MAKALAH KEAMANAN PANGAN DAN TOKSIKOLOGI PADA CANNED FOOD

dokumen-dokumen yang mirip
MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB II LANDASAN TEORI

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

: Clostridium perfringens

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

Sumber penularan penyakit. Penerima. Diagram Penularan Penyakit

BAB II LANDASAN TEORI

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

MATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food

STERILISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

Pengolahan dengan suhu tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengawetan pangan dengan pengeringan

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Nama : Fitriyatun Nur Jannah Nim : Makul : Teknologi Pangan TEKNOLOGI PENGAWETAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

Pengawetan bahan pangan

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

Pengolahan dengan Suhu Tinggi

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAGIAN 1: MENGAPA PERLU DETOKS?

CABE GILING DALAM KEMASAN

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

DASAR KEHIDUPAN MIKROORGANISME DI LINGKUNGAN. ZAENAB, SKM, M.Kes. HP : /

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian besar

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pangan dengan potensi bahaya. Bahan Pangan Apa yang Mudah Terkontaminasi? BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA

BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Zat Aditif : Zat zat yg ditambahkan pada makanan atau minuman pada proses pengolahan,pengemasan atau penyimpanan dengan tujuan tertentu.

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

Memperkenalkan Makanan pada Bayi.

Karakteristik mutu daging

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III (Tiga) Gizi Ilmu Kesehatan

Manfaat Minum Air Putih

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

B T M = ZAT BERACUN? Oleh : Estien Yazid, M.Si Dosen Biokimia Akademi Analis Kesehatan Delima Husada Gresik

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

PENGAWETAN. Pengawetan Termal Pengawetan Non Thermal. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Pengolahan Non Thermal 1. Pengolahan Non Thermal

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

Transkripsi:

