BAB IV ANALISA DATA. Dalam bab ini, data-data yang diperoleh dari perusahaan akan

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN HARGA JUAL JASA PENGECATAN PADA BENGKEL AUTO MOBILINDO YOGYAKARTA MENGUNAKAN METODE TIME AND MATERIAL PRICING Desti Martha Christina

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi mendorong mereka untuk meningkatkan prestise, salah

BAB II PENENTUAN TARIF BERDASARKAN METODE WAKTU DAN BAHAN

PENENTUAN TARIF BERDASARKAN METODE WAKTU DAN BAHAN PADA BENGKEL MOBIL WISAN AUTOWORKS YOGYAKARTA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Klasifikasi Biaya dan Perhitungan Harga Jual Produk pada PT. JCO Donuts

BAB II PENENTUAN HARGA JUAL. berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. M enurut Hansen. menggunakan produk atau fasilitas organisasi.

BAB II LANDASAN TEORI. dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik

BIAYA OVERHEAD PABRIK

PENENTUAN HARGA JUAL RUMAH DENGAN METODE COST PLUS PRICING PADA PT. CAKRA INDONESIA FERRY LAKSMANA / 3EB01

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan dunia usaha dewasa ini dimana perkembangan

BAB II LANDASAN TEORI

SOAL KASUS AKUNTANSI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. dilakukan terkait perhitungan unit cost dengan metode ABC pada IBS RS UGM.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Klasifikasi Biaya pada PT Hotmal Jaya Perkasa

Aspek Keuangan. Dosen: ROSWATY,SE.M.Si

BAB VI 6 ASPEK KEUANGAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

Manajemen Investasi. Febriyanto, SE, MM. LOGO

Judul Penulisan Ilmiah

Penentuan Harga Jual Donat Toping Keju LAPORAN LABA RUGI BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

kewirausahaan tentang bagaimana menilai kebutuhan usaha dan cara memperoleh modal

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Pembuatan sistem informasi ini menerapkan konsep SDLC (Systems

PENENTUAN HARGA JUAL BATAKO DAN PAVING BLOCK PADA CV.RANI BLOCK DENGAN MENGGUNAKAN METODE COST PLUS PRICING

ABSTRAKSI. Dengan perkembangan jaman yang semakin pesat ini, membuat banyak

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB III OBJEK PENELITIAN

Bab VI ASPEK KEUANGAN. Tabel 6.1 Kebutuhan Dana

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI SOAL KASUS METODE HARGA POKOK PESANAN PRAKTIKUM AKUNTANSI BIAYA

Penentuan Harga Jual Berdasarkan Perhitungan Harga Pokok Pesanan Dengan Menggunakan Metode Full Costing Pada Cyber Advertising

BAB VI ASPEK KEUANGAN

PENENTUAN HARGA JUAL KAMAR HOTEL SAAT LOW SEASON DENGAN METODE COST-PLUS PRICING PENDEKATAN VARIABEL COSTING

VII. SIKLUS AKUNTANSI USAHA MANUFAKTUR

ANALISIS PENENTUAN HARGA JUAL DENGAN METODE COST PLUS PRICING DAN PENGARUHNYA TERHADAP LABA PADA TOKO KAROMA CAKE

BAB I PENDAHULUAN. Dengan pertambahan jumlah penduduk Kota Padang yang semakin tinggi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2,

pengklasifikasian dan menetapkan aktiva tetap PT. Gratia Jaya sesuai dengan PSAK No.16. keuangan yang berlaku umum (PSAK No. 16).

