BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kuantitas dan Kualitas DNA Udang Jari Hasil Isolasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ikan, sebagai habitat burung-burung air migran dan non migran, berbagai jenis

Fitra Arya DN. ( ) Pembimbing Biologi: Kholifah Holil, M.Si Pembimbing Agama: Umaiyatus Syarifah, M.A. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Segara Anakan merupakan ekosistem mangrove dengan laguna yang unik dan

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan

BAB I PENDAHULUAN. (Metapenaeus elegans), udang dogol (Metapenaeus ensis), udang pasir

BIO306. Prinsip Bioteknologi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

Ayu Ludyasari ( ) Pembimbing Biologi: Dr. RetnoSusilowati, M.Si. Pembimbing Agama: Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

3. METODE PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

Pengujian DNA, Prinsip Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Udang Jari (Metapenaeus elegans) Udang Jari (Metapenaeus elegans) dalam dunia perdagangan internasional

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

ANALISIS SIDIK DNA (DNA Fingerprinting) RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism)

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Kromosom, DNA, Gen, Non Gen, Basa Nitrogen

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sel pada tubuh memiliki DNA yang sama dan sebagian besar terdapat pada

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

I. PENDAHULUAN. yang terbuat dari gelatin sapi (Sahilah dkk., 2012). Produsen akan memilih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus).

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kuantitas dan Kualitas DNA Udang Jari Hasil Isolasi Isolasi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler yang berbasis DNA. Tahapan ini sangat berperan penting dalam menjamin keberhasilan suatu penelitian. Jika proses isolasi tidak optimal dan tidak mendapatkan DNA dengan kuantitas dan kualitas baik, maka dapat dipastikan proses-proses berikutnya seperti amplifikasi dan pemotongan DNA oleh enzim restriksi juga tidak mendapatkan hasil yang baik. Hasil penelitian identifikasi pola haplotipe DNA mitokondria udang Jari (Metapenaeus elegans) Segara Anakan Kabupaten Cilacap menggunakan enzim restriksi HindIII menunjukkan konsentrasi DNA (µg/ml) dan kemurnian DNA (A260/A280) yang berbeda-beda sebagaimana tertera pada Tabel 4.1 berikut ini. 41

42 Tabel 4.1 Nilai kuantitas DNA genom udang Jari hasil isolasi menggunakan spektrofotometer Sampel Konsentrasi DNA (µg/ml) Kemurnian DNA (A260/A280) 1 3,12 1,83 2 1,85 1,48 3 3,02 1,84 4 3,80 1,30 5 8,23 1,79 6 3,80 1,95 7 1,93 1,82 Berdasarkan hasil pengukuran nilai kuantitas 7 isolat DNA udang Jari (tabel 4.1), sampel yang mempunyai konsentrasi DNA tertinggi adalah sampel nomor 5 yaitu 8,23 µg/ml dan konsentrasi paling rendah adalah sampel nomor 2, yaitu 1,85 µg/ml. Tinggi atau rendahnya konsentrasi DNA yang dihasilkan dalam proses isolasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor suhu inkubasi. Sampel yang telah dicampur dengan larutan lysis buffer diinkubasi pada suhu tertentu. Larutan tersebut berfungsi untuk menghancurkan jaringan dan membran sel, mengeliminasi kontaminan, sehingga yang didapatkan pada tahapan ini adalah DNA genom yang terdapat dalam sel, yaitu DNA inti dan mitokondria. Jika suhu inkubasi yang digunakan terlalu tinggi maka dapat merusak DNA, sedangkan jika suhu terlalu rendah maka membran serta jaringan sel tidak dapat hancur. Larutan lysis buffer bekerja dengan optimal