MAKALAH KEAMANAN PANGAN DAN TOKSIKOLOGI PADA CANNED FOOD Disusun oleh: Hana Handayani (115100100111022) Risalia Nur Rahma A. (115100401111014) Ikrima Dzil H. (115100401111020) Crysse Zuliana (115100401111032) Nicha Bella Permana P. (115100407111012) Siti Aisyah (115100800111012) Della Rosalita (115100813111002) KELAS J PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Makanan kaleng merupakan makanan produk sterilisasi yang dikemas dengan menggunakan kaleng tertutup rapat. Berbagai produk seperti susu bubuk, susu kental manis, sardine, biskuit, sayur, maupun buah kini telah banyak yang dikemas menggunakan metode pengemasan kaleng tersebut. Namun tingkat pengetahuan masyarakat tentang bahaya yang dapat ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan kaleng masih sangat rendah. Meskipun secara visual kondisi makanan kaleng aman untuk dikonsumsi, tetapi dari segi mikrobiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu kehadiran mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan keracunan pada makanan kaleng yaitu Clostridium botulinum. Dewasa ini seiring dengan meningkatnya tingkat kesibukan, masyarakat cenderung kurang memperhatikan makanan yang mereka makan. Baik itu dari segi kebersihan, kesehatan, atau kandungan gizi yang terkandung dalam makanan, kecenderungan orang hanya memikirkan dari segi ekonomis dan kepraktisannya saja. Sehingga keracunan makanan sangat mungkin terjadi karena makanan kaleng yang dikonsumsi. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang cara preservasi dan mencegah kerusakan pada makanan kaleng memicu terjadinya tingkat keracunan makanan yang fatal. Mengingat C.botulinum merupakan bakteri yang mampu menghasilkan toksin yang menyerang sistem syaraf manusia, maka penting untuk mengetahui tanda-tanda kerusakan, gejala-gejala dan bahaya sindrom botulisme pada manusia serta cara pencegaha dan penanganan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. 1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memperkenalkan makanan kaleng dan produk-produk makanan yang biasa dikemas dengan metode pengalengan, bahaya Clostridium botulinum pada makanan kaleng dan gejala-gejala yang timbul akibat botulisme serta cara untuk menangani dan mencegah terjadinya keracunan pada makanan kaleng sehingga diharapkan pengetahuan mahasiswa tentang keamanan pangan khususnya di Indonesia semakin bertambah.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Makanan Kaleng Makanan kaleng merupakan makanan yang dikemas dalam kaleng melalui proses dan pengolahan tertentu. Makanan kaleng melewati beberapa proses yaitu pretreatment contohnya blansing, setelah itu sterilisasi dan pengawetan dengan bahan tertentu. Pada makanan kaleng proses sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi komersial. Canning (pengalengan) merupakana metode yang penting dan aman untuk mengawetkan makanan. Makanan yang dikalengkan seperti saus, produk daging dan ikan, beans, lentils, pasta, tuna, juga sayur dan buah. Produk makanan kaleng memiliki daya simpan yang panjang. Proses pengalengan merupakan salah satu cara mengawetkan makanan karena di dalam kaleng diusahakan tidak terdapat oksigensehingga bakteri aerob tidak bisa tumbuh dan merusak makanan. Akan tetapi,masih ada kemungkinan makanan tersebut mengandung bakteri anaerob yangdapat tumbuh pada lingkungan tanpa oksigen seperti Clostridium botulinum yang sering disebut bakteri makanan kaleng. Oleh sebab itu diperlukan pengujian yangketat terhadap bakteri ini sebelum makanan dikemas dalam kaleng. Penggunaan pengawet yang tepat (baik secara jenis dan jumlah) juga merupakan salah satuusaha pencegahan kontaminasi mikroba ini.jenis kaleng yang digunakan untuk mengemas produk makanan juga harusdisesuaikan. Kaleng tersebut tidak boleh melepas kandungan logam ke produk makanan, kuat dan menjamin tidak adanya kebocoran yang dapat menjadi pintumasuk bakteri atau oksigen yang dapat menyebabkan kerusakan makanan kaleng.berikut ini adalah ciri-ciri kerusakan makanan kaleng adalah flat sour yaitu kaleng tidak cembung namun isinya sangat asam, flipper yaitu kaleng kelihatan normal, namun jika ditekan akan menjadi cembung. Springer salah satu ujung kaleng datar, namun ujung yang lain cembungdan jika ditekan, cembung ke arah sebaliknya. Kaleng cembung karena terdapat bakteri yang membentuk gas. Prinsip sterilisasi adalah metode untuk mematikan mikroba yang tidak diinginkan yang ada pada produk pangan. Sterilisasi termal merupakan unit pengolahan yaitu prosuk pangan diberi perlakuan panas, menggunakan suhu tinggi dan waktu tertentu untuk mendestruksi mikroba dan aktivitas enzim. Sterilisasi komersial merupakan proses sterilisasi