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSIPESANAN PADA CV. HENTORO DENGAN METODE FULL COSTING

BAB III PENGOLAHAN DATA PENELITIA N

STUDI KELAYAKAN USAHA BENGKEL LAS SINAR AGUNG REJEKI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS PENGANGGARAN MODAL

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Penganggaran Perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB VI ASPEK KEUANGAN

ANALISIS TAX PLANNING SEBAGAI PENGHEMATAN BEBAN PAJAK PADA PT. BAHANA NUSANTARA

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada prinsipnya perusahaan merupakan suatu institute ekonomi yang. mencapai tujuannya tersebut tentunya perusahaan harus dikelola

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENENTUAN HARGA JUAL PADA UKM RASA BAKERY DENGAN MENGGUNAKAN METODE COST PLUS PRICING DENGAN PENDEKATAN FULL COSTING PADA BULAN AGUSTUS,

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Implementasi aplikasi adalah tahap penerapan hasil analisis dan

BAB I PENDAHULUAN. berlokasi di Jalan Ki Hajar Dewantoro KM 1.5 Tropodo, Krian. Perusahaan tersebut

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SEBAGAI DASAR UNTUK MENENTUKAN HARGA JUAL PRODUK PAKAIAN POLISI PADA UD. BINTANG MAHARANI

Bab 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat membantu manajer dalam mengelola sebuah perusahaan. Informasi

BAB VI ASPEK KEUANGAN. melakukan penghitungan net present value serta payback period. Proyeksi keuangan ini dibuat. Tabel 6.

LAMPIRAN 1. Baru Kredit, suku bunga %/Thn Bekas Leasing, suku bunga %/Thn Lainnya, sebutkan!

BAB 6 ASPEK KEUANGAN

EVALUASI HARGA SEWA RUSUN PENJARINGANSARI DAN SIWALANKERTO

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. dalam produksi alat alat berat (Engineering). Perusahaan ini berdiri tahun 1980

BAB VI ASPEK KEUANGAN

ABSTRAK. Kata Kunci: Perencanaan Pajak, Penghematan Pajak. vi Universitas Kristen Maranatha

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net

ANALISA INVESTASI USAHA PADA PROYEK WARNET X BOUNCE

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan. beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB II KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sejenis akan semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan pasar untuk industri

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

ANALISIS BREAK EVEN POINT SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA JANGKA PENDEK PADA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG AN-NUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MANAJEMEN BIAYA PROYEK MUHAMMAD TAUFIQ

Pengantar Metodologi (Cost-of-Service/Rate of Return)

PERANAN BIAYA UNTUK MENETAPKAN TARIF SEWA KAMAR RAWAT INAP PADA RUMAH SAKIT PERSAHABATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi dan pengelompokan biaya. dengan pendapatan untuk menentukan laba.

ANGGARAN BIAYA OVERHEAD PABRIK. Muniya Alteza

Jurnal Sistem Informasi

METODE PENETAPAN HARGA JUAL ( PRICING METHOD )

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS INVESTASI USAHA KONSTRUKSI. Nama : Renaldi Prakoso Soekarno NPM : Jurusan : Manajemen Pembimbing : Elvia Fardiana,SE.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Penelitian Identifikasi Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian.

DAFTAR ISI. ABSTRAK...iv. KATA PENGANTAR...v. DAFTAR ISI...viii. DAFTAR TABEL...xii. DAFTAR GAMBAR...xiv. 1.1 Latar Belakang Penelitian...

BAB VIII AKUNTANSI BIAYA OVERHEAD PABRIK

Nama : WENY ANDRIATI NPM : Kelas : 3 EB 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis serta pembahasan

BAB 5 ANALISA KEUANGAN. Equity merupakan total modal usaha yang berasal langsung dari pengusaha.

Perhitungan Harga Pokok Pesanan Dengan Metode Full Costing (Studi Kasus Bengkel Las Rizki)

JURNAL PENYESUAIAN. Armini Ningsih Politeknik Negeri Samarinda

BAB 13 BIAYA OVERHEAD PABRIK: Departementalisasi

BAB II LANDASAN TEORI. dengan akuntansi secara umum sebagai berikut : organisasi kepada para pengguna yang berkepentingan.