43 pada suhu yang tidak terlalu rendah. Pada penelitian ini suhu inkubasi adalah 50 0 C. Kedua, lama waktu inkubasi. Jika terlalu lama diinkubasi maka dapat merusak DNA dan jika terlalu sebentar tidak dapat menghancurkan membran dan jaringan sel. Oleh karena itu, baik suhu dan waktu, kedua-duanya harus diatur dengan sebaik mungkin agar diakhir isolasi didapatkan DNA dalam konsentrasi yang diharapkan. Lama waktu inkubasi pada penelitian ini adalah sekitar 14 16 jam. Suhu dan lama waktu inkubasi pada penelitian ini sama seperti yang digunakan oleh Tamayo (2006) untuk mengisolasi DNA udang Vaname (Litopenaeus vanamei). Menurut Sari dkk (2014) penambahan waktu inkubasi dapat menghasilkan konsentrasi yang tinggi. Kombinasi pengaturan suhu dan lama inkubasi yang tepat dapat menghasilkan konsentrasi isolat DNA sesuai yang diharapkan, sehingga isolat DNA dapat digunakan untuk melakukan tahapan lanjutan seperti PCR. Namun selain konsentrasi DNA, kemurnian juga merupakan syarat penting agar tahapan PCR dapat berhasil. Kemurnian DNA merupakan rasio antara A260 dengan A280. Isolat DNA dikatakan murni jika nilai rasio A260/A280 berkisar antara 1,8 sampai 2,0 (Muladno, 2002). Pada penelitian ini sampel-sampel yang memiliki kemurnian diantara 1,8-2,0 adalah sampel nomor 1 (1,8319), 3 (1,8469), 5 (1,7981), 6 (1,9555) dan 7 (1,8245), sedangkan sampel 2 dan 4 memiliki nilai kemurnian lebih kecil dari 1,8 yang mengindikasikan adanya kontaminan pada DNA hasil

44 isolasi. Kontaminan itu dapat berupa etanol 70% ataupun jumlah DNA terlalu sedikit. Hasil isolasi DNA dikatakan murni jika nilai rasio A260/A280 adalah antara 1,8 sampai 2,0. Jika nilai rasio A260/A280 kurang dari 1,8, maka hal ini menunjukkan bahwa isolat DNA yang dihasilkan masih mengandung kontaminan berupa fenol dan pelarut yang digunakan terlalu banyak. Sedangkan jika nilai rasio A260/A280 lebih dari 2,0 maka isolat DNA yang dihasilkan masih mengandung kontaminan berupa protein dan senyawa lainnya (Sambrook dan Russell, 2001). Konsentrasi maupun kemurnian DNA yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh faktor teknis selama pengerjaan isolasi DNA, diantaranya adalah faktor pemindahan supernatan yang mengandung DNA setelah diinkubasi ke dalam tabung eppendorf yang baru dan pengeringan isolat Pemindahan harus dilakukan secara teliti agar jaringan-jaringan yang telah hancur dan berada dibagian bawah tabung tidak ikut terambil, sedangkan pengeringan DNA yang berupa pelet pada tahap akhir isolasi harus benar-benar kering dari larutan sebelumnya yang dipakai untuk purifikasi. Jika pengeringan kurang sempurna, maka larutan purifikasi seperti alkohol atau etanol dapat menurunkan nilai kemurnian DNA pada saat pengukuran pada spektrofotometer. Pengeringan DNA pelet dapat dilakukan menggunakan alat vacum dryer, hair dryer, inkubasi di dalam waterbath, ataupun dikeringkan pada udara terbuka di dalam laboratorium. Selain faktor teknis, faktor alat dan bahan yang digunakan juga akan sangat berpengaruh pada kualitas DNA

45 yang dihasilkan. Alat-alat seperti tabung eppendorf, tabung PCR, tips, harus steril sebelum didigunakan untuk mengisolasi DNA. 4.2 DNA Genom Udang Jari DNA genom adalah DNA yang dimiliki oleh sel dari suatu mahluk hidup (Campbell, 2010), yaitu DNA inti, DNA mitokondria, DNA kloroplas (pada sel tumbuhan) dan DNA plasmid (pada sel bakteri). Masing-masing organisme memiliki ukuran DNA genom yang berbeda-beda. DNA genom yang telah didapatkan melalui proses isolasi pada penelitian ini, selanjutnya divisualisasikan pada gel agarose 0,8% (gambar 4.1).