dengan tujuan membunuh mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk pangan pada kondisi ruang, pada umumnya sekitar 121 C dan menggunakan uap air selama waktu tertentu dengan tujuan memusnahkan semua bakteri pathogen maupun pembusuk. Bakteri yang menjadi concern adalah Clostridium botulinum. Sterilisasi berarti membebaskan bahan dari semua jenis mikroba. Dilakukan pada suhu tinggi 121 C (merupakan proses termal atau dengan panas) selama 15 menit. Suatu produk pangan dikatakan steril secara komersial apabila 1) produk mengalami proses pemanasan lebih dari 100 C, 2) bebas dari mikroba pathogen dan pembentuk racun, 3) bebas mikroba yang dalam kondisi penyimpanan dan keadaan normal dapat menyebabkan kebusukan, dan 4) awet (dapat disimpan pada kondisi normal tanpa refrigerasi). Proses pada makanan kaleng diawali dengan blanching, kemudian pengisian medium, pengeluaran udara (exhausting), penutupan, sterilisasi, kemudian pendinginan. Dalam proses pengalengan dilakukan proses sterilisasi komersial selama 15 menit 121 C setelah itu pendinginan dilakukan untuk memberi thermal shock pada mikroorganisme dalam kaleng, untuk mencegah berkembangnya spora dalam produk. Pengisian medium menggunakan larutan brine (gula, garam, atau saus) berfungsi mempertahankan jaringan agar tetap baik, mencegah terjadinya kerusakan sel, membantu proses transfer panas, memperoleh derajat keasaman tinggi, dan sebagai pengawet. Pengeluaran udara (exhausting) bertujuan menghilangkan udara sehingga tekanan dalam kaleng setelah perlakuan panas dan pendinginan lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Pengurangan jumlah udara mengurangi oksigen dan kesempatan oksidasi dari bahan selain itu mencegah pengkaratan dan kebocoran kaleng. Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi dibagi menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik, factor intrinsik yaitu Aw bahan (bahan pangan dengan Aw tinggi diatas 0,9 umumnya lebih mudah ditumbuhi mikroorganisme), ph (bahan pangan dengan ph 3-8 lebih aman dari bakteri yang tumbuh pada ph 5-8, namun khamir dan kapang tahan dengan kondisi asam), potensial redoks, O2 dan zat-zat gizi pada makanan. Faktor ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan dari penanganan dan penyimpanan produk bahan pangan mempengaruhi spesies mikroba yang mungkin berkembang dan menyebabkan kerusakan yang harus diperhatikan adalah suhu, dalam keadaan beku atau di bawah -10 C pertumbuhan mikroba terhenti dan atau mati. Pada penyimpanan suhu 50-55 C untuk waktu yang cukup lama mikroba-mikroba

termofilik berkembang secara selektif. Rh, jenis konsentrasi gas dan iradiasi juga mempengaruhi. 2.2 Bahaya Makanan Kaleng Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan oleh mikroba pembusuk atau mikroba patogen. Kerusakan makanan kaleng yang diawetkan dengan pemanasan dapat disebabkan oleh adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses pemanasan, atau karena masuknya mikroba dari luar melalui bagian kaleng yang bocor setelah proses pemanasan. Penyebab yang pertama menunjukkan bahwa makanan kaleng tersebut tidak cukup proses pemanasannya (under process). Jenis mikroba yang mengkontaminasi produk yang mengalami under process lebih mudah ditentukan berdasarkan pada informasi kondisi proses termal yang dilakukan dan jenis produk pangan yang diproses, karena mikroba memiliki sifat ketahanan panas dan aktivitas biologis tertentu. Sedangkan kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kebocoran kaleng sulit ditentukan karena mikroba yang mungkin mengkontaminasi dapat bervariasi. Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak memproduksi racun. Selain itu, bahaya utama pada makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan. Bakteri yang berbahaya ini umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik) dan mampu melindungi diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Cara hidup yang demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng, terutama pada jenis-jenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang phnya di atas 4,6 alias nilai keasaman relatif rendah. Bila kondisi pertumbuhannya sesuai, toksin botulinum yang sangat berbahaya