BAB VI ASPEK KEUANGAN. investasi dari perusahaan Saru Goma. Proyeksi keuangan ini akan dibuat dalam

ANALISIS PENENTUAN HARGA JUAL MENGGUNAKAN METODE COST PLUS PRICING PADA HOME INDUSTRI SHERINA BAKERY

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah laporan laba rugi PT XYZ tahun 2009 :

Transkripsi:

BAB IV ANALISA DATA Dalam bab ini, data-data yang diperoleh dari perusahaan akan diolah dan dianalisa. Data-data tersebut berasal dari data-data perusahaan tahun sebelumnya yaitu tahun 2009. Data-data yang telah dianalisa selanjutnya digunakan untuk melakukan penentuan harga jual jasa service rutin tahun 2010 dengan menggunakan metode waktu dan bahan dengan tujuan untuk mengetahui apakah harga jual yang telah ditetapkan perusahaan sudah dapat menutup biaya yang terjadi dan menghasilkan laba usaha. 4.1 Komponen Biaya Komponen biaya dari harga jual jasa service rutin di bengkel mobil WISAN AUTOWORKS diestimasi jumlah biayanya selanjutnya dibebankan ke service rutin menggunakan metode waktu dan bahan. Dalam metode ini dilakukan penentuan harga jual komponen waktu dan komponen bahan. Harga jual komponen waktu berkaitan dengan biaya tenaga kerja langsung, yaitu gaji montir yang ditetapkan perusahaan. Sedangkan harga jual komponen bahan berkaitan dengan biaya bahan pendukung, yaitu bahan yang mendukung proses pengerjaan service. 4.1.1 Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung per Jam Jasa service rutin pada perusahaan, waktu yang diperlukan untuk melayani customer adalah waktu yang diperlukan oleh montir untuk melakukan pengerjaan (service) untuk setiap unit

service, yaitu selama kurang lebih satu jam, setiap unit service dikerjakan oleh 2 orang montir, satu orang melakukan pekerjaan pokok, satu orang sebagai asisten. Gaji tenaga kerja montir pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 144.000.000,00 ditambah tunjangan kesejahteraan karyawan Rp 48.000.000,00, asuransi kesehatan Rp 28.800.000,00, dan THR Rp 24.000.000,00. Jumlah tenaga kerja montir sebanyak 8 orang dengan jam kerja per hari 7 jam kerja, sedangkan jumlah hari kerja tahun 2009 adalah 300 hari. Berikut disajikan perhitungan biaya tenaga kerja langsung per jam : Tabel 4.1 Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung per Jam Service Tahun 2010 Gaji Tenaga Kerja Langsung Rp 1.500.000,00 x 8orang x 12 bln Rp 144.000.000,00 Biaya Kesejahteraan Tenaga Kerja Langsung Tunjangan Bulanan Rp 500.000,00 x 8org x 12bln Rp 48.000.000,00 Asuransi Kesehatan Rp 300.000,00 x 8org x 12bln Rp 28.800.000,00 THR(2x gaji) Rp 1.500.000,00 x 2 x 8 orang Rp 24.000.000,00 Jumlah Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 244.800.000,00 Jam Tenaga Kerja Langsung 8 orang x 7 jam kerja/hari x 300 hari kerja 16.800 jam : Biaya Tenaga Kerja Langsung per jam Service Rp 14.571,00

4.1.2 Perhitungan Biaya Bahan Biaya bahan adalah biaya bahan pendukung dari jasa service rutin per satuan unit service. Perhitungan biaya bahan per satuan unit service pada tahun 2010 disajikan pada table 4.2 yang menyajikan biaya bahan tahun 2009. Tabel 4.2 Biaya Bahan Pendukung Service Tahun 2009 Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 Bahan Pendukung Service Bensin Spray karburator Amplas Kain perca Air accu Biaya per Unit Service Rp 5.000,00 Rp 4.500,00 Rp 2.000,00 Rp 3.000,00 Rp 7.950,00 Jumlah Rp 22.450,00 Tabel 4.2.1 Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 Bahan Pendukung Service Bensin Spray karburator Amplas Kain perca Air accu Biaya per Unit Service Rp 7.500,00 Rp 6.750,00 Rp 3.000,00 Rp 4.500,00 Rp 7.950,00 Jumlah Rp 29.700,00 Tabel 4.2.2

Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 Bahan Pendukung Service Biaya per Unit Service Bensin Spray karburator Amplas Kain perca Air accu Rp 5.000,00 Rp 4.500,00 Rp 2.000,00 Rp 3.000,00 Rp 16.000,00 Jumlah Rp 30.500,00 Tabel 4.2.3 Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 Bahan Pendukung Service Biaya per Unit Service Bensin Spray karburator Amplas Kain perca Air accu Rp 7.500,00 Rp 6.750,00 Rp 3.000,00 Rp 4.500,00 Rp 16.000,00 Jumlah Rp 37.750,00 Tabel 4.2.4 4.2 Perhitungan Mark up Mark up akan ditambahkan pada BTKL (komponen waktu) dan Biaya Bahan (komponen bahan), bertujuan menutup biaya tidak langsung bengkel dan menghasilkan laba yang diinginkan. Sebelum melakukan perhitungan mark up perlu ditentukan terlebih dahulu unsur pembentuk mark up pada biaya tidak langsung bengkel dan laba yang diharapkan untuk perusahaan.

4.2.1 Biaya Tidak Langsung Bengkel Biaya tidak langsung bengkel ditentukan dengan cara mengalokasikan biaya tidak langsung bengkel berdasarkan prosentase pembebanan dari jumlah service tahun 2009. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 Jumlah service rutin tahun 2009 Prosentase Pembebanan = Total penjualan jasa bengkel Prosentase Pembebanan = 324 unit 3.896 unit = 9,32% Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 Jumlah service rutin tahun 2009 Prosentase Pembebanan = Total penjualan jasa bengkel Prosentase Pembebanan = 529 unit 3.896 unit = 13,58% Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 Jumlah service rutin tahun 2009 Prosentase Pembebanan = Total penjualan jasa bengkel Prosentase Pembebanan = 841 unit 3.896 unit = 21,59%

Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 Prosentase Pembebanan = Prosentase Pembebanan = Jumlah service rutin tahun 2009 Total penjualan jasa bengkel 1231 unit 3.896 unit = 31,6% Tabel 4.3 Biaya Tidak Langsung Bengkel Tahun 2009 No. Komponen Biaya Biaya 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Gaji Karyawan selain Montir Administrasi & Umum Listrik Telepon Perawatan Alat Asuransi Gedung Asuransi Kesehatan Perawatan Gedung Depresiasi Aktiva Tetap THR Rp 36.000.000,00 Rp 5.000.000,00 Rp 3.120.000,00 Rp 2.400.000,00 Rp 30.000.000,00 Rp 1.700.000,00 Rp 3.600.000,00 Rp 2.000.000,00 Rp 10.000.000,00 Rp 4.000.000,00 TOTAL BIAYA Rp 97.820.000,00 Alokasi Pembebanan Biaya Tidak Langsung Bengkel Tahun 2010 Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 = Rp 97.820.000,00 x 9,32% = Rp 9.116.824,00 Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 = Rp 97.820.000,00 x 13,58% = Rp 13.283.956,00

Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 = Rp 97.820.000,00 x 21,59% = Rp 21.119.338,00 Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 = Rp 97.820.000,00 x 31,6% = Rp 30.911.120,00 Biaya tidak langsung bengkel tersebut selanjutnya dialokasikan ke dalam perhitungan mark up yang ditambahkan pada komponen waktu (BTKL) dan perhitungan mark up ditambahkan pada komponen bahan (Biaya Bahan). Alokasi biaya tidak langsung ini berdasarkan jumlah biaya yang terkait dengan masing-masing komponen waktu dan komponen bahan. Berikut disajikan alokasi dari biaya tidak langsung bengkel untuk komponen waktu dan komponen bahan, dimana data ini merupakan hasil konfirmasi penulis dengan pihak perusahaan. Tabel 4.4 Alokasi Biaya Tidak Langsung Bengkel Untuk Komponen Waktu dan Komponen Bahan Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 Keterangan % Alokasi Komponen Waktu (BTKL Bengkel) Komponen Bahan (Biaya Bahan) 90% 10% Rp 8.205.141,60 Rp 911.682,40 Jumlah 100% Rp 9.116.824,00 Tabel 4.4.1

Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 Keterangan % Alokasi Komponen Waktu (BTKL Bengkel) Komponen Bahan (Biaya Bahan) 90% 10% Rp 11.955.560,40 Rp 1.328.395,60 Jumlah 100% Rp 13.283.956,00 Tabel 4.4.2 Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 Keterangan % Alokasi Komponen Waktu (BTKL Bengkel) Komponen Bahan (Biaya Bahan) 90% 10% Rp 19.007.404,20 Rp 2.111.933,80 Jumlah 100% Rp 21.119.338,00 Tabel 4.4.3 Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 Keterangan % Alokasi Komponen Waktu (BTKL Bengkel) Komponen Bahan (Biaya Bahan) 90% 10% Rp 27.820.008,00 Rp 3.091.112,00 Jumlah 100% Rp 30.911.120,00 Tabel 4.4.4 4.2.2 Laba yang Diharapkan Perusahaan Dalam perhitungan besarnya laba yang diharapkan bagi bengkel terdapat dua unsur perhitungan yaitu besarnya jumlah aktiva pada awal tahun anggaran dan besarnya tarif kembalian investasi (ROI) yang

diharapkan (%) dari perusahaan. Berikut adalah cara penetapan tarif ROI : Tarif ROI = Pengembalian Investasi (EAT) Investasi yang ditanamkan pada perusahaan Tarif ROI = Rp 102.500.000,00 Rp 400.000.000,00 = 25,63% Setelah diketahui ROI untuk tahun 2010 kemudian dilakukan perhitungan besarnya laba yang diharapkan bagi perusahaan. Berikut disajikan cara perhitungan atas laba yang diharapkan bagi perusahaan untuk tahun 2010 menggunakan ROI : Tabel 4.5 Perhitungan Laba yang Diharapkan Bagi Perusahaan Tahun 2010 - Jumlah aktiva perusahaan pada awal tahun anggaran Rp 328.750.000,00 - Tarif ROI yang diharapkan 25,63% x Laba yang diharapkan Rp 84.258.625,00 Laba yang diharapkan bagi perusahaan tersebut selanjutnya dialokasikan ke dalam perhitungan mark up yang ditambahkan pada komponen waktu (BTKL) dan perhitungan mark up yang ditambahkan pada komponen bahan (Biaya Bahan). Pengalokasian ini berdasarkan perbandingan jumlah investasi dalam aktiva dari masing-masing komponen waktu dan komponen bahan dengan jumlah

investasi dari perusahaan. Berikut disajikan alokasi dari laba yang diharapkan perusahaan untuk komponen waktu dan bahan. Tabel 4.6 Alokasi Laba yang Diharapkan Perusahaan Untuk Komponen Waktu dan Komponen Bahan Keterangan % Alokasi Komponen Waktu (BTKL Bengkel)* Komponen Bahan (Biaya Bahan)** 60% 40% Rp 50.555.175,00 Rp 33.703.450,00 Jumlah 100% Rp 84.258.625,00 *Alokasi per unit = Rp 50.555.175,00 : 3896 = Rp 12.976,00 **Alokasi per unit = Rp 33.703.450,00 : 3896 = Rp 8.651,00 4.2.3 Perhitungan Prosentase Mark up untuk Komponen Waktu (BTKL) Tabel 4.7 Perhitungan Prosentase Mark up untuk Komponen Waktu (BTKL) Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 - Biaya Tidak Langsung Rp 8.205.141,60 - Laba yang Diharapkan (324 x Rp 12.976,00) Rp 4.204.224,00 + Jumlah Rp 12.409.365,60 - BTKL [324 x (Rp 14.571,00 x 2 org)] Rp 9.442.008,00 : % mark up untuk BTKL 131,43% Tabel 4.7.1 Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 Biaya Tidak Langsung Rp 11.955.560,40 - Laba yang Diharapkan (529 x Rp 12.976,00) Rp 6.864.304,00 + Jumlah Rp 18.819.864,40 - BTKL [529 x Rp 14.571,00 x 2 org)] Rp 15.416.118,00 : % mark up untuk BTKL 122,08% Tabel 4.7.2

Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 Biaya Tidak Langsung Rp 19.007.404,20 - Laba yang Diharapkan (841 x Rp 12.976,00) Rp 10.912.816,00 + Jumlah Rp 29.920.220,20 - BTKL [841 x Rp 14.571,00 x 2 org)] Rp 24.508.422,00 : % mark up untuk BTKL 122,08 % Tabel 4.7.3 Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 Biaya Tidak Langsung Rp 27.820.008,00 - Laba yang Diharapkan (1.231 x Rp 12.976,00) Rp 15.973.456,00 + Jumlah Rp 43.793.464,00 - BTKL [1.231 x Rp 14.571,00 x 2 org)] Rp 35.873.802,00 : % mark up untuk BTKL 122,08% Tabel 4.7.4 4.2.4 Perhitungan Prosentase Mark up untuk Komponen Bahan (Biaya Bahan) Tabel 4.8 Perhitungan Prosentase Mark up untuk Komponen Bahan (Biaya Bahan) Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 - Biaya Tidak Langsung Rp 911.682,40 - Laba yang Diharapkan (324 x Rp 8.651,00) Rp 2.802.924,00 + Jumlah Rp 3.714.606,40 - Nilai Bahan Rp 22.450,00 x 324 unit service Rp 7.273.800,00 % mark up untuk biaya bahan 51,07% Tabel 4.8.1

Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 - Biaya Tidak Langsung Rp 1.328.395,60 - Laba yang Diharapkan (529 x Rp 8.651,00) Rp 4.576.379,00 + Jumlah Rp 5.904.774,60 - Nilai Bahan Rp 29.700,00 x 529 unit service Rp 15.711.300,00 : % mark up untuk biaya bahan 37,58% Tabel 4.8.2 Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 - Biaya Tidak Langsung Rp 2.111.933,80 - Laba yang Diharapkan (841 x Rp 8.651,00) Rp 7.275.491,00 + Jumlah Rp 9.387.424,80 - Nilai Bahan Rp 30.500,00 x 841 unit service Rp 25.650.500,00 : % mark up untuk biaya bahan 36,6% Tabel 4.8.3 Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 - Biaya Tidak Langsung Rp 3.091.112,00 - Laba yang Diharapkan (1.231 x Rp 8.651,00) Rp 10.649.381,00 + Jumlah Rp 13.740.493,00 - Nilai Bahan Rp 37.750,00 x 1231 unit service Rp 46.470.250,00 : % mark up untuk biaya bahan 29,57% Tabel 4.8.4 Prosentase mark up dari masing-masing komponen waktu (BTKL) dan komponen bahan (Biaya Bahan) tersebut selanjutnya digunakan dalam perhitungan harga jual jasa service rutin mobil menggunakan metode waktu dan bahan.

4.3 Penentuan Harga Jual Jasa Service Rutin Menggunakan Metode Waktu dan Bahan Penentuan harga jual service rutin menggunakan metode waktu dan bahan meliputi penentuan harga jual waktu dan penentuan harga jual bahan. Harga jual waktu berkaitan dengan biaya tenaga kerja langsung yaitu montir ahli. Sedangkan harga jual bahan berkaitan dengan biaya bahan yaitu bahan pendukung service. Setelah diketahui harga jual waktu dan harga jual bahan kemudian keduanya dijumlahkan dan hasilnya menjadi harga jual jasa service rutin. Berikut disajikan penentuan harga jual waktu dan bahan dari service rutin mobil. Tabel 4.9 Perhitungan Harga Jual Jasa Service Rutin Mobil Menggunakan Metode Waktu dan Bahan Tahun 2010 Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 - BTKL (montir) Rp14.571,00 x 2 orang Rp 29.142,00 - Mark up untuk BTKL 131,43% x Rp 29.142,00 Rp 38.301,33 + Harga Jual Waktu Rp 67.443,33 - Biaya Bahan Rp 22.450,00 - Mark up untuk biaya bahan 51,07% x Rp 22.450,00 Rp 11.465,22 + Harga Jual Bahan Rp 33.915,22 + Harga Jual Jasa per unit Service Rp 101.358,55 Tabel 4.9.1

Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Sebelum Tahun 2000 - BTKL (montir) Rp14.571,00 x 2 orang Rp 29.142,00 - Mark up untuk BTKL 122,08% x Rp 29.142,00 Rp 35.576,55 + Harga Jual Waktu Rp 64.718,55 - Biaya Bahan Rp 29.700,00 - Mark up untuk biaya bahan 37,58% x Rp 29.700,00 Rp 11.161,26 + Harga Jual Bahan Rp 40.861,26+ Harga Jual Jasa per unit Service Rp 105.579,81 Tabel 4.9.2 Mobil Jenis 4 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 - BTKL (montir) Rp14.571,00 x 2 orang Rp 29.142,00 - Mark up untuk BTKL 122,08% x Rp 29.142,00 Rp 35.576,55 Harga Jual Waktu Rp 64.718,55 - Biaya Bahan Rp 30.500,00 - Mark up untuk biaya bahan 36,6% x Rp 30.500,00 Rp 11.163,00 + Harga Jual Bahan Rp 41.663,00 + Harga Jual Jasa per unit Service Rp 106.381,55 Tabel 4.9.3 Mobil Jenis 6 Silinder yang Diproduksi Setelah Tahun 2000 - BTKL (montir) Rp14.571,00 x 2 orang Rp 29.142,00 - Mark up untuk BTKL 122,08% x Rp 29.142,00 Rp 35.576,55 + Harga Jual Waktu Rp 64.718,55 - Biaya Bahan Rp 37.750,00 - Mark up untuk biaya bahan 29,57% x Rp 37.750,00 Rp 11.162,68 + Harga Jual Bahan Rp 48.912,68 + Harga Jual Jasa per unit Service Rp 113.631,23 Tabel 4.9.4

Perhitungan harga jual jasa service rutin mobil menggunakan metode waktu dan bahan tahun 2010 diatas tersebut belum termasuk biaya overtime yang dikenakan apabila terjadi lembur. Biaya overtime montir dihitung dua kali dari BTKL, yaitu Rp 14.571,00 x 2 = Rp 29.142,00 untuk masing-masing montir ditambah uang makan @ Rp 5.000,00. Jadi, apabila terjadi biaya overtime atas harga jual jasa service rutin mobil berdasarkan tiap jenisnya, maka perhitungannya adalah sebagai berikut : 1. Untuk mobil jenis 4 silinder yang diproduksi sebelum tahun 2000 Harga jual menggunakan metode waktu dan bahan menghasilkan harga jual sebesar Rp 101.358,55 / unit. Apabila terjadi overtime, maka harga jualnya adalah sebagai berikut : Harga jual = Rp 101.358,55 + (2 x (2 x BTKL)) + uang makan = Rp 101.358,55 + (2 x (2 x Rp 14.571,00)) + (2 x Rp 5.000,00) = Rp 169.642,55 / unit 2. Untuk mobil jenis 6 silinder yang diproduksi sebelum tahun 2000 Harga jual menggunakan metode waktu dan bahan menghasilkan harga jual sebesar Rp 105.579,81 / unit. Apabila terjadi overtime, maka harga jualnya adalah sebagai berikut : Harga jual = Rp 105.579,81 + (2 x (2 x BTKL)) + uang makan = Rp 105.579,81 + (2 x (2 x Rp 14.571,00)) + (2 x Rp 5.000,00) = Rp 173.863,81 / unit

3. Untuk mobil jenis 4 silinder yang diproduksi setelah tahun 2000 Harga jual menggunakan metode waktu dan bahan menghasilkan harga jual sebesar Rp 106.381,55 / unit. Apabila terjadi overtime, maka harga jualnya adalah sebagai berikut : Harga jual = Rp 106.381,55 + (2 x (2 x BTKL)) + uang makan = Rp 106.381,55 + (2 x (2 x Rp 14.571,00)) + (2 x Rp 5.000,00) = Rp 174.665,55 / unit 4. Untuk mobil jenis 6 silinder yang diproduksi setelah tahun 2000 Harga jual menggunakan metode waktu dan bahan menghasilkan harga jual sebesar Rp 113.631,23 / unit. Apabila terjadi overtime, maka harga jualnya adalah sebagai berikut : Harga jual = Rp 113.631,23 + (2 x (2 x BTKL)) + uang makan = Rp 113.631,23 + (2 x (2 x Rp 14.571,00)) + (2 x Rp 5.000,00) = Rp 181.915,23 / unit