46 10.000 bp Lebih dari 10.000 bp 500 bp Gambar 4.1 Visualisasi DNA genom udang Jari hasil isolasi. M = DNA marker 1 kb (Vivantis); 1 = sampel dari individu 1; 2= sampel dari individu 2; 3 = sampel dari individu 3; 4 = sampel dari individu 4; 5 = sampel dari individu 5; 6 = sampel dari individu 6; 7 = sampel dari individu 7. Kualitas pita DNA yang dihasilkan melalui visualisasi DNA pada gambar 4.1 di atas menunjukkan adanya perbedaan. Pita pada sampel 1, 4, 5, 6 terlihat lebih terang dan tebal dibandingkan pita pada sampel 2, 3 dan 7. Hal tersebut berkaitan dengan konsentrasi DNA yang didapatkan. Semakin tinggi konsentrasi yang didapatkan, maka pita yang terbentuk semakin tebal dan terang (Sambrook dan Russel, 2011). Sampel 1, 4, 5 dan 6 memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel 2, 3 dan 7 (lihat Tabel 4.1).

47 Berdasarkan gambar 4.1, diketahui bahwa DNA genom udang Jari hasil isolasi pada penelitian ini berukuran lebih dari 10.000 bp. Rata-rata ukuran DNA mitokondria udang melebihi 10.000 bp, seperti pada udang Litopenaeus vannamei dan Fenneropenaeus chinensis berukuran 15.989 bp dan 16.004 bp (Shen dkk, 2007), Triops cancriformis berukuran 15.101 bp (Umetsu dkk, 2002), Penaeus monodon berukuran 15.984 bp (Wilson dkk, 2000), dan Pandalus borealis berukuran 15.905 bp (Viker dkk, 2006). Perbedaan ukuran molekul DNA spesies udang menunjukkan betapa agung-nya penciptaan Allah SWT. Melalui cara perkawinan yang sama, hidup pada habitat yang relatif sama, memakan makanan yang sama, namun udang memiliki ukuran DNA genom yang berbeda-beda. Perbedaan ukuran DNA di atas menunjukkan kebesaran penciptaan Allah SWT. Allah SWT telah menjelaskan itu di dalam al-quran surat al-furqon (25):2, Artinya: Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-nya dalam kekuasaan Nya, dan dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat. (Q.S al-furqon:2). Pada surat al-furqon ayat 2 di atas, Allah SWT telah menetapkan segala sesuatu dari apa yang diciptakan-nya sesuai dengan hikmah, berjalan dengan كل شيء ketentuan-nya, bukan karena nafsu dan kelalaian (Qurthubi, 2008). Kata bermakna bahwa Allah SWT yang menciptakan semua ciptaan, termasuk DNA genom yang terdapat dalam makhluk hidup, kemudian kata فقدره bermakna bahwa Allah SWT menetapkan ukuran-ukuran DNA genom setiap mahluk hidup dengan

48 sangat tepat,(تقديرا) sehingga semua ciptaan Allah SWT merupakan yang terbaik agar semua sistem dapat berjalan dengan teratur. Ukuran DNA yang telah ditetapkan oleh Allah SWT memberikan hikmah tersendiri bagi mahluk hidup. Salah satunya adalah bahwa ukuran DNA pada setiap spesies adalah sama dan secara tidak langsung ukuran DNA telah menjadi penanda bagi suatu spesies. Selain itu, ukuran DNA yang begitu besar dan komponen DNA itu sendiri memberikan keuntungan dalam hal ketahanan hidup suatu populasi. Bukti-bukti ini telah memaparkan secara jelas bahwa Allah SWT.(تقديرا) benar-benar menetapkan segala ciptaan-nya secara tepat 4.3 Amplifikasi Daerah Kontrol DNA Mitokondria Udang Jari Menggunakan Primer COIL-COIH dengan mesin PCR Reaksi polimerase berantai atau dikenal sebagai polymerase chain reaction (PCR) merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metode ini dapat meningkatkan jumlah urutan DNA sebanyak ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula. Sepasang primer oligonukleotida yang spesifik digunakan untuk membuat hibrid untai DNA target dan mengamplifikasi urutan yang diinginkan (Fatchiyah dkk, 2011). Penelitian ini menggunakan primer universal COIL (5 TCG AGG TAT TCC ATT AAG TA 3 ) dan COIH (5 ATA TTA GCC ATT GGT GTC TTA 3 ) untuk mengamplifikasi daerah kontrol pada DNA mitokondria. DNA yang teramplifikasi berukuran 950 bp (Gambar 4.2). Beberapa penelitian telah mengungkapkan ukuran DNA udang genus Metapenaeus yang telah diamplifikasi