itu bisa dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun tersebut akan menyerang susunan saraf dan dampaknya bisa melumpuhkan, menyulitkan pernapasan serta menyebabkan kematian. Makanan kaleng juga mengandung zat adiktif seperti pewarna, penyedap dan pengawet yang sangat berbahaya bagi tubuh bila dikonsumsi dalam jumlah yang banyka dan dalam waktu yang panjang. Diperkirakan organ pencernaan manusia semasa hidupnya mengolah makanan sebanyak 100 ton (100.000kg). Jumlah tersebut tidak semuanya merupakan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh akan tetapi juga ikut serta zat-zat berbahaya terutama Food Additive atau Bahan Tambahan Makanan (BTM).BTM adalah semua yang bukan bagian dari bahan makanan yang diolah seperti pemanis, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, pewarna, pengawet, pengental/pengemulsi, anti bakteri, pemutih, pengeras, pengatur keasaman dan lainnya. Saat ini hampir semua jenis makanan dan minuman yang diproses dari pabrik dan juga yang tersedia di restoran-restoran menggunakan BTM untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Beberapa contoh BTM yang oleh riset dinyatakan berpeluang menyebabkan kanker, tumor atau penyakit lainnya : NO Bahan Tambahan Makanan Pemakaiaan (Contoh) Dampak (Jika Berlebihan/Pemakaian Jangka Panjang) Tumor kantong Kemih, beracun bagi janin, kanker 1 Sakarin Soft Drink, Permen, makan ringan lainnya 2 Siklamat Minuman beralkohol Tumor 3 Nitrit/Nitrat Makanan kalengan Kanker 4 Sulfit Jus Buah, sosis, acar Sesak nafas, Sesak dada, gatal-gatal dan bengkak 5 BHA/BHT Makanan Awetan Kelainan Kromosom Sel, menurunkan antioksidan alami tubuh. 6 Benzoat Minuman, Makanan Pembesaran ginjal dan hati, menurunkan berat badan 7 Sulfit Makanan Kalengan Menurunkan daya guna protein dan Lemak 8 Pewarna Merah/Amaranth Makanan, Minuman kanker

2.3 Clostridium botulinum Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat menginfeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Gejala botulism disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang berbahaya, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram dapat membunuh setiap manusia didunia. Terdapat tujuh strain botulism, masing masing memproduksi protein yang berpotensi sebagai neurotoxin. Tipe A, B, E dan F menyebabkan botulism pada manusia. Tipe C-alpha menyebabkan botulism pada unggas domestik dan liar. Tipe C-beta dan D menyebabkan botulism pada ternak. Tipe ketujuh dari botulism, strain G, telah diisolasi dari contoh tanah, tetapi jarang dan belum menunjukkan hubungan yang menyebabkan botulism manusia atau binatang. Tipe A dan beberapa tipe B dan tipe F mendekomposisikan protein binatang dan menyebabkan bau dari makanan yang membusuk, dan daging busuk. Tipe E dan beberapa tipe B,C, D dan F tidak proteolytic (mereka tidak mencerna protein binatang). Ketika muncul, tipe botulism ini tidak dapat terdeteksi dengan bau yang kuat. Bakteri Clostridium merupakan bakteri yang heat resistant dan dapat bertahan dari perebusan yang lama. Untuk menghancurkan spora yang ada, makanan harus dipanaskan hingga temperatur 120 0 C atau lebih, seperti dalam penggunaan pressure cooker. Racun yang diproduksi oleh bakteri dapat dihancurkan oleh panas. Jika lingkungan di sekitarnya lembab, terdapat cukup makanan dan tidak terdapat oksigen, spora akan mulai tumbuh dan menghasilkan toksin. Beberapa toksin yang dihasilkan C. botulinum memiliki kadar protein yang tinggi yang tahan terhadap pengrusakan oleh enzim pelindung usus. Jika makan makanan yang tercemar, racun masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, menyebabkan foodborne botulism. Sumber utama dari botulisme ini adalah makanan kalengan. Sayuran, ikan, buah, dan rempah rempah juga merupakan sumber penyakit ini. Demikian juga halnya dengan daging, produk susu, daging sapi, dan unggas.

