangan itu menunjukkan bahwa kinerja ekspor pada periode tersebut masih tetap baik. Selama sembilan bulan pertama tahun 2005 total nilai ekspor mencapai US$ 62,31 milyar atau naik 21,15 persen dari nilai ekspor pada periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar US$ 51,43 milyar. Dalam periode ini peningkatan ekspor migas seimbang dengan peningkatan ekspor non migas, masing-masing sekitar 21 persen. Ekspor migas meningkat dari US$ 11,49 milyar menjadi US$ 13,96, meskipun dalam bulan September sempat mengalami penurunan sebesar 4,58 persen karena turunnya volume ekspor minyak mentah dan gas alam. Secara keseluruhan nilai ekspor migas masih ditopang oleh harga

minyak yang tinggi, karena pada bulan September 2005 harga minyak masih diatas US$ 60 per barel. Sementara itu nilai ekspor non migas meningkat dari US$ 39,95 milyar menjadi US$ 48,35 milyar, dimana peningkatan nilai ekspor terbesar masih berasal dari sektor pertambangan, menyusul sektor pertanian dan industri. Meskipun dilihat dari kontribusinya, sektor industri tetap merupakan penghasil devisa terbesar. Grafik 4 erkembangan Nilai Ekspor dan Nilai mpor ndonesia (US$ Milyar) 80 US$ Milyar 70 60 50 40 30 20 53.4 41.7 Ekspor mpor 48.8 48.7 27.3 24.0 62.1 33.5 56.3 57.2 31.0 31.3 61.0 32.4 70.8 46.2 51.4 33.5 62.3 43.7 10 0 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Jan- Sept. 2004 Jan- Sept. 2005 Sementara itu dalam periode yang sama (Januari-September 2005) pengeluaran impor mengalami peningkatan lebih tinggi dari peningkatan ekspor yaitu mencapai 30,6 persen, dari US$ 33,5 milyar menjadi US$ 43,75 milyar. Tingginya harga minyak dunia menyebabkan nilai impor migas mencatat kenaikan sampai 61,05 persen, yaitu dari US$ 8,24 milyar menjadi US$ 13,28 milyar. Melonjaknya impor migas ini terutama dipicu oleh kenaikan impor hasilhasil minyak yang mencapai 103,17 persen. Sedangkan kenaikan impor non migas naik sejalan dengan peningkatan ekspor non migas sekitar 21 persen, dari US$ 25,26 milyar menjadi US$ 30,47 milyar. mpor non migas terbesar terjadi pada mesin-mesin/pesawat mekanik, besi baja dan mesin/peralatan listrik. Sedangkan menurut penggunaan barangnya, impor barang modal menunjukkan kenaikan tertinggi mencapai 35,33 persen, menyusul bahan baku/penolong sebesar 31persen dan barang konsumsi 19,58 persen.

Sementara impor terbesar terjadi untuk produk-produk dari Jepang, Cina dan Amerika Serikat. Cadangan devisa Setelah mengalami kemerosotan yang cukup tajam, sampai sekitar US$ 5 milyar selama Januari-September 2005, pada akhir Oktober posisi cadangan devisa mengalami peningkatan menjadi US$ 32,53 milyar atau naik 7 persen dari posisi pada akhir September sebesar US$ 30,32 milyar. ni disebabkan karena pada bulan itu penggunaan cadangan devisa tidak terlalu banyak, sementara ada pemasukan devisa dari minyak dan gas serta disbursement utang luar negeri dari penjualan obligasi dolar pemerintah. % 20 15 10 5 0-5 -10-15 US$ Milyar ertumbuhan (%) Grafik 5 osisi Cadangan Devisa 1997 - Oktober 2005-20 1997 2000 2003 March 04 June-04 Sep-04 Dec-04 Mar-05 June-05 Sept-05 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 US$ Milyar 20 Namun menurut Bank ndonesia, pada akhir tahun 2005 diperkirakan realisasi cadangan devisa hanya akan berada pada level US$ 30,7 milyar. Karena pada tahun 2005 surplus neraca transaksi berjalan surplus hanya mencapai sekitar US$ 2,1 milyar, turun drastis dari surplus pada tahun 2004 sekitar US$ 8 milyar. Tekanan pada neraca transaksi berjalan ini disebabkan karena pengeluaran impor yang tinggi tidak diimbangi oleh peningkatan ekspor yang memadai. Begitu pula surplus pada neraca modal akan berada di bawah US$ 1 milyar, karena arus masuk modal asing khususnya MA dan investasi portofolio masih sangat terbatas.