49 menggunakan primer universal COI. Pada udang M. affinis (213-847 bp), M. dobsoni (590-598 bp), M. dobsoni (628 bp), M. moyebi (847 bp), M. joyneri (847 bp), M. ensis (847 bp) (www.ncbi.nlm.nih.gov). 10.000 bp 1000 bp 950 bp 500 bp Gambar 4.2 Visualisasi hasil amplifikasi menggunakan primer COIL dan COIH dengan mesin PCR. M = DNA marker 1 kb (Vivantis); 1 = sampel dari individu 1; 2 = sampel dari individu 2; 3 = sampel dari individu 3; 4 = sampel dari individu 4; 5 = sampel dari individu 5; 6 = sampel dari individu 6; 7 = sampel dari individu 7. Berdasarkan data di atas (gambar 4.2), ukuran DNA mitokondria daerah kontrol yang teramplifikasi pada udang Jari lebih besar dari udang yang lainnya. Perbedaan ukuran DNA hasil amplifikasi pada daerah kontrol tidak menggambarkan berapa banyak produk yang disintesis melalui daerah kontrol

50 tersebut, karena daerah kontrol mitokondria merupakan daerah bukan pengkode protein dan tersusun atas urutan DNA yang berulang-ulang (repetitif) (Campbell, 2010). Daerah kontrol (control region) atau dikenal D-loop merupakan bagian bukan pengkode protein (noncoding). Sebagian besar daerah pada mtdna eukariot merupakan daerah dengan urutan basa bukan pengkode protein (noncoding) dan merupakan DNA repetitif (Campbell, 2010). Pada bagian inilah terdapat daerah origin of replication dimana replikasi dimulai. Laju mutasi pada daerah ini diperkirakan sekitar lima kali lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya (Ferris dan Berg, 1987). Bagian dari DNA yang tidak mengkode ini muncul dalam rangkaian unik yang diulang beratus hingga beribu kali pengulangan (Behrman dkk, 1999). DNA repetitif berperan secara struktural bagi kromosom. Banyak DNA repetitif, terletak pada bagian telomer dan sentromer kromosom. Pada bagian sentromer, DNA repetitif berperan dalam pemisahan kromatid bersaudara dalam proses pembelahan sel. Selain itu, DNA repetitif pada sentromer juga berperan dalam mengatur kromatin pada nukleus saat interfase. Pada bagian telomer, DNA repetitif mengikat protein yang melindungi ujung kromosom dari degradasi, serta mencegah gen hilang ketika DNA memendek setelah satu putaran replikasi (Campbell, 2010). Allah SWT berfirman di dalam surat al-anbiyaa (21):16,