Toksin (botulism) adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan yang berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin. Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu : Food-borne botulism (botulism yang dilahirkan makanan) disebabkan oleh mamakan makanan-makanan yang mengandung botulinum neurotoxin. Wound botulism (botulism luka) disebabkan oleh neurotoxin yang dihasilkan dari luka yang terinfeksi dengan bakteri Clostridium botulinum. Infant botulism (botulism bayi) terjadi ketika bayi mengkonsumsi spores (spora-spora) dari bakteri botulinum. Bakteri kemudian tumbuh didalam usus-usus dan melepaskan neurotoxin. 2.4 Gejala Dan Kasus Botulism Pada foodborne botulisme, diagnosis ditegakkan berdasarkan pola yang khas dari gangguan saraf dan otot. Tetapi gejala ini sering dikelirukan dengan penyebab lain dari kelumpuhan, misalnya stroke. Adanya makanan yang diduga sebagai sumber kelainan ini juga merupakan petunjuk tambahan. Jika botulisme terjadi pada 2 orang atau lebih yang memakan makanan yang sama dan di tempat yang sama, maka akan lebih mudah untuk menegakkan diagnosis. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan darah untuk menemukan adanya toksin atau biakan contoh tinja untuk menumbuhkan bakteri penyebabnya. Toksin juga dapat diidentifikasi dalam makanan yang dicurigai.elektromiografi (pemeriksaan untuk menguji aktivitas listrik dari otot) menujukkan kontraksi otot yang abnormal setelah diberikan rangsangan listrik. Tapi hal ini tidak ditemukan pada setiap kasus botulisme. Diagnosis wound botulism diperkuat dengan ditemukannya toksin dalam darah atau dengan membiakkan bakteri dalam contoh jaringan yang terluka. Ditemukannya bakteri atau toksinnya dalam contoh tinja bayi, akan memperkuat diagnosis infant botulisme.

Pada beberapa penderita, gejala aawalnya adalah mual, muntah, kram perut dan diare. Pada penderita lainnya gejala-gejala saluran pencernaan ini tidak muncul, terutama pada penderita wound botulism. Penderita mengalami kesulitan untuk berbicara dan menelan. Kesulitan menelan dapat menyebabkan terhirupnya makanan ke dalam saluran pernafasan dan menimbulkan pneumonia aspirasi. Otot lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan akan melemah. Kegagalan saraf terutama mempengaruhi kekuatan otot. Pada 2/3 penderita infant botulism, konstipasi (sembelit) merupakan gejala awal. Kemudian terjadi kelumpuhan pada saraf dan otot, yang dimulai dari wajah dan kepala, akhirnya sampai ke lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan. Kerusakan saraf bisa hanya mengenai satu sisi tubuh. Masalah yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari kelesuan yang ringan dan kesulitan menelan, sampai pada kehilangan ketegangan otot yang berat dan gangguan pernafasan. 2.5 Cara Penanganan Kasus Botulism Cara untuk terhindar dari bakteri ini yaitu dengan melihat tanda-tanda kerusakan pada makanan kaleng yang disebabkan oleh Clostridium botulinum diantaranya sebagai berikut: - Penampakan pada kaleng memperlihatkan bahwa kaleng menggembung, jika dibiarkan terus menerus mungkin bisa meledak. - Produk mengalami fermentasi, apabila tercium bau asam, keju atau bau butirat yang menusuk tak usah dibeli. - ph sedikit di atas normal dengan tekstur rusak. - Lainnya, kamu bisa menekan salah satu ujung permukaan kaleng yang terlihat datar. Bila ujung yang lainnya cembung, berarti bakteri tersebut sudah ngendon di dalam. - Sebaiknya juga, makanan kaleng selalu dipanaskan sampai mendidih selama 10 menit sampai 15 menit sebelum dikonsumsi.