Untuk tahun 2006 diperkirakan jumlah cadangan devisa akan terus menurun sampai pada level US$ 27,1 milyar. Rendahnya jumlah cadangan devisa pada akhir tahun 2006 berkaitan dengan kondisi neraca transaksi berjalan yang diperkirakan akan mengalami defisit sekitar US$ 1,7 milyar. Sementara neraca modal juga akan defisit sekitar US$ 2,1 milyar. ni disebabkan karena moratorium utang sudah berakhir pada tahun 2005, sehingga akan terjadi pembayaran utang yang cukup besar di tahun 2006, baik dari utang yang tadinya mendapat moratorium maupun dari utang-utang lain yang jatuh tempo pada tahun 2006. erkembangan nvestasi eningkatan dalam impor barang modal dan bahan baku, selain mencerminkan kondisi sektor riil yang mulai membaik juga bisa dilihat sebagai indikasi dari membaiknya kinerja investasi. Hal ini dapat dilihat dari data BKM di mana realisasi MA pada periode Januari-Oktober 2005 melonjak sampai US$ 8,5 milyar. Jumlah ini meningkat sekitar 165 persen bila dibandingkan dengan realisasi MA pada periode yang sama 2004 sebesar US$ 3,2 milyar. Sedangkan jumlah proyek MA yang terealisir pada periode itu meliputi 785 proyek atau meningkat sekitar 86,5 persen. Tenaga kerja yang terserap dalam investasi ini mencapai 133 ribu orang atau 20 persen lebih tinggi dari tenaga kerja yang terserap pada periode yang sama tahun 2004 sebanyak 110,7 ribu orang. enanaman Modal Asing (MA) 1 Jan 31 Okt 2004 1 Jan 31 Okt 2005 RASO ( % ) (1) (2) (3) (4) ( 3 : 1) ( 4 : 2 ) Realisasi nvestasi (zin Usaha Tetap) Realisasi enggunaan Tenaga Kerja 421 3.226.1 785 8.552,1 186,5 265,1 110.713 orang 133.011 orang 120,1 Sumber : BKM Begitu pula dengan realisasi MDN yang mencapai Rp 16,6 trilyun atau meningkat sebesar 36,5 persen dibanding periode yang sama 2004 sebesar Rp 12,2 trilyun. Jumlah proyeknya mengalami peningkatan sebesar 102,3 persen yaitu dari 88 proyek menjadi 178 proyek. Sementara realisasi penyerapan tenaga kerja pada investasi domestik ini meningkat sebesar 102,4 persen dari 45,9 ribu orang menjadi 93 ribu orang.

Melonjaknya realisasi investasi tersebut tidak terlepas dari meningkatnya ekspektasi investor terhadap iklim investasi di ndonesia sejak terbentuknya pemerintahan baru. Kendati demikian tetap harus disadari bahwa iklim investasi di ndonesia belum dapat dikatakan kondusif. ni bisa dilihat dari masih banyaknya tuntutan investor asing terhadap kebijakan-kebijakan di bidang investasi serta kepastian penegakan hukum. enanaman Modal Dalam Negeri (MDN) 1 Jan 31 Okt 2004 1 Jan 31 Okt 2005 RASO ( % ) (1) (2) (3) (4) ( 3 : 1) ( 4 : 2 ) Realisasi nvestasi (zin Usaha Tetap) Realisasi enggunaan Tenaga Kerja 88 12.186,8 178 16.635,0 222,5 136,5 45.986 orang 93.085 orang 222,5 Sumber : BKM Dilihat dari angka realisasi investasi di atas dan juga kenaikan nilai ekspor ndonesia, selayaknya bisa dicapai pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada triwulan keempat tahun 2005 dan juga tahun 2006. Namun terganggunya stablitas makro ekonomi nasional akibat kenaikan harga BBM, meningkatnya suku bunga internasional, dan penurunan volume perdagangan dunia akan memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik. Tetapi dengan angka realisasi investasi di atas, dapat dipastikan struktur pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 akan mencerminkan peningkatan investasi dan ekspor barang dan jasa. This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy any securities. The information herein was obtained or derived from sources that we believe are reliable, but whilst all reasonable care has been taken to ensure that stated facts are accurate and opinions fair and reasonable, we do not represent that it is accurate or complete and it should not be relied upon as such. All opinions and estimates included in this report constitute our judgement as of this date and are subject to change without notice. This document is for the information of clients only and must not be copied, reproduced or mare available to others.