51 Artinya: Dan tidaklah Kami (Allah) menciptakan langit dan bumi dan segala apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. (Q.S al- Anbiyaa: 16) Berdasarkan surat al-anbiyaa ayat 16 di atas, bumi dan langit beserta isinya jelas tercipta tidak secara kebetulan. Allah SWT telah menciptakan dengan hikmah, mengatur dengan hikmah dan kesungguhan, bukan dengan main-main (Quthb, 2004). Melalui ayat ini, Allah SWT menunjukkan keseriusan kepada umat manusia bahwa segala yang diciptakan-nya mempunyai nilai dan hikmah. Termasuk dalam hal menciptakan DNA yang justru sebagian besar daerah urutan DNA merupakan urutan yang berulang-ulang (repetitif) dan tidak mengkode protein. Oleh karena jumlahnya yang begitu besar dalam genom, DNA repetitif disebut sebagai DNA sampah atau DNA parasit. Namun, sebaliknya DNA repetitif merupakan DNA yang mempunyai beberapa peran penting dalam kajian biologi. Urutan DNA yang berulang-ulang tersebut diciptakan oleh Allah SWT ternyata mempunyai fungsi-fungsi penting di dalam regulasi sel. Shapiro dan Sternberg (2005) menjelaskan bahwa DNA repetitif berperan dalam kegiatankegiatan sintesis dalam sel, seperti proses transkripsi dan replikasi DNA. Selain itu, DNA repetitif juga berperan dalam studi-studi konservasi berbasis molekuler. DNA repetitif terdistribusi secara luas dalam tingkatan family, genus, ataupun yang lebih spesifik pada tingkat spesies dan kromosom. DNA repetitif juga memiliki skala variasi yang besar akibat skala evolusi yang terjadi. Variasi tersebut menjadikan DNA repetitif sebagai kajian-kajian studi taksonomi (Rao

52 dkk, 2010). DNA repetitif juga telah digunakan secara luas untuk mempelajari genom dan hubungan kekerabatan spesies-spesies (Katsios dkk, 2000; Kamm dkk, 1995). Variasi yang terdapat dalam DNA repetitif selain dapat memberikan informasi taksonomi dan hubungan kekerabatan, juga dapat memberikan informasi tentang keragaman genetik populasi di alam. Urutan DNA yang berulang-ulang tersebut memberikan keuntungan dalam menganalisa keragaman menggunakan metode RFLP. Pola-pola pemotongan dan jumlah haplotipe yang didapatkan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai keragaman. Oleh karena itu, ukuran DNA mitokondria yang diperoleh pada penelitian ini cukup menjadi bukti akan kebesaran dan keagungan penciptaan Allah SWT. Bahwa Allah SWT telah menciptakan DNA mitokondria dengan tidak bermainmain (surat al-anbiyaa:16) dan menetapkan ukuran dengan ukuran yang tepat (surat al-furqon:2). 4.4 Pola Haplotipe DNA Mitokondria Udang Jari Menggunakan Enzim Restriksi HindIII Pola pemotongan atau haplotipe adalah urutan DNA atau kombinasi alel dari lokus yang berdekatan yang berasal dari kromosom induk. Haplotipe dapat diperoleh dengan memotong fragmen DNA menggunakan enzim restriksi (Tarwinangsih dkk, 2011). Analisis dengan menggunakan enzim restriksi biasa disebut dengan analisis RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism). Ciri utama enzim restriksi adalah setiap enzim mengenal urutan spesifik pada molekul DNA yang akan dipotong. Enzim restriksi tertentu akan memotong

53 pada urutan pengenal dan tidak memotong daerah urutan lainnya (Fatchiyah dkk, 2011). Hasil pemotongan dengan menggunakan enzim restriksi dapat berbedabeda, baik pada spesies yang sama ataupun pada spesies yang berbeda. Perbedaan pola pemotongan tersebut disebabkan oleh perbedaan pada urutan nukleotida masing-masing spesies ataupun individu. Campbell (2010) menyatakan bahwa jika perbedaan nukleotida antara dua alel terjadi dalam situs restriksi, maka akan menghasilkan campuran fragmen yang berbeda dan pola pita tersendiri dalam elektroforesis gel. Hasil pemotongan daerah kontrol DNA mitokondria udang Jari menggunakan enzim restriksi HindIII dilihat menggunakan gel agarose 2%. DNA mitokondria yang teramplifikasi berukuran 950 bp, terpotong menjadi 4 pita yang berukuran 114 bp, 200 bp, 250 bp dan 386 bp pada semua sampel, sehingga digolongkan kedalam pola haplotipe monomorfik (Gambar 4.3). Pada gambar 4.3 tersebut, ada beberapa pita yang terlihat kurang terang yaitu sampel 5 (pita 386 bp, 250 bp), sampel 6 (pita 386 bp), sampel 7 (pita 114 bp). Hal ini disebabkan konsentrasi DNA mitokondria yang dicampurkan dengan enzim restriksi HindIII lebih rendah, seperti yang telah dijelaskan bahwa kualitas pita berkaitan dengan konsentrasi DNA pada sub-bab 4.2.

54 1000 bp 500 bp 386 bp 250 bp 200 bp 100 bp 114 bp 50 bp Gambar 4.3 Visualisasi hasil pemotongan daerah kontrol mtdna menggunakan enzim restriksi HindIII. M = DNA marker 1000 bp (Intron); 1 = sampel dari individu 1; 2= sampel dari individu 2; 3 = sampel dari individu 3; 4 = sampel dari individu 4; 5 = sampel dari individu 5; 6 = sampel dari individu 6; 7 = sampel dari individu 7. Pola monomorfik pada gambar 4.3 di atas menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji mempunyai situs restriksi pada posisi yang sama (Kevles dan Hood, 1993). Pola monomorfik menunjukkan kemungkinan homozigositas alelalel pada situs yang dikenali oleh enzim restriksi (Campbell, 2010). Homozigositas di dalam suatu populasi berhubungan dengan kualitas genetik dari populasi tersebut. Homozigositas menunjukkan rendahnya variasi urutan DNA yang dimiliki yang juga menunjukkan kemungkinan sedikit variasi gen yang dimiliki dan ini dapat berdampak buruk ketika terjadi perubahan-

55 perubahan lingkungan. Homozigositas dapat memberikan dampak yang buruk bagi kelangsungan hidup populasi jangka panjang. Homozigositas akibat inbreeding harus dicegah karena dapat menurunkan kekebalan tubuh organisme dan kecepatan pertumbuhan (Murtidjo, 2001). Namun, homozigositas dalam populasi menandakan bahwa ada sifat khusus dari populasi tersebut yang menyebabkan individu dari populasi mampu bertahan dari seleksi alam yang telah terjadi. Sebaliknya heterozigositas menunjukkan kemampuan adaptasi yang baik. Hal itu dikarenakan semakin beragamnya gen yang dimiliki oleh individuindividu di dalam populasi, sehingga dengan dimilikinya berbagai macam gen maka berbagai perubahan lingkungan yang terjadi akan dapat direspon lebih baik (Fahri, 2002). Homozigositas dan heterozigositas dapat dijadikan informasi keragaman genetik suatu populasi. Namun, penggambaran keragaman genetik suatu populasi tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu enzim restriksi saja, karena satu enzim restriksi masih terlalu sempit untuk menggambarkan keragaman genetik dari sekian banyak individu dari populasi. Jumlah enzim restriksi yang pernah digunakan untuk mempelajari keragaman genetik adalah 4 enzim (Tarwinangsih dkk, 2011), 5 enzim (Klinbunga dkk, 1998; Lestary, 2001; Amelia, 2005), 6 enzim (Sartika dkk, 2000). Penelitian ini telah menambah jumlah enzim restriksi yang dipakai untuk memotong DNA mitokondria udang Jari Segara Anakan, menjadi 2 enzim.

56 Pemotongan daerah kontrol DNA mitokondria udang Jari Segara Anakan Kabupaten Cilacap dengan enzim NlaIII pada penelitian Suhartini (2014) menghasilkan pola polimorfik. Pola A (97 bp), pola B (198 bp + 200 bp) dan pola C (97 bp + 198 bp, 200 bp). Dengan demikian, DNA mitokondria udang Jari Segara Anakan yang dipotong menggunakan enzim restriksi HindIII dan NlaIII menghasilakn 4 pola haplotipe. Informasi-informasi molekuler terkait DNA udang Jari sangat diperlukan dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya udang Jari. Untuk merancang program pemuliaan dan pembudidayaan, maka informasi tentang keragaman (polimorfisme) dengan metode marka DNA sangat diperlukan. Polimorfisme merupakan suatu informasi penting yang dapat digunakan untuk mengevaluasi fitness individu untuk jangka pendek dan kelangsungan hidup suatu populasi untuk jangka panjang.