- Selalu memperhatikan Label Expired Date secara seksama, Apabila batas kadaluarsa habis atau tekstur kaleng mengalami penggembungan jangan sekalikali mencoba untuk membelinya. - Perlu pula diingat apabila makanan kaleng sudah dibuka jangan pernah berlamalama menyimpannya, segera digunakan. Agar terhindar dari bahaya keracunan makanan, tentu kita harus selalu waspada terhadap setiap makanan yang kita konsumsi. Di dalam segala hal, baik yang ada kaitannya dengan pengadaan, penyimpanan makanan sampai mengonsumsinya harus dilakukan secara benar dan teratur sesuai dengan syarat sanitasi dan kesehatan. Tempat menyimpan, air untuk mencuci, memasak harus terbebas dari kemungkinan adanya zat dan bahan sumber keracunan. Khusus untuk buah-buahan dan sayuran sebaiknya direndam dulu beberapa saat, kalau bisa di air mengalir supaya sisa residu dan pestisida dapat hilang. Bahan makanan berupa ikan atau daging, meski sudah tersimpan dalam lemari pendingin harus tetap diperhatikan, apakah sudah mengalami perubahan baik warna, bau atau adanya lendir, misalkan daging yang masih segar akan tampak kemerah-merahan, sedang yang sudah rusak akan tampak kehitaman. Setelah memasak daging, hendaknya jangan menaruh daging tersebut di tempat yang sama dimana sebelumnya ditaruh daging mentah. Hal yang penting diperhatikan adalah selalu mencuci tangan, perkakas dapur dan permukaan dapur (kalau bisa dengan air panas), setelah memotong ayam atau daging mentah dan setelah memasak selesai. Untuk mengetahui makanan sudah tercemar oleh mikrobia tertentu yang dapat membahayakan, kita dapat melakukannya dengan pengamatan secara visual dan menggunakan indera kita (bau, kenampakan) seperti perubahan warna misalnya pada ikan dan daging sudah mulai tercium bau busuk, perubahan warna misalnya pada daging dan ikan, kehadiran bintik/noktah warna pada makanan, baik oleh jamur atau bakteri, misalnya bintik warna hitam, coklat pada roti. Kehadiran lendir, umumnya akibat pertumbuhan bakteri yang diiukuti dengan bau busuk, misalnya pada daging dan ikan. Dengan mengetahui sumber dan penyebab keracunan makanan diharapkan makanan yang kita olah dan konsumsi sehari-hari menjadi makanan yang aman dan menyehatkan. Karena kita tahu bahwa dari makanan yang aman dan sehat akan muncul pribadi-pribadi yang sehat dan berkualitas. Apabila keracunan telah terjadi, beberapa bentuk pengobatan yang bisa

dilakukan adalah dengan pemberian antitoksin, terapi supportif dengan cara injeksi nutrisi, serta menghilangkan toksin dengan merangsang muntah dan atau peningkatan peristaltik usus untuk memudahkan buang air besar.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Makanan kaleng merupakan makanan yang dikemas dalam kaleng melalui proses dan pengolahan tertentu. Makanan kaleng mengandung tiga unsur berbahaya bagi kesehatan yaitu C.botulinum, Bisfenol A (BPA) dan BTM yang sangat berbahaya bagi tubuh sehingga penggunaan makanan kaleng berlebihan idak dianjurkan. Bahaya yang paling utama pada makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan. Racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum adalah botulism. Toksin (botulism) adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan yang berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin. Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu : Food-borne botulism (botulism yang dilahirkan makanan) disebabkan oleh mamakan makanan-makanan yang mengandung botulinum neurotoxin. Wound botulism (botulism luka) disebabkan oleh neurotoxin yang dihasilkan dari luka yang terinfeksi dengan bakteri Clostridium botulinum. Infant botulism (botulism bayi) terjadi ketika bayi mengkonsumsi spores (spora-spora) dari bakteri botulinum. Bakteri kemudian tumbuh didalam usus-usus dan melepaskan neurotoxin. 3.2 Saran Pada awalnya makanan kaleng memang sangat mudah dikonsumsi dan tidak repot serta murah namun, bahaya jangka panjang nya dapat menyebabkan kematian dan penyakitpenyakit berbahaya seperti kanker. Oleh sebab itu, leih bak hindari mengonsumsi makanan kaleng maupun makanan instan agar dapat tehindar dari bahaya makanan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA D.Dagoon, Jesse. 2008. Applied Nutrition And Food Technology. Gueson City: Rex Printing Company. Evans, Judith. 2008. Thermal Processing Food Science And Technology. Oxford: Blackwell Publishing Ltd. Harsono (Ed.). 2003. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press, edisi 2 hal 189;192;224 Sidharta P, Mardjono M,. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat